Arabella seorang gadis SMA yang mendapat perlakuan tidak pantas dari orang-orang yang ada di sekitarnya. Sempat ingin bunuh diri karena tak tahan dengan siksaan yang didapatkan, namun keinginannya itu runtuh begitu saja karena teringat mendiang sang bunda. Sempat dilecehkan oleh kakak sahabatnya sendiri hingga ia diusir dari rumah oleh kedua orang tuanya. Setelah cukup banyak siksaan yang ia dapatkan, akhirnya ia bisa merasakan bagaimana hangatnya kekeluargaan yang sebenarnya.
view more"Aku nggak sabar, Ra. Semoga kita dapat nilai yang memuaskan, ya" ucap Reisya
"Iya, semoga" Ara sangat khawatir. Takut takut nilainya tidak memuaskan
"Ya Allah, tolong. Semoga nilaiku memuaskan" batinnya
Kini mereka sedang menunggu hasil raport keluar. Setelah ini, mereka akan naik ke kelas 12.
"Dan peringkat pertama, diberikan kepada...."
"Arabella Dhivanya dari kelas 11 IPS 1" ujar sang mc
Senang bukan kepalang Ara rasakan. Ara menarik napasnya pelan. Dia sangat lega. Tidak sia sia hasil belajarnya selama ini.
"Selamat ya, Ara. Aku bangga deh sama kamu" ucap Reisya sambil memeluk Ara
"Sama sama, aku juga bangga sama kamu"
Setelah menerima piala dan beberapa penghargaan, kini mereka sudah diperbolehkan pulang
"Ara, kamu mau aku antar pulang atau gimana?" Tanya Reisya
"Aku pulang sendiri aja deh. Lagian juga ini belum terlalu sore" jawab Ara karena ia tidak ingin merepotkan sahabatnya itu
"Beneran?" Tanya Reisya lagi memastikan
"Iya, Sya. Udah sana. Kasian supir kamu udah nungguin"
"Yaudah, hati hati ya, Ra."
"Iya, kamu juga"
Setelah kepergian mobil Reisya, Ara pun berjalan menuju rumahnya. Jarak dari sekolah ke rumah pun tidak terlampau jauh. Hanya sekitar 10 menit jika berjalan kaki
"Assalammualaikum, Ara pulang"
Ara memasuki rumahnya. Rumah yang penuh berbagai macam kenangan indah yang sayangnya hanya bisa ia ingat saja tanpa bisa ia ulangi kembali
"Gimana? Bagus nilainya?" Tanya Evan, Ayah Ara
"Alhamdulillah, Yah. Ara dapet ranking 1 lagi"
"Bagus kalau begitu" ucap Evan sambil menepuk pelan kepala Ara. Perlakuan yang sangat jarang Ara dapatkan akhir akhir ini
"Ayaaaahh" teriak seseorang dari luar
"Waahhh, kamu habis menang banyak ya?" Evan langsung pergi dari hadapan Ara dan menghampiri Ameyra. Siapakah Ameyra itu?
"Iya, dong. Meyra habis menang olimpiade matematika yang kemarin. Terus juga Meyra menang lomba bahasa inggris"
"Walaupun Mey nggak ranking satu, tapi Mey bisa menang lomba" ujarnya sambil melirik ke arah Ara
"Jadi, ranking berapa?" Tanya Evan
"Ranking 3"
"Itu sudah bagus. Dimana mama?"
"Mama ada urusan dengan teman arisannya, Yah"
"Yasudah. Kamu masuk ke kamar dan bersih bersih ya"
Ara yang melihat interaksi antara Ameyra dan Ayahnya itu pun tersenyum sendu. Kenapa ayahnya tidak seramah saat bersama Ameyra? Kenapa saat berbicara dengan Ara, dia tidak pernah tersenyum ataupun berbicara panjang lebar seperti tadi bersama Ameyra?
Ara harus kuat. Ara pun segera pergi ke kamarnya dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang empuknya itu
"Ara kangen sama bunda" gumamnya lalu tanpa sadar air matanya jatuh
Ara memejamkan matanya sejenak. Sekelebat bayangan tentang bundanya terlihat jelas disana. Dia yang sedang bercanda dengan bunda, dia yang sedang belajar masak bersama bunda, dan masih banyak lagi
Sampai akhirnya beberapa menit kemudian Ara masuk ke dalam alam mimpi
🥀🥀
Ara terbangun dan melihat jam sudah menunjukkan pukul 6. Lama sekali dia tidur, pikirnya
Dengan segera, Ara memutuskan untuk bangun dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya sekaligus mengambil wudhu
Saat Ara melipat sajadahnya, terdengar suara pintu kamar diketuk
Tok tok tok
"Iya, sebentar"
Ceklek
Terlihat Evan dan Ameyra yang sudah rapi berdiri di sana
"Loh, Ayah sama Meyra mau kemana?" Tanya Ara penasaran
"Ayah sama Meyra mau ke cafe, kamu mau ikut?" Ajak Evan
Ara berpikir sejenak. Tumben sekali dia diajak, tapi yasudah lah. Jarang jarang sekali dia diajak pergi bersama
"Ara ikut" jawabnya final
"Baiklah, ayah tunggu dibawah"
Ara segera mencari dress yang ada di lemarinya, lalu memakainya. Tak lupa juga memberikan sedikit polesan natural di wajahnya
Satu kata untuk Ara, perfect. Dress berwarna navy, rambut yang digerai membuat kecantikannya bertambah berkali kali lipat
Ara turun dari kamar dan terlihat ayah, mama dan Ameyra sudah duduk di sofa menunggunya
"Cepat, kita sudah hampir telat" ucap Evan lalu keluar untuk mengambil mobil
Mereka pun berangkat ke cafe yang akan dituju
Senang sekali, Ara hari ini. Mendapat perlakuan baik dari keluarganya, bahkan diajak ke cafe untuk makan malam
"Selamat malam, maaf saya telat" ucap seseorang yang baru datang
Kening Ara berkerut. Ara pikir ini hanya acara makan makan keluarga, ternyata ada orang lain juga
"Silahkan duduk, pak Edwin" ujar Evan
"Kenalkan ini pak Edwin, teman kantor ayah"
Mereka pun salaman satu persatu kepada pak Edwin, begitupun dengan Ara
Selama makan malam kali ini, Ara merasa risih karena sedari tadi pak Edwin terus saja memperhatikannya. Sampai akhirnya makan malam pun selesai, dan keluarga Ara pamit untuk pulang
"Bagaimana kalau Ara pulang saja sama saya?" Ucap pak Edwin membuat Ara kaget
"Wahh, ide yang bagus. Silahkan, boleh saja" ujar Winda, mama Ara
Hah? Apa ini maksudnya? Tidak tidak. Ara tidak mau pulang bersama pak Edwin
"Ara nggak mau, Ayah" rengeknya kepada sang ayah
"Tidak usah membantah. Cepat ikuti pak Edwin" tegas sang ayah membuat Ara hanya bisa pasrah lalu mengikuti pak Edwin untuk keluar dari cafe
Selama di perjalanan, Ara diam saja. Bahkan tidak ada satupun dari mereka yang berbicara satu sama lain
Lalu mata Ara membulat sempurna ketika mobil pak Edwin melewati jalan menuju rumahnya
"Pak, kita ini mau kemana?" Tanya Ara agak sedikit was was
Bukannya menjawab, Pak Edwin malah meletakkan tangannya di paha Ara membuat Ara tersentak kaget
"Ehmm, pak, maaf. Tangan anda tidak sopan"
"Tidak apa" tangan pak Edwin semakin menjadi jadi. Dia menyingkap dress Ara sebatas paha lalu mengelusnya
Ara mencoba menyingkirkan tangan pak Edwin namun tenaganya tidak cukup kuat
"Pak, bapak jangan semena mena sama saya" ucapnya sedikit berteriak
"BISA DIAM TIDAK" bentak Pak Edwin membuat Ara terdiam. Ara semakin takut tak kala melihat mobil pak Edwin memasuki area....hotel?
"Aaaaaa.. tidak tidak. Apa aku mau diperkosa oleh pak Edwin? Ya Allah, tolong Ara" batinnya
"Turun. Cepat turun" ujar pak Edwin yang langsung dituruti oleh Ara
Saat Ara turun, pak Edwin belum turun yang artinya Ara bisa kabur kapan saja. Dengan segera Ara berlari keluar hotel dan sampai di pinggir jalan raya yang cukup ramai. Sesekali Ara melihat ke arah belakang takut takut pak Edwin mengejarnya
Pak Edwin yang melihat Ara tidak ada di luar langsung panik. Dimana Ara? Dengan cepat, pak Edwin segera menghidupkan mobilnya kembali untuk mencari Ara
Ara sudah berjalan sekitar 15 menit namun bukannya sampai di rumahnya, ia malah tersesat. Handphone kedua orang tuanya pun tidak dapat dihubungi, lalu bagaimana dia sekarang?
Tin tin
Suara klakson mobil terdengar, dan berhentilah mobil tepat di depan Ara. Ara sangat takut. Saat ingin berlari, seseorang memanggilnya membuat ia menghentikan langkahnya dan berbalik
"Ara," ucap orang tersebut
"Syaa." Ara berlari memeluk sahabatnya itu. Untung saja ada Reisya disini, kalau tidak, pasti dia tidak akan bisa menemukan jalan pulang
"Kamu nggak kenapa napa kan?," tanya Reisya cemas
"Ng---"
Ucapan Ara terpotong ketika melihat mobil pak Edwin menuju ke arahnya.
"Re Reisya tolongin aku." Ara bersembunyi di balik badan Reisya
"Ayo masuk mobil, kamu cerita sama aku." Reisya mengajak Ara untuk masuk ke dalam mobilnya
Ketika di dalam mobil, Ara melihat mobil pak Edwin sudah jalan lebih dulu ke depan. Ara sedikit lebih tenang
"Tenang, Ra. Nanti kamu bisa cerita sama aku," ucap Reisya berusaha menenangkan Ara
Sesampainya di rumah Reisya, Ara membersihkan diri dan meminjam baju Reisya.
"Udah bisa cerita sekarang?," tanya Reisya membuat Ara menghela napas lalu mengangguk.
"Jadi..."
Ara menceritakan kejadian yang terjadi padanya tadi. Dimulai dari awal pertama pertemuannya dengan Pak Edwin di cafe, hingga kejadian di mobil dan saat mereka berada di hotel
"Astagaa...aku nggak nyangka. Untung aja kamu masih nggak di apa apain sama pak itu." Reisya memeluk Ara. Terlihat semburat kekhawatiran di wajahnya membuat Ara tersenyum
"Aku nggak apa apa. Makasih udah datang di waktu yang tepat," ujar Ara sambil memeluk kembali Reisya. Sahabatnya ini selalu ada ketika ia butuh, mereka sudah bersahabat hampir 6 tahun. Jadi wajar saja mereka seakrab ini.
"Kamu tidur di sini atau tidur di kamar sebelah?," tanya Reisya
"Di sini aja deh. Aku masih nggak nyaman kalau tidur di kamar sebelah"
"Yaudah, ayo. Besok kita sekolah. Kamu pakai baju aku aja. Aku ada dua baju seragam kok," ujar Reisya membuat Ara tersenyum
Mereka pun tertidur
"Eh, Ara. Apa kabar?," tanya mama Reisya ramah
"Alhamdulillah baik, Tante."
"Jangan sungkan sungkan buat main kesini ya, anggapa aja rumah sendiri," ujar mama Reisya membuat Ara tersenyum. Ara merasakan kembali hangatnya kekeluargaan. Mirip sekali dengan keadaan keluarganya beberapa tahun lalu
________________Mereka sudah sampai di sekolah diantar oleh supir pribadi Reisya tadi. Ara melihat Reisya diperlakukan seperti ratu oleh kedua orangtuanya. Berbeda sekali dengan Ara. Ah, harusnya dia bersyukur masih diberi kenyamanan.
Hari ini adalah hari terakhir sekolah sebelum liburan akhir semester dan selanjutnya mereka akan masuk semester baru di kelas 12, dan yang pasti mereka akan sangat sibuk
"Nanti kamu masih nginap di rumah aku atau pulang?" tanya Reisya saat mereka akan menuju kantin. Sekarang free class jadi mereka bebas akan kemana saja.
"Pulang aja, aku takut dimarahin Ayah," ujar Ara membuat Reisya mengangguk.
"Nanti aku antar pulang, oke?"
"Oke deh"
Mereka berdua pun berjalan beriringan menuju kantin sambil sesekali tertawa
Sekarang Ara sudah sampai di rumah setelah tadi diantar oleh supir Reisya. Ketika ditawari mampir, Reisya menolak. Jadinya Ara tidak akan memaksa
"Assalamualaikum"
Praaangggg...
"Awhh, ayah...."
"Loh? Kok kamu udah dateng sih?" tanya Ara yang baru turun dari mobil bersama Reisya. Mereka kaget karena Satria yang tiba-tiba sudah nangkring di depan rumah Reisya."Ya ngga boleh cepet-cepet?" tanya Satria membuat Ara menggeleng. "Ya boleh. Siapa bilang nggak boleh," jawabnya membuat Satria mengangguk."Yaudah yuk masuk, nggak enak kalo di luar terus," ajak Reisya. Mereka bertiga pun masuk ke dalam rumah. Keadaan rumah sangat sepi karena Reino yang pergi ke luar kota bersama temannya dan orang tua Reisya yang berada di luar negeri."Om sama Tante nggak pulang, Sya?" tanya Ara membuat Reisya menggeleng. Ara hanya ber-oh saja."Gimana Meyra? Udah sampe rumah kan?" Ara bertanya kepada Satria dan dibalas dengan gelengan."Loh?""Aku tinggalin. Lagian ya, Ra. Si Ellen sama Sisca tuh belum pulang. Jangan percaya deh sama sandiwara mereka," jelas Satria membuat Ara menghela napas lalu mengangguk."Oke,"
Tidak ada yang spesial di hari Minggu ini. Besok sudah Senin saja, waktunya upacara. Sebenarnya, meskipun Ara pintar, ia juga seperti murid pada umumnya yang tidak menyukai upacara. Panas, capek, keringetan, pegel semua.Ara sudah selesai belajar dan menyiapkan buku mapel untuk besok. Rencananya, besok setelah pulang sekolah ia akan mampir sebentar ke rumah Reisya untuk mengerjakan tugas kelompok.BrukAra merebahkan dirinya di kasur. Ia menatap langit kamarnya lalu tersenyum. Beberapa hari ini, kehidupannya berjalan dengan baik. Hari-harinya menjadi bahagia. Tidak ada yang melakukan kejahatan pada dirinya, ia selalu diperlakukan baik oleh semua orang. Senang? Tentu saja. Akhirnya kehidupannya yang dulu kembali walaupun tak sepenuhnya."Kangen bunda," lirihnya lalu menatap pigura yang selalu ia letakkan di atas nakas."15 September, sebentar lagi bunda ula
Paginya, Ara sudah sampai di sekolah. Betapa kagetnya dia karena sepanjang perjalanan menuju kelas, banyak teman-teman lainnya yang meminta maaf kepada Ara."Ra," panggil Reisya ketika Ara sudah duduk di sampingnya."Ini semuanya beneran minta maaf tau, Sya," jelas Ara membuat Reisya mengangguk. Reisya juga tidak habis pikir, sebenarnya mereka benar-benar berubah atau tidak."Tapi kamu jangan langsung percaya gitu aja, Ra. Takutnya kamu dijebak," ujar Reisya serius membuat Ara mengangguk. Benar, ia jangan terlalu percaya begitu saja kepada Meyra dan yang lainnya. Siapa tau ini hanya bualan mereka semata."Oh iya, Minggu depan Meyra ulang tahun, kayaknya kamu juga bakalan diundang deh."Reisya terkaget, "hah? Dirayain lagi?""Ya iya, kan emang biasanya gitu," ujar Ara membuat Reisya menggeleng."Terus ka
"Salepnya digunakan secara rutin ya, agar segera pulih dan bekasnya tidak terlihat," jelas dokter membuat mereka mengangguk."Baik, dok. Terima kasih,"Setelah kepergian dokter, mereka bertiga berdiam di ruangan. Tanpa mengucapkan kata sedikitpun.Lalu atensi mereka teralihkan karena mendengar pintu ruangan yang terbuka."Araaa," teriak Meyra, Ellen dan Sisca. Hah? Mereka kenapa?Satu-persatu mereka memeluk Ara yang tengah berbaring di ranjang rumah sakit. Sedangkan Reisya dan Satria saling tatap."Ara, maafin kita karena udah buat jahat sama kamu," ujar Ellen tiba-tiba membuat semuanya kaget.Bisa gitu ya?"Iya, Ra. Maafin juga ya kita udah bikin kamu masuk rumah sakit terus. Aku bakal bayarin biaya rumah sakitnya.""Ga perlu," tolak Satria dengan tegas. Wajahnya yan
Pagi ini, Ara sudah bersiap-siap untuk pergi sekolah. Berusaha mungkin ia akan menguatkan mentalnya karena pasti saat disekolah ia akan dibully habis-habisan mengingat kejadian kemarin yang tersebar luas seantero sekolah."Sayang, sini duduk," ajak Evan membuat Ara tersenyum dan duduk di samping ayahnya."Berani juga, Lo masuk sekolah," batin Meyra sembari menatap Ara sinis."Ada apa, Mey?" tanya Evan yang tidak sengaja melihat Meyra yang sedang menatap Ara."Eh, nggak yah." Meyra gelagapan sendiri lalu beralih memainkan ponselnya. Semoga saja ayahnya tidak ada curiga terhadapnya."Ara nanti ayah yang antar ya?" tanya Evan membuat Ara terdiam sejenak kemudian mengangguk."Meyra?" Evan beralih bertanya pada anaknya itu. Ya walaupun bukan anak kandungnya setidaknya Evan berusaha adil kepada mereka berdua.
Disini Ara sekarang, gudang belakang rumahnya. Tadi setelah di siksa oleh Angel dan Sisca, Ara langsung dimasukkan ke dalam gudang belakang. Badannya menggigil karena kedinginan. Bahkan ia saja masih memakai seragam."Aakhh, bunda," lirihnya. Suasana gudang yang gelap ditambah dengan cuaca yang mulai dingin membuat Ara semakin menggigil.Ia ingin meminta bantuan juga tidak mungkin, kepada siapa ia akan meminta bantuan. Berteriak pun percuma, ini gudang belakang tidak ada seorangpun yang akan mendengar."Tolongin Ara," lirihnya. Bibirnya sudah pucat pasi, terlebih dia belum makan sejak siang tadi. Kepalanya sudah mulai berkunang-kunang, tubuhnya siap untuk ambruk namun tidak jadi karena pintu gudang sudah dibuka."Heh, keluar lo," teriak Meyra dari luar membuat Ara berdiri dan berjalan pelan menuju pintu gudang."Buruan, lama banget sih." Meyra menarik lengan Ara dan dibawanya masuk ke dala
"Makasih, Sat." Ara menurunkan dirinya dari motor milik Satria dan melepas helm milik laki-laki itu."Sama-sama, besok berangkat sekolah aku yang anter ya?" tawar Satria membuat Ara dengan cepat menggeleng."Loh, kenapa?" tanya Satria bingung sedangkan Ara berpikir keras untuk mencari alasan."Ra, ayah kamu lagi sakit, gak mungkin juga kan anterin kamu,""Reisya juga, akhir-akhir ini dia berangkat telat kan? Kamu juga cerita katanya Reisya nggak bisa dihubungi," ucap Satria membuat Ara semakin bingung."Nggak, aku nanti sama pak supir aja, mungkin berangkat bareng sama Meyra," ujar Ara membuat Satria mengernyit."Bukannya kamu bilang supir kamu lagi cuti, ya?""Astaga," batin Ara menepuk dahinya pelan."Ra, segitu nggak maunya kamu berangkat sama aku?" ucap Satria lirih."Ah nggak, Sat. Aku dengan senang hati mau berangkat sama kamu kok, tapi untuk besok nggak dulu, ya," ucap Ara
Sesampainya di rumah, Ara merebahkan dirinya di kasur empuk miliknya. Ingatannya masih terbayang tentang kejadian tadi saat ia melihat Reisya bersama Reino di hotel.Ara terduduk. Ia berinisiatif akan menelepon Reisya agar memastikan gadis itu baik-baik saja.Sudah hampir 10 kali namun Reisya tak menjawab panggilannya padahal jelas-jelas disitu sedang berdering. Ara semakin khawatir dengan apa yang dialami Reisya. Semoga saja tidak terjadi apa-apa.Tok tok tok"Masuk,"Masuklah Meyra yang langsung duduk di ranjang milik Ara."Kenapa?" tanya Ara sembari mendudukkan dirinya."Lo bisa jauhin Satria?" ucapnya dengan tatapan tajam membuat Ara bingung."Untuk?""Gue suka sama Satria!!" bentak Meyra membuat Ara berjingkat kaget. Apakah iya?"Aku sama Satria cuman sebatas teman aja, nggak lebih. Kamu boleh suka sa
"Heh!" Seseorang menarik rambut Ara dari belakang membuat sang empu hampir saja terjengkang jika tidak berpegangan pada tiang."Lo pake pelet apa? Hah?" hardik Ellen kepada Ara. Ara yang tidak tahu maksudnya hanya mengerutkan kening."Gak usah pura-pura nggak tau. Lo itu ganjen banget sama si anak baru itu ya," tuduh Sisca makin-makin."Siapa? Awhh, Satria?" Ara mulai membuka suaranya dan berusaha melepas cengkraman tangan Ellen."Berani-beraninya lo berangkat bareng gebetan gue, mau lo apa sih, dasar anak pembantu,"PlakMeyra menampar keras pipi kanan Ara membuat sang empu meringis hingga menimbulkan bekas merah."WOY APA-APAAN LO," teriak seseorang dari arah sana. Semuanya menoleh dan mendapati, Reisya? Apakah itu Reisya?"Sya?" Ara juga tak kalah terkejut sama seperti siswa-siswi lain. Reisya yang, berbeda. Ya, rambutnya yang ia potong
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments