"Mas, kamu masih mikirin ibu? Apa perlu kita ke sana, lihat keadaan ibu, mas?" tanya Arumi, melihat Bayu yang lebih diam sejak kejadian satu minggu lalu. "Buat apa dek? Mas tidak akan menginjakan kaki di rumah itu lagi. Biarkan saja mereka menikmati hak yang bukan miliknya, suatu saat nanti mereka kena karmanya." Sahut Bayu dingin."Mas nggak boleh ngomong gitu. Biar bagaimanapun Bu Laras itu ibu kandung kamu," Arumi duduk di samping Bayu mengusap lembut punggung kokoh itu."Ibu kandung rasa ibu tiri. Entah lah, mas masih enggan ketemu. Selama ini aku terlalu nurut sama mereka terlebih ibu, karena aku berfikir jika ibu akan sayang sama aku di kemudian hari nyatanya sampai detik ini ibu tidak peduli sama aku menganggap jika aku ada hanya karena tujuannya. Mas lelah dek, terlebih pada mereka berdua. Sekarang aku paham kenapa mas Yoga sama mas Duta selalu mengungkit aku numpang anak tidak di harapkan. Aku terlalu polos atau —" ucapan Bayu terhenti, Arumi menutupnya dengan tangannya. Gel
"Kamu dari mana?" Duta berdiri menghadang Andara yang akan masuk ke dalam kamar."Ada apa mas? Kenapa kamu tanya begitu?" tanya balik Andara."Jawab aja. Kamu pergi kemana?""Udah aku bilang ada kerjaan di luar. Kamu ini kenapa sih?" "Tugas kantor apa tugas pribadi? Diam di sini. Aku belum selesai bicara!" Duta menarik pergelangan tangan Andara menjatuhkan tubuh wanita muda itu di kursi ruang keluarga."Kamu pergi sama mas Yoga?""M– mas Yoga? Maksud kamu apa sih?" tanya Andara, panik."Jawab aja jujur. Sebenarnya kamu pergi urusan kantor apa pergi sama selingkuhan kamu?" Duta menatap wajah Andara yang terlihat pias. "A– aku, pergi urusan kantor. Kamu mikir aku selingkuh sama mas Yoga, panggil kesini kakak kamu, kita bicara. Aku nggak mau ya, di tuduh selingkuh sama kakak kamu." Ucap Andara datar."Kamu pikir aku main tuduh, begitu? Oke. Aku hubungi mas Yoga!" Duta menghubungi kakaknya tidak menunggu lama sambungan telpon terhubung."Ada apa, Ta?""Mas ke sini, bisa? Ajak pula mbak
"Maksud mas Yoga apa? Siapa yang sombong?" tanya Bayu, menelisik wajah Yoga."Kamu pikir? Kalau kami sudah biasa dengan kekayaan tapi kalian, ck! Sudahlah aku malas debat sama orang seperti kalian." Mereka memilih duduk menjauh dari keluarganya, Bayu tidak ingin ada keributan di acara Bu Eti.Acara yang kembali di mulai setelah berapa saat di hentikan berganti dengan menikmati jamuan yang sudah di siapkan oleh pemilik rumah. Keluarga Bayu terus memperhatikan pakaian yang melekat di tubuh keluarga Bayu. Bagaimana tidak pakaian yang harganya tidak murah itu kini melekat di tubuh mereka yang di anggapnya miskin. Terlebih sejak tadi sikap Bu Eti yang berbeda pada Arumi dan Bayu terlebih pada Salwa."Tamu istimewa Bu Eti sapa mbak?" Andara menyenggol lengan Entik."Mbak juga nggak tau, liat aja nanti. Siapa yang di ajak Bu Eti berdiri di sana," ucap Entik.Tak lama Bu Eti keluar hingga acara selesai dan membagikan berapa bingkisan berserta amplop pada warga yang hadir.Tidak ada penyebut
Mereka serentak menoleh ke arah suara. Di mana tiga wanita itu berdiri di sana."Ibu tunggu di sini aja ya. Aku mau menemui ibu mertua.""Nak apa ibu mertua kamu masih begitu? Ibu kok, nggak terima ya." Arumi menggeleng. Menepis praduga Ibunya."Sebenarnya baik hanya saja —" Arumi urung melanjutkan ucapannya, suara ibu mertuanya kembali terdengar."Arumi cepetan kamu! Jadi karyawan aja sombong. Berapa sih gaji kamu di sini?" "Ibu ada apa? Aku sedang beres-beres," sahut Arumi, benar adanya."Alasan aja kamu. Mana motor itu?" "Motor? Motor siapa, buk?" Arumi semakin di buat bingung, 'apa mungkin motor yang berapa hari lalu di pakai ke rumah Bu Eti?' batin Arumi."Eh, bengong lagi. Mana cepetan! Lama banget mikirnya!" Entik menyentak lamunan Arumi."Siapa yang lama? Lagian yang ibu maksud itu motor siapa?" tanya Arumi, walau ia tahu maksud Ibu mertuanya."Belaga nggak tahu kamu. Motor punya ibu, siapa lagi? Kamu pikir kamu punya hak? Itu hak ibu ngerti kamu? Mana cepetan kasih motor it
Yoga berdiri dengan wajah garangnya begitu pula dengan Duta, Meksi tidak seperti Yoga akan tetapi Duta masih mampu mengontrol emosinya pada Bayu dan keluarganya."Motor itu mana? Kamu jangan asal bicara mas. Tanyakan dulu motor itu punya sapa!" geram Bayu."Alah kamu jangan sok lugu. Mana cepetan itu punya ibu, kamu nggak mau kan kalau kami membuat onar di sini bisa bisa kamu di usir dari ini. Tau rasa kamu!" Yoga tersenyum puas melihat Bayu hanya diam. Hatinya bersorak sebentar lagi motor mahal itu akan menjadi miliknya."Lama banget mana cepetan!" sambung Yoga."Tidak. Tidak ada satupun dari kalian yang menyentuh motor itu apalagi sampai membawanya pergi. Sebaiknya kalian pergi jika kedatangan kalian cuma bisa merusak dan membuat onar di rumahku." Tegas Bayu."Rumah kamu? Hahaha, mimpi aja kamu. Mana bisa kalian punya rumah semewah ini sedangkan kami yang kerja kantoran aja harus mikir-mikir." Ujar Entik."Itu kan kalian, tapi tidak buat kita." Sahut Bayu, menyombongkan diri. Tidak
Kemarahan yang tidak bisa di bendung lagi, membuat Bu Laras menyambar gelas di meja dan menyiram wajah Bu Wati. Arumi yang geram berdiri menghampiri Ibu mertuanya. Bahkan Bayu tak kalah marahnya melihat sikap Ibunya pada orang tua Arumi."Apa yang ibu lakukan, hah? Apa karena selama ini aku diam, lantas ibu abaikan? Jangan membuatku lupa kalau ibu adalah wanita yang sudah melahirkan suamiku!" Arumi menahan pergelangan tangan Bu Laras, tatapan marah sekaligus kecewa atas sikap Ibu mertuanya yang tidak menghargai Ibunya. Bahkan tangan itu akan menampar wajah Ibunya."Jangan kurang ajar kamu! Aku ini orang tua, kamu seenaknya bersikap seperti itu padaku hah! Bayu, kamu ceraikan wanita seperti dia. Kamu bisa menikah dengan wanita pilihan ibu, dia lebih baik dari pada istrimu!" seru Bu Laras, mendelik saat tatapannya bertemu dengan Bu Wati." Silahkan bawa anakmu, aku tidak peduli. Nikahkan dia dengan wanita pilihan ibu aku sama sekali tidak peduli. Tapi, aku tidak terima atas apa yang ibu
"Bisa bersikap sopan tidak? Kamu mau belanja, apa mau nyari keributan? Di sini siapapun bisa melayani dan kami tidak suka pembeli kayak kamu. Lebih baik kamu pergi dari sini!" usir Bu Eti."Loh, Bu Eti ini kenapa? Pembeli itu raja. Jadi saya berhak pilih siapa saja yang boleh melayani saya. Kalau saya tidak mau di layani dia ya, ganti dong! Dan itu hak saya." Angkuh Bu Laras."Ibu benar sekali, pembeli itu memang raja. Tapi, pembeli yang seperti apa dulu. Kalau modelnya kayak ibu ini saya lebih baik kehilangan pembeli, karena saya yakin akan ada pembeli lain yang lebih baik dan sopan." Bu Eti tidak kalah kesalnya bahkan tangannya terulur meminta tiga wanita itu pergi."Begini ini kalau berteman sama orang kampung, jadi kebawa kampungan nya. Yuk, kiya pergi dari sini. Memangnya butik cuma ini doang! Entik, Andara, kita pergi dari sini. Kita cari butik yang lebih bagus." Bu Laras menarik pergelangan tangan dua menantunya meninggalkan butik itu.Bu Eti dan Arumi hanya geleng-geleng kepa
"Hahaha! Bayu, kamu pikir Ibu percaya kalau wanita kampung itu adalah pemilik butik ini mimpi apa kamu?!" tawa Bu Laras dan dua menantunya."Terserah Ibu mau percaya atau tidak. Tapi yang pasti ibu mertuaku adalah pemilik butik ini dan aku sama Arumi adalah pegawainya. Jika Ibu masih terus mengganggu ketentraman butik ini dengan terpaksa aku meminta dengan sedikit kasar pada ibu dan juga dua menantu kesayangan ibu untuk pergi dari sini. Jika dengan cara baik-baik tidak bisa, maka dengan terpaksa aku memanggil security untuk membawa kalian bertiga pergi." Tegas Bayu."Kamu tega ngisor ibu dari sini? Bayu, kamu tidak bohong kan? Mana mungkin wanita kampung itu bisa punya uang banyak?" tanya Bu Laras, tidak percaya."Apa Ibu lihat kalau aku sedang berbohong? Apa Ibu lihat mobil yang terparkir di depan itu, itu milik ibu mertuaku saat kita makan di restoran apa ibu melihat menu yang kami pesan? Itu semua ibu mertuaku yang pesan sekarang aku minta sama ibu dengan sangat untuk meningkatkan
Waktu terus bergulir hari berganti minggu, lima bulan terlewati kabar dari Bu Laras tidak di ketahui. Mereka sudah berusaha untuk mencari nyatanya hingga hari ini perempuan paruh baya itu bak di telan bumi.Kesuksesan Arumi membawa namanya semakin di kenal oleh penduduk Indonesia tapi juga panca negara, berkat kerja kerasnya kini Arumi berhasil meluncurkan produk terbaru dan launching butik barunya, selain itu bertepatan Arumi mengadakan fashion show di salah satu hotel berbintang. Acara berjalan lancar hingga di pengunjung acara Arumi berdiri bersama beberapa model yang memeragakan pakaiannya. Memberikan berapa sambutan dan ucapan terima kasih pada orang-orang yang berada di belakangnya terutama suami dan keluarganya."Selamat ya sayang, mas bangga banget sama kamu," ujar Bayu, melihat kemampuan istrinya yang tersembunyi kini semakin memancarkan aura binatangnya."Aku yang makasih mas, kamu selalu mendukung apapun yang aku lakukan. Kesuksesan aku karena ridho kamu mas,""Dan kerja ke
Sampai di rumah sakit mereka di sambut tangis Nila di depan ruang UGD. Eni membiarkan suaminya menenangkan tantenya, ada berapa luka yang ia tahu itu adalah luka bakar."Sekarang tante jelaskan kenapa bisa seperti ini," tanya Duta, setelah tantenya tenang."Tadi sepulang dari restoran tiba-tiba ada orang yang menyiramkan cairan ke wajah Sely, Duta tolong tante," ucap Nila, mengiba pada Duta. Tanpa sengaja melihat Eni di belakang Duta."Puas kamu hah, kamu kan yang menginginkan hal ini. Secara kamu kan temannya Arumi." Sinis Nila."Tante sudah ya, dalam keadaan seperti ini tante masih menyalahkan orang lain, kenapa kalian tidak berpikir kalau ini adalah teguran untuk tante dan juga Selly. Mengenai orang yang menyiram air keras itu kenapa tante tidak mencari tahu siapa orangnya atau jangan-jangan dia adalah orang suruhan istri laki-laki yang menjadi simpanan Sely.""Duta tega kamu ya, istrimu itu pasti cerita sama Arumi mereka pasti bahagia kalau kami seperti ini! Dasar kamu orang miski
Mendengar penuturan Bu Laras, mereka menggelengkan kepala. Bu Wati tersenyum mengejek, begitu miris bagaimana keluarga besan nya berulang kali melakukan kesalahan dan di maafkan oleh anak dan menantunya. Tetapi kembali melakukan kesalahan yang sama, dan kali ini Bu Wati menolak keras jika Arumi memaafkan lagi besannya.Geram dengan tingkah dan perkataan Bu Laras, Bu Wati memilih untuk pergi. Dengan begitu kewarasannya tetap terjaga. Namun langkahnya terhenti dan berbalik kearah Bu Laras."Sekali lagi kamu menyentuh anak dan menantuku terlebih kedua cucuku, aku pastikan tangan ini yang akan membuatmu diam selamanya! Ingat hari ini, detik ini kamu menolak mereka maka tidak ada jalan untuk mendekati mereka apa lagi mengiba. Hidup lah sediri di panti jompo, hanya tempat itu yang cocok untukmu wahai Bu Laras yang terhormat, orang yang paling kaya dan orang kota." Ucap Bu Wati sebelum meninggalkan ruangan itu.Ruangan itu seketika hening ada rasa takut yang singgah di hatinya, hanya berapa
Bayu mengajak Arumi pulang lebih dulu, mereka tidak tahu harus seperti apa lagi. Kasih sayang dan sabarnya mereka karena tingkah dan kebencian ibu pada keluarga kecilnya justru hampir saja membuat istrinya celaka. Seandainya waktu bisa di rubah mungkin tak ingin terlahir dari rahim wanita yang tidak memiliki rasa sayang. Bayu melajukan mobilnya menjauh dari restoran meninggalkan sesak yang menghimpit dadanya, Ibu adalah cinta pertama untuk anak laki-lakinya justru menorehkan luka begitu dalam, seakan ia terkahir dari rahim orang lain.Wanita yang sampai saat ini masih bertahan di samping pria yang menjadi imamnya itu turut serta rasa yang menyesakkan, ketika melihat suaminya tidak baik-baik saja. Arumi meminta untuk berhenti di salah satu taman kota yang hari ini terlihat sepi. Mungkin karena siang hari sehingga banyak kursi yang kosong, meski ada berapa pengunjung."Mas menangis lah jika itu membuat kamu tenang," lirih Arumi, mengusap lengan kokoh itu. "Salahku apa dek, ibu begitu m
Bayu tersentak mendengar penuturan Arumi, selama ini Arumi hanya bilang kalau ada maling, tapi tidak tahu jika pelakunya adalah Ibu serta mantan menantunya terlebih Tante dan keponakannya terlibat."Nggak usah liatin aku gitu banget mas! Aku nggak ikutan mereka, aku sibuk urusan aku!" Ujar Sely, sebelum tertuduh ikutan mereka."Yakin kamu?""Sangat yakin! Aku bisa buktikan kok, hei Arumi aku nggak ada hubungannya sama kejadian di gudang kamu ya!" Seru Sely, menatap tajam wanita berhijab itu."Tapi kamu terlibat di dalamnya, Sely." Arumi tidak akan membiarkan orang-orang yang sudah menzaliminya bebas begitu saja, kesempatan yang sudah ia berikan tidak akan ada lagi. "Kamu jangan mengarang cerita, aku tidak pernah terlibat apapun untuk menyakiti kalian paham!" Sely tidak terima."Baiklah kalau kalian tetap tidak mengakui perbuatan kalian maka lihatlah ini," Arumi membuka layar proyektor di sana dengan jelas video di mana wajah-wajah mereka yang begitu antusias bahkan tanpa ada sesal at
"Apa kalian juga menuduh aku terlibat? Lagi pula ini urusan kalian aku tidak ada hubungannya sama kalian, aku hanya orang luar jadi aku memutuskan untuk pergi selesaikan masalah kalian. Buk, aku pulang dulu kita akan ketemu lain waktu saja," ucap Entik yang diikuti acara."Yakin kalau kamu tidak terlibat?" Tegas Bayu, tanpa embel-embel mbak."Menurut kamu aku terlibat? Kamu jangan sembarangan menuduhku. Aku memang bertemu dengan ibu, tapi kami membicarakan masalah anak, sama seperti yang kalian dengar tadi kami menghabiskan waktu bersama. Aku ingin bersilaturahmi dengan kalian meskipun istri kalian cemburu jadi berhenti untuk mendukung atau jangan-jangan ini ulah istri kamu agar kami terlihat buruk di depan kalian terutama ibu?" Ujar Entik tidak terima."Kamu pikir aku tidak punya bukti? Kamu salah, aku tahu tentang keterlibatan kamu apalagi kamu adalah dalang dari semua kejadian yang menimpa istriku." "Kamu jangan main tuduh dulu, jangan berpikir kejadian di masa lalu akan terus te
Hari yang di tunggu tiba, Arumi dan Bayu pergi ke restoran yang sudah di tentukan oleh mereka. Tentu tanpa di sadari oleh Entik, Andara dan keluarga Ibu mertuanya. Arumi hanya bisa memantapkan hati agar tidak iba lagi terlebih ibu mertuanya yang tidak hentinya mengiba jika kebenaran itu itu terbukti. Selama ini buk Laras mengusiknya, terlebih satu hal yang belum ia katakan pada suaminya dan itu akan ia katakan di sana bersama dengan mereka yang terlibat.Sementara itu Andara tersenyum puas melihat ruangan khusus untuknya, meski banyak kursi disana tapi sepertinya hal itu tidak membuat Andara curiga."Wah, mas kamu siapkan ini semua?" Andara mengelilingi ruangan yang cukup besar dan mewah."Ya dong sayang eh,""Nggak apa-apa mas, aku suka kamu panggil begitu. Aku kangen saat kita –" ucapan Andara terhenti saat pintu ruangan terbuka. Bukan hanya Andara yang terkejut tapi juga Entik yang wajahnya seketika berubah."K–kamu di sini?" Tunjuk Entik, hal yang sama di lakukan oleh Andara."Mas
Arumi masih memikirkan cara untuk mempertemukan mereka di satu meja, walau bagaimanapun yang akan ia kumpulkan nanti adalah keluarga dari suaminya. Tentu akan menjadi masalah yang panjang kedepannya."Aku cuma ingin mereka sadar bahwa apa yang mereka lakukan itu salah dan tidak lagi mengusik keluarga kita. Kamu adalah keluarga mereka sedangkan aku hanyalah menantu dan ipar untuk mereka, tapi apa yang mereka lakukan sama kamu ini sudah melebihi batas kesabaran yang kita miliki Mas aku cuma ingin mereka kembali seperti sebelum kejadian tiga tahun ini,""Mas tahu, mas paham apa yang menjadi tujuan kamu sayang. Kamu tetap hati-hati mas akan mendukung setiap langkah kamu, jika itu demi kebaikan keluarga kita. Maafkan semua kesalahan yang di lakukan keluarga Mas termasuk ibu,""Aku sudah memaafkan semua kesalahan mereka sekalipun mereka tidak minta maaf padaku secara langsung, tapi aku hanya ingin mereka sadar mas. Aku minta supaya kamu tetap mendukung apapun yang terjadi nanti, aku minta
Dua hari setelah pertemuan Arumi, Lusi dan Eni, selama itu pula mereka tidak lagi bertemu bahkan sekedar komunikasi antara Bayu dan ibunya seakan putus begitu saja. Mobil hitam yang membuntuti Arumi kini semakin gencar, seakan enggan untuk berjauhan dengannya. "Kamu begitu lucu manatan kakak iparku, entah apa tujuan kamu mengikutiku seperti ini. Tapi yang pasti aku bahagia karena kamu begitu peduli padaku meski tujuanmu ingin aku hancur." Gumam Arumi, memastikan dirinya untuk bersikap tenang walau entah kapan waktunya akan menjadi hal yang menakutkan.Sampai di supermarket Arumi mendorong troli, ia tahu jika wanita itu terus mengikutinya. Bibirnya tertarik keatas melihatnya hanya seorang diri, maka tidak ada yang perlu di takutkan lagi. "Apa lagi ya? Tunggu, tadi bude Narsih ngasih list belanjaan mana ya," Arumi membuka tasnya mencari secarik kertas yang di berikan oleh Bude Narsih."Nah ini dia!" Serunya tertahan, wajahnya berbinar mengingat jarang sekali Bude Narsih bersedia memin