Karin terdiam, hatinya remuk dan teramat sakit, kala membaca secarik kertas usang yang berasal dari coretan tangan Yusuf untuk Aisya, yang tidak lain, adalah Adik tiri dari Karin. Mereka ternyata saling bertukar surat, dan mengungkapkan kata cinta, Bagaimana selanjutnya tindakan Karin? Yuk baca ceritanya di PETAKA MENDUA
View MorePetaka Mendua
Part1"Tega kamu ya, Mas." Aku menangis meraung-raung, didepan semua orang, tepatnya di depan mas Yusuf, suamiku. "Ya Allah, ini tidak seperti yang kalian duga ..., Kami tidak melakukan apapun." Mas Yusuf mencoba membela diri."Benar, kami tidak melakukan apapun, kak Karin, tolong jangan salah paham!" ucap Aisyah, adik tiriku."Bohong, jika kalian tidak macam-macam, mereka tidak mungkin membawa kalian ke rumah ini," bentakku, dengan suara masih parau. Hatiku hancur rasanya, mendapati kejadian ini. Kemudian Bapak datang, disusul Ibu Hanum, Ibu dari Aisya. Sedangkan ibuku, ia telah lama berpulang, saat aku masih berumur sepuluh tahun.Saat ini, ingin rasanya aku menangis dipelukan Ibuku, dan mengadukan padanya semua keresahan hatiku.
Semenjak Bapak memutuskan menikah lagi, dia tidak lagi begitu memperhatikanku. Aku harus belajar mengerti, dan dipaksa dewasa oleh keadaan.
Jujur, saat aku menginjak usia dua belas tahun. Aku pernah menolak keinginan Bapak untuk menikah lagi, bagiku, almarhumah Ibu adalah sosok satu-satunya wanita dan Ibu terbaik bagiku.
Namun Bapak bersikeras, dengan alasan demi kebaikanku. Meskipun Ibu Hanum begitu baik, juga Aisya, anak bawaannya dari suaminya terdahulu. Bagiku, tidak ada yang boleh menggantikan posisi Ibuku di hati Bapak.Namun kenyataannya, suka tidak suka, aku tetap harus menerima kenyataan itu."Ada apa ini? Kenapa rame-rame?" tanya Bapak, yang baru datang dari kebun bersama Ibu Hanum. Wajah lelah keduanya nampak jelas terlihat.Aisya dan Mas Yusuf, dibawa ke rumah Bapak. Sedangkan aku, memang tadinya dari pasar, dan mampir ke rumah Bapak."Ini anak kalian, digrebek warga di rumah Karin, berduaan dengan Mas Yusuf," jawabku, dengan mata berkaca-kaca.Bapak memandangi Aisya yang berlumur tomat dan telur, sedangkan mas Yusuf menutupi tubuhnya dengan kedua tangan. Pakaiannya dirusak warga yang menggrebek mereka berdua tadi.Mereka berdua berpenampilan benar-benar dalam keadaan kacau, dan bau."Yusuf, jelaskan sama Bapak! Apa yang terjadi sebenarnya?" titah Bapak yang mulai menatap datar wajah menantunya itu."Pak, Yusuf dan Aisya tidak melakukan apapun, mereka hanya salah paham!" elak mas Yusuf."Salah paham bagaimana? Kamu sama Aisya berduaan di dalam rumah. Sedangkan Karin nggak ada di rumah, kamu kan paham sendiri, laki-laki yang berduaan di dalam rumah, padahal bukan mahram itu rentan menimbulkan fitnah." Mas Yusuf terpojok dengan penuturan telak dari mas Alif, Pemilik konter HP Android terbesar, yang ada di kampungku.Konter Hp miliknya itu berdekatan dengan rumah sederhana kami.Aku dan mas Yusuf menikah baru lima bulan, aku sangat menyukainya, selain tampan, dia juga ramah dan merupakan pemilik toko furniture yang lumayan ramai. Dengan dua cabang, satu di kampung sebelah yang di kelola oleh kedua orang tuanya. Sedangkan satunya lagi di kampung kami, semua rintisan dari Mas Yusuf."Mas Alif, kami beneran tidak melakukan apapun, Aisya cuma ke rumah Mbak Karin, mengantarkan makanan.""Bohong ..., Itu bisa saja akal-akalan kamu, kan!" tuduhku. Aisya menangis, ia memandangi Ibunya dengan mengiba, berharap wanita itu menolongnya."Aisya, Bapak kecewa sama kamu! Harusnya kamu bisa menjaga nama baik keluarga ini." Bentakan Bapak, untuk yang pertama kalinya pada Aisya. Selama ini, aku selalu saja menjadi bahan sasaran dan kemarahan Bapak. Aku merasa dianak tirikan, oleh Bapak kandung sendiri."Sumpah, demi Allah, Kak." "Stop ..., jangan bawa-bawa nama Allah, Ais. Seharusnya kamu tidak melakukan ini, di rumah tanggaku!" kataku, dengan suara serak."Sudah cukup! Baiklah jika kalian memaksa, saya akan menikahi Aisya."Dengan lugas dan jelas, tanpa rasa bersalah maupun kikuk, mas Yusuf berkata dengan lantang. Beberapa mata warga membelalak terkejut dengan ucapan suamiku, yang tanpa perasaan itu.Ada sedikit nyeri dihati, mendapati laki-lakiku berkata seperti itu, di depan semua orang.Bapak bergegas mendekati Yusuf. Plakk ... satu tamparan keras Bapak layangkan.Bapak menatap dingin wajah mas Yusuf."Kamu pikir kedua anak saya ini koleksi kamu? Jangan karena mereka tidak sedarah, lalu kamu berniat memadu anak-anakku." Mas Yusuf memegangi pipinya yang memerah akibat tamparan keras dari Bapak."Puas kamu Aisya? Kamu senang?" tanyaku dengan suara bergetar."Kak Karin, maafkan Aisya." Aisya memandangku dengan penuh penyesalan, Isak tangisnya terdengar begitu lirih."Aisya, Ibu kecewa sama kamu, Nak.""Bu, Aisya tidak melakukan apapun, ini murni kesalah pahaman."Aisya masih mencoba membela diri, namun sayangnya, sikap mas Yusuf barusan, menciptakan praduga kembali."Menikahlah dengan Aisya, dan segera urus perceraian kita!" ucapku pelan, dengan menyeka air mata."Karin," sela Bapak."Biarlah, Pak. Karin ikhlas, mungkin mas Yusuf menyukai Aisya," sindirku. Mas Yusuf menatap datar kepadaku, begitulah dia selama ini. Selama pernikahan kami, ia bahkan seakan tidak menganggapku ada.Berbeda dengan Aisya, setiap ia melihat Aisya, ia seakan memiliki energi kehidupan baru yang bersinar. "Aisya, apakah kamu mau menikah dengan Yusuf?" tanya Bapak datar. Aisya menatapku, kemudian ia menatap wajah Ibunya. Namun Ibu Hanum membuang muka, nampak sekali kini ia sangat kecewa dengan kejadian ini."Kak Karin, apakah Aisya menyakiti hati kakak? Aisya tidak bermaksud seperti ini," imbuhnya, dengan suara pelan."Ibu malu dan kecewa pada kamu, Aisya!" Ibu Hanum berlalu pergi, meninggalkan rasa kecewa mendalam pada Aisya. Ini awal Aisya, silahkan kamu awali hubungan kalian, dengan jalan yang memalukan.Meskipun Aisya dan mas Yusuf tidak melakukan kesalahan yang di tuduhkan, tapi mereka melakukan kesalahan itu denganku.Bab110 "Tenang," seru Dewi, yang sadar, dari tadi majikannya tidak tenang. "Apaan sih." Tania kesal. Ia pun mengetikkan sebuah pesan singkat, dan mengirimnya kepada Raka, yang tengah sibuk meeting. "Aku menyesal, telah ada di saat keluarga kamu butuh. Sedangkan kamu, ah sudahlah. Kadang, kebaikan tidak harus dibalas dengan hal yang sama." Membaca pesan singkat dari Tania, Raka merasa tidak nyaman hati. Meskipun faktanya, proyek ini masih bisa dihandle anak buahnya. Namun Raka yang selalu bertanggung jawab penuh dengan pekerjaannya, tidak ingin melakukan kesalahan sama sekali.Sebab itulah, dia tidak ingin meninggalkan proyek ini. Namun membaca pesan singkat itu, mendadak Raka menjadi gusar. Ia pun tidak konsen, memulai pekerjaannya hari ini.______ Tania dan Dewi yang sudah sampai di rumah Sari, pun mulai bertanya banyak, tentang hal yang menimpa Karin. Sari mulai menceritakan semuanya secara detail. Wanita paru baya it
Bab109"Maaf? Ada apa?" tanya Karin, sembari melepaskan diri, dari pelukan Hanung."Ya maaf," Hanung menunduk. "Aku berburuk sangka pada kamu dan Emilia. Aku nggak nyangka aja, anak kecil itu begitu dewasa.""Aku juga tidak menyangka, dia akan menolakku. Tapi aku lega, dia tidak melupakanku sama sekali," ucap Karin, sembari menyeka air matanya."Setidaknya, aku bisa melepas rindu. Melihat dia tumbuh dengan baik saja, aku sudah merasa tenang. Meskipun di lubuk hati yang paling dalam, aku tidak bahagia, merelakannya tetap di sana. Tapi aku ...."Karin menghela napas berat, ia mulai kesulitan untuk bicara. Wajah bahagia Emilia, saat bertemu dia tadi, selalu terngiang diingatan Karin.Apalagi, saat Emilia berkata kangen, membuat Karin semakin merasakan sakit luar biasa."Ya Allah, anakku!" pekik Karin, membuat Hanung sedikit terkejut.Karin menangis dengan meraung, layaknya anak kecil. Bahkan, dia tidak lagi duduk diata
Bab108"Ummi, Karin mohon!" pinta Karin, wanita itu pun berusaha bersimpuh.Namun Hanung mencegahnya."Mau memberikan Emilia baik-baik, atau lewat jalur hukum?" gertak Hanung.Mendengar ucapan suami baru Karin itu, Ummi melotot. Sedangkan Abah, berusaha untuk tetap tenang."Berani sekali kamu mengancam orang tua! Apakah kamu tidak di ajari Ibumu?" bentak Ummi.Mendengar dirinya disinggung. Sari hanya memusut dada, membesarkan rasa sabar, dan berpikir jernih."Ibu, istri saya ini, berhak atas anak ini. Dan Ibu, jangan coba menghalangi kami membawanya. Kecuali, Emilia menolaknya," terang Hanung dengan tegas.Ummi berjongkok, mensejajarkan wajahnya pada Emilia."Emil, kamu sayang Nenek, kan?" tanya Ummi.Emilia terisak. "Emilia sayang Nenek, juga Kakek. Tapi ...."Gadis kecil itu menghentikan ucapannya, dia menatap lekat wajah Neneknya yang sangat sedih."Tapi apa, Nak?" tanya Karin tidak sabar.
Bab107Karin melangkah pelan, dia menuju pintu utama."Kak Karin," seru Aisya, yang baru keluar dari dapur.Karin berbalik badan, dan menoleh ke arah Aisya dengan terheran."Kamu ada disini?" tanya Karin, sambil mengucek matanya berkali-kali."Aish ....""Hhmm, ada apa?" Aisya tahu, bahwa Karin penasaran, dengan rumah yang kini dia tempati untuk tidur."Ini rumah teman Aish, kita kemalaman dijalan, kasihan Bang Hanung, sepertinya sangat lelah. Sedangkan perjalanan menuju kampung Abah, masih sangat jauh. Jadi, Aisya meminta izin teman umtuk menginap."Karin mengangguk. "Ayo tidur lagi," pinta Aish pada Karin.Karin pun percaya begitu saja, dan mau menuruti ucapan Aisya.Untung saja Aisya cepat tanggap, jika tidak, mungkin malam ini, mereka tidak jadi tidur lagi.Sebab jika Karin tahu, bahwa dia ada di kampungnya. Maka, dia akan terus mengomel hingga pagi, dan membuat kegaduhan.______Usai salat subu
Bab106Azzam meminta waktu, untuk berbicara dengan Aisya berdua saja."Ada apa?" tanya Aish, dia nampak sangat kesal, dengan keputusan Azzam, yang menolak memberikan alamat."Ummi dan Abah kembali ke kampung. Kata Ayah, mereka juga mengadakan sukuran, ulang tahun Emilia.""Kamu tidak bohongkan, Mas?" selidik Aisya. Seakan semua kebetulan, membuat Aisya meragu."Sebenarnya, Ummi dan Abah, sudah tiga hari ini, ada di kampung. Dan esok, adalah perayaan ulang tahun Emilia.""Alhamdulilah, Mas.""Eh, jadi dari tadi, Mas ngerjai aku?" pekik Aisya, yang tiba-tiba sadar.Azzam terkekeh. "Iya maaf."Bibir Aisya manyun, dia kesal, dengan ulah suaminya."Malam ini juga, kalian duluan saja ke kampung. Ibu beneran sakit.""Yakin, nggak lagi ngerjain aku?""Iya, bener.""Dirujuk ke rumah sakit beneran?""Iya, Mas akan langsung, menemui mereka nanti. Kamu bawa saja, kak Karin ke rumah kita. Tadi
Bab105Melihat wajah Hanung yang sangat datar, menimbulkan tanya dihati Karin. Wanita itu, yang tadinya sangat bersemangat, kini tiba-tiba meredup, seperti lilin yang menyala, kemudian padam tertiup angin."Ada apa?" tanya Karin, dengan perasaan, yang mulai tidak nyaman."Karin, Emilia itu bagian dari masa lalu. Dan kami, kami masa depanmu!" ucap Hanung. Membuat Karin merasa syok, begitu juga dengan Aisya, yang tidak sengaja, mendengar ucapan Hanung."Mas, tega sekali kamu berkata begitu!" lirih Karin. "Tidak ada yang kata masa lalu buat anak. Emilia itu darah dagingku, cinta pertama dalam hidupku. Dia yang mengajari aku jadi Ibu. Dan kamu, memintaku melupakannya? Jahat kamu!" kata Karin dengan terisak."Bukan begitu, Karin. Mas tidak minta, kamu untuk melupakan Emilia. Aku mengerti, tidak ada mantan anak. Tapi tidak bisakah, kamu hanya fokus kepada kami? Dan Emilia, biarkan dia, hanya ada di hati kamu.""Apa? Maksudnya apa?""Ya, kam
Bab104"Suami kamu!"Aisya terdiam, melihat Azzam yang nampak kusut."Suami Aisya?" tanya Hanung pada Karin. Karin mengangguk.Sari memegang bahu Aish. "Hadapi, dan selesaikan baik-baik," ucap Sari."Iya, Aish. Bagaimana pun juga, dia masih suami kamu," timpal Karin.Meskipun rasa hati teramat berat, Aisya tetap, mengikuti saran mereka.Karin keluar dari mobil, membuka pintu pagar. Dan mobil Hanung pun, memasuki pekarangan rumah."Masuklah, Zam!" seru Karin, sembari berjalan, menuju ke arah rumahnya.Mobil Hanung pun menepi, mereka semua keluar. Sedangkan Karin, membuka pintu rumah.Azzam pun berjalan ke depan pintu pagar, semberi menatap istrinya, yang baru keluar dari mobil.Aisya melangkah, mendekati Azzam."Masuk dulu, Mas!" ucap Aisya dengan lembut.Azzam pun mengangguk, mengikuti langkah Aisya. Ada debaran rasa gugup, yang mengganggunya kini.Karin duduk bersama anaknya Aisy
Bab103Saat itu, pukul 05.30 sore. Sesampainya Raka di rumah Sutina, hanya ada beberapa tetangga dekat rumah, yang berada di rumah duka.Raka menepikan mobilnya, bergegas keluar dan sedikit tergopoh. Di dalam rumah, ada keluarga besar Tania, juga Sutina dan Rina."Ayah!" lirih Raka. Sutina tidak mau menoleh ke arah Raka, begitu juga dengan Tania.Kedua wanita ini, merasa sangat terluka, dengan perlakuan Raka. Mereka merasa, Raka abai dan begitu mementingkan perasaannya sendiri."Ayah, maafkan Raka ....""Ibu," lirihnya, berusaha memegangi tangan Sutina. Sutina hanya bisa terisak, dia tidak mampu berkata-kata lagi.Secapat ini, Tuhan memisahkan mereka. Bahkan selama ini, Sutina merasa banyak salah dan berdosa pada suaminya.Namun apalah daya, mereka di pisahkan oleh maut, yang di perantai tangan anak kandungnya sendiri."Kamu kemana saja?" tanya Sutina dengan pelan, ketika Raka memeluk ibunya."Ma
Bab102Aisya menulis alamat Karin disecarik kertas. Sebab itulah, dia melupakan ponselnya, dan fokus memegangi alamat rumah Karin.Kini Aisya merasa was-was, kalau Azzam, akan datang menyusulnya ke rumah Karin.Ia pun kembali memencet tombol bell berulang kali, hingga pintu rumah, bercat putih itu kini terbuka."Kak Karin," pekik Aisya. Sambil melambaikan tangan.Karin yang melihat di depan pintu pagar itu Aisya, sedikit berlari ke dalam rumah, dan gegas meraih kunci pagar.Ia pun tidak sabar, ingin berpelukan dengan Aisya, adik yang sangat dia rindukan selama ini.Karin keluar rumah, dan membuka kunci pagar. Aisya mendorong pelan pagar, yang sudah tidak terkunci lagi.Mereka saling berpelukan, melepas sejuta rasa rindu yang mendalam.Sedangkan anak Aisya, hanya menatap heran.Kakak beradik itu menangis terisak, dan melupakan si kecil yang menatap heran pada mereka."Siapa Rin?" tanya Sari, yang
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments