Petaka Mendua
Part6Sepulang Ibu mertua dan Bapak, aku tidak menunggu waktu lama. Hari ini semua harus jelas, agar aku mendapat kepastian."Mas, aku akan mengemasi barang-barangku hari ini, setelah itu, mas pulangkan aku ke rumah Bapak."Mas Yusuf menghela napas berat. "Rin, mas nggak tahu harus seperti apa? Ummi begitu menyayangi kamu! Mereka akan murka pada Mas, jika kita bercerai.""Mas, itu resiko dalam pilihan. Siap nggak siap, mas harus terima itu.""Karin, pernikahan ini belum ada setahun, apakah kamu yakin, ingin mengakhirinya?" tanya Mas Yusuf, dengan suara bergetar."Yakin, insyaAllah ini yang terbaik. Mas jangan egois, menahanku dengan status istri, namun menginginkan Aisya juga. Jujur, itu buruk! Mempermainkan hati wanita, hanya demi menyenangkan hati sendiri.""Mas tidak bermaksud seperti itu, mas mencintai Aisya dengan tulus! Jauh sebelum kita menikah," jawabnya lugas dan sangat jelas. Nyeri, hatiku teramat nyeri, namun apa boleh buat? Jika itu kenyataannya."Lalu mengapa menikahiku? Kamu jahat dan tega." Mas Yusuf menunduk, dia terlihat mengatur laju napasnya."Semua mas lakukan demi berbakti kepada Ummi dan Abah! Namun ternyata mas tidak bisa melupakan Aisya. Apalagi ketika mas tahu, Aisya juga memiliki rasa yang sama.""Jahat, kamu mengorbankan masa depanku, demi sebuah bakti. Demi Allah, aku tidak rela seumur hidup, semesta yang akan menghukummu, Mas."Entah kenapa, rasanya aku teramat hancur, aku tidak kuat menahan rasa sakit didada.Meskipun awalnya aku berusaha dewasa, menerima kenyataan dengan lapang dada. Namun, ternyata aku kalah, aku tidak kuat mendengar kejujurannya."Yang mas lakukan itu jahat!" pekikku, sambil meremas kedua telapak tangan, menatap marah pada laki-laki yang tertunduk lesu di hadapanku ini."Maaf!" lirihnya."Maaf! Untuk apa maaf kamu itu? Apakah bisa mengembalikan masa depanku yang hilang?" Mas Yusuf mencoba meraih tanganku."Stop ..., Jangan sentuh aku! Mulai detik ini, kita tidak memiliki hubungan apapun lagi. Aku tidak sudi, bersentuhan dengan pecundang.""Karin ..., kamu kasar! Aku ini masih suami sah-kamu.""Suami sah! Penghancur masa depanku, jahat. Seharusnya kita tidak menikah, aku tidak akan menyandang status janda di usia muda. Dan mungkin, aku bisa menikahi laki-laki yang akan menjadi imam dan teman seumur hidupku.""Maafkan, Mas, Karin."Aku membuang muka, kemudian menangis terisak-isak, menutup wajah dengan kedua telapak tangan."Pernikahan yang didamba setiap anak manusia, dengan harapan memiliki kehidupan yang baik dan indah. Namun, kamu dan Asiya, sukses menghancurkan mimpiku itu.""Tidak ada yang salah dengan cinta kami, aku yang salah! Kurang bijak dalam mengambil keputusan," katanya."Sudahlah, aku lelah." Aku beranjak dari dudukku, kemudian berjalan cepat menuju kamar. Kuraih tas hitam, kumasukkan semua baju-bajuku. Kemudian satu set perhiasan emas, yang menjadi hadiah pernikahanku dari Ummi.Usai semua masuk dalam tas, aku meraih foto-foto kami yang menempel didinding. Kukumpulkan semua dalam kardus, sedangkan mas Yusuf, lelaki itu hanya diam membeku di ruang tamu.Aku membawa kardus berisi foto, baju kebaya pengantin, hadiah pernikahan dari mas Yusuf saat itu dan tas serta perlengkapan saat seserahan kumasukkan semua dalam kardus. Kubawa menuju keluar rumah, tempat pembakaran sampah."Karin, mau kamu apakan itu?" tanya mas Yusuf, seraya berdiri mengekorku.Kulempar semua, masuk ke dalam drum, khusus untuk membakar sampah. Tanpa banyak bicara, kusulutkan api ke arah barang-barang itu."Ya Allah Karin, mubazir.""Biarlah, cerita kita akan musnah terbakar, sama seperti itu!" tunjukku kepada baju kebaya pengantinku itu.Mas Yusuf hanya mengucapkan istighfar. Aku kembali ke dalam, menyeret tas hitam milikku."Pulangkan aku ke rumah Bapak. Kamu harus menjatuhkan talak disana, agar kita resmi, tidak memiliki ikatan suci lagi."Aku menghela napas berat, berusaha menahan diri untuk tidak memaki."Oh, pada dasarnya itu sudah tidak suci, dari awal memang sudah kotor, seperti hatimu yang tega merusak masa depanku."Mas Yusuf tidak bersuara, ia meraih tas hitam milikku, kemudian membawanya ke dalam mobil. Aku mengekor, dan masuk di samping kemudi. Mobil meluncur menembus senja, menuju rumah Bapak.Sesampainya di rumah Bapak, Ibu Hanum membuka pintu, menatap iba kepadaku.Kemudian Bapak dan juga Aisya, muncul di belakangnya. Aku masuk kedalam tanpa suara, sedangkan mas Yusuf bersalaman kepada Bapak dan Ibu. Aisya menyusulku, yang masih berdiri, menunggu mas Yusuf masuk, membawa tas milikku."Letakkan di sini saja!" tunjukku ke pojokan, ketika mas Yusuf masuk ke dalam rumah.Mas Yusuf meletakkan tas itu, sesuai dengan yang aku pinta. Kami semua duduk. Bapak menatap lekat wajah mas Yusuf."Hari sudah mau senja, segera utarakan, yang kiranya, nak Yusuf ingin sampaikan.""Bapak, Ibu, maafkan Yusuf. Dengan berat hati dan mohon ampun, Yusuf mengembalikan Karin. Karin Khumaira Putri Binti Zainuddin, saya talak kamu di depan Bapak dan Ibu, mulai detik ini, kamu bukan lagi menjadi istri dan tanggung jawabku."Tangis itu seketika pecah, sedangkan Bapak nampak berusaha tegar, meskipun terlihat raut kesedihan di wajahnya. Sedangkan Aisya, ia hanya menunduk."Pulanglah, Nak Yusuf, cukup sekali kami memiliki menantu sepertimu! Tidak akan ada restu untuk cinta kamu dan Aisya!" kata Ibu Hanum, dengan suara serak, ia menahan emosi dalam dirinya.Ia bahkan enggan menatap mas Yusuf."Ibu, tolong jangan seperti ini, itu sama saja ibu tidak memikirkan perasaanku!" ucap Aisya pelan."Inalilahi wa innailaihi rojiun!" pekik Bu Hanum, kemudian dengan emosi, ia menatap tajam wajah Aisya.Plakkk .... satu tamparan keras mendarat di pipinya."Demi Allah, akulah orang yang paling kecewa dengan semua ini. Mending kamu sakit hati, dari pada mati empati terhadap saudara sendiri, demi seorang pecundang!" Ibu menyeka kasar air matanya, kami semua terdiam membeku, melihat Ibu yang begitu emosi. Aisya memegang pipinya yang sakit, juga memerah.❤️ Terimakasih ❤️Petaka MenduaPart7Aisya bersimpuh di depan Ibu. Ibu tak bergeming, wajahnya terlihat begitu berusaha tegar, dengan mata yang terus berkaca-kaca."Aisya, meskipun kamu anak kandungku! Jika kamu berada di jalan yang salah, Ibu tidak akan membela kamu sama sekali.""Bu, tolong jangan sakiti Aisya! Semua ini murni kesalahan, Yusuf."Ibu menatap tajam wajah Mas Yusuf. Sedangkan aku dan Bapak masih terdiam, menatap mereka bertiga."Kamu memang salah! Sangat salah, Yusuf."Ibu menarik napas berat, lalu menghembuskannya dengan kasar."Asal kamu tahu, meskipun aku hanyalah seorang Ibu sambung. Cintaku untuk Aisya dan Karin itu sama! Aku dan Bapaknya, membesarkan mereka berdua dengan cinta. Kamu menyakiti Karin, itu sama menyakitiku."Ibu berkata dengan menepuk-nepuk kasar dadanya, suaranya
Petaka MenduaPart8"Ada apa? Bagaimana hasilnya?" tanya Ibu dari luar.Kubuka pintu, kuperlihatkan hasil tastpack milikku itu."Ya Allah, selamat anakku! Aku ..., Aku akan segera nimang cucu. Terimakasih sayang!" Ibu begitu bahagia, berulang kali ia memelukku.Sedangkan aku, aku bingung harus bagaimana? Antara bahagia dan juga bersedih hati.Bahagianya, aku akan memiliki bayi, rumah ini akan menjadi ramai dengan suaranya. Melihat kebahagiaan Ibu, hatiku semakin dilema."Sayang! Kok kamu terlihat bingung?" tanya Ibu, seraya melonggarkan pelukannya.Aku menunduk. "Bu, anak ini akan besar, tanpa sosok Ayah. Disaat sidang perceraian tengah di gelar, ia malah hadir."Ibu tersenyum simpul. "Anakku, kamu tidak perlu bersedih. Ada Ibu dan Bapak yang akan memberikannya kasih sayang. Dia adalah anugerah, yang patut kamu sukuri."Ibu benar, banyak diluaran sana, yang menginginkan seorang anak, na
Petaka MenduaPart9Dua hari berlalu, kini pagi sekali Ummi datang berkunjung, ia hanya seorang diri. Ummi membawakanku susu Ibu hamil, buah-buahan juga baju- baju untuk Ibu hamil."Kamu harus jaga kesehatan, dan jangan stress ya Nak. Ummi sudah tau segalanya, Yusuf benar-benar mengecewakan."Aku memegang telapak tangan Ummi. "Tidak apa-apa, jangan di bahas lagi, Ummi. Kita buka lembaran baru, demi dia!" kataku, sambil menunjuk keperut buncitku."Karin, kamu sudah siap? Nak."Ibu yang dari belakang langsung terkejut, melihat kehadiran Ummi sepagi ini."Bu Hajjah," sapa Ibu."Mau kemana? Sudah pada cantik?" tanya Ummi dengan ramah."Mau ke pasar subuh, Ummi. Menyiapkan keperluan sore ini, untuk tujuh bulanan Karin.""Ikut dong! Ummi kan pengen juga terlibat mengurus calon cucu."Aku dan Ibu tersenyum. Kemudian kami bertiga naik angkutan umum, menuju pasar subuh.
Petaka MenduaPart10Hati manusia memang mudah berubah. Perpisahan yang nyaris sudah 6 bulan lamanya, ternyata tidak membuat Mas Yusuf fokus pada Aisya istri barunya.Bisa saja, kini baru dia menyadari, bahwa hatinya, sudah tertaut kepadaku. Namun sayangnya, semua sudah terlambat."Ummi, to--long ..., biar bagaimanapun, Aisya sekarang menantu Ummi."Aisya berkata dengan serak, ia menarik napas dalam, kemudian menghembuskannya pelan, seraya menyeka air matanya."Aisya juga berharap, Ummi bisa menyayangi Aisya," lirihnya.Ummi menarik napas dalam-dalam, serta menatap dingin wajah Aisya, yang sedari tadi menunduk."Aisya, bagaimana kamu bisa meminta kasih sayang saya? Sedangkan kamu dan Yusuf, menikah tanpa restu kami? Apakah kamu merasa itu sudah benar?" tanya Ummi, masih dengan ramah, namun penuh penekanan."Maaf Um, Aisya tahu kami bersalah. Tetapi semua sudah terjadi, Aisy
Petaka MenduaPart11"Bismillah walhamdulillah was sholaatu wassalam'ala Rasulillah," ucap Pak Ustadz."Talak saat hamil itu sah, hanya saja masa iddahnya berakhir saat wanita itu melahirkan."Mas Yusuf terdiam, namun ia menatap nanar kearahku."Bagaimana Nak Yusuf? Apakah itu cukup membantu?" tanya Ustadz."Iya Ustadz, terimakasih!" ucap mas Yusuf."Makanya Suf, jangan marukloh! Istri cantik model si Karin disia-siakan, heran."Lagi-lagi Bu Daung kembali menyerang mas Yusuf, dengan kata-kata pedasnya."Aaaaa ...." Terdengar suara teriakan dari belakang, Ibu berdiri dari duduknya, dan berlari kecil menuju ke belakang. Aku dan Ummi pun menyusul Ibu."Astaghfirullah," lirih Ummi, melihat Aisya pingsan. Sepertinya ia terpleset, ketika menuju kamar mandi.Ibu memeluk Aisya, sambil terisak. Sedangkan Ummi kembali ke dalam memanggil mas Yusuf."Ra
Petaka MenduaPart12Aku beristirahat di kamar, ditemani Ummi, yang memilih untuk menginap di rumah Bapak."Apa ini? Nak." Ummi bertanya, sambil memegang kotak kado, yang diberikan Mas Alif tadi kepadaku."Kado Umm, belum lihat isinya!" sahutku ramah, sambil menyibak seprei, menyiapkan tempat tidur untuk kami beristirahat.Ummi meletakkan kembali, kemudian menyusulku untuk merebahkan diri. Aku sengaja tidak ingin membukanya sekarang, menjaga perasaan Ummi."Karin, kalau kamu menikah lagi, Ummi tetap bisa kan nemuin kamu, dan cucu Ummi nantinya!" kata Ummi, dengan raut wajah sendu.Aku bergelayut manja di lengan Ummi. "Ummi, sampai kapanpun juga, Ummi tetap kesayangan Karin. Ummi bebas mau datang kapanpun, Karin akan selalu menyambut kedatangan Ummi dengan senang hati." "Terimakasih, anakku. Meskipun Yusuf menyakiti hati Karin, Karin tetap membuka hati buat kami, sekali lagi makasih ya, sayang," ucapnya Ummi dengan nada serak."Sudah ih, jangan sedih- sedih begitu! Nanti cucu Ummi ceng
Petaka MenduaPart13"Apa?" sahut kami secara bersamaan."Yusuf serius," kata Mas Yusuf lagi."Kamu gila?" pekik Bu Hanum. "Kamu itu sudah memilih Aisya. Dan kini, kamu berusaha meminta Karin kembali? Apakah kewarasan Nak Yusuf ini sudah hilang."Ibu Hanum berkata dengan sedikit kesal."Demi buah hati kami, Bu!" sahut Mas Yusuf tanpa dosa. "Saya berjanji akan adil dan tetap mencintai mereka dengan adil pula.""Apa maksudnya? Mereka siapa yang Mas maksud?" tanya suara serak dari muara dapur. Kami semua menoleh ke arahnya."Aisya," lirih Mas Yusuf. "Maaf, mas tidak bisa merelakan Karin, menikah dengan lelaki lain dan membuat anakku, harus memanggil lelaki lain itu sebagai Bapaknya kelak.""Ibu ...." Aisya menjerit pelan."Ibu ..., tolong katakan pada kak Karin, jangan kehamilan dijadikan alasan, untuk merebut hati mas Yusuf!" Terdengar suara lirih Aisya kembali.
Part14Lima belas menit kemudian, Bapak datang, membawaku keluar rumah. Aku masuk angkot bersama Ibu dan Bapak, kami menuju Puskesmas.Jam menunjukkan pukul dua belas siang, anakku lahir.Bayi dengan jenis kelamin perempuan itu lahir sehat dan cantik.Mas Yusuf ternyata juga datang bersama Ummi, Abah dan tentunya juga ada Aisya.Ia tersenyum sumringah, menyambut bayinya dari tangan Bidan.Dengan khidmat, mas Yusuf mengadzani anak kami. Aisya diam membeku, melihat rona bahagia yang terpancar dari wajah mereka semua. Terutama mas Yusuf, berulang kali ia mencium sayang wajah anaknya.Mereka bergantian menimang anak kami, hanya Aisya yang tidak bereaksi sama sekali, dia diam mematung tanpa suara, mau pun tersenyum."Karin, mas yang kasih nama ya!" pintanya ramah, dengan lengkungan dibibirnya."Silahkan," jawabku tak kalah ramah. Membuat Ibu dan Bapak, serta Ummi dan Abah