Petaka Mendua
Part2💞 Flashback 💞Aku yang saat itu sibuk membersihkan rumah, saat umur pernikahan kami menginjak dua bulan. Selama dua bulan itu juga, mas Yusuf bersikap datar, tidak selayaknya pengantin baru.Aku mencoba memahami, sebab aku dan mas Yusuf, menikah karena di jodohkan kedua orang tua kami.Siapa yang tidak bahagia, bisa menikahi anak orang terpandang di kampung ini. Anak Haji Syamsudin. dan Hajjah Siti Jenar.Iya lulusan terbaik di universitas Muhammadiyah Surabaya.Kini, aku dengannya tinggal di rumah minimalis miliknya. Ia memang sudah mandiri dan mapan di usia mudanya.Namun tiba-tiba rasanya tenggorokanku tercekat, mataku rasanya panas, desiran aliran darah naik turun. Hatiku nyeri dan seakan di pukul palu godam, remuk dan hancur.Secarik kertas usang yang aku temukan di dalam tas kerjanya, membuat babak baru dalam rumah tanggaku, yang menjadi simbol kebahagiaanku saat ini."Assalamualaikum, Ukhti Aisya. Wanita lembut, memiliki mata yang teduh dan indah. Aku akan sangat beruntung, jika di beri kesempatan untuk memilikimu. Semoga Allah SWT menjodohkan kita, dan menjadikan aku imammu dan kamu bidadari surgaku."Begitulah isi surat usang pertama. Namun isi surat kedua, itu seperti surat yang baru di buat, namun masih tersimpan rapi. Wajar, Aisya sampai detik ini belum memiliki handphone, begitu juga dengan diriku."Entahlah aku harus bagaimana? Takdir tak seindah mimpi, bagaimana tangan Tuhan menyatukan aku dan Karin. Sedangkan hatiku ada padamu, Aisya. Sampai kapanpun, aku tidak akan bisa melupakanmu."Isi surat kedua itu sukses mencabik-cabik hatiku, namun aku berusaha tegar. Aku akan berusaha merebut cinta suamiku. Ia dan Aisya, bukan siapa-siapa. Semua hanya masalah waktu, aku yakin aku bisa menjadi istri yang akan ia cintai dan sayangi.Aku selalu menyambut kedatangannya dari toko dengan wajah di make up tipis, dengan gamis warna pink, serta kerudung warna senada. Tidak lupa wangi yang akan membuatnya merasa nyaman denganku.Aku cium punggung tangannya, kemudian aku raih tas di tangannya dan meletakkannya di dalam kamar, sesuai pada tempatnya.Kubuatkan ia teh hangat, dan menyiapkan pakaian ganti, setelah ia selesai mandi.Kuhidangkan makanan lezat kesukaannya, kulayani ia sepenuh hati. Namun sikapnya selalu saja datar, membuatku terkadang merasa nyeri hati."Mas, apakah makananku lezat?" tanyaku berbasa-basi, mencoba berkomunikasi dengannya."Makanlah, tidak baik makan sambil bicara," sahutnya dengan pelan, namun pandangannya begitu acuh. Aku pun menghela napas, mencoba menyabarkan diri, aku yakin aku bisa merebut hatinya dari Aisya.Seusai makan, aku pun membereskannya, sedangkan mas Yusuf, ia masuk ke ruang kerjanya.Begitulah setiap hari, tidak ada obrolan hangat dari kami berdua, usai makan, mas Yusuf akan sibuk di ruang kerjanya hingga aku terlelap seorang diri di dalam kamar.Mas Yusuf hanya akan masuk kamar, untuk menuntut haknya sebagai suami. Setelah itu, ia akan kembali ke ruang kerjanya, hingga pagi menjelang salat subuh.Akan terdengar suara lantunan ayat suci Al-Quran yang ia baca, membuat hatiku nyaman setiap kali mendengarnya.Menginjak usia empat bulan pernikahan kami, Aisya kerap kali datang berkunjung. Entah dari mengantar makanan, buah-buahan dan lain sebagainya.Namun sebagai saudara tiri, aku tetap berusaha baik, meskipun ada nyeri di hati setiap kali menatap wajah Aisya. Ia memang lebih cantik dariku, ia lembut dan juga ramah."Aisya, kamu nggak usah repot-repot terus, Kakak kan juga masak di rumah!" kataku, berharap Aisya tidak lagi berkunjung. Bukannya aku berniat memutus silaturahmi, namun aku tidak ingin hati suamiku semakin tertaut pada Aisya.Aisya tersenyum. "Tidak apa-apa kok, Kak. Aisya senang kesini, bisa mengobati rasa kangen ke Kakak.""Kan Kakak bisa main ke rumah Bapak. Nggak usah lagi ya Aisya," pintaku, berharap Aisya akan mengerti dan tidak lagi datang kesini dengan alasan apapun."Ih kakak, masa sama Adek sendiri sungkan! Nggak apa-apa pokoknya," sahutnya lembut, membuat rasa dihatiku semakin kesal.Di tolak lembut, malah semakin kekeuh.Kepulangan Aisya, membuatku kembali penasaran, apakah mas Yusuf, masih membuat surat untuk wanita itu.Kubuka laci, masih surat yang sama. Namun saat aku masuk ke dalam ruang kerjanya, disitu hatiku kembali di cabik-cabik.Sepucuk surat dari Aisya, adik tiriku itu. Surat yang jelas masih baru, entah dari mana mereka berkirim surat itu."Mas Yusuf, jodoh, takdir dan maut itu rahasia Allah SWT. Kita sebagai manusia, hanya patut mensukurinya. Jalani kebahagiaan mas dengan kak Karin, insya Allah, aku bahagia. Meskipun hati kecilku mengatakan, bahwa aku juga mencintaimu. Namun takdir berkata lain, mari saling melupakan rasa ini, mas. Demi kebaikan bersama, jika kamu merindukan aku, aku akan selalu ada dan datang."Aku tercengang membaca surat dari Aisya. Awalnya memang bagus dan terdengar bijak, namun kata-kata di akhirnya membuatku tanda tanya.Apa sebenarnya yang Aisya maksud.Apakah ia ingin mas Yusuf mengagumi kelembutan tutur katanya, kebijakan pemikirannya namun tetap menautkan hati kepadanya juga. Entahlah.❤️ Terimakasih ❤️Petaka MenduaPart3 "Para warga sekalian, biarlah semua ini saya dan keluarga selesaikan. Terimakasih atas segala bentuk perhatian kalian, saya selaku orang tua mereka semua, memohon maaf atas kekacauan ini." "Tolong menantu dan Putrinya di urus dengan benar! Jangan sampai mengotori kampung kita!" celetuk Ibu Andin, tetangga depan rumahku. "Iya, masa yang bukan mahram bebas berduaan dalam rumah! Apa nanti kata anak gadis kami, mereka bisa saja mencontoh hal buruk itu." Ibu Daung menimpali, ia merupakan pemilik toko sembako yang berdekatan lokasinya dengan toko HP milik mas Alif. "Iya, insyaAllah, semua tidak akan terulang lagi." Bapak menjawab dengan getir, ia seakan menahan rasa malu. Mereka pun akhirnya pergi, tinggalah aku, Mas Yusuf, Aisya dan Ibu, serta Bapak.Kami semua duduk di atas karpet, rumah Bapak memang tidak menyediakan sofa untuk tamu. "Tolong percayalah, kami tidak melakukan apapun, Kak."
Petaka MenduaPart4"Yusuf tidak berniat menceraikan Karin, dia Istri yang sempurna, nyaris tanpa cela. Namun, hati ini akan amat berdosa, jika terus membayangkan Aisya, yang bukan mahram.""Jadi, kamu berniat memiliki kedua anak kami?" tanya Ibu Hanum dengan suara serak, ia berusaha mengatur laju napasnya."InsyaAllah, Yusuf mampu dan sanggup berbuat adil kepada mereka.""Maaf, mas. Aku tidak berminat, aku tidak mau melanjutkan pernikahan ini lagi. Apalagi, kepada laki-laki yang hatinya tertaut pada wanita lain.""Karin, bukankah Surga istri ada pada ridho suaminya! Bukankah kata Ummi. Pernikahan adalah ikatan suci, lalu mengapa kamu berniat merusaknya, dengan kata perpisahan. Cerai itu di benci Allah, Karin.""Bijak dan terdengar berwibawa kata-kata kamu, Mas. Padahal kamu lupa, kamu lah yang merusak pernikahan ini. Hatimu berkhianat, meskipun kalian tidak berselingkuh secara fisik, tapi jelas! Kalian berseling
Petaka MenduaPart5Ketukan pelan di pintu kamarku menggema, kuseka air mata, beringsut turun dari ranjang.Kubuka pelan handle pintu kamar, sosok bu Hanum berdiri di depan pintu.Ia memelukku, namun aku tak bergeming."Maafkan Aisya, Nak. Mungkin saat ini dia khilaf, namun Ibu mohon! Jangan akhiri rumah tangga kalian."Tangis Ibu sambungku ini begitu terdengar lirih. Ia melonggarkan pelukannya, kemudian menatapku penuh harap.Aku berusaha tersenyum, meski rasanya sesak didada."Apapun yang terjadi dengan rumah tanggaku, itu murni keputusanku, Bu. Tidak sehat, jika di paksakan pernikahan kami, namun hatinya bukan untukku.""Nak, wajar dalam pernikahan itu ada masalah, tujuannya untuk menguatkan, juga mendewasakan.""Tidak untuk sebuah hati yang sudah tega menipu dan berselingkuh secara batin. Meskipun tidak dengan fisik."Aku menghela napas berat. "Biarkan Aisya mencapa
Petaka MenduaPart6Sepulang Ibu mertua dan Bapak, aku tidak menunggu waktu lama. Hari ini semua harus jelas, agar aku mendapat kepastian."Mas, aku akan mengemasi barang-barangku hari ini, setelah itu, mas pulangkan aku ke rumah Bapak."Mas Yusuf menghela napas berat. "Rin, mas nggak tahu harus seperti apa? Ummi begitu menyayangi kamu! Mereka akan murka pada Mas, jika kita bercerai.""Mas, itu resiko dalam pilihan. Siap nggak siap, mas harus terima itu.""Karin, pernikahan ini belum ada setahun, apakah kamu yakin, ingin mengakhirinya?" tanya Mas Yusuf, dengan suara bergetar."Yakin, insyaAllah ini yang terbaik. Mas jangan egois, menahanku dengan status istri, namun menginginkan Aisya juga. Jujur, itu buruk! Mempermainkan hati wanita, hanya demi menyenangkan hati sendiri.""Mas tidak bermaksud seperti itu, mas mencintai Aisya dengan tulus! Jauh sebelum kita menikah," jawabnya lugas dan sangat jelas.&nb
Petaka MenduaPart7Aisya bersimpuh di depan Ibu. Ibu tak bergeming, wajahnya terlihat begitu berusaha tegar, dengan mata yang terus berkaca-kaca."Aisya, meskipun kamu anak kandungku! Jika kamu berada di jalan yang salah, Ibu tidak akan membela kamu sama sekali.""Bu, tolong jangan sakiti Aisya! Semua ini murni kesalahan, Yusuf."Ibu menatap tajam wajah Mas Yusuf. Sedangkan aku dan Bapak masih terdiam, menatap mereka bertiga."Kamu memang salah! Sangat salah, Yusuf."Ibu menarik napas berat, lalu menghembuskannya dengan kasar."Asal kamu tahu, meskipun aku hanyalah seorang Ibu sambung. Cintaku untuk Aisya dan Karin itu sama! Aku dan Bapaknya, membesarkan mereka berdua dengan cinta. Kamu menyakiti Karin, itu sama menyakitiku."Ibu berkata dengan menepuk-nepuk kasar dadanya, suaranya
Petaka MenduaPart8"Ada apa? Bagaimana hasilnya?" tanya Ibu dari luar.Kubuka pintu, kuperlihatkan hasil tastpack milikku itu."Ya Allah, selamat anakku! Aku ..., Aku akan segera nimang cucu. Terimakasih sayang!" Ibu begitu bahagia, berulang kali ia memelukku.Sedangkan aku, aku bingung harus bagaimana? Antara bahagia dan juga bersedih hati.Bahagianya, aku akan memiliki bayi, rumah ini akan menjadi ramai dengan suaranya. Melihat kebahagiaan Ibu, hatiku semakin dilema."Sayang! Kok kamu terlihat bingung?" tanya Ibu, seraya melonggarkan pelukannya.Aku menunduk. "Bu, anak ini akan besar, tanpa sosok Ayah. Disaat sidang perceraian tengah di gelar, ia malah hadir."Ibu tersenyum simpul. "Anakku, kamu tidak perlu bersedih. Ada Ibu dan Bapak yang akan memberikannya kasih sayang. Dia adalah anugerah, yang patut kamu sukuri."Ibu benar, banyak diluaran sana, yang menginginkan seorang anak, na
Petaka MenduaPart9Dua hari berlalu, kini pagi sekali Ummi datang berkunjung, ia hanya seorang diri. Ummi membawakanku susu Ibu hamil, buah-buahan juga baju- baju untuk Ibu hamil."Kamu harus jaga kesehatan, dan jangan stress ya Nak. Ummi sudah tau segalanya, Yusuf benar-benar mengecewakan."Aku memegang telapak tangan Ummi. "Tidak apa-apa, jangan di bahas lagi, Ummi. Kita buka lembaran baru, demi dia!" kataku, sambil menunjuk keperut buncitku."Karin, kamu sudah siap? Nak."Ibu yang dari belakang langsung terkejut, melihat kehadiran Ummi sepagi ini."Bu Hajjah," sapa Ibu."Mau kemana? Sudah pada cantik?" tanya Ummi dengan ramah."Mau ke pasar subuh, Ummi. Menyiapkan keperluan sore ini, untuk tujuh bulanan Karin.""Ikut dong! Ummi kan pengen juga terlibat mengurus calon cucu."Aku dan Ibu tersenyum. Kemudian kami bertiga naik angkutan umum, menuju pasar subuh.
Petaka MenduaPart10Hati manusia memang mudah berubah. Perpisahan yang nyaris sudah 6 bulan lamanya, ternyata tidak membuat Mas Yusuf fokus pada Aisya istri barunya.Bisa saja, kini baru dia menyadari, bahwa hatinya, sudah tertaut kepadaku. Namun sayangnya, semua sudah terlambat."Ummi, to--long ..., biar bagaimanapun, Aisya sekarang menantu Ummi."Aisya berkata dengan serak, ia menarik napas dalam, kemudian menghembuskannya pelan, seraya menyeka air matanya."Aisya juga berharap, Ummi bisa menyayangi Aisya," lirihnya.Ummi menarik napas dalam-dalam, serta menatap dingin wajah Aisya, yang sedari tadi menunduk."Aisya, bagaimana kamu bisa meminta kasih sayang saya? Sedangkan kamu dan Yusuf, menikah tanpa restu kami? Apakah kamu merasa itu sudah benar?" tanya Ummi, masih dengan ramah, namun penuh penekanan."Maaf Um, Aisya tahu kami bersalah. Tetapi semua sudah terjadi, Aisy