Kini Ara sudah sampai di rumah. Tadi sebenarnya Reisya menawarkan agar Ara menginap dulu di rumahnya namun Ara menolak karena tidak ada ayahnya dan mungkin dia akan dimarahi oleh mamanya.
"Tau gini aku nginap aja di rumah Reisya, Meyra kayaknya masih dirawat deh," ucap Ara yang kini sedang menonton film di kamarnya.
Reisya💜 is calling...
Halo?
Halo, Ra. Gimana?
Dirumah nggak ada orang, kayaknya mama sama Meyra belum pulang.
Tau gitu kamu nginap aja di rumahku, mau aku jemput nggak?
Eh, ngapain? Nggak usah. Aku di rumah ajalah, lagian besok besok juga bisa nginap ke rumahmu.
Ohhh okedeh, oh iya aku dipanggil mama buat makan, aku makan dulu ya. Byeee
Iya, byee
Reisya mematikan teleponnya secara sepihak lalu Ara juga teringat dirinya belum makan dari tadi siang, karena saat di mall mereka hanya membeli camilan saja.
Ara pun turun ke dapur dan mengambil mie instan yang ada di rak. Ara sedang malas memasak yang aneh aneh jadilah hanya mie instan saja, toh Winda dan Meyra juga tidak pulang hari ini.
Ara memakan mie nya dengan lahap sambil menonton tv di ruang tamu.
_____________
Ara sudah bangun sekitar satu jam yang lalu, sekarang dia sedang membersihkan rumah supaya Winda tidak mengomel. Ara tidak masak karena belum tahu apakah Winda dan Meyra pulang hari ini atau tidak. Rencananya dia akan delivery saja, baru nanti ketika Winda dan Meyra pulang, dia akan memasak.
Saat sedang asyik makan di ruang tamu, tiba tiba makanannya diambil oleh seseorang. Ara menoleh dan ternyata itu adalah Meyra. Dia datang seorang diri, dimana Winda?
"Loh, Mey main ambil aja. Itukan punyaku," protes Ara karena makanannya diambil begitu saja.
Tanpa rasa jijik, Meyra memakannya dengan lahap. Tetapi Ara baru memakannya sedikit, mungkin sekitar dua suap.
"Pesen lagi," ucapnya dengan mulut yang penuh dengan nasi. Tadi Ara memesan ayam geprek spesial untuk dirinya, hmm kali ini diambil oleh Meyra, biarkan lah. Pikirnya.
Ara pun segera menuju dapur dan mengambil minum untuk dirinya sendiri dan untuk Meyra.
"Makasih," ucap Meyra membuat kening Ara berkerut. Tumben, tapi yasudahlah.
Ara duduk di sebelah Meyra dengan pandangan menuju televisi yang menampilkan film yang Ara juga tidak tahu judulnya apa.
"Mama nggak pulang?" Meyra bertanya kepada Ara membuat kening Ara berkerut, mengapa dia tanya?
"Nggak tuh," jawab Ara. Ya memang Winda tidak pulang semalam, Ara pikir Winda menginap di rumah sakit.
"Aku pikir mama nginap di rumah sakit nemenin kamu," lanjutnya membuat Meyra menggeleng.
"Mama nggak nungguin aku, aku chat aja centang satu," ucap Meyra yang lagi lagi membuat Ara bingung. Saudara tirinya ini kenapa, sikapnya yang beda membuat Ara sedikit bingung, apa efek setelah keluar dari rumah sakit? Tentu saja tidak mungkin.
"Mama beberapa hari ini aneh," celetuk Meyra membuat Ara menoleh ke arahnya.
"Maksudnya aneh gimana?" tanya Ara karena bingung. Meyra yang ditanya justru menggeleng membuat Ara semakin bingung. Yasudahlah, pikirnya.
"Gue ke kamar dulu," Meyra berdiri lalu berjalan menuju kamarnya.
Ara menggelengkan kepalanya melihat kelakuan saudara tirinya itu, tiba-tiba saja baik, tiba-tiba juga bisa mode julid seperti biasa. Ara lebih memilih untuk membereskan sisa makanan yang tadi dimakan oleh Meyra lalu berniat untuk ke kamar.
Sesampainya di kamar, Ara ingin merebahkan badannya tapi ia urungkan karena dia mendengar suara mobil di depan rumahnya. Dengan penasaran, ia pun mengintip lewat jendela. Terlihat mobil mewah berwarna hitam berhenti tepat di depan pagar rumahnya. Tapi sang pemilik mobil tak kunjung keluar membuat Ara semakin bingung. Saat Ara akan kembali ke kasur, mata Ara tak sengaja menangkap Winda yang baru saja keluar dari mobil tersebut membuat Ara mengurungkan niatnya dan kembali mengintip.
"Mama sama siapa?" batin Ara
Ara mengerutkan keningnya. Apakah itu laki laki yang sama seperti yang dia liat saat dia dan Reisya sedang di bioskop?
Winda dan laki laki itu sangat akrab bahkan sebelum masuk ke dalam rumah laki laki itu sempat mencium pipi Winda membuat Ara membulatkan matanya.
"Ini maksudnya gimana?" gumam Ara bingung lalu segera bersembunyi karena laki laki itu melihat ke arah Ara.
"Astagaa, mukanya kok nyeremin sih," gumam Ara sambil memegang dadanya yang berdetak kencang.
Ara menggelengkan kepalanya lalu masuk ke kamar mandi untuk menetralkan detak jantungnya.
Tok tok tok
"Araaa" teriak seseorang dari luar. Ara yang masih berada di kamar mandi mondar mandir tidak jelas karena takut ketahuan tadi ia mengintip.
Orang tersebut adalah Winda. Winda memasuki kamar Ara yang memang tidak dikunci lalu mengetuk pintu kamar mandi.
"Araaa," panggilnya membuat Ara mau tak mau harus keluar. Sebelum itu, ia membasuh mukanya agar terlihat seperti habis melakukan sesuatu.
"Eh, iya ma. Ada apa?" tanya Ara yang baru saja keluar dari kamar mandi.
"Nggak, kamu tolong siapin makanan. Saya mau makan," ucapnya lalu keluar dari kamar Ara. Ara hanya mengangguk lalu mencari tali rambutnya dan mulai turun ke dapur untuk memasak.
Kini Ara berada di dapur dan masih berdiam diri bingung mau memasak apa.
"Ngapain lo?" tanya Meyra yang baru saja turun dan langsung duduk di kursi.
"Mau masak," jawab Ara singkat sambil berpikir dan sesekali melihat ke arah rak dan kulkas.
"Masakin ayam kecap dong, lo bisa nggak?"
Ara berpikir sejenak lalu melihat bahan bahan yang ada di kulkas. Ara menganggukkan kepalanya.
"Bisa," jawabnya lalu mulai meracik bumbu bumbu untuk memasak ayam kecap. Mungkin dengan lauk jamur crispy.
"Kamu nggak alergi jamur kan, Mey?" tanya Ara sebelum memasak. Takut takut jika Meyra alergi jamur dan tidak sengaja memakannya, maka ia akan dihukum lagi oleh Winda.
Meyra menggeleng membuat Ara tersenyum dan melanjutkan sesi masak memasaknya itu.
Setelah hampir satu jam memasak, kini masakan Ara sudah selesai dan sudah tersaji di piring. Meyra yang sedari tadi menunggui Ara memasak langsung mengambil piring dan mulai makan.
Meyra menganggukkan kepalanya, "lumayan," ucapnya membuat Ara sedikt tersenyum. Jarang, bahkan tidak pernah Ara dipuji oleh Meyra maupun Winda. Sekarang pun sifat mereka sedikit berubah, entah kenapa tiba tiba saja.
Ara dan Meyra sama sama menoleh ketika mendengar suara koper. Mereka berdua sama sama mengernyitkan keningnya tak kala melihat Winda yang membawa koper dan memakai pakaian yang rapi.
"Mama mau kemana?" tanya Meyra yang sama bingungnya seperti Ara.
"Kalian di rumah dulu ya, berdua. Mama mau ke luar kota dulu soalnya ada masalah sama bisnis mama." Winda meletakkan kopernya di samping sofa lalu duduk di meja makan bergabung bersama Ara dan Meyra.
"Memangnya mama punya bisnis?" tanya Ara ragu ragu. Takut jika dia salah bicara dan berakhir dihukum oleh mamanya.
"Ada, kamu nggak perlu tau," ucap Winda sekenanya lalu melahap makanannya.
"Mama disana mungkin sekitar satu Minggu. Jadi sebelum ayah kalian pulang, mama sudah sampai sini," lanjutnya membuat Ara dan Meyra hanya mengangguk.
Selesai makan, Ara mencuci piringnya lalu kembali ke kamarnya. Saat membuka pintu Ara terkejut ketika melihat Meyra yang sedang berada di kamarnya sambil melirik ke arah luar melalui jendela.
"Mey, ngapain?" tanya Ara sembari menghampiri Meyra.
Meyra menoleh ke arah Ara lalu menggeleng. Ia keluar dari kamar Ara tanpa mengucapkan sepatah katapun membuat Ara bingung. Ia pun melihat ke arah yang tadi dilihat Meyra. Sepi. Tidak ada apa apa, bahkan motor dan mobil pun tidak ada yang berlalu lalang. Lalu tadi Meyra memperhatikan apa?
Ara menggeleng dan duduk di ranjang sambil memainkan handphonenya.
Saat sedang asyik mendengarkan musik, tiba tiba saja musiknya berhenti dan berganti dengan suara nada dering telepon membuat Ara membuka matanya.
"Ayah, tumben telpon," gumam Ara kemudian mengangkat teleponnya.
"Halo, sayang." panggil Evan membuat Ara mematung. Sayang, sudah lama Ara tidak mendengar panggilan itu dari ayahnya.
"Ara?" panggilnya lagi membuat Ara membuyarkan lamunannya.
"Eh, iya ayah."
"Kamu dimana?"
"Ara ada di kamar, kenapa yah?"
"Nggak, ayah cuman kangen sama kamu. Kamu baik baik aja kan?"
"Alhamdulillah Ara baik baik aja, gimana kabar ayah?"
"Ayah juga baik baik aja. Secepatnya ayah pulang, ayah nggak sabar pengen ajak kalian jalan jalan"
"Iya, yah"
"Yasudah, ayah lanjut kerja lagi" ucapnya lalu mematikan teleponnya secara sepihak.
Ara meletakkan handphone nya di balas lalu berbaring sambil menatap langit langit kamar. Entah kenapa hari ini dia begitu bahagia. Mamanya yang tiba tiba bersikap baik padanya, begitupun Meyra dan ayahnya. Semoga saja seterusnya seperti ini. Semoga.
"Araaaaaa."
"Araaaaaaa."Ara yang mendengar itu langsung terduduk. Kenapa Meyra memanggilnya?CeklekTerlihat Meyra yang sudah berpenampilan rapi. Mau kemana dia?"Mau kemana?" tanya Ara."Ke mall, ikut nggak?" tawar Meyra membuat Ara bingung, tumben sekali Meyra menawarinya untuk ikut."Temenin gue, yuk." Meyra mendekat ke arah Ara lalu duduk di sampingnya."Yaudah, aku mau cuci muka bentar," ujar Ara lalu masuk ke dalam kamar mandi, sedangkan Meyra keluar dari kamar Ara menuju kamarnya sendiri.Ara berdiri di depan lemarinya lalu memandang baju baju yang terletak disana. Jika dipikir pikir, banyak sekali bajunya ini. Kapan dia membelinya ya?Akhh ini bukan waktunya untuk memikirkan itu, sekarang waktunya untuk bersiap siap karena sepertinya Meyra sudah menunggu.CeklekMeyra menyembulkan kepalanya l
Kini mereka berdua dalam perjalanan pulang. Setelah membicarakan Satria tadi, Meyra banyak berdiam diri dan tidak mengeluarkan sepatah kata pun membuat Ara bingung. Ingin bertanya, namun takut salah. Jadi lebih baik diam saja.Sesampainya di rumah, terdapat mobil seseorang yang tidak Ara dan Meyra kenal membuat mereka berdua saling pandang. Dengan segera, Meyra keluar dari mobil dan berlari menuju ke dalam rumah. Ara yang melihat hal itu bingung dan ikut mengejar Meyra."Meyra," panggil Ara membuat Meyra menoleh."Lo kenal ini mobil siapa?" tanyanya membuat Ara menggeleng. Ara saja tidak tahu, kenapa malah bertanya."Apa mama udah pulang?" celetuk Ara membuat Meyra terdiam."Bisa jadi, ayo masuk." Meyra dan Ara melangkah masuk dan menuju ke kamar Winda.Tok tok tok"Mamaaaa," panggil mereka berdua namun tidak ada jawaban."Maaaa," panggil
Setelah sarapan tadi, sekarang Ara sedang cuci piring. Tadi Winda mengancamnya untuk cuci piring, lalu saat ditanya oleh Evan mengapa Ara yang mencuci piring, dengan pintar Ara mengelak dengan alasan bergantian karena tadi ia tidak membantu berberes rumah.Kini ia sedang berada di dapur berkutat dengan piring piring kotor yang sedang ia cuci. Dari ruang tamu terdengar suara gelak tawa dari Meyra, Winda maupun Evan. Mereka bercanda tawa sedangkan Ara disini sedang melakukan tugas rumah. Ara rindu ayahnya yang dulu. Rindu keadaan yang dulu, Ara rindu bunda juga. Air mata Ara ingin menetes namun dengan cepat Ara menahannya. Dia tidak boleh menangis, dia sudah berjanji kepada bundanya untuk selalu tersenyum.Selesai mencuci piring, Ara akan kembali ke kamarnya saja, namun Evan memanggilnya membuatnya mau tak mau menghampiri nya."Ara, kamu mau ikut jalan jalan?" ujar Evan membuat Ara tersenyum. Tak sengaja matanya menangkap Winda yang memelototinya
Bel istirahat sudah berbunyi 5 menit yang lalu. Kini Ara dan Reisya juga tengah menikmati makanannya. Sesuai janji, Ara mentraktir sahabatnya itu makan bakso dan juga jus alpukat. Saat sedang asyik mengobrol, atensi mereka tertuju pada gadis gadis yang baru masuk ke dalam kantin. Suasana kantin menjadi ricuh karena kedatangan Ellyn dan Sisca. Mereka adalah mouswanted SMA Permata. Tapi yang membuat Ara heran, disana ada Meyra. Apakah Meyra bergabung dengan geng Ellyn? Apakah Meyra juga akan ikut ikutan menjadi tukang bully seperti Ellyn?"Ra, itu si Meyra," ujar Reisya membuat Ara mengangguk. Mereka berdua terus saja memperhatikan Meyra yang berjalan dirangkul oleh Ellyn. Seperti sudah akrab lama, mereka pun mulai bercengkrama sembari tertawa."Ih, jangan sampe deh Meyra ketularan Ellyn jadi tukang bully," celetuk Ara membuat Reisya mengeryit."Lah, biarin aja. Orang jahat emang cocok temenan sama orang jahat," julid Reisya membuat Ara menggeleng.&nbs
"Ngapain cari mama?"Laki laki itu terdiam lalu menggelengkan kepalanya membuat Ara bingung."Sampaikan salam kepada Winda, dari Rd," ujarnya lalu berlalu begitu saja dari rumah Ara."Eh, om," teriak Ara namun diabaikan oleh orang tersebut."Lah, itu om om kenapa," gumamnya."Siapa, Ra." Reisya menepuk pundak Ara yang sedang melamun membuat Ara kaget."Eh ayam, astaghfirullah""Ayam ayam, udah ayo makan ntar keburu dingin," ajak Reisya kembali menarik Ara ke meja makan. Mereka berdua pun makan dengan tenang.Malamnya, mereka berdua berada di ruang tamu untuk mengerjakan tugas yang diberikan guru mereka. Dari tadi Reisya menggerutu tidak jelas masalah tugas yang diberikan Bu Evi, guru baru mereka."Masa baru hari pertama udah dikasih tugas sebanyak ini sih,""Harusnya tuh hari pertama cuman perkenalan doang
Kini Ellen, Sisca, Ara dan Reisya tengah berada di ruang BK. Tadi mereka sempat kepergok oleh kakak OSIS karena pertengkaran itu."Kalian ini bagaimana bisa sampai bertengkar seperti itu,""Kamu juga, Arabella. Sebagai murid teladan harusnya kamu bisa melerai mereka." lanjut Bu Siti selaku guru bimbingan konseling. Bu Siti ini orangnya tidak terlalu galak, namun tegas. Banyak anak anak yang takut dengan Bu Siti karena tatapannya yang tajam dan suaranya yang sangat menakutkan."Terutama kamu, Reisya. Selama kamu sekolah di sini nama kamu sama sekali tidak pernah tertulis di buku, tapi kenapa sekarang muncul, Reisya?" tanya Bu Siti frustasi. Mengapa anak didiknya ini menjadi seperti ini?"Maaf, Bu," ucap Ara dan Reisya bersamaan."Jelaskan kronologis awalnya."Ellen membuka suara membuat Reisya membekap mulutnya."Hmmhhh," gumam Ellen yang mulutnya dibekap o
3 hari setelah kejadian tersebut, Ara tidak pernah lagi menerima surat atau apapun. Hal itu membuat Ara sedikit lega dan tenang. Sekarang ia sedang berada di dapur untuk memasak karena sebentar lagi Evan, Winda dan Meyra akan datang."Assalamualaikum, Ara," teriak seseorang dari luar membuat Ara segera mematikan kompor dan berlari ke arah depan."Ayahhh," balas Ara lalu berhambur ke pelukan Evan."Kangen ayah?" Ara hanya mengangguk di dalam pelukan Evan."Ayah bawa oleh-oleh, ayo dibuka," ajak Evan kepada Ara."Ara lagi masak yah, mau makan dulu?" tawar Ara membuat yang lainnya mengangguk sedangkan Ara langsung kembali menuju dapur."Wahh, enak sekali makanannya," puji Evan membuat Ara tersenyum senang. Lagi lagi ia mendapat perlakuan baik dari Evan.Setelah selesai makan, mereka berkumpul di ruang tengah untuk membuka hadiah.Ara diberikan 5 paper bag oleh Evan."Ayah, ban
"Awhhh,""Araaa," Reisya berteriak membuat seluruh atensi murid mengarah padanya."Ra, kamu nggak apa apa kan?" Reisya terlihat khawatir sedangkan Ara mengangguk pertanda tidak apa apa.Reisya berdiri dari duduknya"Plakk"Reisya menampar pipi Meyra membuat sang empu meringis dan temannya merasa tak terima"Heh, lo apa apaan?" teriak Ellen kepada Reisya yang tengah tersenyum sinis."Lo pada, kalo mau cari masalah sama Ara," Reisya berhenti sejenak lalu menunjukkan wajah songongnya."Lawan gue dulu," lanjutnya kemudian membantu Ara berdiri menuju UKS.Tadi, saat Reisya akan menghampiri Ara, ia melihat Ellen, Sisca dan Meyra yang sudah lebih dulu berada di sana. Hingga akhirnya dirinya kaget ketika melihat Ara didorong oleh Sisca."Harusnya kamu tadi nggak perlu nampar Meyra, Sya," ucap Ara kepada Reisya yan
"Loh? Kok kamu udah dateng sih?" tanya Ara yang baru turun dari mobil bersama Reisya. Mereka kaget karena Satria yang tiba-tiba sudah nangkring di depan rumah Reisya."Ya ngga boleh cepet-cepet?" tanya Satria membuat Ara menggeleng. "Ya boleh. Siapa bilang nggak boleh," jawabnya membuat Satria mengangguk."Yaudah yuk masuk, nggak enak kalo di luar terus," ajak Reisya. Mereka bertiga pun masuk ke dalam rumah. Keadaan rumah sangat sepi karena Reino yang pergi ke luar kota bersama temannya dan orang tua Reisya yang berada di luar negeri."Om sama Tante nggak pulang, Sya?" tanya Ara membuat Reisya menggeleng. Ara hanya ber-oh saja."Gimana Meyra? Udah sampe rumah kan?" Ara bertanya kepada Satria dan dibalas dengan gelengan."Loh?""Aku tinggalin. Lagian ya, Ra. Si Ellen sama Sisca tuh belum pulang. Jangan percaya deh sama sandiwara mereka," jelas Satria membuat Ara menghela napas lalu mengangguk."Oke,"
Tidak ada yang spesial di hari Minggu ini. Besok sudah Senin saja, waktunya upacara. Sebenarnya, meskipun Ara pintar, ia juga seperti murid pada umumnya yang tidak menyukai upacara. Panas, capek, keringetan, pegel semua.Ara sudah selesai belajar dan menyiapkan buku mapel untuk besok. Rencananya, besok setelah pulang sekolah ia akan mampir sebentar ke rumah Reisya untuk mengerjakan tugas kelompok.BrukAra merebahkan dirinya di kasur. Ia menatap langit kamarnya lalu tersenyum. Beberapa hari ini, kehidupannya berjalan dengan baik. Hari-harinya menjadi bahagia. Tidak ada yang melakukan kejahatan pada dirinya, ia selalu diperlakukan baik oleh semua orang. Senang? Tentu saja. Akhirnya kehidupannya yang dulu kembali walaupun tak sepenuhnya."Kangen bunda," lirihnya lalu menatap pigura yang selalu ia letakkan di atas nakas."15 September, sebentar lagi bunda ula
Paginya, Ara sudah sampai di sekolah. Betapa kagetnya dia karena sepanjang perjalanan menuju kelas, banyak teman-teman lainnya yang meminta maaf kepada Ara."Ra," panggil Reisya ketika Ara sudah duduk di sampingnya."Ini semuanya beneran minta maaf tau, Sya," jelas Ara membuat Reisya mengangguk. Reisya juga tidak habis pikir, sebenarnya mereka benar-benar berubah atau tidak."Tapi kamu jangan langsung percaya gitu aja, Ra. Takutnya kamu dijebak," ujar Reisya serius membuat Ara mengangguk. Benar, ia jangan terlalu percaya begitu saja kepada Meyra dan yang lainnya. Siapa tau ini hanya bualan mereka semata."Oh iya, Minggu depan Meyra ulang tahun, kayaknya kamu juga bakalan diundang deh."Reisya terkaget, "hah? Dirayain lagi?""Ya iya, kan emang biasanya gitu," ujar Ara membuat Reisya menggeleng."Terus ka
"Salepnya digunakan secara rutin ya, agar segera pulih dan bekasnya tidak terlihat," jelas dokter membuat mereka mengangguk."Baik, dok. Terima kasih,"Setelah kepergian dokter, mereka bertiga berdiam di ruangan. Tanpa mengucapkan kata sedikitpun.Lalu atensi mereka teralihkan karena mendengar pintu ruangan yang terbuka."Araaa," teriak Meyra, Ellen dan Sisca. Hah? Mereka kenapa?Satu-persatu mereka memeluk Ara yang tengah berbaring di ranjang rumah sakit. Sedangkan Reisya dan Satria saling tatap."Ara, maafin kita karena udah buat jahat sama kamu," ujar Ellen tiba-tiba membuat semuanya kaget.Bisa gitu ya?"Iya, Ra. Maafin juga ya kita udah bikin kamu masuk rumah sakit terus. Aku bakal bayarin biaya rumah sakitnya.""Ga perlu," tolak Satria dengan tegas. Wajahnya yan
Pagi ini, Ara sudah bersiap-siap untuk pergi sekolah. Berusaha mungkin ia akan menguatkan mentalnya karena pasti saat disekolah ia akan dibully habis-habisan mengingat kejadian kemarin yang tersebar luas seantero sekolah."Sayang, sini duduk," ajak Evan membuat Ara tersenyum dan duduk di samping ayahnya."Berani juga, Lo masuk sekolah," batin Meyra sembari menatap Ara sinis."Ada apa, Mey?" tanya Evan yang tidak sengaja melihat Meyra yang sedang menatap Ara."Eh, nggak yah." Meyra gelagapan sendiri lalu beralih memainkan ponselnya. Semoga saja ayahnya tidak ada curiga terhadapnya."Ara nanti ayah yang antar ya?" tanya Evan membuat Ara terdiam sejenak kemudian mengangguk."Meyra?" Evan beralih bertanya pada anaknya itu. Ya walaupun bukan anak kandungnya setidaknya Evan berusaha adil kepada mereka berdua.
Disini Ara sekarang, gudang belakang rumahnya. Tadi setelah di siksa oleh Angel dan Sisca, Ara langsung dimasukkan ke dalam gudang belakang. Badannya menggigil karena kedinginan. Bahkan ia saja masih memakai seragam."Aakhh, bunda," lirihnya. Suasana gudang yang gelap ditambah dengan cuaca yang mulai dingin membuat Ara semakin menggigil.Ia ingin meminta bantuan juga tidak mungkin, kepada siapa ia akan meminta bantuan. Berteriak pun percuma, ini gudang belakang tidak ada seorangpun yang akan mendengar."Tolongin Ara," lirihnya. Bibirnya sudah pucat pasi, terlebih dia belum makan sejak siang tadi. Kepalanya sudah mulai berkunang-kunang, tubuhnya siap untuk ambruk namun tidak jadi karena pintu gudang sudah dibuka."Heh, keluar lo," teriak Meyra dari luar membuat Ara berdiri dan berjalan pelan menuju pintu gudang."Buruan, lama banget sih." Meyra menarik lengan Ara dan dibawanya masuk ke dala
"Makasih, Sat." Ara menurunkan dirinya dari motor milik Satria dan melepas helm milik laki-laki itu."Sama-sama, besok berangkat sekolah aku yang anter ya?" tawar Satria membuat Ara dengan cepat menggeleng."Loh, kenapa?" tanya Satria bingung sedangkan Ara berpikir keras untuk mencari alasan."Ra, ayah kamu lagi sakit, gak mungkin juga kan anterin kamu,""Reisya juga, akhir-akhir ini dia berangkat telat kan? Kamu juga cerita katanya Reisya nggak bisa dihubungi," ucap Satria membuat Ara semakin bingung."Nggak, aku nanti sama pak supir aja, mungkin berangkat bareng sama Meyra," ujar Ara membuat Satria mengernyit."Bukannya kamu bilang supir kamu lagi cuti, ya?""Astaga," batin Ara menepuk dahinya pelan."Ra, segitu nggak maunya kamu berangkat sama aku?" ucap Satria lirih."Ah nggak, Sat. Aku dengan senang hati mau berangkat sama kamu kok, tapi untuk besok nggak dulu, ya," ucap Ara
Sesampainya di rumah, Ara merebahkan dirinya di kasur empuk miliknya. Ingatannya masih terbayang tentang kejadian tadi saat ia melihat Reisya bersama Reino di hotel.Ara terduduk. Ia berinisiatif akan menelepon Reisya agar memastikan gadis itu baik-baik saja.Sudah hampir 10 kali namun Reisya tak menjawab panggilannya padahal jelas-jelas disitu sedang berdering. Ara semakin khawatir dengan apa yang dialami Reisya. Semoga saja tidak terjadi apa-apa.Tok tok tok"Masuk,"Masuklah Meyra yang langsung duduk di ranjang milik Ara."Kenapa?" tanya Ara sembari mendudukkan dirinya."Lo bisa jauhin Satria?" ucapnya dengan tatapan tajam membuat Ara bingung."Untuk?""Gue suka sama Satria!!" bentak Meyra membuat Ara berjingkat kaget. Apakah iya?"Aku sama Satria cuman sebatas teman aja, nggak lebih. Kamu boleh suka sa
"Heh!" Seseorang menarik rambut Ara dari belakang membuat sang empu hampir saja terjengkang jika tidak berpegangan pada tiang."Lo pake pelet apa? Hah?" hardik Ellen kepada Ara. Ara yang tidak tahu maksudnya hanya mengerutkan kening."Gak usah pura-pura nggak tau. Lo itu ganjen banget sama si anak baru itu ya," tuduh Sisca makin-makin."Siapa? Awhh, Satria?" Ara mulai membuka suaranya dan berusaha melepas cengkraman tangan Ellen."Berani-beraninya lo berangkat bareng gebetan gue, mau lo apa sih, dasar anak pembantu,"PlakMeyra menampar keras pipi kanan Ara membuat sang empu meringis hingga menimbulkan bekas merah."WOY APA-APAAN LO," teriak seseorang dari arah sana. Semuanya menoleh dan mendapati, Reisya? Apakah itu Reisya?"Sya?" Ara juga tak kalah terkejut sama seperti siswa-siswi lain. Reisya yang, berbeda. Ya, rambutnya yang ia potong