Home / Thriller / SANG PEWARIS PERKASA / Chapter 5 - Hewan Buas

Share

Chapter 5 - Hewan Buas

Terik sang mentari petang itu cukup panas. Sinar jingganya menerobos dari sela-sela daun pinus yang tipis. Perlahan Aaron membuka matanya. Ia terkejut mendapati tubuhnya yang sedang tergolek di antara semak-semak jurang.

"Ah, di mana aku?"

Berangsur-angsur laki-laki itu menyeret tubuh ringkihnya guna berusaha bangkit. Di sela rasa haus dan kepayahan, Aaron mengingat insiden yang baru saja terjadi padanya.

Marquez, di mana laki-laki itu?

Bukankah mereka menaiki mobil yang sama?

Aaron tak mampu mengingat banyak hal. Termasuk ledakan dahsyat yang terjadi. Dia hanya ingat saat mobil itu terperosok lalu terjun ke jurang.

Dalam hati, Aaron mencemaskan Marquez. Meski mereka hanya saudara tiri dan tidak pernah akur, tapi dia masih punya nurani terhadap laki-laki menyebalkan itu.

"Marquez, aku harus mencarinya!"

Aaron berusaha bangkit sambil bertumpu ke pepohonan di sekitar. Ia berjalan dengan terpincang-pincang. Matanya memindai ke sekitar hutan.

"Marquez!"

Dari balik sebuah pohon besar, Marquez mengintai laki-laki di bawah sana yang sedang mencarinya. Dasar bodoh! Aaron masih peduli saja pada orang yang sudah menjebaknya sampai ke hutan ini.

Seringai licik terbit di sudut bibir Marquez. Bagaimana jika dia meninggalkan si bodoh itu di hutan belantara ini?

"Marquez, kau di mana?!" teriak Aaron.

Langkah itu dihentikan. Dicengkeram sambil meringis kesakitan bagian celana kainnya yang terkoyak. Lututnya terluka dan terus mengucurkan darah.

Dengan napas yang terengah-engah matanya memindai ke sekitar. Entah di mana Marquez berada.

Melihat Aaron yang terus mencarinya, Marquez jadi muak dan merasa permainan ini kurang seru. Dia putuskan untuk melakukan sesuatu yang lebih ekstrim.

Seperti memancing singa jantan keluar untuk menerkam Aaron. Namun, tiba-tiba saja kakinya terperosok.

"Aaaaaa!"

Marquez menjerit saat dia terjatuh ke sebuah rawa-rawa yang berisikan banyak buaya liar.

Teriakan itu sampai ke telinga Aaron. Juga hewan pemangsa di sekitar rawa-rawa yang sedang kelaparan. Entah pertolongan atau maut yang lebih dulu menjelang Marquez.

"Tolong!"

"Tolong aku!"

"Aaron!"

Marquez berteriak ketakutan. Rawa-rawa itu cukup dangkal dan dipenuhi lumpur yang lengket dan berbau busuk. Puluhan ekor buaya lapar berlomba-lomba menuju padanya.

"Tidak! Jangan makan aku! Tolong!"

Aaron mencari-cari sumber suara Marquez. Hingga kemudian itu menoleh ke arah batu besar di seberangnya. Itu cukup tinggi. Apa dia sanggup untuk mendaki saat kakinya sedang sakit begini?

"Tidak! Tolong aku!"

Puluhan ekor buaya menyerang Marquez dengan brutal. Laki-laki yang sedang terjebak di rawa-rawa tak mampu menghalau mereka. Hewan buas itu saling bertarung memperebutkan mangsanya.

"Marquez!"

Aaron amat terkejut melihat kondisi Marquez. Laki-laki itu terjebak di antara puluhan buaya lapar yang sedang bertarung.

Setelah mati-matian ia merangkak sampai tiba di atas batu besar itu. Sekarang Aaron kebingungan bagaimana caranya dia bisa menolong Marquez.

Saat dia sedang berpikir, tiba-tiba sebuah flash back melintas di kepalanya. Itu kenangan pahit di masa kecilnya.

"Tuan Muda Aaron mengalami hampir 50 persen luka bakar. Hanya operasi yang bisa memulihkan kondisinya."

Perkataan dokter di rumah sakit pusat kala itu mengejutkan Tuan Fortman.

Putranya mengalami kecelakaan saat berada di laboratorium sekolah. Ada banyak murid di sana. Salah satunya Marquez.

"Tuan Muda terbakar setelah menolong Tuan Marquez dari semburan api."

Penuturan seorang saksi mata di lokasi kejadian membuat Tuan Fortman murka.

Di malam yang sama saat para dokter melakukan operasi pada Aaron, laki-laki itu menghukum Marquez menggunakan ikat pinggangnya.

"Beraninya kau meninggalkan putraku di tengah kobaran api! Dasar sialan!"

Bug!

Bug!

Marquez yang baru berusia 15 tahun saat itu hanya bisa membiarkan tubuhnya di cambuk sampai memar. Namun dia bersumpah dalam hatinya, jika dia tidak akan melupakan penyiksaan itu.

Marquez memang sengaja meninggalkan Aaron dalam jebakan api saat terjadi kebakaran di Lab sekolah mereka. Rasa irinya pada saudara tirinya itu teramat besar hingga dia ingin menghabisi Aaron.

Sayangnya petugas pemadam berhasil menyelamatkan Aaron. Tuan Muda segera dilarikan ke rumah sakit. Tangisan dan jeritan orang-orang terhadap Aaron membuat Marquez muak.

"Kau tahu? Aaron mempertaruhkan nyawanya demi kau! Dia memang putraku! Tetapi kau hanya pecundang yang selalu dengki pada Aaron! Rasakan ini!"

Bug!

Bug!

"Hentikan! Kumohon ..."

Tuan Fortman mencengkeram ikat pinggang di tangannya. Matanya menatap tajam saat Marisa tiba-tiba saja berlari lantas melindungi Marquez.

Marisa terisak-isak. "Maafkan dia! Dia memang bodoh!" jeritnya sambil memeluk Marquez.

"Ya, putramu itu memang bodoh! Aku sudah perintahkan padamu untuk mengirimnya ke asrama, tapi kau tetap membiarkan dia berkeliaran di rumah ini sampai akhirnya si bodoh ini membahayakan putraku!" Tuan Fortman sangat marah.

Marisa menggeleng dalam tangis. "Aku mohon jangan menyiksanya lagi! Aku akan segera mengirimnya ke sana. Ya, aku janji!"

Tuan Fortman tidak berkata apa-apa lagi. Dengan wajah kesal, laki-laki itu segera pergi setelah Jeremy menyodorkan ponselnya.

"Mom, kau jangan memohon pada bajingan itu," desis Marquez pada ibunya.

Marisa menatapnya. "Aku tahu kau tersiksa di sini, tapi kumohon bertahanlah sebenatar lagi. Setelah kita berhasil menguasai harta mereka, maka kau lah yang akan memperlakukan Aaron seperti ini. Aku janji."

Marquez cuma mengangguk. Api dendam masih berkobar di mata anak itu saat Marisa memeluknya sambil menangis.

"Marquez, tangkap ini!"

Laki-laki itu membuka mata. Kilasan masa lalu sempat bermain di memorinya. Marquez pikir dia akan selesai saat ini juga. Nyatanya Aaron datang. Laki-laki itu melempar akar pohon yang panjang dan kuat ke arahnya.

"Cepat naik, Marquez!" teriak Aaron. Dia terlihat sedang berdiri di atas batu besar yang berada di tepi rawa-rawa.

Marquez sebal karena dia harus berhutang budi pada musuh bebuyutannya itu. Ekor matanya melirik ke arah puluhan buaya yang sedang bergulat. Ini memang saat yang tepat untuk dia kabur.

"Ayo naik, Marquez! Cepat!"

Aaron segera menarik akar itu guna mengangkat Marquez dari tengah rawa-rawa. Namun, ternyata tidak semudah yang ia bayangkan. Hewan buas mulai teralihkan dan ingin mengejar Marquez.

"Cepat tarik, Bodoh!" teriak Marquez pada Aaron. Dia bisa mati sebagai santapan buaya-buaya itu.

Aaron berusaha keras menarik Marquez. Dia mengerang kesakitan karena kakinya yang terluka. Namun nuraninya menolak saat dia ingin meninggalkan Marquez.

Sejak mereka belia, Marquez selalu mencari kesempatan untuk membahayakannya. Aaron tahu semuanya. Maka dia mulai bersiaga saat Marquez berhasil naik dari rawa-rawa.

"Syukurlah, Marquez."

Dengan terengah-engah, Aaron menjatuhkan diri duduk bersandar di batu. Akhirnya ia berhasil menyelamatkan Marquez.

Sementara Marquez yang tubuhnya penuh lumpur hanya menoleh ke arah Aaron. Kemudian dia melirik ke bawah di mana puluhan buaya sedang meminta makan.

"Aku tahu kau sangat baik, Young Master Fortman. Akan tetapi, kau juga sangat bodoh!"

Aaron dibuat terkejut saat Marquez tiba-tiba mendorongnya. Laki-laki itu tertawa geli melihat Aaron yang sedang bergelantungan pada akar pohon. Dia nyaris jatuh ke rawa-rawa.

"Bajingan kau Marquez! Aku sudah menolongmu tapi kau malah mau membahayakan aku!" cerca Aaron kesal. Dia berusaha keras berpegangan ke akar pohon.

Marquuez tersenyum remeh. "Ya, ya, terserah mau ngomong apa aku tidak peduli."

"Marquez! Hei jangan pergi!"

Aaron berteriak melihat Marquez turun dari batu.

Laki-laki bajingan itu memang tak bisa dipercaya!

Marquez meninggalkan dia yang sedang berjuang hidup atau mati. Mata Aaron melihat ke bawah. Puluhan ekor buaya menantinya jatuh ke rawa.

"Ya, Tuhan ... bagaimana ini?"

Dalam kebingungan Aaron, tiba-tiba saja sebuah bidikan laser mengenai wajahnya. Dia buru-buru melihat ke atas. Sebuah helikopter terlihat di langit hutan.

"Hei, aku di sini!" teriak Aaron sekencangnya.

Tim satuan khusus menoleh ke bawah. Mereka menemukan Aaron.

"Itu Tuan Muda Fortman! Ayo lakukan pendaratan darurat!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status