"Hahaha! Bayu, kamu pikir Ibu percaya kalau wanita kampung itu adalah pemilik butik ini mimpi apa kamu?!" tawa Bu Laras dan dua menantunya."Terserah Ibu mau percaya atau tidak. Tapi yang pasti ibu mertuaku adalah pemilik butik ini dan aku sama Arumi adalah pegawainya. Jika Ibu masih terus mengganggu ketentraman butik ini dengan terpaksa aku meminta dengan sedikit kasar pada ibu dan juga dua menantu kesayangan ibu untuk pergi dari sini. Jika dengan cara baik-baik tidak bisa, maka dengan terpaksa aku memanggil security untuk membawa kalian bertiga pergi." Tegas Bayu."Kamu tega ngisor ibu dari sini? Bayu, kamu tidak bohong kan? Mana mungkin wanita kampung itu bisa punya uang banyak?" tanya Bu Laras, tidak percaya."Apa Ibu lihat kalau aku sedang berbohong? Apa Ibu lihat mobil yang terparkir di depan itu, itu milik ibu mertuaku saat kita makan di restoran apa ibu melihat menu yang kami pesan? Itu semua ibu mertuaku yang pesan sekarang aku minta sama ibu dengan sangat untuk meningkatkan
Sejenak Arumi diam jika sudah begitu apa lagi yang bisa di lakukan selain menyetujui keinginan orang tuanya. Seperti yang di katakan semalam pagi ini Bu Wati dan Pak Budi bersiap untuk pulang. Meski berat Arumi dan Salwa melepaskan kepergian mereka."Kalian jangan lupa ajak cucu ibu pulang kampung ya!" "Pasti ibu, kami akan pulang nanti. Kalau nggak ibu aja yang tinggal di sini biar kita bisa kumpul lagi!" rayu Arumi, berharap sang Ibu berubah pikiran."Kamu sudah punya anak masih aja manja. Kalau ibu sama bapak di sini gimana sawah bapak? Empang siapa yang jaga?" timpal Pak Budi."Ya dah iya, daaaa ibu, bapak, jangan lupa kabarin Rumi, buk!!" seru Arum.Bertiga melepas kepergian Bu Wati dan Pak Budi. Namun belum lagi kakinya menginjak rumah tiba-tiba mereka di kejutkan dengan kehadiran mobil yang tiba-tiba berhenti di depan rumah mereka."Arumi, kamu kemana kan mobil itu? Suruh ibu kamu balik lagi ke sini dan serahkan mobil itu. Ibu berhak atas mobil dan semua barang yang kalian m
Hidup tenang setelah seminggu lebih tidak ada yang mengusik mereka. Namun kesibukan terjadi di toko orderan benar-benar membuat semua karyawan sibuk tanpa terkecuali, Arumi yang kini tenang menyiapkan pesanan milik Bu Emi. Satu bulan waktu yang di berikan dan hari ini hari di mana mereka akan mengambilnya. Kesibukan bukan hanya di toko pusat oleh-oleh milik Arumi bahkan di toko cabang pun demikian. Sehingga Bayu meminta bantuan berapa tetangga lamanya untuk membantunya. Semua Bayu lakukan agar mereka memenuhi semua orderan. Berbeda dengan Bayu yang tengah di landa kesibukan orderan, Bu Laras tak kalah sibuk menyiapkan makanan untuk anak dan menantunya mereka akan datang di jam istirahat."Sayur!!" seruan dari Abang sayur keliling. Bu Laras gegas menghampiri, berapa Ibu-ibu sudah disana."Wah, buk Laras mau beli daging nggak?" tawar Abang sayur."Ya jelas dong bang! Anak saya kan manajer belum lagi menantu saya itu kerja kantoran juga. Masa harus makan tahu tempe, daging dong!!" angku
Bu Laras mendengus melihat dua menantunya yang terkadang membuatnya geram. Entahlah tapi keduanya memang kesayangannya sehingga mata dan hatinya tertutup akan kebenaran mengenai dua menantunya."Apa sebaiknya kita hubungi Mas Yoga dan Duta, buk? Kalau ada mereka setidaknya kita bisa melawan Wahyu dan Arumi." "Nggak usah. Kita bertiga aja, apa kalian mau ke kantor lagi? Ibu bisa pergi sendiri, jangan sampai kalian bermasalah di kantor hanya karena ikut sama ibu.""Aku ada meeting sih buk jam dua nanti. Aku cuma bisa antar ibu aja nggak pa-pa?" Entik menoleh kearah Bu Laras, berapa kali wanita paruh baya itu menghela napasnya."Kamu juga mau bareng sama Entik, Andara?" kali ini Bu Laras beralih ke mantunya yang lain. "Ya, buk. Kan mobil aku di kantor ke sini juga kan bareng sama mbak Entik. Gimana ini buk?""Kalian bisa balik ke kantor setelah menurunkan ibu di butik Arumi." Benar saja mereka menurunkan Bu Laras di depan butik tanpa menanyakan kapan ibu mertua mereka pulang dan naik
"Jual mobil? Untuk apa?" Duta mengangkat wajahnya kali ini bertatapan dengan ibunya. "Itu —" Duta mendengus kesal, ucapannya terhenti karena ulah istrinya. "Jadi gini buk, kami itu punya hutang di bank dan rumah kami sebagai jaminan. Selain itu mobil yang aku pakai masih cicilan, itulah kenapa kami bingung." Ucap Andara tanpa peduli tatapan tidak suka dari Entik. "Bagian yang kemarin kalian kemanakan? Andara, bukankah kamu juga kerja kenapa bisa sampai terlilit hutang?" Andara menoleh dari sudut matanya, berharap Duta bisa melihat dan menolongnya. "Buk, itu masalah Duta. Aku yakin mereka bisa menyelesaikannya, sekarang kita mau makan atau enggak? Aku lapar nih!" Andara tersenyum kali ini Yoga menolongnya. "Duta, kita makan dulu masalah kamu kita selesaikan nanti. Ibu barusan sudah memberikan jatah masing-masing. Kamu gunakan uang itu untuk membayar cicilan jika perlu berantas semua hutang kamu." Sejenak Duta bisa melupakan masalah yang kini di hadapinya, mereka menikmati makan m
Tidak larut dalam kesedihan atas kejadian kemarin, hari ini Arumi dan Bayu di sibukkan lagi dengan kegiatan rutin mereka. Arumi yang langsung ke butik begitu pulang dengan Bayu yang langsung ke toko berdua berbagi tugas setelah mengantar Salwa sekolah."Assalamualaikum nak, apa kabar?" Arumi menghambur dalam pelukan Bu Eti sejak sebulan yang lalu pergi ke luar negeri dalam acara peragaan busana dan hari ini tiba-tiba sudah ada di hadapannya."Wa'alaikumsalam, Alhamdulillah kabarku baik, bagaimana kabar ibu?" Arumi mengurai pelukannya mempersilahkan Bu Eti duduk di ruang pribadinya."Alhamdulillah seperti yang kamu lihat ini. Ibu baik dan sehat, oh, ya, Arumi ini oleh-oleh untuk cucu ibu. Dan ini untuk kamu dan Bayu, kalau untuk karyawan sudah ibu bagi sebelumnya.""Alhamdulillah makasih buk, kenapa ibu harus repot bawa oleh-oleh untuk kami." Arumi membuka paper bag ukuran besar itu wajahnya berbinar melihat isinya."Ini kan yang aku pengen buk, aku nggak nyangka bakalan dapetin!" sora
"Perjanjian seperti apa yang ibu inginkan? Agar ibu bisa bebas keluar masuk ke toko kami dan mengambil uang yang bukan hak ibu?" tanya Bayu.Rasa tidak tega memperlakukan itu pada wanita yang sudah melahirkannya, akan tetapi sebagai seorang suami yang melindungi istri sekaligus anak yang ingin melihat Ibunya berubah lebih baik maka ia pun harus bersikap tegas hanya demi kebaikan tidak ada maksud lain. "Anu, itu, Bayu, kamu anak kesayangan ibu tolong bersikaplah lembut pada ibu ya. Memang yang ibu lakukan itu salah sudah mengambil uang di toko tapi, itu kan ibu cuma minta karena kalian nggak ada jadi ibu ambil aja. Kamu sayang sama ibu kan nak, kamu tarik lagi laporannya ya, ibu janji kok akan berubah sayang sama cucu dan menantu ibu kalau ibu berbohong kamu bisa marah sama ibu," lirih Bu Laras, sorot matanya begitu mengiba. Bu Laras tahu benar sifat putra bungsunya yang akan memaafkan kesalahannya meskipun perbuatannya sudah melampaui batas. Namum sifat putranya yang mudah iba mem
"Dek, Salwa. Ada apa ini? Loh, mbak Andara?" Bayu yang menyusul Arumi yang tak kunjung kembali namun yang terjadi Arumi bersama dengan Andara. "Bayu, kami tidak sengaja ketemu di sini benarkan Arumi, Salwa?" kata Andara menoleh dengan ekor matanya."Ayok mas, kita balik ke meja lagi." Arumi mengabaikan Andara yang mengepalkan tangannya."Dek kenapa?" tanya Bayu, setelah mereka duduk."Ayah di sana bude sama orang, lagi makan," tunjuk Salwa. Bayu menoleh sesaat pada Arumi yang mengangkat bahunya acuh."Nggak kaget," lirih Bayu. Alis Arumi bertaut mendengar gumaman suaminya."Mas," "Sudahlah bukan urusan kita. Biarkan mas Duta yang lihat sendiri kelakuannya." Ujarnya tak kalah acuh.Bertiga melanjutkan makan malam yang tertunda sesaat. "Mau kemana lagi sayang? Mau lanjut jalan-jalan apa pulang?" "Ketaman aja dulu mas. Berapa kali kita janji ajak Salwa jalan-jalan tapi gagal terus, malam ini kita habiskan waktu di taman," ujar Arumi yang di angguki Salwa. Mobil yang di kendarai Bay
Waktu terus bergulir hari berganti minggu, lima bulan terlewati kabar dari Bu Laras tidak di ketahui. Mereka sudah berusaha untuk mencari nyatanya hingga hari ini perempuan paruh baya itu bak di telan bumi.Kesuksesan Arumi membawa namanya semakin di kenal oleh penduduk Indonesia tapi juga panca negara, berkat kerja kerasnya kini Arumi berhasil meluncurkan produk terbaru dan launching butik barunya, selain itu bertepatan Arumi mengadakan fashion show di salah satu hotel berbintang. Acara berjalan lancar hingga di pengunjung acara Arumi berdiri bersama beberapa model yang memeragakan pakaiannya. Memberikan berapa sambutan dan ucapan terima kasih pada orang-orang yang berada di belakangnya terutama suami dan keluarganya."Selamat ya sayang, mas bangga banget sama kamu," ujar Bayu, melihat kemampuan istrinya yang tersembunyi kini semakin memancarkan aura binatangnya."Aku yang makasih mas, kamu selalu mendukung apapun yang aku lakukan. Kesuksesan aku karena ridho kamu mas,""Dan kerja ke
Sampai di rumah sakit mereka di sambut tangis Nila di depan ruang UGD. Eni membiarkan suaminya menenangkan tantenya, ada berapa luka yang ia tahu itu adalah luka bakar."Sekarang tante jelaskan kenapa bisa seperti ini," tanya Duta, setelah tantenya tenang."Tadi sepulang dari restoran tiba-tiba ada orang yang menyiramkan cairan ke wajah Sely, Duta tolong tante," ucap Nila, mengiba pada Duta. Tanpa sengaja melihat Eni di belakang Duta."Puas kamu hah, kamu kan yang menginginkan hal ini. Secara kamu kan temannya Arumi." Sinis Nila."Tante sudah ya, dalam keadaan seperti ini tante masih menyalahkan orang lain, kenapa kalian tidak berpikir kalau ini adalah teguran untuk tante dan juga Selly. Mengenai orang yang menyiram air keras itu kenapa tante tidak mencari tahu siapa orangnya atau jangan-jangan dia adalah orang suruhan istri laki-laki yang menjadi simpanan Sely.""Duta tega kamu ya, istrimu itu pasti cerita sama Arumi mereka pasti bahagia kalau kami seperti ini! Dasar kamu orang miski
Mendengar penuturan Bu Laras, mereka menggelengkan kepala. Bu Wati tersenyum mengejek, begitu miris bagaimana keluarga besan nya berulang kali melakukan kesalahan dan di maafkan oleh anak dan menantunya. Tetapi kembali melakukan kesalahan yang sama, dan kali ini Bu Wati menolak keras jika Arumi memaafkan lagi besannya.Geram dengan tingkah dan perkataan Bu Laras, Bu Wati memilih untuk pergi. Dengan begitu kewarasannya tetap terjaga. Namun langkahnya terhenti dan berbalik kearah Bu Laras."Sekali lagi kamu menyentuh anak dan menantuku terlebih kedua cucuku, aku pastikan tangan ini yang akan membuatmu diam selamanya! Ingat hari ini, detik ini kamu menolak mereka maka tidak ada jalan untuk mendekati mereka apa lagi mengiba. Hidup lah sediri di panti jompo, hanya tempat itu yang cocok untukmu wahai Bu Laras yang terhormat, orang yang paling kaya dan orang kota." Ucap Bu Wati sebelum meninggalkan ruangan itu.Ruangan itu seketika hening ada rasa takut yang singgah di hatinya, hanya berapa
Bayu mengajak Arumi pulang lebih dulu, mereka tidak tahu harus seperti apa lagi. Kasih sayang dan sabarnya mereka karena tingkah dan kebencian ibu pada keluarga kecilnya justru hampir saja membuat istrinya celaka. Seandainya waktu bisa di rubah mungkin tak ingin terlahir dari rahim wanita yang tidak memiliki rasa sayang. Bayu melajukan mobilnya menjauh dari restoran meninggalkan sesak yang menghimpit dadanya, Ibu adalah cinta pertama untuk anak laki-lakinya justru menorehkan luka begitu dalam, seakan ia terkahir dari rahim orang lain.Wanita yang sampai saat ini masih bertahan di samping pria yang menjadi imamnya itu turut serta rasa yang menyesakkan, ketika melihat suaminya tidak baik-baik saja. Arumi meminta untuk berhenti di salah satu taman kota yang hari ini terlihat sepi. Mungkin karena siang hari sehingga banyak kursi yang kosong, meski ada berapa pengunjung."Mas menangis lah jika itu membuat kamu tenang," lirih Arumi, mengusap lengan kokoh itu. "Salahku apa dek, ibu begitu m
Bayu tersentak mendengar penuturan Arumi, selama ini Arumi hanya bilang kalau ada maling, tapi tidak tahu jika pelakunya adalah Ibu serta mantan menantunya terlebih Tante dan keponakannya terlibat."Nggak usah liatin aku gitu banget mas! Aku nggak ikutan mereka, aku sibuk urusan aku!" Ujar Sely, sebelum tertuduh ikutan mereka."Yakin kamu?""Sangat yakin! Aku bisa buktikan kok, hei Arumi aku nggak ada hubungannya sama kejadian di gudang kamu ya!" Seru Sely, menatap tajam wanita berhijab itu."Tapi kamu terlibat di dalamnya, Sely." Arumi tidak akan membiarkan orang-orang yang sudah menzaliminya bebas begitu saja, kesempatan yang sudah ia berikan tidak akan ada lagi. "Kamu jangan mengarang cerita, aku tidak pernah terlibat apapun untuk menyakiti kalian paham!" Sely tidak terima."Baiklah kalau kalian tetap tidak mengakui perbuatan kalian maka lihatlah ini," Arumi membuka layar proyektor di sana dengan jelas video di mana wajah-wajah mereka yang begitu antusias bahkan tanpa ada sesal at
"Apa kalian juga menuduh aku terlibat? Lagi pula ini urusan kalian aku tidak ada hubungannya sama kalian, aku hanya orang luar jadi aku memutuskan untuk pergi selesaikan masalah kalian. Buk, aku pulang dulu kita akan ketemu lain waktu saja," ucap Entik yang diikuti acara."Yakin kalau kamu tidak terlibat?" Tegas Bayu, tanpa embel-embel mbak."Menurut kamu aku terlibat? Kamu jangan sembarangan menuduhku. Aku memang bertemu dengan ibu, tapi kami membicarakan masalah anak, sama seperti yang kalian dengar tadi kami menghabiskan waktu bersama. Aku ingin bersilaturahmi dengan kalian meskipun istri kalian cemburu jadi berhenti untuk mendukung atau jangan-jangan ini ulah istri kamu agar kami terlihat buruk di depan kalian terutama ibu?" Ujar Entik tidak terima."Kamu pikir aku tidak punya bukti? Kamu salah, aku tahu tentang keterlibatan kamu apalagi kamu adalah dalang dari semua kejadian yang menimpa istriku." "Kamu jangan main tuduh dulu, jangan berpikir kejadian di masa lalu akan terus te
Hari yang di tunggu tiba, Arumi dan Bayu pergi ke restoran yang sudah di tentukan oleh mereka. Tentu tanpa di sadari oleh Entik, Andara dan keluarga Ibu mertuanya. Arumi hanya bisa memantapkan hati agar tidak iba lagi terlebih ibu mertuanya yang tidak hentinya mengiba jika kebenaran itu itu terbukti. Selama ini buk Laras mengusiknya, terlebih satu hal yang belum ia katakan pada suaminya dan itu akan ia katakan di sana bersama dengan mereka yang terlibat.Sementara itu Andara tersenyum puas melihat ruangan khusus untuknya, meski banyak kursi disana tapi sepertinya hal itu tidak membuat Andara curiga."Wah, mas kamu siapkan ini semua?" Andara mengelilingi ruangan yang cukup besar dan mewah."Ya dong sayang eh,""Nggak apa-apa mas, aku suka kamu panggil begitu. Aku kangen saat kita –" ucapan Andara terhenti saat pintu ruangan terbuka. Bukan hanya Andara yang terkejut tapi juga Entik yang wajahnya seketika berubah."K–kamu di sini?" Tunjuk Entik, hal yang sama di lakukan oleh Andara."Mas
Arumi masih memikirkan cara untuk mempertemukan mereka di satu meja, walau bagaimanapun yang akan ia kumpulkan nanti adalah keluarga dari suaminya. Tentu akan menjadi masalah yang panjang kedepannya."Aku cuma ingin mereka sadar bahwa apa yang mereka lakukan itu salah dan tidak lagi mengusik keluarga kita. Kamu adalah keluarga mereka sedangkan aku hanyalah menantu dan ipar untuk mereka, tapi apa yang mereka lakukan sama kamu ini sudah melebihi batas kesabaran yang kita miliki Mas aku cuma ingin mereka kembali seperti sebelum kejadian tiga tahun ini,""Mas tahu, mas paham apa yang menjadi tujuan kamu sayang. Kamu tetap hati-hati mas akan mendukung setiap langkah kamu, jika itu demi kebaikan keluarga kita. Maafkan semua kesalahan yang di lakukan keluarga Mas termasuk ibu,""Aku sudah memaafkan semua kesalahan mereka sekalipun mereka tidak minta maaf padaku secara langsung, tapi aku hanya ingin mereka sadar mas. Aku minta supaya kamu tetap mendukung apapun yang terjadi nanti, aku minta
Dua hari setelah pertemuan Arumi, Lusi dan Eni, selama itu pula mereka tidak lagi bertemu bahkan sekedar komunikasi antara Bayu dan ibunya seakan putus begitu saja. Mobil hitam yang membuntuti Arumi kini semakin gencar, seakan enggan untuk berjauhan dengannya. "Kamu begitu lucu manatan kakak iparku, entah apa tujuan kamu mengikutiku seperti ini. Tapi yang pasti aku bahagia karena kamu begitu peduli padaku meski tujuanmu ingin aku hancur." Gumam Arumi, memastikan dirinya untuk bersikap tenang walau entah kapan waktunya akan menjadi hal yang menakutkan.Sampai di supermarket Arumi mendorong troli, ia tahu jika wanita itu terus mengikutinya. Bibirnya tertarik keatas melihatnya hanya seorang diri, maka tidak ada yang perlu di takutkan lagi. "Apa lagi ya? Tunggu, tadi bude Narsih ngasih list belanjaan mana ya," Arumi membuka tasnya mencari secarik kertas yang di berikan oleh Bude Narsih."Nah ini dia!" Serunya tertahan, wajahnya berbinar mengingat jarang sekali Bude Narsih bersedia memin