Uang yang Disembunyikan Suami

Uang yang Disembunyikan Suami

last updateLast Updated : 2022-02-24
By:  Jusiah MssnCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
1 rating. 1 review
48Chapters
35.5Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Mail, lelaki yang sengaja menyembunyikan uangnya dari istri demi seorang wanita cantik nan kaya yang berada di depan rumahnya. Bagaimana hubungan antara Mail dan istri ketika sang istri tahu akan pengkhianatan suami? Apakah Marina istrinya memaafkan atau justru akan membalas?

View More

Chapter 1

Ha, Uang di Gulungan CD Suami?

"Dua juta?!" 

Aku dikejutkan sebuah penemuan uang yang menurutku sangat banyak. Bagaimana bisa seorang suami melakukan ini pada istrinya? Menyembunyikan uang dalam gulungan celana dalam. Sungguh, menyakitkan lebih dari diselingkuhi. 

Allah.

Aku lemas. Hati berselimutkan kecewa berat, rasa curiga pun meracuni pikiran. Adakah penjelasan yang mampu membuat hati ini menjadi tenang?

Kemarin-kemarin banyak acara nikahan. Dua di antaranya terpaksa tidak kuhadiri karena kehabisan uang. Minta sama suami tapi katanya juga mengalami hal yang sama, tidak punya uang. Lantas, uang di gulungan celananya itu milik siapa? Tidak kusangka setega itu dia padaku.

Kusimpan kembali lembaran merah itu pada tempatnya. Pakaian suami yang tengah kurapikan terpaksa aku akhiri dengan segera. Selanjutnya ke dapur menyiapkan makan malam. 

Tetes demi tetes air mata jatuh membasahi kedua pipi ini. Entah mengapa aku merasa ada sesuatu yang terjadi tapi tidak kuketahui. 

Sembari menumis daun kangkung, aku selalu membayangkan yang bukan-bukan. Jangan-jangan suamiku menyembunyikan uang itu untuk suatu hal. Berjudi, main perempuan atau jangan-jangan tabungan untuk dipakai menikah?

Teringat beberapa bulan lalu suamiku kepergok lirik-lirikan sama tetangga baru. Mungkinkah dugaanku benar, mereka ada sesuatu?

"Ya Allah," keluhku bersama jantung berdegup. "Janganlah Engkau membiarkan hal ini terjadi. Hanya dia yang aku punya."

"Assalamualaikum. Dek, ini abang."

Suara Abang Mail dari luar. Cepat kumatikan api, kebetulan sayur sudah pun matang. Aku berlari kecil membuka pintu usai menyeka air mata. 

Tampaklah suami yang selalu kupuja, kusayang dan kupercaya berdiri sambil tersenyum manis seperti sebelumnya saat melihatku.

Aku tak membalas senyuman itu, rasa kecewa dan sakit hati masih bersemi di lubuk hati. Teringat uang yang sengaja ia sembunyikan. Betapa tidak berartinya aku hingga tak diberitahu soal uang sebanyak itu. Padahal ada banyak keperluan yang harus aku beli.

"Waalaikumussalam," gumamku sebelum akhirnya memilih masuk.

"Dek, ada apa?" tanyanya, menyusul. "Dek, kamu kenapa? Marah sama abang?" 

Mungkin Abang Mail menyadari perubahan sikapku padanya. Ia mengejar sambil terus melempari beberapa pertanyaan.

Aku tidak menggubris, sengaja pura-pura tuli. Namun, Abang Mail tidak menyerah, ia terus bertanya. Bahkan sedikit memaksa sehingga aku membuka suara.

"Aku butuh uang Bang, bedak habis," kataku, berbohong. 

Tatapanku padanya tak pernah menyiratkan adanya kesenangan. Melihat suami bagai melihat seorang pencuri, marah sudah pasti. Tetapi sebisa mungkin aku menahannya.

"Uang? 'Kan kemarin abang udah bilang enggak punya uang. Ini tinggal uang bensin aja, Dek." Abang Mail memperlihatkan isi dompet. Isinya hanya selembar uang biru. 

Ingin rasanya aku menanyakan soal uang yang berada di gulungan celananya. Akan tetapi aku takut bukannya bisa mengobati rasa penasaranku, malah nanti masalah semakin rumit. Bisa jadi Abang Mail akan berbohong, bisa jadi dia mencari alasan tertentu. 

So, biarlah aku mencari tahu tentangnya secara pelan-pelan. Bangkai bila disembunyikan pada akhirnya tercium juga dengan sendirinya. Aku yakin akan terungkap kebenaran di suatu saat.

****

"Assalamualaikum."

Seseorang memberi salam. Entah siapa dan ada apa mendatangi rumah orang sepagi ini. Jangankan buat sarapan, bangun saja belum. Aku masih terbaring di samping suami yang kini tidak lagi kucinta sedalam lautan. Rasaku padanya perlahan menipis gara-gara mendapat lebaran merah yang disembunyikan.

"Assalamualaikum." Kembali suara itu terdengar bersama ketukan pintu berulang-ulang. Sungguh sangat mengganggu.

"Dek, jam berapa, sih? Ganggu aja, tuh orang." Bang Mail tersadar dari alam mimpinya, tapi masih enggan membuka mata.

"Enggak tahu. Aku cek dulu," balasku, beranjak dari tempat tidur.

Aku berjalan membuka pintu. "Waalaikumussalam."

Seorang wanita berambut panjang berdiri membelakangi pintu. Dari postur tubuh, sepertinya aku tahu siapa wanita itu.

"Siapa, yah?" tanyaku pura-pura tidak kenal.

Dia memutar badan, menghadap diriku sambil berkata, "Masa enggak kenal? Aku ini, loh tetangga barumu, Puspa."

Wanita yang memang bernama Puspa itu tersenyum. Di tangannya terdapat sebuah gelas kosong. Entah mau dibuat apa gelas itu. Tidak mungkin untuk diberikan padaku.

"Oh, Puspa? Ayo, masuk Mbak," ajakku.

Tidak baik membiarkan tamu berdiri di luar. Sebagai tetangga yang baik, aku mencoba memperkenalkan diri dengan cara berbuat kebaikan padanya. Kuulas senyum semanis mungkin biar urung niat jika ingin merebut suamiku. 

"Di sini aja, Mar. Begini, gulaku habis. Bisa pinjam satu gelas?" 

Aku terperangah mendengar kalimat yang keluar dari mulutnya. Ini beneran mau pinjam gula? Bukankah dia berasal dari keluarga yang mampu? Cincin, gelang dan kalung semua dimiliki. Jangankan benda sekecil itu, yang besar saja punya. Dia punya mobil mewah. Rumahnya mewah, berdiri kokoh tepat di depan rumah kami. Hanya jalanan sebagai pembatas.

"Marina, boleh enggak? Satu gelas aja, kok." 

"Eh, iya ... sini gelasnya."

Puspa menyerahkan gelas kosongnya padaku. Aku pun ke dapur untuk mengambilkan gula. Setelah itu, aku keluar. Akan tetapi sebelum sampai di teras, kudengar suara milik seorang pria berbicara dengan Puspa. Namun, tak seberapa jelas sebab ia berbisik.

"Aku kangen."

"Jangan gila kamu! Sana pulang."

Aku semakin mendekat dengan perlahan dan suara itu semakin jelas terdengar. Kuelus dada yang mulai sesak. Oh, apakah gula hanya sebuah alasan kedatangannya kemari?

Hatiku panas, jiwa bergejolak. Balok, mana balok? Ingin rasanya kuhadiahkan balok di tengkuknya.

Bersambung

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Jusiah
Good, next
2022-02-01 15:33:05
1
48 Chapters
Ha, Uang di Gulungan CD Suami?
"Dua juta?!" Aku dikejutkan sebuah penemuan uang yang menurutku sangat banyak. Bagaimana bisa seorang suami melakukan ini pada istrinya? Menyembunyikan uang dalam gulungan celana dalam. Sungguh, menyakitkan lebih dari diselingkuhi. Allah.Aku lemas. Hati berselimutkan kecewa berat, rasa curiga pun meracuni pikiran. Adakah penjelasan yang mampu membuat hati ini menjadi tenang?Kemarin-kemarin banyak acara nikahan. Dua di antaranya terpaksa tidak kuhadiri karena kehabisan uang. Minta sama suami tapi katanya juga mengalami hal yang sama, tidak punya uang. Lantas, uang di gulungan celananya itu milik siapa? Tidak kusangka setega itu dia padaku.Kusimpan kembali lembaran merah itu pada tempatnya. Pakaian suami yang tengah kurapikan terpaksa aku akhiri dengan segera. Selanjutnya ke dapur menyiapkan makan malam. Tetes demi tetes air mata jatuh membasahi kedua pipi ini. Entah mengapa aku merasa ada sesuatu yang terjadi tapi tidak k
last updateLast Updated : 2022-01-04
Read more
Ambil atau Tidak?
Bagai petir menyambar di tengah teriknya sinar matahari. Jantung berasa hendak lompat dari tempatnya. Aku sakit, hati ini terlalu rapuh mendengar suara lembut Abang Mail pada wanita lain. Bagaimana bisa dia secepat itu ke teras? Bukankah tadi masih terbaring di kamar? 'Ya Allah, kuatkan aku.'Kuseka air mata yang tiba-tiba jatuh. Aku menuju teras bersama amarah yang sudah berada di ubun-ubun. Janjiku pada diri sendiri, mereka akan kuberikan hadiah berupa pukulan dahsyat menggunakan sapu yang berada di belakang pintu.Namun, apa yang kulihat nyatanya tidak seperti yang kudengar. Aku bingung, berdiri tegak seperti orang linglung. Sapu yang tadinya ingin kuambil akhirnya tidak jadi.Puspa berdiri seorang diri di teras. Ia memainkan sebuah benda pipih canggih yang disebut HP. Jika Puspa sendirian, lantas suara siapa yang begitu mirip dengan suara suamiku? Dan pergi ke mana pemilik suara itu? Rasanya tidak mungkin aku berhalusinasi. Tidak mu
last updateLast Updated : 2022-01-04
Read more
Mengambil Separuh
Aku terus mondar-mandir di depan lemari. Mata sesekali melirik manja ke gagang pintu tempat pakaian itu. Dilema antara ingin dan rasa takut. Mengambil uang milik suami tanpa seizin darinya bukan perbuatan yang baik. Namun, mengingat uang itu sengaja disembunyikan dariku, mungkin tidak berdosa bila selembar atau dua lembar kupindahkan dalam dompet ini. Apalagi aku begitu butuh."Ampuni aku ya Allah, ini terpaksa," gumamku gemetar. Pintu lemari kubuka lebar. Pelipis mulai basah oleh keringat. Rasa takut yang teramat membuat jantung berdegup. Ini pertama kali aku melakukannya. Setelah mencari sekian detik, bahkan hitungan menit, aku tak juga mendapatkan benda itu. Celana suamiku hilang entah di mana. Aku mulai panik. Ke mana agaknya celana itu pergi? Mungkinkah Abang Mail menyembunyikannya di tempat lain?Tidak. Aku harus menemukan uang itu. Di manapun Abang sembunyikan, aku tetap harus mendapatkannya. Ada banyak barang yang kubutuh.
last updateLast Updated : 2022-01-04
Read more
Panik
Tepat jam enam, aku mulai berkutat dengan peralatan dapur. Memotong ayam menjadi beberapa bagian dan membersihkan sayur untuk kujadikan jamuan makan malam nanti.Sambil mengerjakan tugas, seketika teringat dengan uang milik suami yang sudah aku belanja. Jujur, aku tidak enak hati, merasa bersalah. Akan tetapi, rasa itu berusaha kulawan sekuat hati.Uang itu ada hak aku di dalamnya, tidak salah mengambil separuh. Aku yakin tidak akan dosa seorang istri mengambil uang suaminya yang bisa dikategorikan sebagai suami pelit.Iya, pelit. Aku baru sadar, selama satu bulan ini Bang Mail berbohong. Setiap aku minta uang selalu mendapat jawaban 'tidak ada' sudah dipinjam orang. "Astaghfirullah, ya Allah." Rasanya batinku tertekan.Untuk mengisi paru-paru yang kembali terasa sesak, aku menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya lagi. Selanjutnya berusaha fokus pada pekerjaan yang kulakukan.Selesai membersihkan potongan-potongan ayam, bumbu y
last updateLast Updated : 2022-01-04
Read more
Akhirnya Keceplosan
"Kemana, tuh orang?" Mata mengarah ke pintu kamar yang jaraknya dekat dengan dapur.  Lama aku menunggu teriakan dari Bang Mail, tapi tidak sedikitpun ia bersuara. Jangankan suara, orangnya saja sama sekali tidak muncul. Mungkin Abang belum sadar yang kupakai belanja adalah uang miliknya. Padahal aku tidak sabar ingin melihat bagaimana reaksinya. Tidak sabar ingin tahu untuk apa uang itu dan apa alasannya menyembunyikannya dariku. Akh, gagal. Bang Mail beneran tidak muncul.  Kuangkat piring bekas tempat makan kami ke wastafel. Mencuci semuanya, lalu mengemas sisa-sisa makanan lainnya untuk kemudian kututup kembali menggunakan tudung saji. Setelah kerjaan beres aku menuju kamar.  Pintu kubuka secara perlahan. Tampak Bang Mail sedang duduk melamun di tepi ranjang. Wajahnya terlihat sangat sedih. Aku tidak tahu masalah apa yang sedang dihadapi hingga ia tampak sesedih itu. Tadinya kupikir sudah tidur, ternyata tidak. "Ekhem.
last updateLast Updated : 2022-01-04
Read more
Yang Ingin Ditemui Suamiku
Kutatap wajah Bang Mail penuh selidik. Dia yang tengah kebingungan hanya bisa mengalihkan pandangan seolah-olah takut menatapku.Aku memicingkan mata, menatapnya lekat tanpa bersuara. Tak sabar rasanya ingin mendengar alasan yang akan dikatakannya. Sedetik kemudian, kudekatkan diri padanya, mendongak tak henti menatap."Uang?" tanyaku memastikan. Tetap setia pada kepura-puraan. "Abang punya uang?"Dapat kulihat bagaimana ekspresi Bang Mail ketika kutanya soal uang yang dimaksud. Sepintas ia melihatku, lalu kembali berpaling. Emosi mulai terlukis di wajah tampan itu. Yang demikian membuat hati ini senang."Abang punya uang?" Sekali lagi aku bertanya. "Uang dari mana, Bang? Bukannya Abang bilang enggak punya uang? Dipinjam teman."Aku sengaja mengingatkan semua yang pernah terucap dari mulutnya. Bang Mail harus sadar, harus malu jika yang dilakukan itu tidak baik. Membohongi istri, menyembunyikan uang dari istri itu sangat keterlaluan menurutku. 
last updateLast Updated : 2022-01-05
Read more
Tersenyum Dalam Luka
Kuikuti Bang Mail. Di lorong dekat penyerahan obat-obatan, nyaris saja aku ketahuan. Untung segera menyadarinya dan langsung ikut mendorong brankar pasien yang tengah didorong oleh suster. Juga ada beberapa orang yang ikut serta sambil menangis memegang tangan pasien yang tak sadarkan diri. "Mbak siapa?" Seseorang bertanya. Mungkin keluarga pasien. Kulepas tangan dari brankar itu. "Ak–aku, aku salah orang. Maaf," jawabku setelah yakin Bang Mail sudah tak lagi memerhatikan.  Aku gegas pergi. Melajukan langkah mencari sosok suami yang belakangan ini menyakiti hati. Hampir setiap ruangan kuperiksa dengan teliti, tapi tidak membuahkan hasil. Tepat di depan ruangan ICU, aku mengintip melalui pintu kaca yang transparan.  "Kamu berbohong Bang. Yang bersama Abang di rumah sakit ternyata bukan bos Abang," gumamku. Kucoba mengondisikan detak jantung yang kian melaju. Tidakl
last updateLast Updated : 2022-02-01
Read more
Hubungan Pak Ray dan Mereka
Kupersilahkan masuk ke rumah. Tidak baik seorang tamu dibiarkan berdiri di luar. Apalagi sudah mulai malam dan angin pun bertiup kencang hingga dinginnya berasa menembus ke kulit terdalam. "Tidak perlu," tolaknya datar. "Sadarkan suamimu." Kalimat terakhir membuatku mengingat beberapa hari yang lalu seorang ibu berkerudung datang mengatakan kalimat yang sama. Jangan-jangan ibu berkerudung itu adalah dia? Dia ibunya Puspa yang pernah menatapku diam-diam di teras rumahnya.  Aku tak tahu sedang memikirkan apa di saat netranya mengarah padaku. Dan aku juga tak tahu mengapa ia memintaku menyadarkan Bang Mail.  "Maksud ibu apa, yah?" tanyaku. Rasa ingin tahu ini begitu besar. "Puspa, anakku mencintai suamimu dan suamimu membalasnya. Suruh pria laknat itu bercermin. Dia siapa dan berasal dari keluarga bagaimana? Sadar diri. Anakku tidak sepadan dengannya," jelasnya panjang leb
last updateLast Updated : 2022-02-02
Read more
Pergi dari Rumah
Aku sangat-sangat terkejut. Terlebih lagi kini aku menginjakkan kaki di halaman rumahnya. Rumah yang tidak lain milik Puspa ini membuat hati terasa nyut-nyut ngeri. Berasa kalah dari seorang pelakor. Aku lambat menyadari semuanya. Jika seandainya dari dulu menyelidiki hubungan antara keduanya, mungkin saat itu juga aku berhemat demi membeli rumah baru yang akan kutinggali seorang diri. Mau bagaimana? Allah belum mempercayaiku untuk memiliki seorang anak. "Kamu kenapa, kenal pemilik rumah ini?" tanya Pak Ray.  Tidak ada jawaban dari mulut seorang Marina Anggira. Kulajukan langkah keluar dari pekarangan rumah pelakor itu. Meski sejuta tanya bersarang di kepala, aku tetap tinggalkan depan rumahnya.  'Pak Ray dan mereka ada hubungan apa yah?' batinku terus bertanya-tanya. Aku ke rumah dengan langkah cepat. Ternyata Bang Mail sedari tadi memerhatikan. Sejak kapan dia pulang?
last updateLast Updated : 2022-02-02
Read more
Dia Datang Diwaktu Yang Tepat
 "Lepas aku bilang!" pintaku, meronta.Sekuat tenaga melawan dan mencoba mencari tahu pemilik tangan kekar itu, tapi semuanya gelap. Aku tidak bisa melihat secara jelas siapa agaknya yang begitu cepat mencekal pergelangan tanganku di tengah gelapnya malam? Aku hanya menduga mungkinkah tangan milik Bang Mail? Dari bau parfum sepertinya dirinya. Akan tetapi, itu belum pasti karena parfum yang digunakan Pak Ray saja mirip dengan yang digunakan suamiku. "Lepas!" Tak henti-hentinya melawan hingga rasanya tenaga sedikit terkuras. Aku mulai lelah hingga terpaksa menggigit tangannya."Marina, kumohon jangan pergi. Abang sangat mencintai kamu."Suara itu? Ternyata dia Bang Mail. Berarti dia terbangun tak lama setelah aku pergi.Meski sudah aku gigit, Bang Mail tetap enggan melepas tangan ini. Ia terus memegangnya erat lalu berjalan meraih koper dan HP yang tergeletak di pinggir jalan.Kulihat layar HP retak. Ini semua
last updateLast Updated : 2022-02-05
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status