Part14
Lima belas menit kemudian, Bapak datang, membawaku keluar rumah. Aku masuk angkot bersama Ibu dan Bapak, kami menuju Puskesmas.
Jam menunjukkan pukul dua belas siang, anakku lahir.Bayi dengan jenis kelamin perempuan itu lahir sehat dan cantik.Mas Yusuf ternyata juga datang bersama Ummi, Abah dan tentunya juga ada Aisya.Ia tersenyum sumringah, menyambut bayinya dari tangan Bidan.Dengan khidmat, mas Yusuf mengadzani anak kami. Aisya diam membeku, melihat rona bahagia yang terpancar dari wajah mereka semua. Terutama mas Yusuf, berulang kali ia mencium sayang wajah anaknya.Mereka bergantian menimang anak kami, hanya Aisya yang tidak bereaksi sama sekali, dia diam mematung tanpa suara, mau pun tersenyum."Karin, mas yang kasih nama ya!" pintanya ramah, dengan lengkungan dibibirnya."Silahkan," jawabku tak kalah ramah. Membuat Ibu dan Bapak, serta Ummi dan AbahPart15°pov Aisyah°Plakk .... tamparan keras dari tangan Ibu kandungku sendiri, mendarat di pipiku. Ini merupakan tamparan kedua darinya, selama ini ia tidak pernah menyakiti fisikku seperti ini.Aku menatap nanar kearah Ibu, mengapa ia begitu tega menyakitiku, demi membela anak tirinya."Bu, mengapa ibu begitu tega, menamparku, sekeras ini?" tanyaku lirih, sambil mengusap pipiku yang memanas, akibat tamparan keras telapak tangan Ibu."Kamu pantas mendapatkannya! Ibu sangat membenci orang pembual.""Tapi Bu, Aisya capek dengan semua ini, mas Yusuf terus-menerus meminta kak Karin untuk rujuk. Kurang sabar apa Aisya? Apa?" bentakku, seraya terisak-isak.Hati ini teramat sakit, bagaikan terkena pukulan godam, remuk. Ketika melihat suami yang setiap harinya mengucapkan cinta untukku, nyatanya mulai tergoda kembali dengan masa lalunya."Itu resiko kamu! Dulu sudah ibu larang, jangan menikah d
Part16° POV Aisyah°"Rujuk? Mas ...." rasanya sulit kupercaya, mas Yusuf begitu tega berkata seperti ini.Mas Yusuf, ia merespon pertanyaanku dengan sebuah anggukan mantap tanpa berperasaan.Ya Allah, sakit, teramat sakit aku rasakan. Lelaki yang kupikir akan selalu mencintaiku, sehidup sesurga denganku, tidak akan berlaku Setega ini.Nyatanya, ia bahkan tidak sungkan untuk mengungkapkan perasaannya, meski harus menyakiti hatiku.Beginikah perasaan kak Karin saat itu, saat mas Yusuf, dengan lantang mengutarakan perasaannya kepadaku.Ternyata sesakit ini, sehancur inikah rasanya."Mas, apakah kamu sudah tidak mencintai Aisya lagi?" tanyaku.Setidaknya aku ingin tau, apakah aku masih ada di hatinya.Mas Yusuf memandangku, kemudian ia tersenyum dan meraih tubuhku.Mas Yusuf memelukku. "Mas sayang sama kamu! Hal itu tidak perlu kamu ragukan!" jawa
Part17°pov Aisyah°"Bu ..., Kenapa sih usil banget sama Aisya," celetukku, sambil menahan debar emosi di dalam dada."Yang usil itu siapa? Hah? Asal saja kalau ngomong!" jawabnya, seraya berlalu.Sedangkan beberapa pasang mata sudah terarah kepada kami. Mas Yusuf melihatku dari kejauhan, namun ia acuh, dan kembali fokus menyantap makanannya."Mas, kumohon jangan seperti ini terus, kembalilah seperti semula. Menjadi laki-laki, yang hanya mencintaiku." Aku berkata dalam hati, sambil menatap nanar punggung mas Yusuf, dari kejauhan.Dulu Bapak dan Ibu, begitu menyayangiku, namun kini, mereka seakan mengacuhkanku. Apalagi Ummi dan Abah, yang memang sedari awal, sudah tidak menyetujui hubungan kami.Aku sedih, setiap kali melihat kak Karin, begitu dicintai mereka.Ummi begitu menyayangi kak Karin, aku ingin di perlakukan semanis itu, tapi Ummi selalu saja judes kepadaku.
Part18^pov Karin^Flashback sedikit.Aisyahkita gantiAisyaSepulang Aisya dan Mas Yusuf dari rumah Bapak, Ibu mendekat ke arahku, ia duduk disampingku sambil tersenyum memandangi wajah mungil Emilia."Nak, apakah kamu benci dengan Aisya?" tanya Ibu.Aku menggeleng. "Biar bagaimanapun, Aisya anak Ibu, yang berarti, adik Karin. Mana mungkin Karin bisa membenci saudara sendiri.""Kalaupun kamu membencinya, Ibu bisa memaklumi, dia adalah petaka dalam rumah tangga kalian," ungkap Ibu, dengan mata mulai berkaca.Aku tersenyum. "Perpisahan kami itu garis takdir, Bu. Aisya hanyalah korban cinta buta mas Yusuf, dia lah orang yang paling bersalah dalam hal ini," jawabku pelan."Tetap saja, Aisya juga berperan dalam hal ini.""Iya, biarkan semesta yang menghukum mereka. Karin selalu berdoa, semoga adik Karin itu bahagia. Dan kembali menjadi wani
Part19"Mas ..., aku mohon sadarlah, kamu sudah keterlaluan!" lirihku.Ya Allah, bagaimana jika anakku kehausan, sedangkan selama ini ia selalu aku berikan asi eksklusif."Mas, kasihan Emel, kalau dia haus bagaimana?" pekikku."Diam ..., buat apa kamu sok-sokan peduli dengan Emelia, nyatanya kamu tetap memilih memberikan keluarga broken home untuknya.""Mas, ini pilihan kamu saat itu, kamu yang terang-terangan menceraikanku! Untuk apalagi kita kembali bersama? Jika nyatanya aku sudah tidak punya rasa.""Rasa itu bisa tumbuh seiring waktu!" jawabnya dingin."Mas, kumohon pulangkan aku," lirihku."Aku tidak akan rela, kamu menikah dengan si Alif.""Mas, aku juga berhak bahagia, sadarlah! Yang kamu lakukan ini salah.""Aku tidak bisa, tidak akan pernah bisa, melihat kamu menjadi milik lelaki lain.""Egois, kamu jahat, mas."Mas Yusuf tida
Part20Usai makan siang, aku dan mas Alif bersantai-santai di depan etalase toko yang terisi smartphone, dengan harga yang bervariasi, milik mas Alif."Dek, tuh Aisya ...." Mas Alif sambil menunjuk dengan bibirnya, ke arah Aisya yang terlihat berlari kecil dengan mengenakan gamis berwarna maroon serta kerudung warna senada. Ia terlihat begitu panik menuju ke arah toko kami."Kak, Ummi masuk rumah sakit," katanya dengan wajah panik."Seriusan? Kapan Aish?" tanyaku, yang juga mendadak panik."Tadi pagi, Aish tau dari Bu Romlah, ketemu di tukang sayur tadi. Ummi katanya di bawa ke rumah sakit, di kota.""Mas ...." Aku menatap sesaat wajah mas Alif.Mas Alif pun paham dengan pandanganku."Mas yang akan antar kalian, nanti mas akan minta Danang yang jaga toko. Kamu siap-siap dulu!" ucapnya dengan ramah.Aku mengangguk cepat. "Aish, Kakak siap-siap dulu, kamu tunggu disini? Atau
Part21"Maaf, Rin."Abah berkata sambil menunduk.Aku enggan menggubris ucapan Abah, hatiku rasanya beku, menatap kecewa pada mereka."Setelah Aisya pulih, aku akan membawanya pulang ke rumah. Kalian tidak perlu repot-repot lagi menolak kehadirannya sebagai menantu, aku yang akan membantunya menggugat cerai mas Yusuf.""Karin, Abah tahu kamu kecewa, tapi tolong, jangan rusak kebahagiaan yang di impikan Aisya.""Kebahagiaan apa? Bah. Selama ini apakah mas Yusuf membahagiakan Aisya? Tidak. Bahkan kalian selalu menganggapnya tidak ada? Kan. Sejahat-jahatnya Aisya, dia tetap adik Karin, kalian menyakitinya, sama dengan menyakiti Karin," jawabku."Sayang, sudah!" bisik mas Alif, seraya memegang kedua bahuku dari belakang."Mas, aku sakit hati, melihat mereka memperlakukan Aisya seenaknya.""Karin, ini rumah tanggaku, kamu tidak berhak ikut campur!" ucap mas Yusuf, dingin.Aku men
Part22"Ummi terlalu kecewa dengan Aisya, Ummi merasa, semenjak Yusuf menikah dengan Aisya, ia menjadi tidak terarah.""Umm, itu bukan alasan yang tepat, untuk mempermainkan Aisya seperti ini. Jika Ummi keberatan dengan hubungan mereka, kenapa tidak meminta anak Ummi, menceraikan Aisya terlebih dahulu? Jangan di gantung seperti itu."Ummi terdiam, rasanya aku lelah untuk menyalahkan mereka. Semua inti permasalahan ini, ada pada mas Yusuf.Aku enggan bicara pada Ummi dan Abah lagi, kutarik tangan mas Alif, membawanya keluar dari ruang rawat Ummi. Kemudian menuju ruangan Aisya di rawat."Terimakasih, Mas. Aisya kangen sekali, jangan tinggalin Aisya lagi ya!"Terdengar suara lirih Aisya, sepertinya ia sudah siuman. Kudorong pelan ruangannya, istri kedua mas Yusuf duduk di sofa, yang ada di pojokan ruangan."Kak Karin," lirih Aisya, seraya tersenyum manis, binar kebahagiaan begitu kentara di wajah A