Share

Mimpi yang menggangu

Penulis: Ransti
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-30 23:02:24

Bab 2: Mimpi yang Mengganggu

Arjuna terbangun di tengah malam dengan napas terengah-engah. Mimpi itu kembali—kali ini lebih jelas dan nyata. Ia bisa merasakan setiap luka dan suara dari pertempuran yang terjadi dalam mimpinya, membuat tubuhnya penuh dengan keringat dingin. Namun saat mencoba mengingatnya, segalanya kabur begitu saja.

Pagi harinya, Arjuna berusaha menenangkan diri, seolah tidak terjadi apa-apa. Namun, tatapan kosong dan wajah lelahnya justru menarik perhatian teman-teman kampusnya. Saat ia memasuki ruang kelas, beberapa teman dekatnya mulai menyadari perubahan pada dirinya.

“Ada apa, Jun? Kamu kelihatan seperti zombie,” tanya Bima, teman sekampusnya yang selalu bersemangat. Bima memiliki tubuh tinggi dengan rambut acak-acakan, dan selalu memakai jaket denim favoritnya ke kampus. Tatapan khawatir tampak jelas di matanya.

Arjuna mencoba tersenyum, meski lelah. “Ah, nggak apa-apa, Bim. Cuma lagi sering kebangun tengah malam,” jawabnya sambil menguap.

“Serius, kamu nggak kelihatan baik-baik aja,” tambah Sarah, seorang teman kampusnya yang sering membantunya dalam mengerjakan tugas. Sarah berpenampilan rapi, dengan rambut pendek dan senyum ramah, namun kali ini ia tampak serius. “Kamu kelihatan kayak kurang tidur beberapa hari ini.”

“Kalau butuh teman cerita, bilang aja, Jun,” sahut Dani, pria berkacamata yang selalu membawa buku ke mana pun pergi. Dengan wajah serius, Dani memandang Arjuna seolah sedang mencoba mencari tahu ada apa di balik kelelahan sahabatnya itu.

Arjuna hanya mengangguk kecil, merasa enggan untuk menjelaskan tentang mimpinya yang aneh. Bagaimana mungkin ia menjelaskan bahwa setiap malam ia merasa seperti terjebak dalam perang yang tidak ia mengerti?

Ketika istirahat siang tiba, Arjuna memutuskan untuk menemui Ratna di perpustakaan. Ratna, teman yang ia percaya, mungkin satu-satunya orang yang bisa ia ajak bicara tentang mimpinya. Di tengah-tengah lorong buku, Ratna menunggunya dengan senyum tipis, rambut panjangnya diikat rapi.

Begitu melihat kondisi Arjuna, senyuman Ratna memudar. “Jun, kamu baik-baik saja? Kamu kelihatan sangat lelah.”

“Aku nggak tahu, Rat. Mimpi-mimpi ini semakin nyata, seperti aku benar-benar berada di sana. Aku merasa kelelahan, bahkan meski hanya tertidur beberapa jam,” jawab Arjuna dengan nada lelah.

Ratna memperhatikan Arjuna sejenak, wajahnya menunjukkan keprihatinan yang dalam. “Ceritakan padaku, mungkin ada yang bisa kita cari tahu bersama. Ingatanku tentang mitologi mungkin bisa membantu.”

Arjuna menceritakan semua yang ia alami, tentang suara yang memanggilnya dengan nama "Ares," medan perang yang luas, dan perasaan yang muncul setiap kali ia berada dalam mimpi itu. Ratna menyimak dengan seksama, sesekali mengangguk seolah memahami sesuatu.

“Jun, mungkin ini bukan sekadar mimpi. Di beberapa budaya, mimpi bisa menjadi jembatan ke masa lalu atau dimensi lain,” kata Ratna akhirnya. “Mungkin kamu terhubung dengan sesuatu yang lebih besar.”

Arjuna memandang Ratna dengan rasa tak percaya. “Apa kamu benar-benar yakin?”

“Yakin atau nggak, yang jelas mimpi-mimpimu ini sudah mengganggu hidupmu, Jun. Mungkin mencari tahu lebih banyak bisa membantu,” jawab Ratna sambil menyodorkan beberapa buku mitologi yang ia ambil dari rak. “Kamu mungkin bisa menemukan petunjuk di sini.”

Malam itu, Arjuna membawa pulang buku-buku dari perpustakaan, berharap bisa menemukan jawaban. Namun begitu ia mulai membaca, rasa kantuk menguasainya, dan tanpa sadar ia terlempar lagi ke dalam medan perang yang sama.

---

Malam itu, Arjuna terlelap di meja belajarnya, dikelilingi oleh tumpukan buku mitologi. Begitu matanya terpejam, mimpi yang sama kembali menghampirinya. Kali ini, ia berdiri di tengah medan perang yang lebih luas, di mana suara pertempuran berderu mengelilinginya. Asap hitam mengisi udara, dan aroma besi berkarat menyengat hidungnya. Di depannya, sekelompok prajurit bersenjata lengkap berbaris, wajah mereka terhiasi dengan rasa takut dan ketidakpastian.

“Bangkitlah, Ares!” suara yang tegas kembali memanggilnya, menggetarkan seluruh tubuhnya. Arjuna merasa ada sesuatu yang menuntutnya untuk maju, seakan ia ditakdirkan untuk memimpin pasukan ini. Namun, saat ia melangkah maju, wajah-wajah yang dikenalnya muncul dalam bayangan—teman-teman kampusnya, Ratna, bahkan keluarganya.

Dengan sekuat tenaga, ia mencoba membebaskan diri dari pertempuran ini. Arjuna merasakan dorongan yang kuat, tetapi ia tahu bahwa hidup di dunia nyata lebih penting daripada mengikuti bayangan masa lalu. Ia berteriak, “TIDAK!” dan tiba-tiba, semuanya menjadi gelap.

Ia terbangun dengan tubuh menggigil, peluh dingin membasahi kemejanya. Jam di dinding menunjukkan pukul dua pagi. Suasana sekelilingnya sunyi, namun kegelisahan masih mengganggu pikirannya. Mimpi itu terasa lebih mengikat, seolah ada sesuatu yang ia inginkan tetapi tidak bisa ia jangkau.

Keesokan paginya, Arjuna bertekad untuk mencari tahu lebih banyak tentang dirinya dan mimpi-mimpinya. Di kelas, ia memutuskan untuk memperhatikan pelajaran dengan lebih baik, berharap bahwa pengetahuan baru dapat memberikan pencerahan. Namun, meski guru sedang menjelaskan topik yang menarik, pikirannya selalu kembali ke pertempuran dalam mimpinya.

Setelah kelas, Arjuna bertemu dengan Bima dan Sarah di kantin. Mereka sedang berbincang-bincang dan terlihat senang, namun Arjuna tidak bisa merasakan kebahagiaan itu. Bima segera menyadari perubahannya. “Kamu masih nggak baik-baik saja, Jun? Kami bisa membantu kalau ada yang mengganggu.”

Sarah menambahkan, “Iya, Jun. Kita semua teman di sini. Jangan ragu untuk cerita.”

Arjuna menggeleng, berusaha menutupi kegelisahan yang menggerogoti hatinya. “Aku cuma butuh waktu. Mungkin aku butuh istirahat.”

Setelah menghabiskan waktu bersama mereka, Arjuna kembali ke perpustakaan. Kali ini, ia mencari lebih dalam tentang mitologi dan kisah-kisah Ares. Ia membuka buku demi buku, mencoba menemukan petunjuk. Setiap kali ia menemukan gambar atau cerita tentang Ares, hatinya berdebar kencang, seolah ada ikatan yang tak terputus antara dirinya dan dewa perang tersebut.

Saat membaca, Arjuna menemukan satu hal yang menarik perhatian: Ares dikenal karena sifatnya yang penuh amarah dan kekuatan yang tak tertandingi, namun ia juga memiliki sisi yang lebih mendalam—seperti kecintaannya pada dewi cinta, Aphrodite. Dalam konteks ini, Arjuna merasakan adanya dualitas yang mirip dalam dirinya; antara keinginan untuk berjuang dan kebutuhan untuk mencintai.

Malam berikutnya, Arjuna kembali bermimpi. Namun kali ini, mimpi itu tidak hanya tentang perang. Di tengah pertempuran, muncul sosok wanita dengan wajah lembut dan tatapan penuh kasih. Seolah-olah ia adalah cahaya di tengah kegelapan yang melingkupi Arjuna. Wanita itu memanggil namanya dengan lembut, “Arjuna…”

Dia terbangun dengan napas cepat. Siapa wanita itu? Kenapa ia merasa ada hubungan yang kuat dengan sosok tersebut? Ia merasa seolah ada dua bagian dalam dirinya—satu yang ingin terjun ke dalam pertempuran dan satu lagi yang mendambakan ketenangan dan cinta.

Pikiran-pikiran ini mengganggu Arjuna sepanjang hari. Saat ia kembali bertemu dengan Ratna, ia merasa perlu untuk berbagi pengalaman tersebut. “Rat, aku melihat seseorang dalam mimpiku. Seorang wanita. Aku merasa seperti dia memanggilku,” ungkap Arjuna dengan nada serius.

“Wanita? Mungkin itu adalah representasi dari sisi lembut dalam dirimu, atau mungkin seseorang yang penting dalam hidupmu,” jawab Ratna, terlihat antusias. “Cobalah untuk lebih fokus pada perasaan itu. Mungkin dia bisa membantumu menemukan jawaban atas mimpi-mimpimu.”

Arjuna mengangguk, meski masih merasa bingung. Ia memutuskan untuk mencari tahu lebih banyak tentang wanita dalam mimpinya. Mungkin, kehadirannya adalah kunci untuk mengungkap misteri yang mengelilingi hidupnya dan menuntunnya pada jalan yang benar.

Dengan tekad baru, Arjuna kembali ke rumah kosnya malam itu, bersiap untuk menyelami lebih dalam mimpi-mimpinya, berharap akan menemukan jawaban yang selama ini ia cari. Sebuah petualangan baru menantinya, dan ia bertekad untuk menggali lebih dalam, meskipun itu berarti menghadapi kegelapan yang selama ini menghantuinya.

---

Bab terkait

  • Reinkarnasi Sang Dewa Perang   Pertemuan dengan Livia

    Bab 3: Pertemuan dengan Livia Hari-hari berlalu, dan mimpi Arjuna semakin intens. Setiap malam, sosok wanita misterius itu terus menghantuinya, membangkitkan rasa penasaran yang tak terpadamkan. Di siang hari, ia merasa terjebak antara kehidupan sehari-hari dan kenangan samar yang tampak lebih nyata dalam mimpinya. Suatu hari, saat berada di kantin kampus, Arjuna duduk bersama Bima dan Sarah. Mereka bercakap-cakap tentang tugas kuliah ketika pandangan Arjuna teralihkan. Di sudut ruangan, ia melihat seorang gadis duduk sendirian, tenggelam dalam sebuah buku. Rambut panjangnya yang lurus berkilau di bawah sinar matahari, membingkai wajahnya yang oval dan cerah. Livia Pratama memiliki mata cokelat gelap yang dalam, mencerminkan ketenangan namun juga misteri. Ia mengenakan sweater sederhana dan jeans, tetapi tetap terlihat menarik dengan aura kecerdasannya. “Siapa itu?” Arjuna bertanya, tidak bisa mengalihkan pandangannya. Bima mengikuti arah pandangnya dan tersenyum. “Oh, itu Liv

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-30
  • Reinkarnasi Sang Dewa Perang   Ingatan yang tersembunyi

    Bab 4: Ingatan yang Tersembunyi Hari berikutnya, Arjuna terbangun dengan semangat baru. Mimpinya semalam masih segar dalam ingatannya, membangkitkan rasa ingin tahunya untuk mencari tahu lebih banyak tentang hubungannya dengan Livia. Ia bertekad untuk tidak hanya memahami mimpinya, tetapi juga untuk menggali lebih dalam ke dalam diri Livia, gadis yang semakin mengisi pikirannya. Sesampainya di kampus, Arjuna segera merasakan suasana yang berbeda. Teman-teman kampusnya, terutama Bima, Sarah, dan Dani, tampak saling berbisik sambil melirik ke arahnya. Rasa ingin tahunya makin meningkat, tetapi ia tahu bahwa fokusnya saat ini adalah Livia. Ia berharap bisa menemukan waktu untuk bertemu dengannya dan melanjutkan pencarian mereka. Bima, teman dekatnya yang selalu ceria dan penuh energi, menghampiri Arjuna dengan senyuman lebar. “Eh, Arjuna! Apa kabar? Kemarin kita lihat kamu sama Livia. Kalian ada urusan penting ya?” tanyanya dengan nada penasaran. “Tidak ada yang penting,” jawab

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-30
  • Reinkarnasi Sang Dewa Perang   Ancaman muncul

    Bab 5: Ancaman Muncul Di dunia yang gelap dan lembap, Sven duduk di singgasana megahnya, dikelilingi oleh bayangan yang menunggu perintahnya. Dengan tatapan dingin, dia memandang ke arah cermin ajaib yang memantulkan gambaran kehidupan di atas permukaan—dunia manusia yang penuh dengan kekacauan dan kerentanan. Saat matanya tertuju pada Arjuna, dia merasakan getaran yang berbeda, seolah kekuatan kuno yang lama terpendam mulai bangkit. “Sven, dia akan segera bangkit,” bisik salah satu pengikutnya, memperlihatkan wajah ketakutan. “Arjuna Mahendra. Ia adalah Ares.” Sven tersenyum sinis. “Aku sudah menunggu saat ini. Kekuatan Arjuna harus dihancurkan sebelum dia bisa mengancam kekuasaanku. Dan Livia… dia akan menjadi alat yang sempurna untuk menarik Arjuna ke dalam perangkapku.” Di dunia manusia, Arjuna merasakan ketegangan di sekelilingnya. Setelah percakapan dengan Livia dan teman-temannya, dia merasa ada sesuatu yang lebih besar sedang menunggu. Dia tidak tahu bahwa Sven, musuh

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-30
  • Reinkarnasi Sang Dewa Perang   Tanda tanda pertanda

    Bab 6: Tanda-Tanda Pertanda Malam semakin larut, namun ketegangan di hati Arjuna tak kunjung reda. Dia duduk di kamarnya, dikelilingi oleh kegelapan yang hanya diterangi oleh lampu meja kecil. Mimpi-mimpi aneh terus menghantuinya, dan saat ini, perasaan aneh itu semakin kuat. Dia merasa seolah ada sesuatu yang bergetar di dalam dirinya, memanggilnya. Arjuna menutup matanya dan berusaha menenangkan pikirannya. Namun, bayangan-bayangan dari mimpi malam lalu kembali menghantuinya. Dia melihat medan perang yang luas, darah yang mengalir, dan sosoknya sendiri berdiri di tengah semua itu—seorang pejuang yang penuh kemarahan. “Kenapa ini terus terjadi?” gumamnya pelan, merasakan keringat dingin mengalir di pelipisnya. Kekuatan yang tidak dikenal itu seolah berjuang untuk bangkit, dan Arjuna merasa terjebak di antara dua dunia. Di luar, suara derak pintu terdengar. Livia muncul di ambang pintu. “Arjuna? Apa kau baik-baik saja?” tanyanya dengan nada khawatir. Kecemasan di wajahnya memb

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-31
  • Reinkarnasi Sang Dewa Perang   Setelah Kejatuhan

    Bab 7: Setelah KejatuhanSuara sirine mengiringi kedatangan polisi dan tim penyelamat yang menyusuri hutan, menembus malam yang kini sunyi setelah pertempuran hebat. Area sekitar tampak rusak parah—tanah retak, pepohonan tumbang, dan beberapa bagian hutan tampak terbakar. Para petugas yang baru tiba takjub melihat pemandangan ini, tak menyangka kekacauan sebesar itu bisa terjadi di tengah hutan.Di salah satu titik, Arjuna dan teman-temannya tergeletak dalam keadaan tidak sadarkan diri. Tubuh mereka terlihat lelah dan penuh luka akibat benturan, namun mereka masih bernapas. Setelah memeriksa mereka satu per satu, tim penyelamat segera membawa mereka ke rumah sakit.***Keesokan harinya, Arjuna mulai siuman di kamar rumah sakit, meski kondisinya masih lemah. Tak lama kemudian, dua orang polisi berpakaian formal masuk ke ruangan Arjuna. Kedua polisi ini bernama *Komisaris Agus*, seorang pria berperawakan besar dengan janggut yang mulai memutih, dan *Inspektur Rani*, seorang wanita tingg

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-02
  • Reinkarnasi Sang Dewa Perang   Awal Sebuah Pelatihan

    Bab 8: Awal Sebuah Pelatihan Pagi di rumah sakit terasa lebih cerah, namun suasana hati Arjuna dan teman-temannya masih terjebak dalam bayangan kejadian di hutan. Rasa trauma dan ketakutan itu terus menghantui mereka, namun hidup mereka harus terus berlanjut. Setelah semua pemeriksaan selesai, dokter akhirnya mengizinkan Arjuna dan teman-temannya untuk pulang dengan syarat tetap melakukan kontrol rutin. Namun, ada yang berbeda pada Arjuna. Setelah kunjungan Pak Budi semalam, pikirannya penuh dengan pertanyaan yang tak terjawab, tentang kekuatan yang tiba-tiba muncul, dan tanggung jawab yang mulai ia rasakan di pundaknya. Ia tahu dirinya tidak bisa lari lagi—apa pun yang terjadi, ia harus menghadapi takdirnya. Saat dalam perjalanan pulang, Arjuna berjanji pada dirinya sendiri untuk menemui Pak Budi dan mencari tahu lebih dalam tentang kekuatan yang ada di dalam dirinya. *** Keesokan harinya, Arjuna berdiri di depan rumah Pak Budi, merasa sedikit ragu. Rumah tersebut berada di kawa

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-03
  • Reinkarnasi Sang Dewa Perang   Kekuatan Tersembunyi

    Bab 9: Kekuatan Tersembunyi Pagi itu, suasana di kaki gunung begitu sunyi. Arjuna berdiri di hadapan Pak Budi, menatap ke arah hutan lebat yang melingkupi mereka. Udara terasa dingin menusuk, namun ada perasaan hangat di sekitar mereka, seolah energi tak kasatmata menyelimuti tempat itu. Pak Budi menatapnya dengan sorot penuh kebijaksanaan, wajahnya tenang dan tegas, menyiratkan kedalaman ilmu yang belum sepenuhnya Arjuna pahami. "Arjuna, apa kau tahu mengapa aku mengajakmu ke sini?" tanya Pak Budi dengan suara pelan, namun mantap. Arjuna menggeleng, masih belum memahami sepenuhnya alasan pelatihan ini. "Pak Budi, saya kira ini hanya untuk melatih fisik saya. Tapi, sekarang... saya merasa ada yang lebih besar dari itu." Pak Budi tersenyum samar. "Betul sekali. Ini bukan hanya soal kekuatan fisik. Yang kau hadapi nanti akan jauh lebih besar dan lebih berbahaya. Kekuatan yang kau miliki harus seimbang dengan ketenangan batin

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-04
  • Reinkarnasi Sang Dewa Perang   Sang penjaga Abadi

    Bab 10: Sang Penjaga Abadi Suasana malam itu sangat sunyi, hanya angin yang menyentuh dedaunan dengan lembut. Setelah latihan panjang yang melelahkan, Arjuna dan Pak Budi duduk di bawah pohon besar, menikmati kesunyian. Namun, ada sesuatu yang tak tertahankan di hati Arjuna, sesuatu yang membuatnya penasaran selama ini. “Pak,” Arjuna membuka pembicaraan, suaranya hampir tenggelam di tengah hening malam. “Apakah… apakah Eyang Semar benar-benar ada? Dan… kalau boleh tahu, apakah beliau sudah… mati atau masih hidup?” Pak Budi tersenyum samar, lalu menatap Arjuna dengan pandangan yang dalam. “Eyang Semar,” katanya pelan, “beliau tidak hidup, tapi juga tidak mati. Beliau mencapai moksa, melebur bersama semesta. Ia adalah penjaga yang abadi. Ada banyak yang mengikuti jejaknya, banyak tokoh besar di Nusantara yang telah melakukan moksa seperti beliau. Prabu Siliwangi, Patih Gajah Mada—mereka semua hidup di dalam tanah ini, menjaga dan merawatnya

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-05

Bab terbaru

  • Reinkarnasi Sang Dewa Perang   Perang yang Mendekat

    Bab 65: Perang yang Mendekat Hening menggantung di antara medan perang yang baru saja menjadi saksi kehancuran. Arjuna berdiri di tengah puing-puing, tubuhnya menggigil oleh sisa adrenalin yang masih mengalir deras. Kemenangan melawan Ragnar adalah bukti kekuatannya, tetapi juga pengingat akan bahaya yang lebih besar: Sven. Livia mendekatinya, wajahnya penuh kelegaan sekaligus kekhawatiran. Ia menggenggam tangan Arjuna dengan erat, seolah takut kehilangan dia lagi. “Arjuna, kau tahu ini belum selesai, kan?” Arjuna menatapnya, matanya yang biasanya tenang kini dipenuhi tekad. “Aku tahu, Livia. Sven sedang menunggu. Dia tidak akan tinggal diam setelah Ragnar kalah.” Malam itu, di perkemahan kecil yang mereka dirikan di pinggir hutan, Arjuna duduk di depan api unggun yang menyala redup. Livia tertidur di sisinya, kelelahan setelah hari yang panjang. Namun, pikiran Arjuna terus berputar. Ia tahu Sven adalah ancaman yang jauh lebih besar daripada Ragnar. Sven adalah penguasa

  • Reinkarnasi Sang Dewa Perang   Keputusan yang Tak Terhindarkan

    Bab 64: Keputusan yang Tak Terhindarkan Suara dentingan senjata masih menggema di udara saat pertarungan antara Arjuna dan Ragnar mencapai puncaknya. Setiap gerakan mereka menciptakan ledakan energi yang mengguncang tanah, menghancurkan pepohonan, dan membuat udara bergetar. Namun, meski telah menggunakan kekuatan Ares yang mengalir di dalam dirinya, Arjuna merasakan tekanan yang luar biasa. Ragnar bukanlah lawan sembarangan; ia bertarung dengan presisi mematikan dan kekuatan luar biasa, seperti predator yang bermain-main dengan mangsanya sebelum memberikan pukulan terakhir. Livia berdiri di kejauhan, menggenggam tangan di depan dadanya dengan wajah penuh kecemasan. Ia ingin berteriak, ingin memberikan dukungan kepada Arjuna, tetapi suaranya tertahan oleh rasa takut yang mencekam. Ia tahu bahwa dirinya tidak bisa berbuat apa-apa. Ragnar adalah monster, kekuatan yang jauh melampaui batas manusia biasa. Namun, ia juga tahu bahwa Arjuna adalah satu-satunya harapan yang mereka mil

  • Reinkarnasi Sang Dewa Perang   Bayangan yang Semakin Menggelap

    Bab 63: Bayangan yang Semakin Menggelap Malam itu menjadi saksi bagaimana Arjuna bertempur mati-matian melawan bayangan gelap yang mencoba membawa Livia. Cahaya biru dari kristal di tangannya mulai meredup, namun ia tetap berdiri dengan tubuh penuh luka. Nafasnya memburu, tapi matanya menyala dengan tekad. “Livia, kau harus pergi sekarang!” Arjuna berteriak sambil menahan satu bayangan yang menyerangnya dengan cakar hitam yang tajam. Livia memandangnya dengan mata penuh kekhawatiran. “Aku tidak akan meninggalkanmu, Arjuna!” Namun, sebelum Livia sempat melangkah, salah satu bayangan melesat cepat ke arahnya. “Tidak!” Arjuna melompat ke depan, mengayunkan tinjunya yang berselimut cahaya biru. Bayangan itu hancur seketika, tetapi sisanya semakin agresif, mengepung mereka berdua. “Ini bukan pertarungan yang bisa kita menangkan,” suara Ares bergema dalam pikiran Arjuna. **“Kita harus mundur sementara, atau kau akan kehilangan segalanya!”** “Lalu aku harus pergi ke mana?

  • Reinkarnasi Sang Dewa Perang   Awan Gelap yang Menggantung

    Bab 62: Awan Gelap yang Menggantung Arjuna duduk di sisi tempat tidurnya, menatap jendela yang terbuka lebar. Angin pagi berembus lembut, tetapi ada sesuatu yang berat menggantung di udara. Mimpi yang baru saja dialaminya masih membekas kuat, seperti sebuah luka yang sulit sembuh. Livia sudah kembali tidur, tubuhnya terbungkus selimut hangat. Melihatnya dalam keadaan damai seperti itu membuat hati Arjuna terasa lega, tetapi pikirannya tetap kacau. Ia tahu Sven sedang merencanakan sesuatu. Mimpi itu bukan sekadar gambaran acak, melainkan sebuah pesan—peringatan tentang apa yang akan datang. Ia merasakan kehadiran Ares di dalam dirinya, membara seperti api yang siap membakar. **"Kau merasa itu nyata karena memang nyata,"** suara Ares terdengar, bergema di benaknya. **"Apa maksudmu?"** balas Arjuna dalam pikirannya. **"Mimpi itu bukan hanya pesan, tetapi sebuah celah kecil ke dalam rencana mereka. Sven ingin mematahkanmu sebelum pertarungan yang sebenarnya dimulai. Kau tidak bis

  • Reinkarnasi Sang Dewa Perang   Rencana Gelap di Dunia Bawah

    Bab 61: Rencana Gelap di Dunia Bawah Kedalaman dunia bawah selalu sunyi, tetapi bukan sunyi yang tenang—melainkan sunyi yang memekakkan, seolah-olah seluruh dunia itu menyembunyikan jeritan yang tidak pernah selesai. Di sebuah istana besar yang berdiri di atas lautan lava yang mendidih, Sven duduk di takhta hitamnya, wajahnya memancarkan kebencian yang mendalam. Di hadapannya berdiri Ragnar, bawahannya yang paling setia, tetapi juga yang paling kejam. “Semuanya berjalan sesuai rencana,” Ragnar membuka pembicaraan dengan suara penuh keyakinan. “Teman-teman Arjuna sudah kita singkirkan. Sekarang dia hanya memiliki Livia, satu-satunya kelemahan yang tersisa.” Sven tersenyum tipis, senyum yang tidak menunjukkan kegembiraan, melainkan ancaman. “Kehilangan mereka sudah cukup untuk mengguncangnya, tetapi tidak cukup untuk menghancurkannya sepenuhnya. Aku ingin dia tidak hanya kehilangan orang-orang yang ia cintai, tetapi juga kehilangan dirinya sendiri. Kau tahu apa yang harus kita l

  • Reinkarnasi Sang Dewa Perang   Sebuah Kebenaran yang Tak Terelakkan

    Bab 60: Sebuah Kebenaran yang Tak TerelakkanArjuna terduduk di tepi tempat tidurnya, matanya menerawang jauh ke luar jendela kamar. Udara pagi terasa dingin, tetapi pikirannya berkecamuk seperti badai. Kenangan dari latihan panjang bersama para dewa masih terpatri jelas dalam benaknya. Ia ingat dengan detail setiap langkah, setiap pukulan, dan setiap pesan yang mereka berikan. Namun, di dunia nyata, semua itu terasa seperti lenyap begitu saja—hanya sekejap dalam tidur malam. Ia mengepalkan tangan, merasakan denyut jari-jarinya. Meski tubuhnya berada di kamar ini, ia merasa ada sesuatu yang hilang, sebuah keutuhan yang belum kembali. Matanya melirik ke arah Livia, yang berdiri di dapur kecil mereka, dengan sabar menuangkan teh ke dalam cangkir. Suara kecil dari air yang dituangkan terdengar menenangkan, tetapi di dalam hatinya, ada kegelisahan yang tak terelakkan. Livia berjalan mendekat, membawa secangkir teh hangat. “Ini, minumlah. Semoga bisa membantu menenangkanmu,” katanya sa

  • Reinkarnasi Sang Dewa Perang   Latihan terakhir

    Bab 59: Latihan Terakhir Arjuna terjatuh dari langit, tubuhnya berputar dengan cepat di antara awan yang bergulung-gulung. Napasnya tersengal, tubuhnya terasa ringan tetapi pikirannya berat oleh segala hal yang baru saja ia alami. Di bawah sana, tanah semakin jelas terlihat, dan dalam hitungan detik, ia mendarat dengan lembut seperti disentuh oleh tangan tak terlihat. Ia mengedarkan pandangan, dan matanya membelalak ketika mengenali tempat itu. Sebuah ladang yang dipenuhi tanaman padi yang bergoyang pelan diterpa angin. Rumah kayu sederhana berdiri tak jauh dari sana, dan di depannya, seorang pria tua mengenakan kain lurik sedang duduk santai di bawah pohon beringin. “Pak Budi?” suara Arjuna bergetar. Pria itu menoleh, tersenyum dengan wajah yang dipenuhi keriput bijak. “Ah, akhirnya kamu tiba juga, Arjuna. Aku menunggumu cukup lama.” Arjuna berjalan mendekat, napasnya tertahan. Ia tidak percaya bahwa dewa terakhir yang ia temui adalah orang yang ia kenal dengan nama Se

  • Reinkarnasi Sang Dewa Perang   Kilat Terakhir dari Olympus

    Bab 58: Kilat Terakhir dari Olympus Langit di Olympus bergemuruh, diselimuti awan kelabu yang menggantung rendah seolah bersiap menghantarkan hujan badai. Petir menyambar setiap beberapa detik, menerangi kawasan luas penuh dengan kuil-kuil megah dan pilar-pilar marmer putih. Namun, di tengah kekuatan yang menggetarkan itu, hanya satu sosok yang mendominasi. Zeus. Dewa para dewa Yunani, raja Olympus, berdiri dengan tongkat petir di tangannya. Setiap detak jantungnya seolah menyatu dengan getaran dunia di sekitarnya. Aura kekuasaan yang memancar darinya cukup untuk membuat siapa pun, termasuk dewa-dewa lainnya, menunduk dalam ketakutan atau kekaguman. Namun, di hadapan Zeus, berdiri seorang manusia: Arjuna. Arjuna memandangi Zeus dengan penuh tekad. Ia telah melalui perjalanan panjang dan berat, melatih dirinya dengan para dewa terkuat dalam mitologi yang pernah ia dengar. Namun, kali ini, ia tahu ujian yang akan dihadapinya adalah puncak dari segalanya. “Kau telah belajar dar

  • Reinkarnasi Sang Dewa Perang   keanggunan dan kebijaksanaan Hera

    Bab 57: Keanggunan dan Kebijaksanaan Hera Langit Gunung Olympus tampak seperti sebuah mahakarya seni, dengan warna biru yang membentang tanpa batas, dihiasi awan-awan putih lembut yang melayang perlahan. Di kejauhan, puncak-puncak gunung menjulang seperti penjaga abadi, dan di tengah lanskap yang memukau itu, berdiri sebuah bangunan megah yang memancarkan aura keagungan. Aula Hera. Arjuna berdiri di depan pintu besar aula itu, tubuhnya terasa kecil dibandingkan dengan ukuran bangunan yang menjulang. Ukiran-ukiran pada pintu menggambarkan berbagai kisah mitos, setiap detail memancarkan keindahan seni yang luar biasa. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya setelah pelatihan panjang bersama para dewa sebelumnya. Pintu besar itu terbuka dengan sendirinya, menghasilkan suara lembut namun menggetarkan hati. Arjuna melangkah masuk, dan ia segera disambut oleh suasana yang mencerminkan keanggunan dan ketegasan Hera. Dinding-dinding aula terbuat dari pualam putih, dihia

DMCA.com Protection Status