Marisa melempar senyum manis pada Aaron. Dengan telunjuk ia menyentuh dagu lancip pemuda itu. Matanya menatap liar seolah amat menginginkan dia.
"Semua belum terlambat jika kau mau menjadi budakku," desisnya ke wajah Aaron. Pria itu menatap dengan mata terbakar. "Aku tak sudi!" Senyum di wajah Marisa memudar seketika. Matanya menatap nyalang pada Aaron. "Dasar keras kepala! Membusuk lah kau di tempat ini!" berangnya lantas pergi. Marquez yang menyimak menoleh satu kali ke punggung ibunya. lantas dia menaikan sudut bibirnya saat menatap pada Aaron. "Baiklah Young Master Fortman yang terhormat, selamat malam!" cibirnya lantas pergi. Aaron mendengus kesal mendengar gelak tawa para bajingan itu di ujung lorong. Tiga tahun terkurung di ruangan membosankan ini, sungguh tak patut dialami oleh pewaris keluarga Fortman yang lebih tersohor daripada seorang selebriti. Hawa dingin menusuk tulang menjelang pagi membuat tubuhnya menggigil. Dia membutuhkan selimut bulu tebal untuk melindungi pori-porinya. Namun, tak ada apa pun di sekitar. Pakaian yang melekat pun sudah bolong-bolong. Entah musim apa tahun ini. Mungkin musim salju. Aaron menengadah ke atas. Dari langit-langit kaca dia melihat butiran putih yang berjatuhan. Ya, sedang musim salju di San Alexandria Baru saat ini. Hawa dingin dan butiran salju membawa memorinya ke masa silam. Tiga tahun yang lalu ... "Will you marry me?" Sambil berlutut dan disaksikan ratusan tamu undangan, Aaron menyodorkan kotak kecil berisi cincin berlian seharga 10 milyar. Semua tercengang melihat aksinya malam itu. Terlebih Jesica Oliver, wanita itu menatap dengan mata berkaca-kaca. Dia gemetaran saat mengulurkan tangannya. Ini sungguh kejadian yang amat mengejutkan kota. Juga bagi keluarga besar Oliver. Satu-satunya pewaris Mecco Company Group melamarnya di tengah pesta tahun baru. Ini kejadian paling fenomenal sepanjang sejarah! Para wartawan sampai berdesak-desakan ingin mengambil gambar mereka. Wanita berambut merah dengan bola mata biru terang itu menyapu pandangan ke sekitar. Jantungnya berdegup amat kencang. Apakah ini mimpi? Jesica nyaris tak percaya. Keluarga Fortman memiliki kekayaan sekitar 500 milyar dolar di San Alexandria Baru. Belum lagi asetnya yang tersebar di luar negeri dan beberapa pulau. Tidak hanya akan kaya tujuh turunan, tetapi dia juga akan bermandi emas dan tidur beralaskan uang kertas! Menjadi istri Aaron de Fortman adalah impian para gadis di seluruh kota. Kini impian itu tertulis di garis tangannya. Tak ada wanita yang lebih beruntung darinya. Manik biru terang Jesica kembali ke wajah cerah Aaron. Kontak mata itu berangsur lembut. Jantungnya masih berdegup kencang. Lisannya terkunci dan tak dapat berkata-kata. Hatinya bergetar hebat. Dia menggigit bibir dan kepalanya mengangguk pelan. "Yeah!" Aaron memekik senang. Lamarannya diterima dengan baik. Tak sia-sia dia melakukan semua ini. Termasuk menerbangkan ratusan drone di langit San Alexandria dengan kertas putih bertuliskan "Jesica Oliver menikahlah denganku". Semuanya dia lakukan hanya untuk wanita yang bersamanya mengarungi lautan asmara selama tiga tahun terakhir. Tak ada laki-laki setampan dan romantis macam dirinya. Wanita di seluruh kota benar-benar iri pada nasib baik Jesica. Mereka sudah saling jatuh cinta saat sama-sama kuliah. Jesica gadis yang periang, humble, dan manis. Dia memiliki bola mata biru terang yang indah. Salah satu keistimewaan yang paling Aaron sukai darinya. Kehidupan percintaan di kalangan keluarga bangsawan tidak seperti kehidupan percintaan orang biasa. Keseharian Aaron sebagai Tuan Muda Fortman selalu ramai diburu oleh para pencari berita dan diperbincangkan oleh para gadis di salon kecantikan. Termasuk hubungan asmaranya dengan Jesica. Sebagai seorang model yang baru bersinar dan berasal dari keluarga yang biasa saja, bukan bangsawan. Tentu saja ini sangat istimewa bagi keluarga Oliver karena pewaris Mecco Company Group memilih putri mereka. Dengan pipi yang merah dan wajah tersipu malu, Jesica tak berani mengangkat matanya. Aaron hanya tersenyum gemas, lantas bangkit. Di depan semua orang yang bertepuk tangan untuk mereka. Dia berciuman dengan Jesica. Pesta terus berlangsung di malam tahun baru itu. Dan itu terjadi tiga tahun yang lalu saat dia masih berstatus sebagai Tuan Muda Fortman dan pewaris tunggal Mecco Company Group. Aaron memejamkan matanya mengingat semua momen indah itu. Hatinya bergetar luar biasa. Perasaannya berkecamuk dan jiwanya meraung pilu. Senyuman Jesica, caranya menatap. Dia amat lungguh. Gadis itu sangat malang ... Aaron menitikkan air mata saat mengingatnya. Pesta tahun baru itu dan kenangannya bersama Jesica, kini telah hanyut ke selokan bersama semua kelicikan Marquez dan ibu tirinya. Obat halusinasi mengambil alih kewarasan Aaron malam itu. Membuatnya melakukan hal buruk pada Jesica menjelang pernikahan mereka. Semua orang menganggapnya gila. Dia menyayat pergelangan tangan kekasihnya dan mengajaknya terjun dari lantai sepuluh unit apartemen. Kala itu Jesica memang sedang mabuk, dan Aaron berada di bawah kendali obat halusinasi. Menurut kabar, pasangan kekasih itu sempat terlibat pertengkaran hebat sebelum keduanya terjun dari gedung apartemen. Begitu berita yang tersiar pasal kematian tragis yang menimpa Jesica Oliver tiga tahun yang lalu. Namun, berita itu terdengar rancu dan menyimpan banyak misteri. Tidak mungkin Tuan Muda Fortman melakukan hal keji itu pada pacarnya. Para paparazi masih mencari tahu fakta sebenarnya hingga kini. Panggung entertainmen kehilangan bintang muda berbakat mereka. Kematian Jesica membuat seluruh kota menangis. Pasangan selebriti yang selalu ditunggu beritanya, kini lenyap sudah. Selain kejadian di malam tahun baru yang indah, Aaron tak dapat mengingat kejadian di malam nahas itu. Dia tersadar dan mendapati dirinya yang sudah berada di rumah sakit jiwa, dengan kedua tangannya yang dipasangi borgol. "Lepaskan aku! Aku tidak gila!" Tak ada yang peduli akan suara teriakan itu. Tidak ada orang gila yang mengaku dirinya gila. Namun, dia benar-benar tidak gila! Di usainya yang amat muda dan hendak menikah, dia dinyatakan tidak waras oleh para dokter kejiwaan. Rumah sakit jiwa terbesar di kota yang menanganinya kala itu. Mereka menyerah. Aaron dinyatakan mengalami gangguan jiwa dan tempramen yang parah karena Jesica telah mengkhianatinya dengan kakak tirinya sendiri. Semua itu hanya Hoax! Mereka bercakap omong kosong setelah seseorang memberinya sedikit uang. Aaron tidak mengerti dengan semua yang orang katakan padanya. Juga para simpati orang-orang politik, publik figur dan rekan-rekan bisnisnya. Dia sungguh tak tahu apa-apa. "Daddy sering melarang mu untuk minum-minum, tapi kau keras kepala! Akhirnya kau melakukan hal keji ini! Bahkan pada tunanganmu sendiri!" Tuan Besar Fortman menggeleng putus asa. Marisa berdiri di samping pria tua itu. Dengan wajah sedih, dia menutupi hidungnya menggunakan tisu, pura-pura menangis. "Aku tidak melakukan apa pun pada Jesica! Keluarkan aku dari sini!" Aaron berlari dari tepi ranjangnya. Dia berdiri sambil mencengkeram jeruji besi yang menjadi pembatas antara dia dan ayahnya. Ini kejam. Dia telah difitnah! Tuan Fortman tak sanggup melihat putranya yang hancur. Jantungnya tiba-tiba sakit. Dia ingin pergi. Marisa melempar senyum licik membalas tatapan Aaron, lantas dengan air mata buayanya dia memapah suaminya meninggalkan tempat itu. Aaron terus berteriak. Tuan Fortman mengalami shock berat. Dia jatuh pingsan. Semua itu terjadi tiga tahun yang lalu. Dia disiksa dan akan dibuat benar-benar gila oleh para dokter yang ibu tirinya bayar. Tekanan demi tekanan harus dia alami sepanjang hari, dan itu amat menyakitkan. "Apa yang sedang dia pandangi? Apakah mautnya?" Seorang laki-laki berpakaian mewah datang menemui Aaron di rumah sakit jiwa. Dia menyeringai melihat pria itu sedang duduk sambil menatap ke luar jendela. Marquez Fortman, dialah pelaku sebenarnya. Pria licik yang sudah mencuci tangan atas perbuatan jahatnya pada Jesica. Tentu saja dia puas betul melihat Aaron berada di dalam sana. Malam tahun baru di pesta para politikus dan pebisnis. Aaron de Fortman dengan percaya diri melamar pacarnya di depan semua tamu yang hadir. Memang, itu malam yang indah dan penuh sejarah bagi pewaris Mecco Company Group, Aaron de Fortman. Namun, tidak untuk Marquez. Dia sangat kesal sampai mengamuk di kamarnya malam itu. Usianya baru 16 tahun, saat ibunya, Marisa mengajaknya ke rumah besar keluarga Fortman. "Mulai sekarang semua ini akan menjadi milikmu, Sayang ..." Ibunya berkata seperti itu sambil menangkup kedua pipinya. Marquez yang belia sudah mengerti apa yang ibunya maksud. Mereka bukan berasal dari keluarga kerajaan atau bangsawan. Namun, penampilan mereka cukup meyakinkan untuk berada satu meja dengan orang-orang tersebut. Marisa mati-matian berusaha menggoda Tuan Fortman yang begitu setia pada mendiang istrinya, Casandra Ramos. Ular itu rela melakukan apa saja. termasuk menjebak tua bangka kaya raya tersebut. Marquez muda tidak memiliki banyak teman karena karakter yang buruk. Psikopat dan sorot mata yang seram. Dia benci pada Aaron yang cerdas dan disukai banyak gadis di sekolah. Seekor babi harus diberi makan banyak terlebih dahulu sebelum dipotong. Ibunya berkata begitu. Marquez yang tidak paham hanya menatapnya dengan manik menggelap. Namun, kini dia mengerti arti kiasan yang ibunya sampaikan. Setelah hidup dalam hinar binar berlian dan makan menggunakan sendok emas, kini Aaron harus mendekam di dalam rumah sakit jiwa kelas berat. "Hei! Laki-laki tidak waras!" Marquez tergelak tawa bersama dua orang bodyguard usai berteriak begitu. Pria dengan seragam pasien biru muda di sana mengepalkan buku-buku jemarinya. Dia hafal betul, siapa yang datang membesuknya pagi ini. Aaron memejamkan mata penuh emosi. Dia lantas bangkit, berlari cepat dan langsung menyambar keras jas mahal Marquez. Pria itu melotot kaget. "Demi Tuhan aku akan menghabisi mu!" teriak Aaron dengan mata berapi-api.Angin pagi bertiup dengan kencang. Daun-daun maple berjatuhan di tepi sungai beku.Tiga tahun yang lalu, itu waktu yang begitu singkat baginya. Juga memiliki banyak kenangan.Aaron membuka mata. Sepasang iris hijau terang memancar dengan sempurna. Dipandanginya dari balik langit-langit kaca yang buram. Hujan salju kembali turun."Aku sangat mencintaimu! Aku sudah tidak sabar menunggu hari pernikahan kita."Hawa dingin yang ditimbulkan, juga salju putih yang lembut membuatnya teringat pada gadisnya."Aku pun sangat mencintaimu. Sama seperti mu, aku tidak sabaran menunggu hari pernikahan kita."Jesica tersenyum membalas tatapannya kala itu. Senyuman yang begitu manis. Siapa sangka di sela indahnya harapan dan mimpi mereka itu, hal yang mengerikan harus terjadi."Aaron, aku bukan milikmu lagi! Aku kehilangan segalanya! Aku tak mau hidup lagi!" Jesica bicara dengan suaranya yang serak. Juga matanya yang sembab.Selama tiga tahun ia mengenal gadis itu, ini untuk pertama kalinya Aaron meli
"Menyingkir kalian! Biarkan saya masuk!""Di mana Tuan Muda Fortman kalian sekap?!""Serahkan dia pada saya!"Suara ricuh di ujung lorong mengembalikan kewarasan Aaron. Ia tersadar dari semua bayangan masa lalunya.Iris biru terang itu mencari-cari ke sekitar. Sepertinya ia kenal dengan suara laki-laki yang berteriak pada para penjaga di ujung lorong. Bukankah dia Jeremy?Sementara itu di ujung lorong sedang terjadi perdebatan hebat antara seorang laki-laki dengan tiga orang penjaga. Laki-laki itu datang dengan membawa berkas-berkas penting dalam kopernya.Jeremy merupakan pria asal Selatan yang sudah bekerja puluhan tahun melayani keluarga Fortman sebagai sekretaris sekaligus pengacara Tuan Fortman. Setelah Tuan Besar Fortman meninggal, semua hak waris jatuh pada putra tunggalnya yaitu Aaron de Fortman. Sayangnya, di hari penyerahan hak waris di pengadilan pusat, Jeremy tidak melihat Aaron sama sekali.Dia curiga jika Marisa dan Marquez sudah melakukan sesuatu pada Tuan Muda Fortman
Terik sang mentari petang itu cukup panas. Sinar jingganya menerobos dari sela-sela daun pinus yang tipis. Perlahan Aaron membuka matanya. Ia terkejut mendapati tubuhnya yang sedang tergolek di antara semak-semak jurang."Ah, di mana aku?"Berangsur-angsur laki-laki itu menyeret tubuh ringkihnya guna berusaha bangkit. Di sela rasa haus dan kepayahan, Aaron mengingat insiden yang baru saja terjadi padanya.Marquez, di mana laki-laki itu?Bukankah mereka menaiki mobil yang sama?Aaron tak mampu mengingat banyak hal. Termasuk ledakan dahsyat yang terjadi. Dia hanya ingat saat mobil itu terperosok lalu terjun ke jurang.Dalam hati, Aaron mencemaskan Marquez. Meski mereka hanya saudara tiri dan tidak pernah akur, tapi dia masih punya nurani terhadap laki-laki menyebalkan itu."Marquez, aku harus mencarinya!"Aaron berusaha bangkit sambil bertumpu ke pepohonan di sekitar. Ia berjalan dengan terpincang-pincang. Matanya memindai ke sekitar hutan."Marquez!"Dari balik sebuah pohon besar, Marq
Suara baling-baling helikoter masih terdengar di telinga Aaron. Juga situasinya saat itu. Kilas balik masa lalu membuatnya mengantuk.Salju putih berjatuhan di langit memenuhi atap kaca. Hawa dingin menusuk ke tulang di sela pakaian basah yang berbau busuk. Dari ujung lorong yang remang terlihat langkah seorang laki-laki."Dasar gila! Dia bahkan masih bisa tidur pulas di dalam penjara busuk ini," desis Marquez sambil menutupi hidungnya menggunakan sapu tangan.Cuaca yang lembab membuat aroma busuk yang tercium dari dalam penjara itu semakin menyengat. Sementara laki-laki yang dikurung di dalam sana malah sedang enak tidur. Jelas saja dia jadi kesal.Dua orang penjaga segera menghampiri laki-laki dengan mantel bulu tebal yang sedang berdiri memandangi si tahanan."Selamat malam, Tuan Marquez." Mereka menyapa dengan sopan.Marquez cuma melirik sesaat ke arah dua orang penjaga itu, lantas matanya kembali menatap pada laki-laki lusuh yang terikat rantai berkarat di dalam penjara."Apa kal
Hari mulai siang saat mobil hitam menepi di pelataran kediaman keluarga Fortman. Marisa baru saja tiba usai bertemu pengacara di Pusat Group Mecco Company."Selamat siang, Nyonya!""Menyingkir kalian!"Para asiten keheranan melihat wajah Marisa yang tampak sangat kesal. Wanita itu marah-marah seperti iblis yang sedang kelaparan. Tidak ada satu orang pun yang berani mendekatinya."Ursula, apa Dokter Federic datang kesini?""Belum, Nyonya."Shit!Marisa mendengus kesal. Kapan dokter itu akan datang? Ia sudah tidak sabar ingin segera menjalankan rencananya. Dengan emosi yang sesak di dada, wanita itu menggeleng lalu membentak para pekerja tanpa alasan yang jelas."Sepertinya Nyonya lupa minum obat.""Ya, kau benar. Dia harus minum obat."Para pekerja segera pergi setelah Marisa memaki mereka habis-habisan. Wanita itu memang tidak waras. Mentalnya terganggu sejak Tuan Fortman koma. Sementara itu di ruang bawah tanah di mana Aaron disekap. Tiga bayangan panjang memnatul saat pintu sebuah
"Jesica!""Tidak! Jesica!"Aaron histeris dan ingin mengamuk. Entah apa yang terjadi. Marisa segera menoleh ke arah Dokter Federic. Sang dokter cuma memasang wajah heran menanggapi."Apa yang terjadi? Kenapa dia tidak mau diam?" tanya Marisa.Marquez menimpali, "Jika dia terus mengamuk begitu, bagaimana kita bisa membuatnya menandatangani berkas-berkas itu?"Kedua orang itu tampak pusing dan bingung. Dokter Federic segera angkat bicara."Sepertinya obat halusinasi sudah tidak mempan padanya. Malam ini juga sebaiknya dia segera dibawa ke rumah sakit! Ada banyak alat di sana yang bisa merusak mentalnya."Marquez menoleh ke arah ibunya usai mendengar semua ucapan Dokter Federic.Marisa mengangguk. "Lakukan apa saja yang penting dia mau tanda tangan!" putusnya.Dokter Federic tersenyum tipis. Maka malam itu juga ia segera mengatur keberangkatan Aaron menuju rumah sakit jiwa."Lepaskan aku!""Jesica!"Aaron terus berontak dan berteriak saat beberapa petugas rumah sakit membawanya keluar d
Marquez memejamkan mata seraya mencengkeram gelas wine dalam genggaman.Prang!Marisa yang terkejut segera menoleh ke arah sang putra yang sedang duduk di sofa. Ia menjerit melihat tangan Marquez mengucurkan darah segar. Gila! Dia mencengkeram gelas sampai pecah?"Cepat panggilkan dokter!" teriak Marisa pada para asisten.Semua orang dibuat ricuh. Sementara Marquez tetap diam meski pendarahan di tangannya tak juga berhenti.Darah ini adalah bukti jika api yang berkobar di matanya tidak akan pernah padam sebelum melihat mayat Aaron."Marquez Sayangku!"Marisa merangkul kepala Marquez hingga bersandar ke bahunya. Wanita itu menangis melihat tangan putranya terluka.Para dokter segera berdatangan. Marquez langsung mendapatkan penanganan medis. Marisa cemas melihat sang putra diam saja."Kau pasti kesal karena kita gagal lagi menghabisi Aaron."Marquez cuma menarik nafas panjang lalu membuang pandangan ke luar jendela. Salju mulai turun menjelang malam tiba.Butiran putih itu mengingatka
Kantor Pengacara Pusat Alexandria Baru pagi itu.Jeremy sangat terkejut dan marah setelah menerima telepon dari salah satu penjaga yang bekerja di kediaman Tuan Fortman.Para bajingan itu ternyata masih saja gemar menyiksa Aaron. Bahkan memperlakukan Tuan Muda sudah seperti binatang.["Anda harus lakukan sesuatu, Tuan! Mereka akan membawa Tuan Muda ke tahanan khusus siang ini!"]Dicengkeram gagang telepon dalam genggaman. Jeremy memejamkan matanya berat."Aku akan siapkan semuanya. Kau harus awasi di sana dan terus hubungi aku," kata Jeremy.["Baik, Tuan!"]Brak!Diletakkan gagang telepon itu kembali ke tempatnya. Jeremy memijat pertengahan di antara kedua alisnya yang tebal. Ia sedang berpikir.Sementara itu di kediaman Tuan Fortman. Tepatnya di lantai dua mansion.Langkah anggun sepasang tungkai jenjang yang dipasangi heels warna merah terayun menuju suatu kamar. Itu kamar khusus di mana mereka menyimpan Tuan Fortman yang sedang koma.Marisa berjalan sambil menikmati batang rokoknya
Angin kencang menerbangkan ranting kering Maple. Di tengah arena Aaron dan Nacos saling berhadapan. Mereka sama-sama melempar tatapan dingin.Sedang dari kejauhan Marquez memperhatikan dua orang lelaki itu. Bibirnya menyeringai tipis di balik fedora putih yang menutupi kepalanya. Aaron akan tamat hari ini. Nacos si pembantai ulung akan meremukkan tulang-tulang lelaki itu dan mengeluarkan isi perutnya."Apa yang sedang kau pandangi? Kau membuatku jengkel karena harus menunggu!"Bug!Pow!Gbut!Aaron berguling di pasir. Tungkai panjang Nacos bergerak tak terbaca dan terus mengincar wajah pria itu."Matilah kau, Aaron!"Nacos mengangkat kaki kanannya tinggi-tinggi lalu dengan cepat ia mengincar wajah Aaron. Dengan cepat Aaron menangkap kaki panjang Nacos, lantas melemparnya jauh-jauh. Pria itu jatuh tersungkur dan Aaron bergegas bangkit."Ayo lawan aku, Pengecut!"Nacos segera bangkit. Dia membawa tinjunya menyambut tantangan Aaron. Namun kepalan kuat itu segera ditangkap oleh Aaron da
Sinar jingga sudah setinggi kepala orang dewasa. Di pelataran luas yang menyerupai area pacuan kuda, orang-orang sedang berkumpul.Marquez berjalan memasuki arena tersebut sambil memegang pecut di tangannya. Dia melihat ke sekeliling. Orang-orang bersorak sambil bertepuk tangan.Bibir tebal itu membentuk suatu lengkungan di sudutnya. Rupanya mereka sudah tidak sabaran ingin melihat atraksi hari ini."Hei, semuanya! Dengarkan aku baik-baik! Ada seekor banteng raksasa yang aku kurung di sana!" Marquez menunjuk ke arah pintu warna merah yang berada di sekitar area.Semua orang menoleh ke arah tempat yang Marquez tunjuk. Kemudian mereka kembali menatap ke arah laki-laki dengan stelan jas putih yang kini berdiri di tengah arena.Marquez menyeringai tipis lalu melanjutkan, "Hewan buas itu akan keluar jika pintunya dibuka! Dia yang sedang mengamuk akan menerjang apa saja di depannya!"Semua orang merinding mendengar ucapan Marquez. Mata mereka kembali menoleh ke arah pintu warna merah di sek
Pagi yang dingin di penghujung musim salju. Bongkahan es mulai meleleh diterpa sinar jingga yang muncul dengan pongah dari ufuk timur. Ikan kecil berwarna tampak berenang menuju penghulu sungai yang mulai mencair. Hawa dingin tidak lagi mereka hiraukan.Di rumah sakit jiwa tempat di mana Marisa dirawat. Terdengar suara gaduh dari sebuah ruang rawat VIP. Itu pasien kelas berat yang sedang mengamuk."Aku tidak mau makan! Aku butuh Aaron! Bawa dia padaku!"Marquez cuma tersenyum getir melihat kondisi ibunya. Wanita itu sudah tidak waras. Entah apa yang terjadi. Marisa terus meminta untuk membawakan Aaron."Aku akan bawakan dia padamu, tapi hanya kepalanya saja. Kau dengar itu?" Marisa menanggapi dengan mata melotot merah saat Marquez berbisik ke depan wajahnya. Maka dengan kesal dia segera menyambar kerah jas laki-laki itu."Cepat bawa dia padaku! Aku mau Aaron ku!"Plaak!Dokter Jacob dan dua orang perawat dibuat sangat tercengang melihat apa yang terjadi.Marquez, lelaki itu menampar
Langkah sepasang pantofel hitam mengkilat terayun memasuki sebuah kamar yang berada di paling sudut kastil.Bibir tebal laki-laki itu menyeringai tipis saat matanya menangkap sosok yang sedang tergolek tak berdaya di tengah ranjang.Itu Miranda, dokter kejiwaan yang katanya sedang membantu Aaron bersama Jeremy dan tim para detektif swasta.Marquez segera maju menuju seonggok tubuh yang masih belum sadarkan diri di depan matanya kini.Miranda memiliki postur tubuh yang langsing dan proporsional. Dia lebih pantas berjalan di atas catwalk daripada memainkan jarum suntik di rumah sakit jiwa."Hei, kenapa kau memiliki wajah yang bisa membangunkan adik kecilku?"Marquez berdiri di samping ranjang. Matanya membidik wajah wanita yang terbaring di depannya. Ia benar-benar tercengang.Wajah Miranda teramat mirip dengan Jesica. Mereka sulit untuk dibedakan bagai pinang dibelah dua.Kendati demikian, ini bukan waktu yang tepat untuk mengagumi wajah cantik itu. Aaron akan segera datang jika dia ti
Di dalam pipa air yang berada di bawah tanah. Aaron berhasil mengeluarkan peluru yang bersarang di lengan kirinya. Dia merobek bagian celananya lalu membalut lukanya agar pendarahan berhenti.Fuuh ...Tubuhnya terasa amat lemas usai kehabisan banyak darah. Namun, kekacauan yang sedang terjadi saat ini tak bisa membuatnya istirahat meski sejenak saja.Nacos sudah menculik Miranda. Sedang Jeremy dan orang-orangnya sedang dikepung oleh unit khusus bersenjata laser. Dia harus bangkit dan segera menolong mereka.Brak!Sebuah revolver selesai dirakit. Aaron segera bangkit dengan tenaga yang baru saja pulih. Ia melihat ke sekitar. Di mana jalan keluarnya?"Kejar mereka!"Duar!Duar!Jeremy dan Andito berlari sekuatnya menuju bukit. Dari sana mereka bisa terjun ke bawah dan mendapat bantuan. Namun unit khusus bersenjata yang mengejar seolah ingin mendapatkan mereka lebih dulu."Cepat naik!" teriak Jeremy pada Andito. Ia ingin menyelamatkan tim yang paling muda ketimbang dirinya.Sayangnya An
Aaron berjalan menyusuri pipa air yang berada di bawah tanah rumah sakit. Sambil memegangi lengannya yang terluka, ia berusaha menghentikan pendarahan itu.Punggung lelaki itu teramat asing baginya. Dia melihatnya saat Nacos menyeret Miranda dari ruang laboratorium. Aaron menyadari jika wanitanya dalam bahaya. Maka dia segera menghubungi Jeremy."Tuan Muda, bertahanlah! Kami akan segera tiba!"Brum!Mobil-mobil dinas melaju dengan kecepatan tinggi merajai jalan kota. Dari dalam mobil, Jeremy melihat Nacos yang mengemudikan mobilnya sambil makan permen karet.Shit!Orang itu yang sedang membawa Miranda!"Atur posisi! Selamatkan Tuan Muda Aaron dan sisanya kepung mobil yang membawa Miranda!""Baik, Pak!"Mobil-mobil dinas itu terbagi menjadi dua arah saat melintasi pertigaan jalan. Jeremy dan tiga orang detektif segera menacri Aaron. Sementara Luca dan dua orang unit mengejar mobil Nacos."Berhenti!"Duar!Duar!Shit!Nacos sangat terkejut saat mobilnya ditembaki dari arah belakang. Ap
Hujan peluru berjatuhan dari atas helikopter. Aaron tidak gentar sedikit pun. Pria itu terus berjalan menuju pada lawannya sambil memegang senapan laser."Kau ..."Marquez ketakutan melihat Aaron. Ia ingin segera kabur. Namun satu tembakan berhasil mengupas kulit bahunya. Lelaki itu menoleh kaget seraya mengerang kesakitan. Dilihatnya Aaron yang semakin mendekat."Matilah kau, Bajingan!"Duar!Duar!"Shit!"Baru saja Aaron mengincar kepala Marquez, tapi dari helikopter seseorang berhasil menjatuhkan senjata di tangannya dengan rentetan tembakan yang bertubi-tubi. Tak ingin mati konyol di sini, Aaron pun segera menyelinap ke balik sebuah drum."Tangkap dia!"Mereka terus berteriak dari atas helikopter. Aaron tidak mengenal mereka. Namun ini pasti kerjaan Marquez. Orang-orang itu datang untuk menangkapnya. Dia harus kabur sekarang juga.Suasana di atas gedung sangat kacau malam itu. Dua unit helikopter segera melakukan pendaratan.Masing-masing tiga orang unit satuan khusus melompat da
"Cepat siapkan ruang operasi!"Marquez meneriaki semua dokter di rumah sakit. Dia berjalan cepat mengikuti brangkar yang membawa Marisa.Sang ibu mengalami luka tembak di bahu kirinya. Kondisinya sedang kritis saat ini.Setelah pintu ruang operasi ditutup, Marquez segera memanggil beberapa orang penjaga."Periksa kamera pengawas di ruang rawat VIP! Cepat!"Para penjaga bergegas lari menuju ruang rawat VIP yang dimaksud oleh Marquez. "Shit! Aku butuh kalian sekarang. Cepatlah datang!"Klik!Usai menghubungi seseorang lewat sambungan ponselnya, laki-laki itu segera pergi bersama tiga orang bodyguard.Dari ujung lorong Aaron memperhatikan. Bibirnya menyeringai tipis.["Nyonya Marisa mengalami luka tembak sewaktu mengunjungi Tuan Muda Fortman di ruang rawat VIP. Pelaku penembakan masih sedang diselidiki."]Brak!Jeremy yang sedang menonton tayangan televisi pagi itu dibuat terkejut melihat kemunculan seorang wanita di ruangan kerjanya."Miranda?"Dengan wajah heran ia segera bangkit. Dil
Aaron melepaskan tangan Miranda saat mereka tiba di teras balkon ruang rawat VIP. Wanita itu dibuat keheranan melihatnya yang kemudian termenung."Aku tidak ingin kejadian tiga tahun itu kembali terulang. Oleh karena itu, aku tak ingin para bajingan itu sampai melihatmu."Miranda terkejut mendengar penuturan Aaron. Mungkin karena wajahnya yang teramat mirip dengan Jesica. Oleh karena itu Aaron mencemaskannya.Terdengar langkah kecil Miranda yang mendekat. Aaron dibuat terkejut saat kedua tangan putih melingkar di sekitar perutnya."Terima kasih sudah mencemaskan aku," bisik Miranda dari balik punggung Aaron.Laki-laki itu tersenyum. Ia lantas memutar tubuhnya dan menghadap pada Miranda. Sorot mata wanita itu membuatnya kagum.Seperti dirinya yang pernah sangat hancur karena kehilangan Jesica. Sampai mati Aaron akan melindungi Miranda."Kau tahu, jika aku tidak pernah merasakan hal seperti ini pada wanita lain sebelumnya. Kau maupun Jesica. Kalian sangatlah berarti bagiku."Miranda men