Petaka Mendua
Part9Dua hari berlalu, kini pagi sekali Ummi datang berkunjung, ia hanya seorang diri. Ummi membawakanku susu Ibu hamil, buah-buahan juga baju- baju untuk Ibu hamil."Kamu harus jaga kesehatan, dan jangan stress ya Nak. Ummi sudah tau segalanya, Yusuf benar-benar mengecewakan."Aku memegang telapak tangan Ummi. "Tidak apa-apa, jangan di bahas lagi, Ummi. Kita buka lembaran baru, demi dia!" kataku, sambil menunjuk keperut buncitku."Karin, kamu sudah siap? Nak." Ibu yang dari belakang langsung terkejut, melihat kehadiran Ummi sepagi ini."Bu Hajjah," sapa Ibu."Mau kemana? Sudah pada cantik?" tanya Ummi dengan ramah."Mau ke pasar subuh, Ummi. Menyiapkan keperluan sore ini, untuk tujuh bulanan Karin.""Ikut dong! Ummi kan pengen juga terlibat mengurus calon cucu."Aku dan Ibu tersenyum. Kemudian kami bertiga naik angkutan umum, menuju pasar subuh.Petaka MenduaPart10Hati manusia memang mudah berubah. Perpisahan yang nyaris sudah 6 bulan lamanya, ternyata tidak membuat Mas Yusuf fokus pada Aisya istri barunya.Bisa saja, kini baru dia menyadari, bahwa hatinya, sudah tertaut kepadaku. Namun sayangnya, semua sudah terlambat."Ummi, to--long ..., biar bagaimanapun, Aisya sekarang menantu Ummi."Aisya berkata dengan serak, ia menarik napas dalam, kemudian menghembuskannya pelan, seraya menyeka air matanya."Aisya juga berharap, Ummi bisa menyayangi Aisya," lirihnya.Ummi menarik napas dalam-dalam, serta menatap dingin wajah Aisya, yang sedari tadi menunduk."Aisya, bagaimana kamu bisa meminta kasih sayang saya? Sedangkan kamu dan Yusuf, menikah tanpa restu kami? Apakah kamu merasa itu sudah benar?" tanya Ummi, masih dengan ramah, namun penuh penekanan."Maaf Um, Aisya tahu kami bersalah. Tetapi semua sudah terjadi, Aisy
Petaka MenduaPart11"Bismillah walhamdulillah was sholaatu wassalam'ala Rasulillah," ucap Pak Ustadz."Talak saat hamil itu sah, hanya saja masa iddahnya berakhir saat wanita itu melahirkan."Mas Yusuf terdiam, namun ia menatap nanar kearahku."Bagaimana Nak Yusuf? Apakah itu cukup membantu?" tanya Ustadz."Iya Ustadz, terimakasih!" ucap mas Yusuf."Makanya Suf, jangan marukloh! Istri cantik model si Karin disia-siakan, heran."Lagi-lagi Bu Daung kembali menyerang mas Yusuf, dengan kata-kata pedasnya."Aaaaa ...." Terdengar suara teriakan dari belakang, Ibu berdiri dari duduknya, dan berlari kecil menuju ke belakang. Aku dan Ummi pun menyusul Ibu."Astaghfirullah," lirih Ummi, melihat Aisya pingsan. Sepertinya ia terpleset, ketika menuju kamar mandi.Ibu memeluk Aisya, sambil terisak. Sedangkan Ummi kembali ke dalam memanggil mas Yusuf."Ra
Petaka MenduaPart12Aku beristirahat di kamar, ditemani Ummi, yang memilih untuk menginap di rumah Bapak."Apa ini? Nak." Ummi bertanya, sambil memegang kotak kado, yang diberikan Mas Alif tadi kepadaku."Kado Umm, belum lihat isinya!" sahutku ramah, sambil menyibak seprei, menyiapkan tempat tidur untuk kami beristirahat.Ummi meletakkan kembali, kemudian menyusulku untuk merebahkan diri. Aku sengaja tidak ingin membukanya sekarang, menjaga perasaan Ummi."Karin, kalau kamu menikah lagi, Ummi tetap bisa kan nemuin kamu, dan cucu Ummi nantinya!" kata Ummi, dengan raut wajah sendu.Aku bergelayut manja di lengan Ummi. "Ummi, sampai kapanpun juga, Ummi tetap kesayangan Karin. Ummi bebas mau datang kapanpun, Karin akan selalu menyambut kedatangan Ummi dengan senang hati." "Terimakasih, anakku. Meskipun Yusuf menyakiti hati Karin, Karin tetap membuka hati buat kami, sekali lagi makasih ya, sayang," ucapnya Ummi dengan nada serak."Sudah ih, jangan sedih- sedih begitu! Nanti cucu Ummi ceng
Petaka MenduaPart13"Apa?" sahut kami secara bersamaan."Yusuf serius," kata Mas Yusuf lagi."Kamu gila?" pekik Bu Hanum. "Kamu itu sudah memilih Aisya. Dan kini, kamu berusaha meminta Karin kembali? Apakah kewarasan Nak Yusuf ini sudah hilang."Ibu Hanum berkata dengan sedikit kesal."Demi buah hati kami, Bu!" sahut Mas Yusuf tanpa dosa. "Saya berjanji akan adil dan tetap mencintai mereka dengan adil pula.""Apa maksudnya? Mereka siapa yang Mas maksud?" tanya suara serak dari muara dapur. Kami semua menoleh ke arahnya."Aisya," lirih Mas Yusuf. "Maaf, mas tidak bisa merelakan Karin, menikah dengan lelaki lain dan membuat anakku, harus memanggil lelaki lain itu sebagai Bapaknya kelak.""Ibu ...." Aisya menjerit pelan."Ibu ..., tolong katakan pada kak Karin, jangan kehamilan dijadikan alasan, untuk merebut hati mas Yusuf!" Terdengar suara lirih Aisya kembali.
Part14Lima belas menit kemudian, Bapak datang, membawaku keluar rumah. Aku masuk angkot bersama Ibu dan Bapak, kami menuju Puskesmas.Jam menunjukkan pukul dua belas siang, anakku lahir.Bayi dengan jenis kelamin perempuan itu lahir sehat dan cantik.Mas Yusuf ternyata juga datang bersama Ummi, Abah dan tentunya juga ada Aisya.Ia tersenyum sumringah, menyambut bayinya dari tangan Bidan.Dengan khidmat, mas Yusuf mengadzani anak kami. Aisya diam membeku, melihat rona bahagia yang terpancar dari wajah mereka semua. Terutama mas Yusuf, berulang kali ia mencium sayang wajah anaknya.Mereka bergantian menimang anak kami, hanya Aisya yang tidak bereaksi sama sekali, dia diam mematung tanpa suara, mau pun tersenyum."Karin, mas yang kasih nama ya!" pintanya ramah, dengan lengkungan dibibirnya."Silahkan," jawabku tak kalah ramah. Membuat Ibu dan Bapak, serta Ummi dan Abah
Part15°pov Aisyah°Plakk .... tamparan keras dari tangan Ibu kandungku sendiri, mendarat di pipiku. Ini merupakan tamparan kedua darinya, selama ini ia tidak pernah menyakiti fisikku seperti ini.Aku menatap nanar kearah Ibu, mengapa ia begitu tega menyakitiku, demi membela anak tirinya."Bu, mengapa ibu begitu tega, menamparku, sekeras ini?" tanyaku lirih, sambil mengusap pipiku yang memanas, akibat tamparan keras telapak tangan Ibu."Kamu pantas mendapatkannya! Ibu sangat membenci orang pembual.""Tapi Bu, Aisya capek dengan semua ini, mas Yusuf terus-menerus meminta kak Karin untuk rujuk. Kurang sabar apa Aisya? Apa?" bentakku, seraya terisak-isak.Hati ini teramat sakit, bagaikan terkena pukulan godam, remuk. Ketika melihat suami yang setiap harinya mengucapkan cinta untukku, nyatanya mulai tergoda kembali dengan masa lalunya."Itu resiko kamu! Dulu sudah ibu larang, jangan menikah d
Part16° POV Aisyah°"Rujuk? Mas ...." rasanya sulit kupercaya, mas Yusuf begitu tega berkata seperti ini.Mas Yusuf, ia merespon pertanyaanku dengan sebuah anggukan mantap tanpa berperasaan.Ya Allah, sakit, teramat sakit aku rasakan. Lelaki yang kupikir akan selalu mencintaiku, sehidup sesurga denganku, tidak akan berlaku Setega ini.Nyatanya, ia bahkan tidak sungkan untuk mengungkapkan perasaannya, meski harus menyakiti hatiku.Beginikah perasaan kak Karin saat itu, saat mas Yusuf, dengan lantang mengutarakan perasaannya kepadaku.Ternyata sesakit ini, sehancur inikah rasanya."Mas, apakah kamu sudah tidak mencintai Aisya lagi?" tanyaku.Setidaknya aku ingin tau, apakah aku masih ada di hatinya.Mas Yusuf memandangku, kemudian ia tersenyum dan meraih tubuhku.Mas Yusuf memelukku. "Mas sayang sama kamu! Hal itu tidak perlu kamu ragukan!" jawa
Part17°pov Aisyah°"Bu ..., Kenapa sih usil banget sama Aisya," celetukku, sambil menahan debar emosi di dalam dada."Yang usil itu siapa? Hah? Asal saja kalau ngomong!" jawabnya, seraya berlalu.Sedangkan beberapa pasang mata sudah terarah kepada kami. Mas Yusuf melihatku dari kejauhan, namun ia acuh, dan kembali fokus menyantap makanannya."Mas, kumohon jangan seperti ini terus, kembalilah seperti semula. Menjadi laki-laki, yang hanya mencintaiku." Aku berkata dalam hati, sambil menatap nanar punggung mas Yusuf, dari kejauhan.Dulu Bapak dan Ibu, begitu menyayangiku, namun kini, mereka seakan mengacuhkanku. Apalagi Ummi dan Abah, yang memang sedari awal, sudah tidak menyetujui hubungan kami.Aku sedih, setiap kali melihat kak Karin, begitu dicintai mereka.Ummi begitu menyayangi kak Karin, aku ingin di perlakukan semanis itu, tapi Ummi selalu saja judes kepadaku.