"Apa yang ada dalam pikiran, kalian ingin menguasai harta kami? Itu semua milik kami bukan hak kalian. Apa kalian tidak takut teguran dari Allah, sampai kalian tidak takut dengan akibat dari perbuatan kalian ini?!" seru Arumi, mengangkat jarinya menunjuk tiga wanita di depannya."Kamu nggak usah ceramah. Udah cepetan mana sini! Andara bantu mbak tahan dia, ibuk tahan bocah kecil itu," "Lepaskan anakku, kalian keterlaluan demi harta tega melakukan hal keji! Ibu dengar, sedikit saja ibu menyentuh anakku, aku pastikan tidak akan memanggilmu ibu!" seru Arumi. Berusaha melepaskan diri dari cengkraman Entik dan Andara."Kamu pikir siapa, kamu? Selamanya kamu nggak panggil ibu, ndak masalah. Kamu cuma menantu miskin yang cuma jadi beban anakku!" "Mbak iket aja. Arumi punya tenaga apa sih, kuat banget," kesal Andara, hampir saja kalah tenaga dengan Arumi yang terus memberontak."Tahan sebentar, aku tadi hubungi mas Yoga. Sebentar lagi mereka datang," "Aku tidak akan melupakan hari ini. In
Sejak kepulangannya dari rumah Arumi dan Bayu, Bu Laras tidak hentinya terus memikirkan apa yang dikatakan oleh putra bungsunya hingga saat ini begitu membekas di hatinya."Buk, uang penjualan rumah si miskin itu masih ada? Aku pinjam ya, nggak banyak kok," Yoga duduk di samping Bu Laras. Anak sulungnya yang selalu merongrong uang darinya, bahkan warisan nenek Bayu sebagian sudah di ambil oleh Yoga."Uang? Bukannya kamu punya bagian? Sudah habis?" tanya balik Bu Laras."Aku beli mobil Buk, tapi aku mau beli yang lain lagi," sahut Yoga."Beli apa lagi? Mobil masing-masing, ibu juga mau beli sesuatu. Sudahlah ibu mau istirahat." Bu Laras melangkah ke kamar meninggalkan putranya begitu saja."Buk pinjemin aku. Aku lebih butuh uang itu dari pada ibu," Yoga terus mendesak membuat Bu Laras jengah.Bu Laras berbalik di tatapnya anak kesayangan itu. Sesaat sebelum suaranya kembali terdengar."Kamu dapet bagian lebih besar dari kami apa sudah habis? Kalau cuma beli mobil masih ada sisanya. Yog
"Mas, kamu masih mikirin ibu? Apa perlu kita ke sana, lihat keadaan ibu, mas?" tanya Arumi, melihat Bayu yang lebih diam sejak kejadian satu minggu lalu. "Buat apa dek? Mas tidak akan menginjakan kaki di rumah itu lagi. Biarkan saja mereka menikmati hak yang bukan miliknya, suatu saat nanti mereka kena karmanya." Sahut Bayu dingin."Mas nggak boleh ngomong gitu. Biar bagaimanapun Bu Laras itu ibu kandung kamu," Arumi duduk di samping Bayu mengusap lembut punggung kokoh itu."Ibu kandung rasa ibu tiri. Entah lah, mas masih enggan ketemu. Selama ini aku terlalu nurut sama mereka terlebih ibu, karena aku berfikir jika ibu akan sayang sama aku di kemudian hari nyatanya sampai detik ini ibu tidak peduli sama aku menganggap jika aku ada hanya karena tujuannya. Mas lelah dek, terlebih pada mereka berdua. Sekarang aku paham kenapa mas Yoga sama mas Duta selalu mengungkit aku numpang anak tidak di harapkan. Aku terlalu polos atau —" ucapan Bayu terhenti, Arumi menutupnya dengan tangannya. Gel
"Kamu dari mana?" Duta berdiri menghadang Andara yang akan masuk ke dalam kamar."Ada apa mas? Kenapa kamu tanya begitu?" tanya balik Andara."Jawab aja. Kamu pergi kemana?""Udah aku bilang ada kerjaan di luar. Kamu ini kenapa sih?" "Tugas kantor apa tugas pribadi? Diam di sini. Aku belum selesai bicara!" Duta menarik pergelangan tangan Andara menjatuhkan tubuh wanita muda itu di kursi ruang keluarga."Kamu pergi sama mas Yoga?""M– mas Yoga? Maksud kamu apa sih?" tanya Andara, panik."Jawab aja jujur. Sebenarnya kamu pergi urusan kantor apa pergi sama selingkuhan kamu?" Duta menatap wajah Andara yang terlihat pias. "A– aku, pergi urusan kantor. Kamu mikir aku selingkuh sama mas Yoga, panggil kesini kakak kamu, kita bicara. Aku nggak mau ya, di tuduh selingkuh sama kakak kamu." Ucap Andara datar."Kamu pikir aku main tuduh, begitu? Oke. Aku hubungi mas Yoga!" Duta menghubungi kakaknya tidak menunggu lama sambungan telpon terhubung."Ada apa, Ta?""Mas ke sini, bisa? Ajak pula mbak
"Maksud mas Yoga apa? Siapa yang sombong?" tanya Bayu, menelisik wajah Yoga."Kamu pikir? Kalau kami sudah biasa dengan kekayaan tapi kalian, ck! Sudahlah aku malas debat sama orang seperti kalian." Mereka memilih duduk menjauh dari keluarganya, Bayu tidak ingin ada keributan di acara Bu Eti.Acara yang kembali di mulai setelah berapa saat di hentikan berganti dengan menikmati jamuan yang sudah di siapkan oleh pemilik rumah. Keluarga Bayu terus memperhatikan pakaian yang melekat di tubuh keluarga Bayu. Bagaimana tidak pakaian yang harganya tidak murah itu kini melekat di tubuh mereka yang di anggapnya miskin. Terlebih sejak tadi sikap Bu Eti yang berbeda pada Arumi dan Bayu terlebih pada Salwa."Tamu istimewa Bu Eti sapa mbak?" Andara menyenggol lengan Entik."Mbak juga nggak tau, liat aja nanti. Siapa yang di ajak Bu Eti berdiri di sana," ucap Entik.Tak lama Bu Eti keluar hingga acara selesai dan membagikan berapa bingkisan berserta amplop pada warga yang hadir.Tidak ada penyebut
Mereka serentak menoleh ke arah suara. Di mana tiga wanita itu berdiri di sana."Ibu tunggu di sini aja ya. Aku mau menemui ibu mertua.""Nak apa ibu mertua kamu masih begitu? Ibu kok, nggak terima ya." Arumi menggeleng. Menepis praduga Ibunya."Sebenarnya baik hanya saja —" Arumi urung melanjutkan ucapannya, suara ibu mertuanya kembali terdengar."Arumi cepetan kamu! Jadi karyawan aja sombong. Berapa sih gaji kamu di sini?" "Ibu ada apa? Aku sedang beres-beres," sahut Arumi, benar adanya."Alasan aja kamu. Mana motor itu?" "Motor? Motor siapa, buk?" Arumi semakin di buat bingung, 'apa mungkin motor yang berapa hari lalu di pakai ke rumah Bu Eti?' batin Arumi."Eh, bengong lagi. Mana cepetan! Lama banget mikirnya!" Entik menyentak lamunan Arumi."Siapa yang lama? Lagian yang ibu maksud itu motor siapa?" tanya Arumi, walau ia tahu maksud Ibu mertuanya."Belaga nggak tahu kamu. Motor punya ibu, siapa lagi? Kamu pikir kamu punya hak? Itu hak ibu ngerti kamu? Mana cepetan kasih motor it
Yoga berdiri dengan wajah garangnya begitu pula dengan Duta, Meksi tidak seperti Yoga akan tetapi Duta masih mampu mengontrol emosinya pada Bayu dan keluarganya."Motor itu mana? Kamu jangan asal bicara mas. Tanyakan dulu motor itu punya sapa!" geram Bayu."Alah kamu jangan sok lugu. Mana cepetan itu punya ibu, kamu nggak mau kan kalau kami membuat onar di sini bisa bisa kamu di usir dari ini. Tau rasa kamu!" Yoga tersenyum puas melihat Bayu hanya diam. Hatinya bersorak sebentar lagi motor mahal itu akan menjadi miliknya."Lama banget mana cepetan!" sambung Yoga."Tidak. Tidak ada satupun dari kalian yang menyentuh motor itu apalagi sampai membawanya pergi. Sebaiknya kalian pergi jika kedatangan kalian cuma bisa merusak dan membuat onar di rumahku." Tegas Bayu."Rumah kamu? Hahaha, mimpi aja kamu. Mana bisa kalian punya rumah semewah ini sedangkan kami yang kerja kantoran aja harus mikir-mikir." Ujar Entik."Itu kan kalian, tapi tidak buat kita." Sahut Bayu, menyombongkan diri. Tidak
Kemarahan yang tidak bisa di bendung lagi, membuat Bu Laras menyambar gelas di meja dan menyiram wajah Bu Wati. Arumi yang geram berdiri menghampiri Ibu mertuanya. Bahkan Bayu tak kalah marahnya melihat sikap Ibunya pada orang tua Arumi."Apa yang ibu lakukan, hah? Apa karena selama ini aku diam, lantas ibu abaikan? Jangan membuatku lupa kalau ibu adalah wanita yang sudah melahirkan suamiku!" Arumi menahan pergelangan tangan Bu Laras, tatapan marah sekaligus kecewa atas sikap Ibu mertuanya yang tidak menghargai Ibunya. Bahkan tangan itu akan menampar wajah Ibunya."Jangan kurang ajar kamu! Aku ini orang tua, kamu seenaknya bersikap seperti itu padaku hah! Bayu, kamu ceraikan wanita seperti dia. Kamu bisa menikah dengan wanita pilihan ibu, dia lebih baik dari pada istrimu!" seru Bu Laras, mendelik saat tatapannya bertemu dengan Bu Wati." Silahkan bawa anakmu, aku tidak peduli. Nikahkan dia dengan wanita pilihan ibu aku sama sekali tidak peduli. Tapi, aku tidak terima atas apa yang ibu
Pagi yang begitu indah, dengan kehadiran orang yang lama tak berjumpa dan bersamaan acara syukuran di kediaman Yoga, hal ini tentu membuat Arumi dan Bayu bahagia. Bagaimana tidak, akhir-akhir ini mereka jarang sekali bertemu hanya anak-anak yang sering berkunjung."Sudah siapa dek?" "Sudah mas, Salwa sama Azka kemana?" Arumi mencari dua anaknya yang sejak tadi tak terdengar suaranya."Mereka ada di depan mbak, ada ibu sama bapak. Mereka lagi temu kangen sampai di panggil nggak ada yang dengar," ujar bude Narsih. "Pantas aja bik, biarin lama mereka tidak bertemu,""Sudah siap dek? Ayok, Bude juga ikut ya," ajak Bayu yang sudah siap."Ada, apa?" sambung Bayu."Nggak mas, aku nggak papa kok, ayok!" Bayu menyatukan dua alisnya melihat sikap Arumi yang tak biasa."Dek, mas perhatikan kamu sering melamun, ada apa? Cerita sama mas," tanya Bayu, yang mengejutkan Arumi."Ya, mas. Kamu bilang apa, tadi?""Tuh kan melamun lagi! Katakan pada mas, jangan buat cemas," ujar Bayu, mengajak Arumi
Dani semakin giat bekerja, mengingat keinginan Sely yang ingin melihatnya kayak dulu lagi. Menjadi seorang manajer adalah impian Sely, namun sampai detik ini tak kunjung mendapatkan pekerjaan yang lain selain menjadi tukang panggul.Sambutan Sely yang selalu ketus, membuat Dani harus lebih sabar lagi menghadapinya. Tidak mudah untuk Sely mengikuti gaya hidupnya yang sederhana. "Belum tidur nak? Perlu ibu buatkan teh hangat lagi?" Bu Irma, yang tanpa sengaja melihat putranya begitu gelisah di depan rumahnya. Jam yang sudah menunjukkan dua belas malam namun Dani masih duduk di teras rumah seorang diri tanpa ada segelas air pun. "Nggak perlu buk, aku cuma lagi nyari angin,""Angin kok, di cari. Sudah malam masuklah, kamu butuh istirahat biar besok badan kamu fit lagi. Angin makam nggak baik untuk kesehatan,""Kenapa ibu belum tidur? Ini sudah malam loh buk,""Ibu sudah tidur dari tadi. Ibu mau ambil minum lihat pintu ke buka, ibu pikir ibu lupa kunci pintu,""Maaf buk, aku bikin khawat
Jam lima sore Dani dan yang lainnya pulang namun, langkahnya terhenti saat mobil kembali datang."Sebaiknya dibongkar besok saja, sudah tidak ada orang lagi, semua karyawan sudah pulang." Ujar pria yang ia panggil bos itu."Tapi kami harus balik lagi pak, pekerjaan dan barang harus segera dikirim kembali, karena yang di sana sudah disiapkan. Apa tidak sebaiknya hubungi mereka pak, supaya kembali lagi dan mengerjakan semua ini. Tapi itungannya jadi lembur untuk mereka," ucap sang sopir, tidak mungkin dia menunggu sampai esok hari. Bahkan bisa dikatakan akan menunggu sampai siang dan itu akan menghambat semua pekerjaannya, sedangkan barang yang harus mereka kirim sudah menumpuk. "Gimana ya, kalau dihubungi percuma aja karena mereka masih berada di jalan. Bagaimana kalau kita tunggu tiga puluh menit lagi?"Belum mendapat jawaban dari sopir, terdengar ucapan salam dari arah samping mereka."Assalamualaikum, bos, apa ada masalah?" ujar Dani."Waalaikumsalam, Alhamdulillah, kamu belum pula
Setelah pembicaraan mereka berdua, Sely memutuskan untuk tinggal sementara di rumah Dani. Ibunya yang begitu baik menyayangi Sely, tidak jarang wanita mudah itu diratu kan oleh Bu Irma."Nak kamu sarapan dulu ya, hari ini jadi nyari kerjaan?" Bu Irma meletakkan nasi goreng di atas meja. Makan sederhana namun begitu nikmat, Sely yang turut serta sarapan sebab Bu Irma sedang menyuapi cucunya.'kalau di rumah pasti aku sibuk ngurus Geo belum lagi buat sarapan sendiri. Mama yang ada malah bikin buat sendiri tanpa inget sama aku,' batin Sely."Jadi buk,""Ya, sudah kalian lanjutkan sarapan biar ibu yang ngurus gantengnya ibu," "Aku pergi dulu ya, kamu bisa bantu ibu kerjakan yang ringan aja. Sepertinya ibu akan sibuk sama Geo," ujar Dani menunjuk dengan dagunya kearah wanita paruh baya yang tengah sibuk dengan cucunya."Ya, kamu jangan pikirin. Udah siang sana!" Sely mengantar Dani setelah sarapan, wanita itu melihat ibu mertuanya begitu telaten mengurus cucunya tidak seperti ibunya yang
"Nggak ada yang perlu dijelaskan lagi, semua sudah jelas. Sebaiknya kamu pergi dan tunggu surat panggilan dari pengadilan agama datang ke rumah kamu. Dan aku ingatkan padamu, untuk tidak datang ke pengadilan cukup tanda tangani saja agar semua cepat selesai. Aku sudah tidak ingin lagi menjadi istri kamu!""Istighfar Sely, kita sudah punya anak, bahkan aku belum pernah menggendongnya hanya beberapa kali kamu datang dan membawakan anak kita dan itu hanya beberapa menit. Apakah kamu tidak ingin mewujudkan impian seperti orang-orang di luar sana, sebagai orang tua yang menyayangi anak-anaknya," Dani mencoba untuk mengambil hati istrinya, yang kini dalam kemarahan yang di timbulkan oleh kesalah pahaman."Sely, kamu jangan dengarkan omongan Dani. Suami kamu yang tidak berguna ini, kamu masih cantik kamu bisa mendapatkan laki-laki yang jauh lebih daripada suami kamu. Percaya sama mama mengenai anak seperti yang mama katakan sama kamu, kalau Dani ingin merawatnya berikan saja anak itu padan
Keesokan harinya Nila dan Sely pergi ke pengadilan agama untuk menggugat cerai Dani. Namun sayang, sebelum mereka sampai ke sana mereka harus bertemu dengan Arumi yang baru saja keluar dari salah satu restoran ternama dengan seorang pria, hal itu tidak dilewatkan oleh mereka berdua. "Mah, ini adalah senjata untuk kita, menekan dan memeras Arumi. Kalau Mereka menolak maka kita ini adukan pada Bayu dan juga kita viralkan!"Mereka mengangguk, sepanjang menuju restoran senyum terukir di bibir mereka berdua. Tidak sampai di sana ibu dan anak itu menghampiri wanita yang melangkah dengan elegan menuju parkiran.Prok Prok!!"Wah! Lihat wanita yang disebut sholehah yang sering menutupi auratnya, justru keluar dari restoran dengan laki-laki yang bukan mahramnya. Lalu sebutan apa yang pantas untuk perempuan seperti dia mah!" tunjuk Sely, mengenai wajah Arumi."Wanita murahan berkedok," Nila, mengetuk kening dengan ibu jarinya. Seolah tengah memikirkan sesuatu."Eh, wanita alim mau ke mana? Kita
"Besan astaghfirullahaladzim, apa segitu bencinya sama anak saya, sampai cucu kita saja kamu perlakukan begitu?" geram Irma."Kenapa? Memang kamu tidak suka. Apa lagi anak kamu pengangguran, mana mantan napi lagi!""Ibu masuk aja ya, biarin Dani yang bicara sama mama," ujar Dani, berharap apa yang akan mereka bicara tidak akan menemui kesulitan."Ya, sudah ibu kedalam dulu. Kamu bicara dengan kepala dingin ya,""Mama duduklah dulu, kita bicara,""Halah, ngapin ngajak ngomong. Sudah sekarang katakan mau apa kamu?""Mah, duduklah tidak pantas kita bicara sambil berdiri," Nila mencebik melihat sikap Dani padanya, Nila akui kalau Dani begitu sopan dan sayang padanya. Tapi itu tidak cukup, Nila ingin lebih. Hidupnya bukan cuma butuh cinta, uang yang akan menunjang kehidupan mereka."Mah, aku sayang sama Sely. Terlebih ada anak di antara kami, mana mungkin aku menceraikannya.""Omong kosong soal cinta. Sebaiknya kamu segera ceraikan anakku, biarkan dia menikah dengan laki-laki yang lebih k
Suara teriakan Arumi mengejutkan Bayu yang sedang berada di ruang makan. Pria tampan itu berlari keluar menghampiri sang istri, alangkah terkejutnya Bayu saat melihat wanita yang sangat ia cintai tengah ketakutan yang luar biasa terlihat wajahnya yang begitu pucat tubuhnya bergetar. "Sayang ada apa? Paket apa yang sudah kamu terima sampai kamu seperti ini?' Bayu memeluk tubuh Arumi, wanita itu begitu ketakutan sehingga tak mampu untuk mengatakan apapun."I–itu mas, aku takut," lirih Arumi, menunjuk kearah kotak yang posisinya terbalik."Kamu tenang ya, mas akan lihat," Meski takut, Arumi menurut ia duduk menjauh dari Bayu. Sama dengan Arumi, Bayu pun mengalami hal yang sama, ia terkejut bukan main.[Tiga tahun sudah kalian hidup dengan tenang, tapi aku tidak begitu saja membiarkan kalian terus bahagia. Kapan waktunya tiba, anak-anak kalian akan mengalami hal yang sama seperti boneka yang aku kirimkan padamu.] Bayu meremas kertas dalam genggaman tangannya. "Sial siapa yang sudah mel
Arumi membayar mobil untuk mengangkut semua barang milik keluarga Tante dari suaminya. "Buk sudah semua, apa ada lagi yang mau di bawa?" "Sudah semua, tolong kamu masukkan semua ke dalam. Nanti ada ibu yang menunggu di sana, ini bayarannya,""Terima kasih buk, nanti saya rapikan,""Terima kasih pak."Arumi meninggalkan rumah yang selama ini di tempati oleh Dani, 'seandainya kejadian di restoran itu tidak terjadi. Maka hidup kalian akan tenang di sini, aku pasti akan membantu kalian untuk berbicara dengan Mas Bayu," batin Arumi.Setelah kejadian kemarin, Arumi tak lagi bertemu dengan saudara dari suaminya. Kali ini ia ingin menemui Nila dan Sely yang berada di kantor polisi. Belum sempat masuk ke dalam mobil seorang wanita yang rumahnya tidak jauh dari rumah Dani menghampiri."Assalamualaikum Bu Arumi,""Waalaikumsalam," Wanita itu tersenyum melihat kebingungan Arumi, ia kembali bersuara. "Buk, suami saya salah satu karyawan di toko pak Bayu," ujarnya menjelaskan."Maaf, Bu Arumi, men