DIKIRA ANAK HARAM, TERNYATA ANAK SULTAN

DIKIRA ANAK HARAM, TERNYATA ANAK SULTAN

last updateTerakhir Diperbarui : 2024-06-30
Oleh:  Pipit Aisyafa  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Belum ada penilaian
30Bab
2.9KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Aku menemukan bayi mungil 9 tahun yang lalu, tak ada yang tahu jika dia bukan anakku, mengira dia lahir dari rahimku akibat hubungan Gelap, siapa sangka dari selembar koran aku berhasil menemukan keluarga anak itu yang ternyata seorang pengusaha dari keturunan Belanda.

Lihat lebih banyak

Bab terbaru

Pratinjau Gratis

Bab 1

"Hey, Riris! Ngapain kamu ikut ambil makanan itu!" Suara melengking Ibu Mertua terdengar sampai kebelakang. "Kan Abi juga boleh ngambil, Nek. Riris pikir, Riris juga boleh. Kan sama-sama cucu Nenek." Terdengar lagi jawaban dari Riris. Aku segera menuju kedepan. Bakal ada drama kalau dibiarkan. "Haii... Riris! Berapa kali aku bilang, kalau kamu bukan cucuku. Kenapa sih ini anak nggak ngerti-ngerti.""Tapi, Nek. Aku juga anak Ibu dan Ba... ""Dengar baik-baik, Ris! Kamu itu bukan anak dari Azmi... Kamu itu hanya.... ""Cukup, Bu!" kupotong ucapan Ibu Mertua, agar dia tak menyebutkan bahwa Riris anak haram. Jangan sampai Riris berkecil hati tentang ini. Segera aku meraih Riris untuk pergi dari sana. Aku tak sanggup melihat Riris terus disakiti oleh orang-orang itu. Ibu Mertua dan juga kakak iparku--Mbak Ratih--dia selalu saja menganggap Riris hanya anak haram karena selama ini aku tak pernah mau menyebutkan siapa ayahnya. Bahkan Mas Azmi saja yang dulu berjanji akan menyayangi Riris

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
30 Bab

Bab 1

"Hey, Riris! Ngapain kamu ikut ambil makanan itu!" Suara melengking Ibu Mertua terdengar sampai kebelakang. "Kan Abi juga boleh ngambil, Nek. Riris pikir, Riris juga boleh. Kan sama-sama cucu Nenek." Terdengar lagi jawaban dari Riris. Aku segera menuju kedepan. Bakal ada drama kalau dibiarkan. "Haii... Riris! Berapa kali aku bilang, kalau kamu bukan cucuku. Kenapa sih ini anak nggak ngerti-ngerti.""Tapi, Nek. Aku juga anak Ibu dan Ba... ""Dengar baik-baik, Ris! Kamu itu bukan anak dari Azmi... Kamu itu hanya.... ""Cukup, Bu!" kupotong ucapan Ibu Mertua, agar dia tak menyebutkan bahwa Riris anak haram. Jangan sampai Riris berkecil hati tentang ini. Segera aku meraih Riris untuk pergi dari sana. Aku tak sanggup melihat Riris terus disakiti oleh orang-orang itu. Ibu Mertua dan juga kakak iparku--Mbak Ratih--dia selalu saja menganggap Riris hanya anak haram karena selama ini aku tak pernah mau menyebutkan siapa ayahnya. Bahkan Mas Azmi saja yang dulu berjanji akan menyayangi Riris
Baca selengkapnya

Bab 2

Sesuai janjiku kemarin pada Riris yang akan membawanya bertemu dengan seseorang. Sengaja hari ini aku meriasnya. Memakai baju yang kuanggap paling layak, mengikat rambutnya yang sedikit bergelombang. "Cantik!" gumamku melihat dia dari pantulan kaca. Memang Riris begitu berbeda, memiliki mata coklat dan kulit putih layaknya blasteran. Itulah yang kadang membuat orang Kepo, tentang siapa ayah dari Riris. Sedangkan aku sendiri berambut lurus dan kulit kuning langsat. "Kita mau kemana, Bu?" tanyanya masih polos seperti biasa. "Sekedar jalan-jalan, Nak. Kamu siap kan?" dia menganguk dan tersenyum. Aku beralasan pada Mas Azmi pergi kerumah teman lama yang sudah tak pernah berjumpa. Tentunya dengan berbohong bahwa dia akan memberiku pinjaman uang. Kalau masalah uang, Mas Azmi tak akan melarangku. Keluarga ini benar-benar aneh, suka sekali kalau berurusan dengan hutang piutang walau akhirnya harus ribut dengan masalah pembayarannya yang tak kunjung menentu. Aneh! Tapi, aku mencoba saja unt
Baca selengkapnya

Bab 3

Aku langsung berlari menyusul Riris yang masih meminta ampun karena Mas Azmi belum saja melepaskan tangannya dari telinga Riris. "Cukup, Mas!" kutampik tangan Mas Azmi agar segera melepaskan tangannya. Seketika Riris memelukku dengan tangis dan tangan memegangi telinga. Bahkan kulihat sudah sangat merah telinga Riris. "Jaga dan didik anak itu baik-baik! Makanya jangan dimanja jadi ngelunjak saja!" geram Mas Azmi. Memang apa yang telah dilakukan Riris. Aku segera membawa Riris masuk, kulewati Ibu Mertua dan Mbak Ratih yang terlihat memiringkan bibirnya. Mungkin tengah mengejek pada Riris. Berbeda dengan Bu Ijah yang terlihat iba. "Riris bantu ibu saja ya!" ucapku sambil mengelus kepalanya ketika dia sudah mulai agak tenang. Dia menganguk pelan. Kupapah dia menuju meja, dimana tepung dan semua keperluan kueh sedang kusediakan. "Nanti Riris bantu ngadon donat ya, Bu?" aku menganguk setuju. Dia kembali ceria dengan senyum mengembang. Sedikit kuselingi dengan candaan. Menempelkan te
Baca selengkapnya

Bab 4

"Biar Ibu saja, Ris!" pintaku pada Riris yang kulihat tengah menggosok baju Mas Azmi. Sedangkan Ibu Mertua masih berkacak pinggang didepannya. Kalau mencuci dimesin cuci, aku masih memaklumi dan membiarkan Riris melakukannya tapi ini...? Dengan bersusah payah dia menuruti intruksi yang dia kira adalah neneknya. Orang yang harus di hormati! Itu yang aku ajarkan pada Riris sejak dulu. Untuk menghormati orang yang lebih tua. "Kamu kenapa si, selalu saja memanjakan anak itu! Bikin ngelunjak dia. Mau kamu nanti hidupnya susah dan dia ngandalin kamu untuk melakukan semuanya! Mau kamu? Hah!"Aku menghembuskan nafas kasar! Emosiku sudah meluap sampai ubun-ubun. "Sekarang Aisyah tanya sama Ibu? Apa dulu ibu memperlakukan anak-anak Ibu seperti aku! Hingga sekarang Mbak Ratih lebih ngandelin orang lain dan lebih suka rebahan? Itu pengalaman ibu?" kali ini mulut Ibu mertua bungkam, tak dapat menjawab pertanyaanku. Memang Mbak Ratih sejak dulu, sejak aku menikah tak pernah melihat dia mengerja
Baca selengkapnya

Bab 5

"Riris!" aku memanggil mengejarnya. Dia terus saja berlari. Aku tak mau menyerah. Dengan lari lebih cepat aku dapat segera menyusulnya. "Riris! Maafkan Ibu?" dia bergeming dengan sekali terisak. Aku yakin dia sakit hati mendengar obrolan kami. Anak mana yang mau berpisah dengan ibunya. Kucoba merengkuh tubuhnya, dia berusaha memberontak tapi kuterus memaksa untuk memeluknya. Tangisnya pecah. "I-Ibu jahat! Ibu mau memberikan aku pada orang lain! Riris kira cuma Ibu yang benar-benar tulus dengan Riris. Setahuku kasih ibu tak akan pernah surut tapi... Kenapa Ibu Riris tega! Apa karena Riris anak haram?!" pekik Riris langsung membuat air mataku jatuh. "Ka-kata siapa, Ris! Kata siapa kamu anak haram! Didunia ini tak ada anak haram, setiap yang terlahir itu suci!" aku mencoba menenangkannya. Hati ini tercabik mendengar penuturan tentang anak haram. Aku yakin dia dengar dari para tetangga yang suka mengunjing ataupun... Keluarga Mas Azmi! "Kalau gitu sekarang Ibu jawab?! Siapa ayah Rir
Baca selengkapnya

Bab 6

"Riris!" aku memanggil mengejarnya. Dia terus saja berlari. Aku tak mau menyerah. Dengan lari lebih cepat aku dapat segera menyusulnya. "Riris! Maafkan Ibu?" dia bergeming dengan sekali terisak. Aku yakin dia sakit hati mendengar obrolan kami. Anak mana yang mau berpisah dengan ibunya. Kucoba merengkuh tubuhnya, dia berusaha memberontak tapi kuterus memaksa untuk memeluknya. Tangisnya pecah. "I-Ibu jahat! Ibu mau memberikan aku pada orang lain! Riris kira cuma Ibu yang benar-benar tulus dengan Riris. Setahuku kasih ibu tak akan pernah surut tapi... Kenapa Ibu Riris tega! Apa karena Riris anak haram?!" pekik Riris langsung membuat air mataku jatuh. "Ka-kata siapa, Ris! Kata siapa kamu anak haram! Didunia ini tak ada anak haram, setiap yang terlahir itu suci!" aku mencoba menenangkannya. Hati ini tercabik mendengar penuturan tentang anak haram. Aku yakin dia dengar dari para tetangga yang suka mengunjing ataupun... Keluarga Mas Azmi! "Kalau gitu sekarang Ibu jawab?! Siapa ayah Rir
Baca selengkapnya

Bab 7

Aku segera berlari menuju kekamar Riris, pintu di tutup tapi langsung saja kudorong. Mas Sodikin terperanjat. Riris berada dipojokan kamar sedangkan Mas Sodikin ditepi ranjang dengan telanjang dada. "Mas! Apa yang kamu lakukan pada Riris!" tanyaku dengan mata nyalang menatap padanya benci. Dengan santai tanpa dosa Mas Sodikin justru tersenyum kecil. "Oh... Hanya mau minta kerokan aja, Sah! Tapi kayanya Riris ngga bisa. Bagaimana kalau kamu saja? Badanku meriang!" dia mendekat kearahku. Aku makin mundur. Riris yang ketakutan berlari menuju kearahku. "Ibu Riris takut!" pekiknya memeluk pinggangku."Takut kenapa, Ris!" Mas Sodikin seolah ingin membela diri. "Takut, Bu! Riris takut sama Pakde. Dia... Dia.... " Riris sepertinya sangat takut untuk menyebutkan sesuatu. "Takut apa, Ris? Katakan ada Ibu disini!""Pakde... Pakde... Memaksa menciumi Riris, Bu. Ririskan geli!" dengan gemetar Riris mengatakannya. "Kamu, Mas!" hardikku menatap tajam pada laki-laki yang tengah masih berdiri g
Baca selengkapnya

Bab 8

"Maksud kamu apa?" Mas Azmi bertanya keheranan. Berbeda dengan Mbak Ratih, Mas Sodikin dan Ibu Mertua. Mereka justru mencibir. "Alah... Palingan itu alasan saja! Biar kita tak terus mendesak siapa ayah dari Riris. Yang pastinya dia bingung siapa ayahnya karena mungkin dia tak cukup dengan satu orang!" kali ini Mas Sodikin berkata menghakimi. "Tidak, Mas. Lihatlah, Riris begitu berbeda denganku. Dia sangat jauh denganku tak ada kemiripan sama sekali. Itu karena... ""Cukup, Sah! Bisa saja ketidak miripannya karena ayahnya. Ya... Mungkin kamu bermain dengan orang luar negri! Miris sekali ternyata istriku dulu. Pasti dia sering jadi pelampiasan orang luar yang kere!" kali ini Mas Azmi seolah telah termakan hasutan mereka. Aku mengeleng cepat, "Percayalah, Mas. Riris itu!""Cukup! Tak perlu kamu bahas lagi tentang anak itu. Disini yang kita bahas akan kelakuanmu yang mengoda kakak iparnya sendiri!" kali ini Mbak Ratih menjeda. Aku tertunduk, entah kenapa seolah aku disini terdakwa. Mir
Baca selengkapnya

Bab 9

PoV AzmiBeberapa bulan kemudian."Azmi, kamu tak lihat anak tirimu kemarin masuk TV?" tanya Jojo teman sesama satpam. Aku mengkerutkan kening, siapa yang dimaksud jojo? Riris? Sudah beberapa bulan ini sejak pengusiran Aisyah dan Riris aku menutup mata. Tak ada niat sedikitpun untuk mencari tahu keberadaannya. "Anak tiri? Siapa yang kamu maksud?" tanyaku menyempitkan mata. "Ituloh anaknya Aisyah, yang mirip blasteran itu! Ternyata dia memang benar kalau orang tuanya itu blasteran belanda dan... ""Tunggu... Tunggu... Aku masih ngga mudeng dengan apa yang kamu katakan?" cegatku mendengar penuturan Jojo. Apa maksudnya blasteran? Jelas-jelas Aisyah kan asli orang indonesia. Bahkan wajahnya saja seperti orang kampung. Apa mungkin ayahnya? "Makanya dengerin aku selesai ngomong! Emang Aisyah tak pernah cerita kalau sebenarnya Riris itu bukan anaknya?" kali ini Jojo justru menatapku tajam, "Jadi sebenarnya itu si Riris anak yang hilang beberapa tahun lalu akibat tragedi pembunuhan!"Seke
Baca selengkapnya

Bab 10

"Ya Allah, bangun, Nak!" kutepuk-tepuk pipi Riris. Badan Riris dingin sekali, aku celingukan, mencoba cari solusi untuk melihat sekitar.'Ada mini market yang masih buka!' Gumamku. Aku segera beranjak dan pergi kesana, kutinggalkan Riris untuk sementara waktu. Membeli minyak angin agar badan Riris hangat dan sadarkan diri. "Ibu.... " panggil Riris pelan. Alhamdulillah, akhirnya dia sadar juga. Segera kupeluk ia dan membawanya pergi ketempat yang lebih hangat. Beruntung hujan sudah reda. Setengah bulan berlalu, aku dan Riris memilih hidup dibawah kolong jembatan. Uang yang kupegang sangat minim, hingga lebih baik aku gunakan untuk makan dari pada mengontrak. Tadinya aku ingin cari pekerjaan walau sebagai buruh cuci. Namun aku tak tega meninggalkan Riris dalam waktu lama. Akhirnya aku menyambung hidup dengan mulung sedangkan Riris. Aku tak pernah menduga bahwa diusainya yang menginjal 9 tahun dia sudah sangat pandai. Bahkan melukis wajah orang sekalipun. Pagi hari yang cerah, aku li
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status