Marisa melempar senyum manis pada Aaron. Dengan telunjuk ia menyentuh dagu lancip pemuda itu. Matanya menatap liar seolah amat menginginkan dia.
"Semua belum terlambat jika kau mau menjadi budakku," desisnya ke wajah Aaron. Pria itu menatap dengan mata terbakar. "Aku tak sudi!" Senyum di wajah Marisa memudar seketika. Matanya menatap nyalang pada Aaron. "Dasar keras kepala! Membusuk lah kau di tempat ini!" berangnya lantas pergi. Marquez yang menyimak menoleh satu kali ke punggung ibunya. lantas dia menaikan sudut bibirnya saat menatap pada Aaron. "Baiklah Young Master Fortman yang terhormat, selamat malam!" cibirnya lantas pergi. Aaron mendengus kesal mendengar gelak tawa para bajingan itu di ujung lorong. Tiga tahun terkurung di ruangan membosankan ini, sungguh tak patut dialami oleh pewaris keluarga Fortman yang lebih tersohor daripada seorang selebriti. Hawa dingin menusuk tulang menjelang pagi membuat tubuhnya menggigil. Dia membutuhkan selimut bulu tebal untuk melindungi pori-porinya. Namun, tak ada apa pun di sekitar. Pakaian yang melekat pun sudah bolong-bolong. Entah musim apa tahun ini. Mungkin musim salju. Aaron menengadah ke atas. Dari langit-langit kaca dia melihat butiran putih yang berjatuhan. Ya, sedang musim salju di San Alexandria Baru saat ini. Hawa dingin dan butiran salju membawa memorinya ke masa silam. Tiga tahun yang lalu ... "Will you marry me?" Sambil berlutut dan disaksikan ratusan tamu undangan, Aaron menyodorkan kotak kecil berisi cincin berlian seharga 10 milyar. Semua tercengang melihat aksinya malam itu. Terlebih Jesica Oliver, wanita itu menatap dengan mata berkaca-kaca. Dia gemetaran saat mengulurkan tangannya. Ini sungguh kejadian yang amat mengejutkan kota. Juga bagi keluarga besar Oliver. Satu-satunya pewaris Mecco Company Group melamarnya di tengah pesta tahun baru. Ini kejadian paling fenomenal sepanjang sejarah! Para wartawan sampai berdesak-desakan ingin mengambil gambar mereka. Wanita berambut merah dengan bola mata biru terang itu menyapu pandangan ke sekitar. Jantungnya berdegup amat kencang. Apakah ini mimpi? Jesica nyaris tak percaya. Keluarga Fortman memiliki kekayaan sekitar 500 milyar dolar di San Alexandria Baru. Belum lagi asetnya yang tersebar di luar negeri dan beberapa pulau. Tidak hanya akan kaya tujuh turunan, tetapi dia juga akan bermandi emas dan tidur beralaskan uang kertas! Menjadi istri Aaron de Fortman adalah impian para gadis di seluruh kota. Kini impian itu tertulis di garis tangannya. Tak ada wanita yang lebih beruntung darinya. Manik biru terang Jesica kembali ke wajah cerah Aaron. Kontak mata itu berangsur lembut. Jantungnya masih berdegup kencang. Lisannya terkunci dan tak dapat berkata-kata. Hatinya bergetar hebat. Dia menggigit bibir dan kepalanya mengangguk pelan. "Yeah!" Aaron memekik senang. Lamarannya diterima dengan baik. Tak sia-sia dia melakukan semua ini. Termasuk menerbangkan ratusan drone di langit San Alexandria dengan kertas putih bertuliskan "Jesica Oliver menikahlah denganku". Semuanya dia lakukan hanya untuk wanita yang bersamanya mengarungi lautan asmara selama tiga tahun terakhir. Tak ada laki-laki setampan dan romantis macam dirinya. Wanita di seluruh kota benar-benar iri pada nasib baik Jesica. Mereka sudah saling jatuh cinta saat sama-sama kuliah. Jesica gadis yang periang, humble, dan manis. Dia memiliki bola mata biru terang yang indah. Salah satu keistimewaan yang paling Aaron sukai darinya. Kehidupan percintaan di kalangan keluarga bangsawan tidak seperti kehidupan percintaan orang biasa. Keseharian Aaron sebagai Tuan Muda Fortman selalu ramai diburu oleh para pencari berita dan diperbincangkan oleh para gadis di salon kecantikan. Termasuk hubungan asmaranya dengan Jesica. Sebagai seorang model yang baru bersinar dan berasal dari keluarga yang biasa saja, bukan bangsawan. Tentu saja ini sangat istimewa bagi keluarga Oliver karena pewaris Mecco Company Group memilih putri mereka. Dengan pipi yang merah dan wajah tersipu malu, Jesica tak berani mengangkat matanya. Aaron hanya tersenyum gemas, lantas bangkit. Di depan semua orang yang bertepuk tangan untuk mereka. Dia berciuman dengan Jesica. Pesta terus berlangsung di malam tahun baru itu. Dan itu terjadi tiga tahun yang lalu saat dia masih berstatus sebagai Tuan Muda Fortman dan pewaris tunggal Mecco Company Group. Aaron memejamkan matanya mengingat semua momen indah itu. Hatinya bergetar luar biasa. Perasaannya berkecamuk dan jiwanya meraung pilu. Senyuman Jesica, caranya menatap. Dia amat lungguh. Gadis itu sangat malang ... Aaron menitikkan air mata saat mengingatnya. Pesta tahun baru itu dan kenangannya bersama Jesica, kini telah hanyut ke selokan bersama semua kelicikan Marquez dan ibu tirinya. Obat halusinasi mengambil alih kewarasan Aaron malam itu. Membuatnya melakukan hal buruk pada Jesica menjelang pernikahan mereka. Semua orang menganggapnya gila. Dia menyayat pergelangan tangan kekasihnya dan mengajaknya terjun dari lantai sepuluh unit apartemen. Kala itu Jesica memang sedang mabuk, dan Aaron berada di bawah kendali obat halusinasi. Menurut kabar, pasangan kekasih itu sempat terlibat pertengkaran hebat sebelum keduanya terjun dari gedung apartemen. Begitu berita yang tersiar pasal kematian tragis yang menimpa Jesica Oliver tiga tahun yang lalu. Namun, berita itu terdengar rancu dan menyimpan banyak misteri. Tidak mungkin Tuan Muda Fortman melakukan hal keji itu pada pacarnya. Para paparazi masih mencari tahu fakta sebenarnya hingga kini. Panggung entertainmen kehilangan bintang muda berbakat mereka. Kematian Jesica membuat seluruh kota menangis. Pasangan selebriti yang selalu ditunggu beritanya, kini lenyap sudah. Selain kejadian di malam tahun baru yang indah, Aaron tak dapat mengingat kejadian di malam nahas itu. Dia tersadar dan mendapati dirinya yang sudah berada di rumah sakit jiwa, dengan kedua tangannya yang dipasangi borgol. "Lepaskan aku! Aku tidak gila!" Tak ada yang peduli akan suara teriakan itu. Tidak ada orang gila yang mengaku dirinya gila. Namun, dia benar-benar tidak gila! Di usainya yang amat muda dan hendak menikah, dia dinyatakan tidak waras oleh para dokter kejiwaan. Rumah sakit jiwa terbesar di kota yang menanganinya kala itu. Mereka menyerah. Aaron dinyatakan mengalami gangguan jiwa dan tempramen yang parah karena Jesica telah mengkhianatinya dengan kakak tirinya sendiri. Semua itu hanya Hoax! Mereka bercakap omong kosong setelah seseorang memberinya sedikit uang. Aaron tidak mengerti dengan semua yang orang katakan padanya. Juga para simpati orang-orang politik, publik figur dan rekan-rekan bisnisnya. Dia sungguh tak tahu apa-apa. "Daddy sering melarang mu untuk minum-minum, tapi kau keras kepala! Akhirnya kau melakukan hal keji ini! Bahkan pada tunanganmu sendiri!" Tuan Besar Fortman menggeleng putus asa. Marisa berdiri di samping pria tua itu. Dengan wajah sedih, dia menutupi hidungnya menggunakan tisu, pura-pura menangis. "Aku tidak melakukan apa pun pada Jesica! Keluarkan aku dari sini!" Aaron berlari dari tepi ranjangnya. Dia berdiri sambil mencengkeram jeruji besi yang menjadi pembatas antara dia dan ayahnya. Ini kejam. Dia telah difitnah! Tuan Fortman tak sanggup melihat putranya yang hancur. Jantungnya tiba-tiba sakit. Dia ingin pergi. Marisa melempar senyum licik membalas tatapan Aaron, lantas dengan air mata buayanya dia memapah suaminya meninggalkan tempat itu. Aaron terus berteriak. Tuan Fortman mengalami shock berat. Dia jatuh pingsan. Semua itu terjadi tiga tahun yang lalu. Dia disiksa dan akan dibuat benar-benar gila oleh para dokter yang ibu tirinya bayar. Tekanan demi tekanan harus dia alami sepanjang hari, dan itu amat menyakitkan. "Apa yang sedang dia pandangi? Apakah mautnya?" Seorang laki-laki berpakaian mewah datang menemui Aaron di rumah sakit jiwa. Dia menyeringai melihat pria itu sedang duduk sambil menatap ke luar jendela. Marquez Fortman, dialah pelaku sebenarnya. Pria licik yang sudah mencuci tangan atas perbuatan jahatnya pada Jesica. Tentu saja dia puas betul melihat Aaron berada di dalam sana. Malam tahun baru di pesta para politikus dan pebisnis. Aaron de Fortman dengan percaya diri melamar pacarnya di depan semua tamu yang hadir. Memang, itu malam yang indah dan penuh sejarah bagi pewaris Mecco Company Group, Aaron de Fortman. Namun, tidak untuk Marquez. Dia sangat kesal sampai mengamuk di kamarnya malam itu. Usianya baru 16 tahun, saat ibunya, Marisa mengajaknya ke rumah besar keluarga Fortman. "Mulai sekarang semua ini akan menjadi milikmu, Sayang ..." Ibunya berkata seperti itu sambil menangkup kedua pipinya. Marquez yang belia sudah mengerti apa yang ibunya maksud. Mereka bukan berasal dari keluarga kerajaan atau bangsawan. Namun, penampilan mereka cukup meyakinkan untuk berada satu meja dengan orang-orang tersebut. Marisa mati-matian berusaha menggoda Tuan Fortman yang begitu setia pada mendiang istrinya, Casandra Ramos. Ular itu rela melakukan apa saja. termasuk menjebak tua bangka kaya raya tersebut. Marquez muda tidak memiliki banyak teman karena karakter yang buruk. Psikopat dan sorot mata yang seram. Dia benci pada Aaron yang cerdas dan disukai banyak gadis di sekolah. Seekor babi harus diberi makan banyak terlebih dahulu sebelum dipotong. Ibunya berkata begitu. Marquez yang tidak paham hanya menatapnya dengan manik menggelap. Namun, kini dia mengerti arti kiasan yang ibunya sampaikan. Setelah hidup dalam hinar binar berlian dan makan menggunakan sendok emas, kini Aaron harus mendekam di dalam rumah sakit jiwa kelas berat. "Hei! Laki-laki tidak waras!" Marquez tergelak tawa bersama dua orang bodyguard usai berteriak begitu. Pria dengan seragam pasien biru muda di sana mengepalkan buku-buku jemarinya. Dia hafal betul, siapa yang datang membesuknya pagi ini. Aaron memejamkan mata penuh emosi. Dia lantas bangkit, berlari cepat dan langsung menyambar keras jas mahal Marquez. Pria itu melotot kaget. "Demi Tuhan aku akan menghabisi mu!" teriak Aaron dengan mata berapi-api.Angin pagi bertiup dengan kencang. Daun-daun maple berjatuhan di tepi sungai beku.Tiga tahun yang lalu, itu waktu yang begitu singkat baginya. Juga memiliki banyak kenangan.Aaron membuka mata. Sepasang iris hijau terang memancar dengan sempurna. Dipandanginya dari balik langit-langit kaca yang buram. Hujan salju kembali turun."Aku sangat mencintaimu! Aku sudah tidak sabar menunggu hari pernikahan kita."Hawa dingin yang ditimbulkan, juga salju putih yang lembut membuatnya teringat pada gadisnya."Aku pun sangat mencintaimu. Sama seperti mu, aku tidak sabaran menunggu hari pernikahan kita."Jesica tersenyum membalas tatapannya kala itu. Senyuman yang begitu manis. Siapa sangka di sela indahnya harapan dan mimpi mereka itu, hal yang mengerikan harus terjadi."Aaron, aku bukan milikmu lagi! Aku kehilangan segalanya! Aku tak mau hidup lagi!" Jesica bicara dengan suaranya yang serak. Juga matanya yang sembab.Selama tiga tahun ia mengenal gadis itu, ini untuk pertama kalinya Aaron meli
"Menyingkir kalian! Biarkan saya masuk!""Di mana Tuan Muda Fortman kalian sekap?!""Serahkan dia pada saya!"Suara ricuh di ujung lorong mengembalikan kewarasan Aaron. Ia tersadar dari semua bayangan masa lalunya.Iris biru terang itu mencari-cari ke sekitar. Sepertinya ia kenal dengan suara laki-laki yang berteriak pada para penjaga di ujung lorong. Bukankah dia Jeremy?Sementara itu di ujung lorong sedang terjadi perdebatan hebat antara seorang laki-laki dengan tiga orang penjaga. Laki-laki itu datang dengan membawa berkas-berkas penting dalam kopernya.Jeremy merupakan pria asal Selatan yang sudah bekerja puluhan tahun melayani keluarga Fortman sebagai sekretaris sekaligus pengacara Tuan Fortman. Setelah Tuan Besar Fortman meninggal, semua hak waris jatuh pada putra tunggalnya yaitu Aaron de Fortman. Sayangnya, di hari penyerahan hak waris di pengadilan pusat, Jeremy tidak melihat Aaron sama sekali.Dia curiga jika Marisa dan Marquez sudah melakukan sesuatu pada Tuan Muda Fortman
Terik sang mentari petang itu cukup panas. Sinar jingganya menerobos dari sela-sela daun pinus yang tipis. Perlahan Aaron membuka matanya. Ia terkejut mendapati tubuhnya yang sedang tergolek di antara semak-semak jurang."Ah, di mana aku?"Berangsur-angsur laki-laki itu menyeret tubuh ringkihnya guna berusaha bangkit. Di sela rasa haus dan kepayahan, Aaron mengingat insiden yang baru saja terjadi padanya.Marquez, di mana laki-laki itu?Bukankah mereka menaiki mobil yang sama?Aaron tak mampu mengingat banyak hal. Termasuk ledakan dahsyat yang terjadi. Dia hanya ingat saat mobil itu terperosok lalu terjun ke jurang.Dalam hati, Aaron mencemaskan Marquez. Meski mereka hanya saudara tiri dan tidak pernah akur, tapi dia masih punya nurani terhadap laki-laki menyebalkan itu."Marquez, aku harus mencarinya!"Aaron berusaha bangkit sambil bertumpu ke pepohonan di sekitar. Ia berjalan dengan terpincang-pincang. Matanya memindai ke sekitar hutan."Marquez!"Dari balik sebuah pohon besar, Marq
Suara baling-baling helikoter masih terdengar di telinga Aaron. Juga situasinya saat itu. Kilas balik masa lalu membuatnya mengantuk.Salju putih berjatuhan di langit memenuhi atap kaca. Hawa dingin menusuk ke tulang di sela pakaian basah yang berbau busuk. Dari ujung lorong yang remang terlihat langkah seorang laki-laki."Dasar gila! Dia bahkan masih bisa tidur pulas di dalam penjara busuk ini," desis Marquez sambil menutupi hidungnya menggunakan sapu tangan.Cuaca yang lembab membuat aroma busuk yang tercium dari dalam penjara itu semakin menyengat. Sementara laki-laki yang dikurung di dalam sana malah sedang enak tidur. Jelas saja dia jadi kesal.Dua orang penjaga segera menghampiri laki-laki dengan mantel bulu tebal yang sedang berdiri memandangi si tahanan."Selamat malam, Tuan Marquez." Mereka menyapa dengan sopan.Marquez cuma melirik sesaat ke arah dua orang penjaga itu, lantas matanya kembali menatap pada laki-laki lusuh yang terikat rantai berkarat di dalam penjara."Apa kal
Hari mulai siang saat mobil hitam menepi di pelataran kediaman keluarga Fortman. Marisa baru saja tiba usai bertemu pengacara di Pusat Group Mecco Company."Selamat siang, Nyonya!""Menyingkir kalian!"Para asiten keheranan melihat wajah Marisa yang tampak sangat kesal. Wanita itu marah-marah seperti iblis yang sedang kelaparan. Tidak ada satu orang pun yang berani mendekatinya."Ursula, apa Dokter Federic datang kesini?""Belum, Nyonya."Shit!Marisa mendengus kesal. Kapan dokter itu akan datang? Ia sudah tidak sabar ingin segera menjalankan rencananya. Dengan emosi yang sesak di dada, wanita itu menggeleng lalu membentak para pekerja tanpa alasan yang jelas."Sepertinya Nyonya lupa minum obat.""Ya, kau benar. Dia harus minum obat."Para pekerja segera pergi setelah Marisa memaki mereka habis-habisan. Wanita itu memang tidak waras. Mentalnya terganggu sejak Tuan Fortman koma. Sementara itu di ruang bawah tanah di mana Aaron disekap. Tiga bayangan panjang memnatul saat pintu sebuah
"Jesica!""Tidak! Jesica!"Aaron histeris dan ingin mengamuk. Entah apa yang terjadi. Marisa segera menoleh ke arah Dokter Federic. Sang dokter cuma memasang wajah heran menanggapi."Apa yang terjadi? Kenapa dia tidak mau diam?" tanya Marisa.Marquez menimpali, "Jika dia terus mengamuk begitu, bagaimana kita bisa membuatnya menandatangani berkas-berkas itu?"Kedua orang itu tampak pusing dan bingung. Dokter Federic segera angkat bicara."Sepertinya obat halusinasi sudah tidak mempan padanya. Malam ini juga sebaiknya dia segera dibawa ke rumah sakit! Ada banyak alat di sana yang bisa merusak mentalnya."Marquez menoleh ke arah ibunya usai mendengar semua ucapan Dokter Federic.Marisa mengangguk. "Lakukan apa saja yang penting dia mau tanda tangan!" putusnya.Dokter Federic tersenyum tipis. Maka malam itu juga ia segera mengatur keberangkatan Aaron menuju rumah sakit jiwa."Lepaskan aku!""Jesica!"Aaron terus berontak dan berteriak saat beberapa petugas rumah sakit membawanya keluar d
Marquez memejamkan mata seraya mencengkeram gelas wine dalam genggaman.Prang!Marisa yang terkejut segera menoleh ke arah sang putra yang sedang duduk di sofa. Ia menjerit melihat tangan Marquez mengucurkan darah segar. Gila! Dia mencengkeram gelas sampai pecah?"Cepat panggilkan dokter!" teriak Marisa pada para asisten.Semua orang dibuat ricuh. Sementara Marquez tetap diam meski pendarahan di tangannya tak juga berhenti.Darah ini adalah bukti jika api yang berkobar di matanya tidak akan pernah padam sebelum melihat mayat Aaron."Marquez Sayangku!"Marisa merangkul kepala Marquez hingga bersandar ke bahunya. Wanita itu menangis melihat tangan putranya terluka.Para dokter segera berdatangan. Marquez langsung mendapatkan penanganan medis. Marisa cemas melihat sang putra diam saja."Kau pasti kesal karena kita gagal lagi menghabisi Aaron."Marquez cuma menarik nafas panjang lalu membuang pandangan ke luar jendela. Salju mulai turun menjelang malam tiba.Butiran putih itu mengingatka
Kantor Pengacara Pusat Alexandria Baru pagi itu.Jeremy sangat terkejut dan marah setelah menerima telepon dari salah satu penjaga yang bekerja di kediaman Tuan Fortman.Para bajingan itu ternyata masih saja gemar menyiksa Aaron. Bahkan memperlakukan Tuan Muda sudah seperti binatang.["Anda harus lakukan sesuatu, Tuan! Mereka akan membawa Tuan Muda ke tahanan khusus siang ini!"]Dicengkeram gagang telepon dalam genggaman. Jeremy memejamkan matanya berat."Aku akan siapkan semuanya. Kau harus awasi di sana dan terus hubungi aku," kata Jeremy.["Baik, Tuan!"]Brak!Diletakkan gagang telepon itu kembali ke tempatnya. Jeremy memijat pertengahan di antara kedua alisnya yang tebal. Ia sedang berpikir.Sementara itu di kediaman Tuan Fortman. Tepatnya di lantai dua mansion.Langkah anggun sepasang tungkai jenjang yang dipasangi heels warna merah terayun menuju suatu kamar. Itu kamar khusus di mana mereka menyimpan Tuan Fortman yang sedang koma.Marisa berjalan sambil menikmati batang rokoknya
Brak!"Apa ini?!"Tuan Hernandez yang sedang berada di ruang kerja dibuat terkejut saat seseorang melempar selembar surat kabar ke depannya. Dihentikan aktifitas tangannya pada tumpukan berkas di meja. Matanya terangkat ke wajah orang yang sedang berdiri di depan meja.Tuan Dakosta sedang menatap dengan penuh tanya dan heran. Apa yang membuat rekannya itu tampak marah?Tuan Hernandez kembali menurunkan pandangan. Kali ini selembar surat kabar di depannya yang ia lihat. Matanya terbelalak lebar saat melihat gambar yang terpampang pada halaman depan surat kabar."Kau berbohong padaku dan Laura? Ternyata laki-laki itu bukan putramu, melainkan seorang pewaris keluarga Fortman? Aaron de Fortman! Namanya ditulis dengan font hitam yang tebal di situ."Tuan Hernandez menelan ludah kasar melihat kemarahan di wajah Tuan Dakosta. Maka segera ia meraih surat kabar di depannya.'Aaron de Fortman, dia menghilang selama satu bulan. Pihak kepolisian akhinya menghentikan pencarian.'Begitu tulisan ya
Angin bertiup cukup kencang petang itu. Dahan-dahan maple bergesekan halus karena embusan angin. Satu per satu daun-daunnya berjatuhan ke tanah berbatu.Kelab malam di pusat kota tampak ramai sore itu. Eve terlihat berdiri di depan seorang wanita paruh baya yang berpenampilan glamour.Madan Julie, wanita berusia 50 tahun itu pemilik tunggal kelab di mana Eve bekerja setiap harinya. Bukan hanya sebuah kelab biasa yang menyajikan minuman, wanita dan musik. Akan tetapi, Kelab Madam Julie juga menyediakan pria bayaran yang disiapkan untuk para wanita kesepian.Sudah dua tahun Eve bekerja di tempat kotor itu. Tadinya dia hanya bekerja sebagai bartender. Namun suatu hari ia mendatangi Madam Julie untuk meminjam uang.Saat itu kondisi Eli sedang kritis di rumah sakit. Adik perempuannya akan menjalani proses operasi, tapi dia tidak punya cukup uang yang diminta oleh pihak rumah sakit.'Kau datang ke orang yang tepat. Aku bisa berikan sejumlah uang yang kau butuhkan, tapi ...'Wanita itu berk
Rumah kecil di bawah kolong jembatan menjelang sore. Suara pecahan kaca memecah keheningan. Miranda yang sedang termenung dibuat tersentak. Segera ia melirik ke arah belakang.Apa yang terjadi di dalam rumah?Apa Eli sudah bangun?Tak ada jawaban untuk pertanyaan di benaknya itu. Hanya tirai dengan motif bunga daisy yang melambai karena embusan angin, itu yang dia lihat."Di mana kakakmu?!"Plaak!Brug!Prang!Astaga, apa yang terjadi?Kenapa ribut-ribut begitu?Miranda segera beranjak dari bangku kayu yang ia duduki. Dengan langkah yang cepat ia menerobos tirai motif daisy. Hatinya mencemaskan Eli. Dan saat langkahnya tiba di dalam rumah, Miranda terbelalak dengan apa yang dilihatnya. Tiga orang laki-laki dengan tampang preman sedang mengintimidasi Eli."Di mana kakakmu atau aku akan menculikmu lalu aku jual ke seorang muncikari?!"Laki-laki bertubuh kekar dengan gambar tato ular naga di lengan kiri sedang menjambak rambut Eli. Dia menodong wajah gadis cilik itu dengan ujung revolv
Mansion Keluarga Fortman menjelang siang. Para penjaga tampak berdiri di sepanjang teras menuju pelataran. Dua mobil dinas baru saja menepi. Dengan sigap mereka segera maju dan menyambut seorang pria yang baru saja keluar dar mobil.Marquez de Fortman, sambil menghembuskan asap cerutunya ia menatap bangunan megah di depannya saat ini. Tak ada yang berubah dari bangunan tiga lantai dengan cat dindingnya yang putih itu.Semuanya masih tampak sama seperti dua puluh tahun yang lalu, saat Marisa membawanya ke rumah ini. Persis seperti saat ini ia lakukan, dia berdiri di pelataran sambil memandangi ibunya berciuman dengan seorang pria.Itu kali pertama ia melihat Tuan Fortman.Anthony de Fortman, dia bukan hanya seorang pebisnis tapi juga pohon uang dan peti-peti harta karun yang selama ini dia cari. Begitu kata ibunya.'Mulai saat ini, kita akan tinggal di rumah ini.'Marisa berbisik seiring lirih angin yang bertiup sore itu. Bersamaan dengan gugurnya daun-daun maple, ia melihat seorang a
Sore hari yang cerah. Sinar jingga dari ufuk timur tampak begitu memukau. Cahayanya menerpa ladang bunga daisy yang terhampar luas di sekitar pegunungan Salvador."Kau tahu, Dave. Aku selalu ingin bertemu denganmu. Aku selalu menunggu saat seperti ini. Kau mungkin tidak bisa mengira seperti apa perasaan bahagia yang aku rasakan saat ini."Dave melirik ke arah gadis cantik di sampingnya. Dia dan Laura sedang berjalan-jalan di sekitar pegunungan. Mendengar semua perkataan Laura, dia merasa sedikit tak nyaman.Laura tersenyum manis menanggapi tatapan Dave. Apa yang dirinya katakan memang benar. Dia sangat senang bisa bertemu lagi dengan teman kecil sekaligus cinta pertamanya itu."Laura, aku tidak bisa mengingat apa pun saat ini. Andaikan aku bisa mengingat semuanya, mungkin rasanya akan sangat bahagia seperti mu."Dave bicara dengan suara yang lembut dan manik mata yang dipalingkan dari tatapan Laura. Ladang bunga daisy yang sedang berkembang. Mereka saling bersentuhan saat angin menerp
"Jadi, kau bekerja sebagai pria bayaran?"Miranda geleng-geleng sambil tersenyum remeh. Dia dan Eve sedang berada di suatu kafe yang cukup jauh dari area pemakaman.Miranda yang mengajak Eve meninggalkan lokasi terjadinya kebakaran mobil. Kemunculan beberapa mobil polisi membuatnya sangat panik. Dia tak mau sampai mereka melihatnya.Eve tampak kesal melihat sikap Miranda menilainya. Dia memang bekerja sebagai gigolo, tapi dia bukan laki-laki murahan seperti yang wanita itu pikirkan."Aku butuh uang untuk pengobatan adikku."Senyuman di wajah itu memudar kala mendengar ucapan Eve. Miranda mengangkat kedua matanya menatap wajah pria di depannya. Eve memasang wajah jengah. Ia lantas melanjutkan, "Adikku baru berusia delapan tahun. Dia mengidap kanker otak.""Apa?" Miranda sangat terkejut. Eve hanya menagguk pelan menanggapi."Hm, maafkan aku." Miranda berkata lagi. Ia merasa tak enak hati pada Eve.Pria itu tersenyum tipis. "Maaf untuk apa? Orang sepertiku sudah terbiasa direndahkan."
"Jadi, kau bekerja sebagai pria bayaran?"Miranda geleng-geleng sambil tersenyum remeh. Dia dan Eve sedang berada di suatu kafe yang cukup jauh dari area pemakaman.Miranda yang mengajak Eve meninggalkan lokasi terjadinya kebakaran mobil. Kemunculan beberapa mobil polisi membuatnya sangat panik. Dia tak mau sampai mereka melihatnya.Eve tampak kesal melihat sikap Miranda menilainya. Dia memang bekerja sebagai gigolo, tapi dia bukan laki-laki murahan seperti yang wanita itu pikirkan."Aku butuh uang untuk pengobatan adikku."Senyuman di wajah itu memudar kala mendengar ucapan Eve. Miranda mengangkat kedua matanya menatap wajah pria di depannya. Eve memasang wajah jengah. Ia lantas melanjutkan, "Adikku baru berusia delapan tahun. Dia mengidap kanker otak.""Apa?" Miranda sangat terkejut. Eve hanya menagguk pelan menanggapi."Hm, maafkan aku." Miranda berkata lagi. Ia merasa tak enak hati pada Eve.Pria itu tersenyum tipis. "Maaf untuk apa? Orang sepertiku sudah terbiasa direndahkan."
"Tuan Foster memiliki aset kekayaan sekitar 780 Triliun dolar. Diantaranya tiga pulau di Provinsi Salvador dan sepuluh rumah sakit di San Alexandria Baru. Selebihnya beberapa perusahaan yang bergerak di bidang properti dan Farmasi. Juga beberapa bungalow di Swedia Baru."Marisa dan Marquez saling pandang mendengar penuturan Louis tentang kekayaan Tuan Foster. Gila! Harta sebanyak itu, entah bagaimana cara mengelolanya.Melihat tampang dua orang di depannya itu, Louis tersenyum tipis lalu melanjutkan, "Setelah Tuan Foster tiada, mungkin semua aset kekayaannya akan disumbangkan ke panti-panti sosial karena tak ada yang mengelola.""Apa?"Marisa dan Marquez terkejut bersamaan mendengar ucapan Louis. Warisan sebanyak itu mau disumbangkan? Enak saja!"Hei, bukankah Tuan Foster masih punya seorang pawaris?" Marisa segera mengajukan pertanyaan yang memang sudah bersarang di benaknya dan juga Marquez. Dia tak sabaran menunggu tanggapan Louis. Dia harus segera tahu siapa pewaris Tuan Foster.
Eve berusaha memecahkan kaca depan mobil dengan sebuah batu yang cukup besar. Usahanya tak sia-sia. Kaca mobil pecah setelah ia menghantam dengan batu tersebut."Cepat keluar!"Pria itu berteriak sambil mengulurkan tangan pada wanita yang masih terjebak di dalam mobil. Miranda menatapnya dengan sendu. Eve tak peduli. Setelah ia berhasil menggapai lengan wanita itu, dia langsung menarik Miranda keluar dari mobil.Duar!Ledakan besar membuat Eve dan Miranda terpental cukup jauh. Keduanya berguling-guling di rerumputan. "Kau baik-baik saja?" Eve bertanya pada wanita yang berada di bawahnya saat ini. Matanya mengincar wajah cantik yang juga sedang menatapnya. Ini pertemuan mereka kedua kalinya. Eve terpana akan kecantikan Miranda."Menyingkirlah!"Perkataan Miranda sungguh di luar perkiraan. Dengan kasar wanita itu menepis Eve darinya. Miranda bergegas bangkit dan segera melihat ke arah semak-semak di mana mobil Luca berada.Oh, tidak!Off-road putih itu sudah dilahap oleh api. Mirand