"Aku nggak sabar, Ra. Semoga kita dapat nilai yang memuaskan, ya" ucap Reisya
"Iya, semoga" Ara sangat khawatir. Takut takut nilainya tidak memuaskan
"Ya Allah, tolong. Semoga nilaiku memuaskan" batinnya
Kini mereka sedang menunggu hasil raport keluar. Setelah ini, mereka akan naik ke kelas 12.
"Dan peringkat pertama, diberikan kepada...."
"Arabella Dhivanya dari kelas 11 IPS 1" ujar sang mc
Senang bukan kepalang Ara rasakan. Ara menarik napasnya pelan. Dia sangat lega. Tidak sia sia hasil belajarnya selama ini.
"Selamat ya, Ara. Aku bangga deh sama kamu" ucap Reisya sambil memeluk Ara
"Sama sama, aku juga bangga sama kamu"
Setelah menerima piala dan beberapa penghargaan, kini mereka sudah diperbolehkan pulang
"Ara, kamu mau aku antar pulang atau gimana?" Tanya Reisya
"Aku pulang sendiri aja deh. Lagian juga ini belum terlalu sore" jawab Ara karena ia tidak ingin merepotkan sahabatnya itu
"Beneran?" Tanya Reisya lagi memastikan
"Iya, Sya. Udah sana. Kasian supir kamu udah nungguin"
"Yaudah, hati hati ya, Ra."
"Iya, kamu juga"
Setelah kepergian mobil Reisya, Ara pun berjalan menuju rumahnya. Jarak dari sekolah ke rumah pun tidak terlampau jauh. Hanya sekitar 10 menit jika berjalan kaki
"Assalammualaikum, Ara pulang"
Ara memasuki rumahnya. Rumah yang penuh berbagai macam kenangan indah yang sayangnya hanya bisa ia ingat saja tanpa bisa ia ulangi kembali
"Gimana? Bagus nilainya?" Tanya Evan, Ayah Ara
"Alhamdulillah, Yah. Ara dapet ranking 1 lagi"
"Bagus kalau begitu" ucap Evan sambil menepuk pelan kepala Ara. Perlakuan yang sangat jarang Ara dapatkan akhir akhir ini
"Ayaaaahh" teriak seseorang dari luar
"Waahhh, kamu habis menang banyak ya?" Evan langsung pergi dari hadapan Ara dan menghampiri Ameyra. Siapakah Ameyra itu?
"Iya, dong. Meyra habis menang olimpiade matematika yang kemarin. Terus juga Meyra menang lomba bahasa inggris"
"Walaupun Mey nggak ranking satu, tapi Mey bisa menang lomba" ujarnya sambil melirik ke arah Ara
"Jadi, ranking berapa?" Tanya Evan
"Ranking 3"
"Itu sudah bagus. Dimana mama?"
"Mama ada urusan dengan teman arisannya, Yah"
"Yasudah. Kamu masuk ke kamar dan bersih bersih ya"
Ara yang melihat interaksi antara Ameyra dan Ayahnya itu pun tersenyum sendu. Kenapa ayahnya tidak seramah saat bersama Ameyra? Kenapa saat berbicara dengan Ara, dia tidak pernah tersenyum ataupun berbicara panjang lebar seperti tadi bersama Ameyra?
Ara harus kuat. Ara pun segera pergi ke kamarnya dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang empuknya itu
"Ara kangen sama bunda" gumamnya lalu tanpa sadar air matanya jatuh
Ara memejamkan matanya sejenak. Sekelebat bayangan tentang bundanya terlihat jelas disana. Dia yang sedang bercanda dengan bunda, dia yang sedang belajar masak bersama bunda, dan masih banyak lagi
Sampai akhirnya beberapa menit kemudian Ara masuk ke dalam alam mimpi
🥀🥀
Ara terbangun dan melihat jam sudah menunjukkan pukul 6. Lama sekali dia tidur, pikirnya
Dengan segera, Ara memutuskan untuk bangun dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya sekaligus mengambil wudhu
Saat Ara melipat sajadahnya, terdengar suara pintu kamar diketuk
Tok tok tok
"Iya, sebentar"
Ceklek
Terlihat Evan dan Ameyra yang sudah rapi berdiri di sana
"Loh, Ayah sama Meyra mau kemana?" Tanya Ara penasaran
"Ayah sama Meyra mau ke cafe, kamu mau ikut?" Ajak Evan
Ara berpikir sejenak. Tumben sekali dia diajak, tapi yasudah lah. Jarang jarang sekali dia diajak pergi bersama
"Ara ikut" jawabnya final
"Baiklah, ayah tunggu dibawah"
Ara segera mencari dress yang ada di lemarinya, lalu memakainya. Tak lupa juga memberikan sedikit polesan natural di wajahnya
Satu kata untuk Ara, perfect. Dress berwarna navy, rambut yang digerai membuat kecantikannya bertambah berkali kali lipat
Ara turun dari kamar dan terlihat ayah, mama dan Ameyra sudah duduk di sofa menunggunya
"Cepat, kita sudah hampir telat" ucap Evan lalu keluar untuk mengambil mobil
Mereka pun berangkat ke cafe yang akan dituju
Senang sekali, Ara hari ini. Mendapat perlakuan baik dari keluarganya, bahkan diajak ke cafe untuk makan malam
"Selamat malam, maaf saya telat" ucap seseorang yang baru datang
Kening Ara berkerut. Ara pikir ini hanya acara makan makan keluarga, ternyata ada orang lain juga
"Silahkan duduk, pak Edwin" ujar Evan
"Kenalkan ini pak Edwin, teman kantor ayah"
Mereka pun salaman satu persatu kepada pak Edwin, begitupun dengan Ara
Selama makan malam kali ini, Ara merasa risih karena sedari tadi pak Edwin terus saja memperhatikannya. Sampai akhirnya makan malam pun selesai, dan keluarga Ara pamit untuk pulang
"Bagaimana kalau Ara pulang saja sama saya?" Ucap pak Edwin membuat Ara kaget
"Wahh, ide yang bagus. Silahkan, boleh saja" ujar Winda, mama Ara
Hah? Apa ini maksudnya? Tidak tidak. Ara tidak mau pulang bersama pak Edwin
"Ara nggak mau, Ayah" rengeknya kepada sang ayah
"Tidak usah membantah. Cepat ikuti pak Edwin" tegas sang ayah membuat Ara hanya bisa pasrah lalu mengikuti pak Edwin untuk keluar dari cafe
Selama di perjalanan, Ara diam saja. Bahkan tidak ada satupun dari mereka yang berbicara satu sama lain
Lalu mata Ara membulat sempurna ketika mobil pak Edwin melewati jalan menuju rumahnya
"Pak, kita ini mau kemana?" Tanya Ara agak sedikit was was
Bukannya menjawab, Pak Edwin malah meletakkan tangannya di paha Ara membuat Ara tersentak kaget
"Ehmm, pak, maaf. Tangan anda tidak sopan"
"Tidak apa" tangan pak Edwin semakin menjadi jadi. Dia menyingkap dress Ara sebatas paha lalu mengelusnya
Ara mencoba menyingkirkan tangan pak Edwin namun tenaganya tidak cukup kuat
"Pak, bapak jangan semena mena sama saya" ucapnya sedikit berteriak
"BISA DIAM TIDAK" bentak Pak Edwin membuat Ara terdiam. Ara semakin takut tak kala melihat mobil pak Edwin memasuki area....hotel?
"Aaaaaa.. tidak tidak. Apa aku mau diperkosa oleh pak Edwin? Ya Allah, tolong Ara" batinnya
"Turun. Cepat turun" ujar pak Edwin yang langsung dituruti oleh Ara
Saat Ara turun, pak Edwin belum turun yang artinya Ara bisa kabur kapan saja. Dengan segera Ara berlari keluar hotel dan sampai di pinggir jalan raya yang cukup ramai. Sesekali Ara melihat ke arah belakang takut takut pak Edwin mengejarnya
Pak Edwin yang melihat Ara tidak ada di luar langsung panik. Dimana Ara? Dengan cepat, pak Edwin segera menghidupkan mobilnya kembali untuk mencari Ara
Ara sudah berjalan sekitar 15 menit namun bukannya sampai di rumahnya, ia malah tersesat. Handphone kedua orang tuanya pun tidak dapat dihubungi, lalu bagaimana dia sekarang?
Tin tin
Suara klakson mobil terdengar, dan berhentilah mobil tepat di depan Ara. Ara sangat takut. Saat ingin berlari, seseorang memanggilnya membuat ia menghentikan langkahnya dan berbalik
"Ara," ucap orang tersebut
"Syaa." Ara berlari memeluk sahabatnya itu. Untung saja ada Reisya disini, kalau tidak, pasti dia tidak akan bisa menemukan jalan pulang
"Kamu nggak kenapa napa kan?," tanya Reisya cemas
"Ng---"
Ucapan Ara terpotong ketika melihat mobil pak Edwin menuju ke arahnya.
"Re Reisya tolongin aku." Ara bersembunyi di balik badan Reisya
"Ayo masuk mobil, kamu cerita sama aku." Reisya mengajak Ara untuk masuk ke dalam mobilnya
Ketika di dalam mobil, Ara melihat mobil pak Edwin sudah jalan lebih dulu ke depan. Ara sedikit lebih tenang
"Tenang, Ra. Nanti kamu bisa cerita sama aku," ucap Reisya berusaha menenangkan Ara
Sesampainya di rumah Reisya, Ara membersihkan diri dan meminjam baju Reisya.
"Udah bisa cerita sekarang?," tanya Reisya membuat Ara menghela napas lalu mengangguk.
"Jadi..."
Ara menceritakan kejadian yang terjadi padanya tadi. Dimulai dari awal pertama pertemuannya dengan Pak Edwin di cafe, hingga kejadian di mobil dan saat mereka berada di hotel
"Astagaa...aku nggak nyangka. Untung aja kamu masih nggak di apa apain sama pak itu." Reisya memeluk Ara. Terlihat semburat kekhawatiran di wajahnya membuat Ara tersenyum
"Aku nggak apa apa. Makasih udah datang di waktu yang tepat," ujar Ara sambil memeluk kembali Reisya. Sahabatnya ini selalu ada ketika ia butuh, mereka sudah bersahabat hampir 6 tahun. Jadi wajar saja mereka seakrab ini.
"Kamu tidur di sini atau tidur di kamar sebelah?," tanya Reisya
"Di sini aja deh. Aku masih nggak nyaman kalau tidur di kamar sebelah"
"Yaudah, ayo. Besok kita sekolah. Kamu pakai baju aku aja. Aku ada dua baju seragam kok," ujar Reisya membuat Ara tersenyum
Mereka pun tertidur
"Eh, Ara. Apa kabar?," tanya mama Reisya ramah
"Alhamdulillah baik, Tante."
"Jangan sungkan sungkan buat main kesini ya, anggapa aja rumah sendiri," ujar mama Reisya membuat Ara tersenyum. Ara merasakan kembali hangatnya kekeluargaan. Mirip sekali dengan keadaan keluarganya beberapa tahun lalu
________________Mereka sudah sampai di sekolah diantar oleh supir pribadi Reisya tadi. Ara melihat Reisya diperlakukan seperti ratu oleh kedua orangtuanya. Berbeda sekali dengan Ara. Ah, harusnya dia bersyukur masih diberi kenyamanan.
Hari ini adalah hari terakhir sekolah sebelum liburan akhir semester dan selanjutnya mereka akan masuk semester baru di kelas 12, dan yang pasti mereka akan sangat sibuk
"Nanti kamu masih nginap di rumah aku atau pulang?" tanya Reisya saat mereka akan menuju kantin. Sekarang free class jadi mereka bebas akan kemana saja.
"Pulang aja, aku takut dimarahin Ayah," ujar Ara membuat Reisya mengangguk.
"Nanti aku antar pulang, oke?"
"Oke deh"
Mereka berdua pun berjalan beriringan menuju kantin sambil sesekali tertawa
Sekarang Ara sudah sampai di rumah setelah tadi diantar oleh supir Reisya. Ketika ditawari mampir, Reisya menolak. Jadinya Ara tidak akan memaksa
"Assalamualaikum"
Praaangggg...
"Awhh, ayah...."
Praaangggg"Awhh...ayah...." Ara terduduk di lantai karena kakinya terkena pecahan vas yang dilemparkan ayahnya itu"Kamu dari mana saja hah? Bukannya pulang malah keluyuran. Kamu sudah tidak mau tinggal disini lagi?" bentak Evan"A-ayah ta-tadi malem i-itu---"Pasti dia mau ngeles yah. Ngaku kamu! Tadi malam kamu ke hotel kan sama pak Edwin," ucap Winda membuat Evan melotot"Kamu dibawa ke hotel?" teriak sang ayah membuat Ara gelagapan sendiri"Tapi Ara berhasil kabur, Yah," ucap Ara yang sebenarnya."Lalu kenapa kamu tidak pulang? Hah? Kamu tidak mau tinggal disini lagi? Atau kamu malu karena kamu sudah bukan gadis lagi?" Winda memanas manasi keadaan. Memang ibu tirinya itu selalu menyudutkannya"Nggak, Ma. Tadi A-Ara ada di rumah Reisya. Ta-tadi malem Ara berhasil ka-kabur" jawab Ara dengan suara bergetar. Ia tidak salah apa apa tapi ke
"Eh..kenapa, Ma?""Mau kemana kamu?" tanya Winda sinis"Ara mau ke kamar, emangnya kenapa?""Cepet beresin rumah. Cuci baju juga jangan lupa masak, kita mau shopping dulu," suruh Winda lalu pergi bersama AmeyraAra masih terdiam sambil menatap Winda dan Ameyra yang mulai memasuki mobil.Ara menghela napasnya pelan. Tugas baru di hari pertama liburan. Tidak masalah lah, pikirnya. Ia pun mulai menyapu lantai dari lantai atas sampai teras depan, tak lupa juga mengepel dan menyiram tanaman. Ara sudah seperti asisten rumah tangga saja._______________"Huftttt capek banget," keluh Ara yang baru saja selesai mengerjakan semuanya. Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore, sebaiknya Ara mandi terlebih dahuluSelesai mandi, Ara hanya berdiam diri di sofa sambil memakan snack kesukaannya. Rumah terasa sepi sekali, ayah, ibu dan saudara tirinya sedang tidak ada di rumah. Ara juga sudah memasak, takut takut makanannya jadi dingin"K
Kini Ara dan Winda sedang berada di rumah sakit. Beberapa menit lalu baru saja Meyra masuk di dalam ruangan untuk ditangani dokter"Kalau ada apa apa yang terjadi pada anak saya, kamu saya hukum," ancam Winda sambil mondar mandir di depan ruangan tempat Meyra diperiksa.Sedangkan Ara hanya duduk di kursi sambil menunduk. Dia juga tidak tahu kalau Meyra alergi udang, kalaupun dia tahu maka dia akan memisahkan udang dengan sop-nya."Dok, gimana keadaan anak saya?" Winda langsung menghampiri dokter yang baru saja keluar dari ruangannya."Alhamdulillah, anak ibu baik baik saja. Untungnya tadi dia tidak memakan udangnya terlalu banyak sehingga alerginya tidak begitu parah. Nanti saya akan buatkan resepnya, saya permisi dulu," jelas dokter tersebut lalu pergi meninggalkan Winda dan Ara.Winda pun segera masuk ke dalam ruangan Meyra. Sedangkan Ara masih terdiam di luar."Masuk ng
Kini Ara sudah sampai di rumah. Tadi sebenarnya Reisya menawarkan agar Ara menginap dulu di rumahnya namun Ara menolak karena tidak ada ayahnya dan mungkin dia akan dimarahi oleh mamanya."Tau gini aku nginap aja di rumah Reisya, Meyra kayaknya masih dirawat deh," ucap Ara yang kini sedang menonton film di kamarnya.Reisya💜 is calling...Halo?Halo, Ra. Gimana?Dirumah nggak ada orang, kayaknya mama sama Meyra belum pulang.Tau gitu kamu nginap aja di rumahku, mau aku jemput nggak?Eh, ngapain? Nggak usah. Aku di rumah ajalah, lagian besok besok juga bisa nginap ke rumahmu.Ohhh okedeh, oh iya aku dipanggil mama buat makan, aku makan dulu ya. ByeeeIya, byeeReisya mematikan teleponnya secara sepihak lalu Ara juga teringat dirinya belum makan dari tadi
"Araaaaaaa."Ara yang mendengar itu langsung terduduk. Kenapa Meyra memanggilnya?CeklekTerlihat Meyra yang sudah berpenampilan rapi. Mau kemana dia?"Mau kemana?" tanya Ara."Ke mall, ikut nggak?" tawar Meyra membuat Ara bingung, tumben sekali Meyra menawarinya untuk ikut."Temenin gue, yuk." Meyra mendekat ke arah Ara lalu duduk di sampingnya."Yaudah, aku mau cuci muka bentar," ujar Ara lalu masuk ke dalam kamar mandi, sedangkan Meyra keluar dari kamar Ara menuju kamarnya sendiri.Ara berdiri di depan lemarinya lalu memandang baju baju yang terletak disana. Jika dipikir pikir, banyak sekali bajunya ini. Kapan dia membelinya ya?Akhh ini bukan waktunya untuk memikirkan itu, sekarang waktunya untuk bersiap siap karena sepertinya Meyra sudah menunggu.CeklekMeyra menyembulkan kepalanya l
Kini mereka berdua dalam perjalanan pulang. Setelah membicarakan Satria tadi, Meyra banyak berdiam diri dan tidak mengeluarkan sepatah kata pun membuat Ara bingung. Ingin bertanya, namun takut salah. Jadi lebih baik diam saja.Sesampainya di rumah, terdapat mobil seseorang yang tidak Ara dan Meyra kenal membuat mereka berdua saling pandang. Dengan segera, Meyra keluar dari mobil dan berlari menuju ke dalam rumah. Ara yang melihat hal itu bingung dan ikut mengejar Meyra."Meyra," panggil Ara membuat Meyra menoleh."Lo kenal ini mobil siapa?" tanyanya membuat Ara menggeleng. Ara saja tidak tahu, kenapa malah bertanya."Apa mama udah pulang?" celetuk Ara membuat Meyra terdiam."Bisa jadi, ayo masuk." Meyra dan Ara melangkah masuk dan menuju ke kamar Winda.Tok tok tok"Mamaaaa," panggil mereka berdua namun tidak ada jawaban."Maaaa," panggil
Setelah sarapan tadi, sekarang Ara sedang cuci piring. Tadi Winda mengancamnya untuk cuci piring, lalu saat ditanya oleh Evan mengapa Ara yang mencuci piring, dengan pintar Ara mengelak dengan alasan bergantian karena tadi ia tidak membantu berberes rumah.Kini ia sedang berada di dapur berkutat dengan piring piring kotor yang sedang ia cuci. Dari ruang tamu terdengar suara gelak tawa dari Meyra, Winda maupun Evan. Mereka bercanda tawa sedangkan Ara disini sedang melakukan tugas rumah. Ara rindu ayahnya yang dulu. Rindu keadaan yang dulu, Ara rindu bunda juga. Air mata Ara ingin menetes namun dengan cepat Ara menahannya. Dia tidak boleh menangis, dia sudah berjanji kepada bundanya untuk selalu tersenyum.Selesai mencuci piring, Ara akan kembali ke kamarnya saja, namun Evan memanggilnya membuatnya mau tak mau menghampiri nya."Ara, kamu mau ikut jalan jalan?" ujar Evan membuat Ara tersenyum. Tak sengaja matanya menangkap Winda yang memelototinya
Bel istirahat sudah berbunyi 5 menit yang lalu. Kini Ara dan Reisya juga tengah menikmati makanannya. Sesuai janji, Ara mentraktir sahabatnya itu makan bakso dan juga jus alpukat. Saat sedang asyik mengobrol, atensi mereka tertuju pada gadis gadis yang baru masuk ke dalam kantin. Suasana kantin menjadi ricuh karena kedatangan Ellyn dan Sisca. Mereka adalah mouswanted SMA Permata. Tapi yang membuat Ara heran, disana ada Meyra. Apakah Meyra bergabung dengan geng Ellyn? Apakah Meyra juga akan ikut ikutan menjadi tukang bully seperti Ellyn?"Ra, itu si Meyra," ujar Reisya membuat Ara mengangguk. Mereka berdua terus saja memperhatikan Meyra yang berjalan dirangkul oleh Ellyn. Seperti sudah akrab lama, mereka pun mulai bercengkrama sembari tertawa."Ih, jangan sampe deh Meyra ketularan Ellyn jadi tukang bully," celetuk Ara membuat Reisya mengeryit."Lah, biarin aja. Orang jahat emang cocok temenan sama orang jahat," julid Reisya membuat Ara menggeleng.&nbs
"Loh? Kok kamu udah dateng sih?" tanya Ara yang baru turun dari mobil bersama Reisya. Mereka kaget karena Satria yang tiba-tiba sudah nangkring di depan rumah Reisya."Ya ngga boleh cepet-cepet?" tanya Satria membuat Ara menggeleng. "Ya boleh. Siapa bilang nggak boleh," jawabnya membuat Satria mengangguk."Yaudah yuk masuk, nggak enak kalo di luar terus," ajak Reisya. Mereka bertiga pun masuk ke dalam rumah. Keadaan rumah sangat sepi karena Reino yang pergi ke luar kota bersama temannya dan orang tua Reisya yang berada di luar negeri."Om sama Tante nggak pulang, Sya?" tanya Ara membuat Reisya menggeleng. Ara hanya ber-oh saja."Gimana Meyra? Udah sampe rumah kan?" Ara bertanya kepada Satria dan dibalas dengan gelengan."Loh?""Aku tinggalin. Lagian ya, Ra. Si Ellen sama Sisca tuh belum pulang. Jangan percaya deh sama sandiwara mereka," jelas Satria membuat Ara menghela napas lalu mengangguk."Oke,"
Tidak ada yang spesial di hari Minggu ini. Besok sudah Senin saja, waktunya upacara. Sebenarnya, meskipun Ara pintar, ia juga seperti murid pada umumnya yang tidak menyukai upacara. Panas, capek, keringetan, pegel semua.Ara sudah selesai belajar dan menyiapkan buku mapel untuk besok. Rencananya, besok setelah pulang sekolah ia akan mampir sebentar ke rumah Reisya untuk mengerjakan tugas kelompok.BrukAra merebahkan dirinya di kasur. Ia menatap langit kamarnya lalu tersenyum. Beberapa hari ini, kehidupannya berjalan dengan baik. Hari-harinya menjadi bahagia. Tidak ada yang melakukan kejahatan pada dirinya, ia selalu diperlakukan baik oleh semua orang. Senang? Tentu saja. Akhirnya kehidupannya yang dulu kembali walaupun tak sepenuhnya."Kangen bunda," lirihnya lalu menatap pigura yang selalu ia letakkan di atas nakas."15 September, sebentar lagi bunda ula
Paginya, Ara sudah sampai di sekolah. Betapa kagetnya dia karena sepanjang perjalanan menuju kelas, banyak teman-teman lainnya yang meminta maaf kepada Ara."Ra," panggil Reisya ketika Ara sudah duduk di sampingnya."Ini semuanya beneran minta maaf tau, Sya," jelas Ara membuat Reisya mengangguk. Reisya juga tidak habis pikir, sebenarnya mereka benar-benar berubah atau tidak."Tapi kamu jangan langsung percaya gitu aja, Ra. Takutnya kamu dijebak," ujar Reisya serius membuat Ara mengangguk. Benar, ia jangan terlalu percaya begitu saja kepada Meyra dan yang lainnya. Siapa tau ini hanya bualan mereka semata."Oh iya, Minggu depan Meyra ulang tahun, kayaknya kamu juga bakalan diundang deh."Reisya terkaget, "hah? Dirayain lagi?""Ya iya, kan emang biasanya gitu," ujar Ara membuat Reisya menggeleng."Terus ka
"Salepnya digunakan secara rutin ya, agar segera pulih dan bekasnya tidak terlihat," jelas dokter membuat mereka mengangguk."Baik, dok. Terima kasih,"Setelah kepergian dokter, mereka bertiga berdiam di ruangan. Tanpa mengucapkan kata sedikitpun.Lalu atensi mereka teralihkan karena mendengar pintu ruangan yang terbuka."Araaa," teriak Meyra, Ellen dan Sisca. Hah? Mereka kenapa?Satu-persatu mereka memeluk Ara yang tengah berbaring di ranjang rumah sakit. Sedangkan Reisya dan Satria saling tatap."Ara, maafin kita karena udah buat jahat sama kamu," ujar Ellen tiba-tiba membuat semuanya kaget.Bisa gitu ya?"Iya, Ra. Maafin juga ya kita udah bikin kamu masuk rumah sakit terus. Aku bakal bayarin biaya rumah sakitnya.""Ga perlu," tolak Satria dengan tegas. Wajahnya yan
Pagi ini, Ara sudah bersiap-siap untuk pergi sekolah. Berusaha mungkin ia akan menguatkan mentalnya karena pasti saat disekolah ia akan dibully habis-habisan mengingat kejadian kemarin yang tersebar luas seantero sekolah."Sayang, sini duduk," ajak Evan membuat Ara tersenyum dan duduk di samping ayahnya."Berani juga, Lo masuk sekolah," batin Meyra sembari menatap Ara sinis."Ada apa, Mey?" tanya Evan yang tidak sengaja melihat Meyra yang sedang menatap Ara."Eh, nggak yah." Meyra gelagapan sendiri lalu beralih memainkan ponselnya. Semoga saja ayahnya tidak ada curiga terhadapnya."Ara nanti ayah yang antar ya?" tanya Evan membuat Ara terdiam sejenak kemudian mengangguk."Meyra?" Evan beralih bertanya pada anaknya itu. Ya walaupun bukan anak kandungnya setidaknya Evan berusaha adil kepada mereka berdua.
Disini Ara sekarang, gudang belakang rumahnya. Tadi setelah di siksa oleh Angel dan Sisca, Ara langsung dimasukkan ke dalam gudang belakang. Badannya menggigil karena kedinginan. Bahkan ia saja masih memakai seragam."Aakhh, bunda," lirihnya. Suasana gudang yang gelap ditambah dengan cuaca yang mulai dingin membuat Ara semakin menggigil.Ia ingin meminta bantuan juga tidak mungkin, kepada siapa ia akan meminta bantuan. Berteriak pun percuma, ini gudang belakang tidak ada seorangpun yang akan mendengar."Tolongin Ara," lirihnya. Bibirnya sudah pucat pasi, terlebih dia belum makan sejak siang tadi. Kepalanya sudah mulai berkunang-kunang, tubuhnya siap untuk ambruk namun tidak jadi karena pintu gudang sudah dibuka."Heh, keluar lo," teriak Meyra dari luar membuat Ara berdiri dan berjalan pelan menuju pintu gudang."Buruan, lama banget sih." Meyra menarik lengan Ara dan dibawanya masuk ke dala
"Makasih, Sat." Ara menurunkan dirinya dari motor milik Satria dan melepas helm milik laki-laki itu."Sama-sama, besok berangkat sekolah aku yang anter ya?" tawar Satria membuat Ara dengan cepat menggeleng."Loh, kenapa?" tanya Satria bingung sedangkan Ara berpikir keras untuk mencari alasan."Ra, ayah kamu lagi sakit, gak mungkin juga kan anterin kamu,""Reisya juga, akhir-akhir ini dia berangkat telat kan? Kamu juga cerita katanya Reisya nggak bisa dihubungi," ucap Satria membuat Ara semakin bingung."Nggak, aku nanti sama pak supir aja, mungkin berangkat bareng sama Meyra," ujar Ara membuat Satria mengernyit."Bukannya kamu bilang supir kamu lagi cuti, ya?""Astaga," batin Ara menepuk dahinya pelan."Ra, segitu nggak maunya kamu berangkat sama aku?" ucap Satria lirih."Ah nggak, Sat. Aku dengan senang hati mau berangkat sama kamu kok, tapi untuk besok nggak dulu, ya," ucap Ara
Sesampainya di rumah, Ara merebahkan dirinya di kasur empuk miliknya. Ingatannya masih terbayang tentang kejadian tadi saat ia melihat Reisya bersama Reino di hotel.Ara terduduk. Ia berinisiatif akan menelepon Reisya agar memastikan gadis itu baik-baik saja.Sudah hampir 10 kali namun Reisya tak menjawab panggilannya padahal jelas-jelas disitu sedang berdering. Ara semakin khawatir dengan apa yang dialami Reisya. Semoga saja tidak terjadi apa-apa.Tok tok tok"Masuk,"Masuklah Meyra yang langsung duduk di ranjang milik Ara."Kenapa?" tanya Ara sembari mendudukkan dirinya."Lo bisa jauhin Satria?" ucapnya dengan tatapan tajam membuat Ara bingung."Untuk?""Gue suka sama Satria!!" bentak Meyra membuat Ara berjingkat kaget. Apakah iya?"Aku sama Satria cuman sebatas teman aja, nggak lebih. Kamu boleh suka sa
"Heh!" Seseorang menarik rambut Ara dari belakang membuat sang empu hampir saja terjengkang jika tidak berpegangan pada tiang."Lo pake pelet apa? Hah?" hardik Ellen kepada Ara. Ara yang tidak tahu maksudnya hanya mengerutkan kening."Gak usah pura-pura nggak tau. Lo itu ganjen banget sama si anak baru itu ya," tuduh Sisca makin-makin."Siapa? Awhh, Satria?" Ara mulai membuka suaranya dan berusaha melepas cengkraman tangan Ellen."Berani-beraninya lo berangkat bareng gebetan gue, mau lo apa sih, dasar anak pembantu,"PlakMeyra menampar keras pipi kanan Ara membuat sang empu meringis hingga menimbulkan bekas merah."WOY APA-APAAN LO," teriak seseorang dari arah sana. Semuanya menoleh dan mendapati, Reisya? Apakah itu Reisya?"Sya?" Ara juga tak kalah terkejut sama seperti siswa-siswi lain. Reisya yang, berbeda. Ya, rambutnya yang ia potong