Awalnya mungkin mereka membuat ruangan ini untuk dijadikan ruang rapat. Tapi sepertinya Lintang satu-satunya staf teknik yang berani mengalihfungsikan untuk dijadikan markas besarnya. Disanalah dia menghabiskan waktu hampir 24 jam untuk menyelesaikan pekerjaan. Dia workholic? Bukan! Bukan banget. Dia itu ratunya mepet. Selalu kerja di detik-detik deadline. Meja rapat dengan ukuran1,5 meter x 3 meter penuh semua dengan dokumen-dokumen miliknya. Ah, bukan cuma itu saja, printer, kertas hasil print yang salah, tisu bekas ingusnya, minuman botol yang tidak menyehatkan sampai bungkus snack, semua ada di atas meja. Dan dia? Dengan santai menghadap laptop, menyilangkan kakinya di kursi, fokus dengan kerjaannya. Tidak lupa earphone bertengger manis di telinganya. Lagu-lagu dari rocket rockers kesukaannya mengalun, menghentak, membuatnya gagal untuk merasa ngantuk di jam 11 malam.
"Kopi?" Danu melongok, kepalanya menyembul dari balik pintu yang sedikit terbuka.
"Nggak, makasih." Jawab Lintang singkat menoleh sebentar kemudian lanjut menghadap laptopnya.
"Deadline nya kapan?"
"Besok, hehehe ..."
"Tidur sini lagi?"
"Iya, besok pagi jam 8 harus sudah dibawa ke konsultan."
Danu yang dari tadi hanya di depan ruangan, masuk ke dalam. Duduk depan Lintang, mengamati satu-satunya gadis mungil yang ada di kantornya, ah juga satu-satunya gadis yang terkenal judes. Danu tersenyum, sebenarnya Lintang ini nggak judes, hanya dia nggak mudah akrab dengan semua orang.
"Lo udah denger kabar belum?"
"Hmmm ..."
"Ada yang bakal disuruh pegang gedung SMA lho."
"Owh ..." Lintang tidak tertarik samasekali. Dia tetap fokus dengan kerjaannya.
"Tahu nggak SMA mana?"
Lintang hanya menggeleng, tetap tidak mempedulikan Danu.
"SMA Gajah Mada Bandung!"
Deg ... Kalau boleh Lintang kaget, dan berhenti fokus dengan kerjaannya, saat inilah waktunya. Sekali saja nama SMA Gajah Mada Bandung yang legendaris itu disebut sukses membuat memori Lintang mencuat kembali. Musik Rocket Rockers seakan berlalu begitu saja, karena memang dia tidak menyetel volumenya terlalu kencang, jadi masih bisa mendengar ucapan Danu.
"Dan lo tahu siapa yang disuruh kesana?"
Tanpa disuruh pun jantung Lintang berdetak lebih cepat dari biasanya. Kalau sampai namanya disebut Danu, dia benar-benar akan berurusan dengan dia. Iya, dia yang pernah ada di masa lalu Lintang. Apa mungkin Lintang nggak akan bertemu dengannya?
"Nggak, siapa? Gue?" tanya Lintang hati-hati, sambil komat kamit berharap bukan dirinya yang harus pegang proyek disana.
Danu tersenyum, senyum simpul pembawa kabar buruk untuk Lintang. Bahkan bencana. Kenapa dari sekian banyak SMA, harus SMA Gajah Mada?
"Fani Lintang Larasati."
***
Hampir pagi, dan Lintang belum bisa tidur. Pikirannya melayang ke masalalu, dia nggak menyangka kalau harus kembali kesana. Ke tempat dimana dia bertemu cinta pertamanya. Ah, apa bisa lintang menyebutnya sebagai cinta pertama? Bahkan itu cuma cinta bertepuk sebelah tangan.
Tanpa sadar Lintang tersenyum, wajahnya di ingatan Lintang masih sama. Muka dingin ala-ala Korea masih dia ingat betul. Cowok itu yang sekarang sudah menjelma jadi pengacara terpopuler di Bandung, pesonanya tetap menarik perhatian kaum hawa, termasuk dirinya.
Ali Ferdiansyah, mantan pentolan sekolah SMA Gajah Mada, yang terkenal dingin, bahkan sampai usianya menginjak 28 tahun, dia belum juga menikah. Hah menikah? Dekat dengan wanita saja nggak pernah ada gosipnya. Dia memang pria dinginnya Gajah Mada. Dan Lintang suka. Lagi-lagi Lintang tersenyum, memilih beranjak dari tempat tidur ambil wudhu dan siap-siap berangkat kerja.
***
Siapa yang tidak kenal Ali Ferdiansyah? Lintang mempulas mukanya dengan pelembab sebelum mendempul dengan bedak. Iya, Lintang nggak terlalu suka pakai foundation, baginya make up minimalis sudah cukup. Sambil bercermin, ingatannya seolah masih terus tersita tentang Ali. Pertemuan mereka bisa dibilang nggak baik. Lintang kadang menyesal kenapa dia mau melakukan hal gila hanya untuk mendapatkan uang.
Delapan tahun lalu, Lintang dan pamannya yang pernah bekerja di tempat Eza, dibayar Wahyu untuk menghancurkan Ali. Wahyu yang punya dendam tersendiri pada Ali memanfaatkan Lintang juga pamannya saat itu. Tapi syukurlah semuanya sudah selesai, bahkan sekarang hubungan Ali dan Wahyu sudah semakin membaik. Mereka bekerja sama untuk memproduksi film terbaru Eza.
Tapi meski begitu, meski semuanya sudah membaik, hal itu tidak berlaku untuk Lintang. Lintang bukan merupakan bagian dari Ali. Ali tidak pernah menganggap Lintang ada di hidupnya.
Lintang menarik napasnya panjang, dia tidak yakin sanggup menatap mata laki-laki itu setelah delapan tahun tidak bertemu. Ponselnya sudah sejak tadi bergetar, whatssap masuk dari Danu, dan isinya sama semua. Lintang samasekali tidak berniat membacanya. Perutnya mendadak mulas, saat tertera jelas nama Ali di baris pertama chat Danu.
07.00 Danu : Ali Ferdiansyah pemilik SMA Gajah Mada
07.15 Danu : Ali Ferdiansyah pemilik SMA Gajah Mada. Dia pengacara yang terkenal itu kan?
07.45 Danu : Bales dong Lin, Itu Ali Ferdiansyah yang satu sekolah sama elo kan?
07.50 Danu : Cinta lama berlanjut lagi nih ceritanya, hehehe.
***
Masih sama. Halte bus dekat SMA Gajah Mada masih ada. Lintang turun dari bus, berdiam diri agak lama di halte. Lagi-lagi kenangan tentang dirinya saat itu masih berkelebat manis. Lintang mengenakan seragam SMA, mukanya yang begitu polos kikuk saat Ali memaksanya untuk naik keboncengan motornya. Ali memaksanya untuk berangkat bersama ke kantor PH milik orang tua Ali. Saat itu Lintang sengaja Wahyu masukkan ke perusahaan Ali sebagai penulis novel yang diadaptasi ke layar lebar,untuk jadi mata-mata.
"Buruan naik." Ajak Ali datar tanpa menoleh, dia menyalakan mesin motornya. Tapi Lintang menolak. Saat itu di pikiran Lintang hanya ingin melaksanakan tugasnya untuk memata-matai Ali bukan malah dibonceng sang pentolan seperti pacar. Lintang tidak mau digosipkan dengan sang preman.
"Nggak bang, nggak usah. Saya bisa naik bus kok." Tolak Lintang kikuk banget.
"Buruan deh nggak usah ribet, tujuan kita sama. Dan gue nggak mentolerir karyawan yang telat datang ke rapat, termasuk lo!"
"Tapi Mas, serius saya nggak akan telat kok, pas-"
TET TET TET TET
Ali si preman sekolah gila itu nggak kehabisan akal. Dia menekan klakson kencang-kencang sampai menyita perhatian sebagian murid SMA Gajah Mada yang berada di luar.
"Mas Al ngapain sih?!" Protes Lintang menutup telinganya rapat-rapat, meski Ali itu cinta pertamanya, tapi Ali lebih banyak bikin Lintang kesal. Kadang sifat dinginnya itu merepotkan bukan mempesona.
"Gue nggak akan berhenti sampai lo naik!"
Lagi-lagi Lintang tersenyum, sambil membenarkan ikatan rambutnya dia menuju sekolahnya dulu, SMA Gajah Mada. Jam segini pasti murid-murid sudah memulai pelajaran. Beberapa ada yang di luar karena jam olahraga. Lintang memilih untuk mengitari sebentar sekolahnya dulu. Kata orang SMA adalah masa-masa paling indah. Disana banyak kenangan indah, terutama tentang cinta. Tapi itu tidak berlaku untuk Lintang. Lintang tidak merasakannya samasekali dicintai orang yang dia cintai.
Lintang berhenti di depan UKS. UKS yang konon penuh cerita romantis para pentolan sekolahnya. Entah itu kutukan atau apa, dari jaman Eza, Miko sampai pentolan sekolah selanjutnya, sangat menyukai tempat ini. Mereka mengaku, menemukan cintanya di UKS ini. Lintang hampir tertawa saat membaca itu di grup f******k SMA Gajah Mada. Karena Lintang tahu, pernyataan itu jelas bukan keluar dari mulut para pentolan, tapi dari para penggemar mereka yang selalu update tentang kisah asmara sang pentolan. Ah lagi, konon ceritanya SMA Gajah Mada juga dikenal dengan surganya murid ganteng. Dan kebanyakan merekalah yang selalu jadi pentolan sekolah.
Cuma satu pentolan sekolah yang tidak menemukan cintanya di SMA Gajah Mada, pentolan sekolah yang tidak akan pernah dilupakan oleh siapapun. Bisa dikatakan dia lah pentolan sekolah yang paling sempurna, Ali Ferdiansyah.
"Iya, Ali si kutub es paling mempesona."
"Lo panggil gue?"
***
NOVEL SUDAH TIDAK TERSEDIA DI FLATFORM INI. TERIMAKASIH.
NOVEL SUDAH TIDAK TERSEDIA DI FLATFORM INI. TERIMAKASIH.
NOVEL SUDAH TIDAK TERSEDIA DI FLATFORM INI. TERIMAKASIH.
NOVEL SUDAH TIDAK TERSEDIA DI FLATFORM INI. TERIMAKASIH.
NOVEL SUDAH TIDAK TERSEDIA DI FLATFORM INI. TERIMAKASIH.
NOVEL SUDAH TIDAK TERSEDIA DI FLATFORM INI. TERIMAKASIH.
NOVEL SUDAH TIDAK TERSEDIA DI FLATFORM INI. TERIMAKASIH.
NOVEL SUDAH TIDAK TERSEDIA DI FLATFORM INI. TERIMAKASIH.
NOVEL SUDAH TIDAK TERSEDIA DI FLATFORM INI. TERIMAKASIH.
NOVEL SUDAH TIDAK TERSEDIA DI FLATFORM INI. TERIMAKASIH.
NOVEL SUDAH TIDAK TERSEDIA DI FLATFORM INI. TERIMAKASIH.
NOVEL SUDAH TIDAK TERSEDIA DI FLATFORM INI. TERIMAKASIH.
NOVEL SUDAH TIDAK TERSEDIA DI FLATFORM INI. TERIMAKASIH.
NOVEL SUDAH TIDAK TERSEDIA DI FLATFORM INI. TERIMAKASIH.
Anggap saja saat ini sedang menonton film. Sekitar pukul 09.00 pagi. Tepat saat bel istirahat berbunyi. Satu persatu murid SMA Gajah Mada keluar. Dan yang beruntung, mereka akan langsung melihat penampakan dua alumni SMA Gajah Mada yang untuk beberapa saat saling tatap, diam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Saat itu juga cuaca mendukung, langit cerah tapi tidak ada bunga sakura yang bersemi, cuma ada bunga sepatu di taman depan UKS, sih. Lintang berdiri saja di depan UKS, matanya tersenyum, hatinya senang. Pernah punya kesempatan mengenal Ali, itu cukup jadi kenangan manis untuknya. Sampai terlalu manisnya kenangan itu, tanpa sadar satu kalimat meluncur mulus dari mulut mungilnya. Rasanya Lintang pengen menyumpal saja muluntya itu, nyesel banget sudah keceplosan di tempat dan waktu yang sangat tidak tepat! "Iya, Ali si kutub es paling mempesona." "Lo panggil gue?" Dua kalimat yang muncul dari d
Setahun yang laluSaka terus berlari, menyusuri gang demi gang. Sesekali dia menoleh ke belakang, napasnya ngos ngosan. Dia terus berlari meski sebenarnya segerombolan anak SMA Erlangga yang mengejarnya sudah berhenti sejak berpapasan dengan polisi yang tengah berpatroli. Tidak tahu kenapa, dan Saka akan segera mencari tahu kenapa tiba-tiba anak SMA Erlangga mengejarnya. Dia tidak akan tinggal diam. Meski Ali sudah memperingatkannya untuk berhenti tawuran, namanya juga pentolan sekolah. Dia akan tetap buat perhitungan.Saka berhenti tepat di bawah rumah pohon dekat perkampungan belakang kompleks rumahnya. Dia ambil ponselnya mencoba menghubungi Iqbal. Sialnya, Iqbal tidak angkat. Saka berteduh di bawah pohon, menyenderkan tubuhnya berusaha sebanyak mungkin menghirup oksigen. Dia tidak sadar kalau sedang berada di area perkampungan kumuh. Dan dia baru sadar juga kalau di atasnya ada rumah pohon yang tidak terawat. Iseng
Saat ini Lintang tengah berada di pinggir lapangan upacara. Tadi Saka mengantarnya sampai ke sini, sebenarnya Saka ingin mengantar Lintang sampai rumah sebagai ganti karena telah merusak kameranya, dan akan memperbaiki juga kamera Lintang yang dia rusakkan itu. Tapi Lintang menolak, dia paham betul itu cuma alasan Saka supaya bisa bolos saja. Lintang menyuruh Saka untuk kembali ke kelas, kamera bisa diperbaiki besok atau lusa, masih ada waktu. Lintang hapal betul tingkah preman sekolah model Saka. Ingat, Lintang jauh lebih tua darinya. Sambil jalan ke gerbang, dengan kamera ponsel, Lintang mengambil beberapa gambar sekolahnya itu. Tidak ada yang berubah samasekali. Dari dulu memang SMA Gajah Mada terkenal punya fasilitas lengkap, jadi tidak perlu lagi fasilitas tambahan. Mungkin cuma gedung yang ada paling belakang yang memang perlu direnovasi, bangunan yang akan direnov Lintang, karena memang sudah lama tidak digunakan jadi tidak terawat. Ali punya
Tiga puluh tahun sudah SMA Gajah Mada berdiri. Pendiri SMA Gajah Mada dulunya adalah mantan murid dari SMA Erlangga. Dia dikeluarkan karena sudah membuat masalah dengan kepala sekolah. Dia sudah berani melaporkan kepala sekolah dengan dugaan korupsi dari uang sumbangan siswa saat itu. Dengan dukungan keluarga besarnya, tanpa menamatkan pendidikan SMA bahkan kuliah, dia berhasil mendirikan sebuah gedung tiga lantai yang menjadi gedung pertama SMA Gajah Mada. Sejak saat itulah SMA Gajah Mada dan SMA Erlangga selalu terlibat perselisihan, bahkan sampai sekarang. Meskipun Ali sudah menanganinya, menghentikan semua tindak kekerasan kedua sekolah, tapi masih saja mereka saling serang, walaupun harus sembunyi-sembunyi dari Ali. Untuk menuju SMA Erlangga dari SMA Gajah Mada, kalian harus melewati jalanan hutan sekitar dua kilometer, lalu beberapa rumah dinas kehutanan, melewati kebun teh, dan kalian akan menemukan SMA Erlangga yang berdiri gagah
Baru Dua puluh menit, Ali sudah keluar lagi. Dia membatalkan begitu saja rapat bulanan SMA Gajah Mada setelah mendapat laporan dari satpam sekolah. Ali samasekali belum mengerti kenapa Lintang harus mengejar Saka. Dan otomatis, dia mengira Lintang akan dalam bahaya karena mengikuti Saka ke SMA Erlangga. Saat itu senja, mereka berdua duduk berhadapan di balkon rumah sakit. Sepertinya itu hari terakhir mereka bertemu. Ali sengaja tidak ingin menemui Lintang meskipun dia masih terikat kontrak dengan Production House nya saat itu. "Mas Al maafin saya kan?" tanya Lintang takut, dia masih menunduk tidak berani menatap langsung kedua mata si pentolan sekolah. Ali hanya diam, mungkin saat itu karena dia hampir saja kehilangan Aisyah adiknya, membenci Lintang menjadi suatu keharusan. "Gue nggak putus kontrak lo bukan karena gue maafin lo." Suara Ali terdengar dingin, menarik kursi
Sekitar seratus pukulan dilayangkannya. Samsaks itu seolah seperti orang yang harus dia hancurkan. Napasnya menggebu. Bumi hanya duduk membaca kelengkapan dokumen yang sudah harus siap besok pagi. Cuaca sedang tidak bagus, udara semakin dingin, petir terus saja menyambar sejak satu jam yang lalu bersamaan dengan hujan angin. Tapi keringatnya terus mengucur dari sekujur tubuhnya, seiring jumah tinju yang dia layangkan. "Semua berkas sudah siap, lo bisa gabung besok. Yakin mau pakai serangan langsung?" tanya Bumi memastikan. Seandainya pun dia berubah pikiran, itu tidak masalah. Bumi masih bisa memikirkan cara lain. Dia menarik napas dalam-dalam. Duduk di lantai sambil melepas sarung tinjunya. Menegak habis air mineral yang sudah disiapkan sejak dia datang ke gedung tua, oleh asisten Bumi. "Lo berharap gue nggak bertemu Lintang?" tanyanya balik. Bumi hanya menaikkan alisnya sebelah, lalu tersenyum tipis. Hei, harus be
Lintang tidak habis pikir, dia sampai harus mengedipkan matanya berkali-kali memastikan kalau yang berdiri di hadapannya itu manusia. Iya, ini bukan halusinasi kan? Astaga, Lintang menghembuskan napasnya kasar. Mukanya seketika kesal, pamit keluar dari ruangan Ali untuk mengambil foto gedung sebelum dua jam lagi akan dirobohkan. Pikirannya kacau, segera menuruni anak tangga menuju belakang sekolah, ke gedung itu. Mengobrak abrik isi tasnya, dan mengumpat kesal karena lupa kalau kameranya masih diperbaiki Saka. Kesalnya lagi, dia tidak punya nomor hapenya Saka. Terpaksa Lintang harus mencari Saka ke kelasnya. Tapi langkahnya terhenti di persimpangan koridor begitu ingat kalau dia bahkan tidak tahu Saka kelas berapa. Lintang menepuk keningnya frustasi, balik badan mencoba mencari Saka ke kantin, mungkin dia ada disana. Ini jam istirahat kan? Lintang melihat sekitar, murid-murid Gajah Mada sudah ramai di luar kelas. Elang Yudhistira, masala
Lintang cemberut, kesal menatap Elang yang tetap tidak bergerak dari tempatnya. Sudah dua jam Lintang menungguinya kerja. Sore itu tiba-tiba saja Elang mengiriminya pesan, meminta Lintang untuk datang ke kantor. Lintang pikir akan ada hal serius yang mau dibicarakan, mungkin tentang kakek? Tapi ternyata salah, dia hanya disuruh menghadap Elang. "El ..." panggil Lintang, melipat tangannya di dada, kakinya sudah dinaikkan ke kursi bersila. Sudah jadi kebiasaan Lintang memang kalau datang ke ruangan Elang, dia suka duduk seenaknya sendiri. Kalau orang lain mungkin sudah Elang hajar, tapi ini Lintang. Elang hanya tersenyum, geleng-geleng kepala tidak habis pikir dengan tingkah Lintang yang seperti anak kecil itu. "Hemm," Elang cuma berdehem, tidak beralih sedikit pun tatapannya dari dokumen yang tengah ia kerjakan. "Ini udah dua jam, El." Rengek Lintang, bibirnya mengerucut tanda protes.