Share

Awal Sebuah Pelatihan

Bab 8: Awal Sebuah Pelatihan

Pagi di rumah sakit terasa lebih cerah, namun suasana hati Arjuna dan teman-temannya masih terjebak dalam bayangan kejadian di hutan. Rasa trauma dan ketakutan itu terus menghantui mereka, namun hidup mereka harus terus berlanjut. Setelah semua pemeriksaan selesai, dokter akhirnya mengizinkan Arjuna dan teman-temannya untuk pulang dengan syarat tetap melakukan kontrol rutin.

Namun, ada yang berbeda pada Arjuna. Setelah kunjungan Pak Budi semalam, pikirannya penuh dengan pertanyaan yang tak terjawab, tentang kekuatan yang tiba-tiba muncul, dan tanggung jawab yang mulai ia rasakan di pundaknya. Ia tahu dirinya tidak bisa lari lagi—apa pun yang terjadi, ia harus menghadapi takdirnya.

Saat dalam perjalanan pulang, Arjuna berjanji pada dirinya sendiri untuk menemui Pak Budi dan mencari tahu lebih dalam tentang kekuatan yang ada di dalam dirinya.

***

Keesokan harinya, Arjuna berdiri di depan rumah Pak Budi, merasa sedikit ragu. Rumah tersebut berada di kawasan yang cukup terpencil dan dikelilingi oleh kebun yang tampak alami, seolah terlindung dari hiruk pikuk kota. Ia mengetuk pintu, dan tak lama kemudian, Pak Budi membukanya dengan senyuman.

"Akhirnya kamu datang juga, Juna," ujar Pak Budi sambil mempersilakannya masuk.

Arjuna mengangguk, merasa campuran antara rasa hormat dan penasaran. Mereka duduk di ruang tamu yang sederhana namun terasa nyaman, dipenuhi dengan buku-buku tua dan benda-benda spiritual. Tanpa basa-basi, Arjuna memulai percakapan.

"Pak, tolong jelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada saya. Di hutan itu… saya tidak tahu apa yang terjadi, tapi ada sesuatu yang berbeda dalam diri saya," ucap Arjuna dengan nada serius.

Pak Budi menghela napas pelan, seolah menyiapkan diri untuk membuka sebuah rahasia besar. "Arjuna, kamu adalah salah satu yang terpilih. Di dalam dirimu, ada kekuatan yang besar—kekuatan yang berasal dari Dewa Ares, dewa perang dan kemarahan," ungkapnya.

Arjuna terdiam, berusaha mencerna penjelasan Pak Budi. "Dewa Ares? Jadi, saya ini… semacam titisan dewa?"

"Benar," Pak Budi mengangguk. "Namun, menjadi titisan Ares bukan berarti kamu akan selalu memiliki kendali atas kekuatan itu. Kamu perlu belajar mengendalikannya, atau kekuatan itu akan mengendalikanmu. Jika kamu tidak berhati-hati, kemarahan bisa menguasaimu dan membawa kehancuran," lanjut Pak Budi dengan nada tegas.

Arjuna mengingat kembali kejadian di hutan, saat ia merasakan kemarahan yang tak terkendali, bahkan hampir merusak semua di sekitarnya. Kini ia paham, bahwa kekuatan itu bukan sekadar berkah, tapi juga kutukan jika tidak dikendalikan dengan baik.

"Jadi, apa yang harus saya lakukan, Pak?" tanyanya, merasa lebih bertekad dari sebelumnya.

Pak Budi tersenyum tipis. "Mulai hari ini, saya akan melatihmu. Ini akan menjadi perjalanan panjang dan penuh tantangan, tapi jika kamu siap, maka kita akan memulai pelatihanmu."

**Hari-Hari Pelatihan Dimulai**

Beberapa hari berlalu sejak pertemuan itu. Arjuna mulai menjalani latihan intensif di bawah bimbingan Pak Budi. Setiap pagi, ia datang ke rumah Pak Budi, dan mereka melakukan berbagai latihan fisik dan mental untuk melatih kontrol emosinya. Pak Budi mengajarkan teknik pernapasan dan meditasi, membantu Arjuna untuk fokus dan mengendalikan setiap ledakan emosi yang muncul.

Pada hari ketiga pelatihan, Pak Budi membawanya ke sebuah tempat tersembunyi di belakang rumah—sebuah area lapang yang dikelilingi pohon-pohon tinggi. Di tengah lapangan itu terdapat lingkaran batu yang disusun dengan teliti.

"Arjuna, tempat ini bukan sembarang tempat. Di sini, energi spiritual lebih kuat, dan kamu akan lebih mudah merasakan kekuatan yang ada di dalam dirimu," jelas Pak Budi sambil memintanya duduk di tengah lingkaran batu.

Arjuna mengikuti instruksi Pak Budi, duduk bersila dan memejamkan mata. Perlahan, ia mulai merasakan energi hangat yang mengalir di seluruh tubuhnya. Namun, energi itu terasa liar, seolah ingin meledak keluar.

"Fokus, Arjuna. Rasakan setiap energi yang mengalir dalam dirimu, tapi jangan biarkan ia mengendalikanmu. Kamu adalah tuannya," ujar Pak Budi dengan nada lembut namun tegas.

Arjuna mencoba mengikuti petunjuk itu, berusaha mengendalikan energi yang ada di dalam dirinya. Meskipun awalnya sulit, ia mulai merasakan perbedaan—energi itu kini terasa lebih jinak, seperti binatang buas yang mulai tunduk pada pemiliknya.

Namun, tiba-tiba, sebuah bayangan muncul di pikirannya. Sosok Livia yang terbaring di rumah sakit, lemah dan terluka akibat kejadian di hutan. Rasa bersalah yang membakar hatinya seketika memicu ledakan energi yang tak terkendali.

Pak Budi segera menyadari perubahan itu. "Arjuna, kendalikan dirimu! Jangan biarkan kemarahan itu menguasaimu!"

Namun, sudah terlambat. Arjuna membuka matanya dan berdiri, tatapannya kosong, sementara aura merah yang menyala-nyala mulai muncul di sekeliling tubuhnya. Pak Budi menatapnya dengan tegang, menyadari bahwa kali ini Arjuna benar-benar dikuasai oleh kekuatan Ares.

Dengan suara rendah namun penuh ketegasan, Pak Budi mendekati Arjuna. "Jika kamu tidak bisa mengendalikannya, kamu harus belajar dengan cara yang lebih keras."

Pak Budi lalu mengangkat tangannya, melafalkan mantra kuno yang segera menciptakan perisai energi di sekeliling lingkaran batu. Arjuna yang sudah dikuasai energi Ares mencoba melepaskan amarahnya, memukul perisai itu dengan kekuatan besar. Dentuman keras terdengar, namun perisai Pak Budi mampu menahan serangan Arjuna.

Melihat bahwa usahanya gagal, Arjuna terdiam, terengah-engah dengan wajah penuh kemarahan. Perlahan, amarahnya mereda, dan ia mulai tersadar, menyadari bahwa dirinya baru saja kehilangan kendali.

Pak Budi mendekatinya dengan senyuman yang penuh pengertian. "Inilah yang harus kamu pelajari, Arjuna. Kemarahan adalah kekuatan besar, namun jika kamu tidak bisa mengendalikannya, maka kekuatan itu akan menghancurkanmu."

Arjuna menunduk, merasa malu atas ketidakmampuannya. Namun, di balik rasa malu itu, ada tekad yang semakin menguat. Ia tahu bahwa pelatihan ini tidak akan mudah, namun ia siap untuk terus mencoba, demi melindungi teman-temannya dan mencegah kejadian mengerikan seperti di hutan terulang kembali.

***

Sementara itu, di tempat lain, Livia juga mulai merasakan perubahan pada dirinya. Setelah keluar dari rumah sakit, ia merasa ada sesuatu yang berbeda—sebuah intuisi yang semakin tajam, seolah ia bisa merasakan kehadiran energi aneh di sekitarnya. Meskipun ia tidak memahami sepenuhnya, ada dorongan kuat untuk mencari tahu lebih dalam tentang apa yang sebenarnya terjadi pada Arjuna dan rahasia di balik kekuatan misterius itu.

Pada suatu sore, saat ia berjalan pulang dari kampus, ia bertemu dengan Helena yang menunggunya di pintu apartemen. Helena tampak serius, tatapannya penuh kekhawatiran.

"Liv, aku dengar kamu dan teman-temanmu mengalami hal aneh di hutan itu… Aku khawatir tentang kamu," ujar Helena dengan nada cemas.

Livia tersenyum tipis, berusaha meyakinkan sahabatnya. "Tenang, Helena. Aku baik-baik saja. Hanya sedikit bingung dengan apa yang terjadi, tapi aku akan mencari tahu."

Helena menatapnya lekat, seolah bisa merasakan bahwa sahabatnya itu menyembunyikan sesuatu. "Kalau ada apa-apa, kamu tahu kan aku selalu ada untukmu?"

Livia mengangguk, merasakan kehangatan persahabatan mereka yang begitu tulus. Meski tidak semua hal bisa ia ceritakan pada Helena, ia merasa tenang dengan kehadiran sahabatnya di sisinya.

Namun, dalam hati, Livia tahu bahwa ia tidak bisa mengabaikan intuisi yang semakin kuat. Ia merasa bahwa perannya dalam misteri ini belum selesai, dan dirinya mungkin akan terlibat lebih jauh dari yang ia bayangkan.

***

Suasana sore di pelataran terbuka yang digunakan untuk latihan terasa sunyi. Di hadapan Arjuna, Pak Budi mulai mengajarkan beberapa teknik dasar untuk mengendalikan energi dalam dirinya. Setelah memahami dasar-dasar meditasi yang menghubungkan batinnya dengan kekuatan yang tersimpan, Pak Budi bersiap untuk membuka akses lebih dalam terhadap potensi Arjuna.

Pak Budi mulai mengucapkan mantra dalam bahasa Jawa kuno, suaranya lirih namun penuh dengan wibawa. Setiap kata yang keluar dari bibirnya seperti mengandung energi yang mendalam, seolah memanggil kekuatan dari alam semesta. "Sang Dewata agung, tumekaa ing jagad... bukakna dalan kawicaksanan kang sejati..." Ucapan-ucapan itu terasa begitu sakral, seolah membuka sebuah jalan rahasia yang tidak dapat dijangkau oleh sembarang orang.

Di tempat lain, Sven memperhatikan bola kristalnya dengan penuh konsentrasi. Biasanya, benda itu memberikan gambaran yang jernih dari apapun yang dia ingin awasi, namun kali ini, bayangan di dalam bola tampak kabur, terganggu oleh aliran energi yang tidak dikenal.

Sven merasakan sebuah kekuatan yang kuat menghalangi pengamatannya. "Pak Budi," gumamnya dengan raut wajah serius. Dia menyadari bahwa orang yang sedang melatih Arjuna ini memiliki kekuatan yang luar biasa, bahkan cukup kuat untuk menghalangi sihir pengawasannya. "Dasar menyebalkan!"

Merasa frustrasi, Sven memutuskan untuk memerintahkan anggota-anggotanya yang sedang menyamar sebagai mahasiswa di universitas. "Segera ambil tindakan," perintahnya dengan nada tajam, "Kita harus menghentikan pelatihannya, atau setidaknya mencari tahu lebih banyak tentang kekuatan pria tua itu."

Sementara itu, di pelataran, mantra Pak Budi berlanjut. Udara di sekitar mereka mulai bergetar halus, memberikan tanda bahwa sesuatu yang besar tengah terjadi. Arjuna merasakan energinya membesar, dan kesadarannya mulai terbuka terhadap hal-hal yang sebelumnya terasa asing. Setiap mantra yang diucapkan Pak Budi menambah kedalaman fokusnya, menguatkan keyakinan bahwa ia memiliki kemampuan untuk mengendalikan kekuatan Ares yang tersembunyi di dalam dirinya.

Pak Budi tersenyum samar, menyadari bahwa ia berhasil melindungi mereka dari pengamatan lawan. "Lanjutkan fokusmu, Juna," ucapnya tenang, "Perjalananmu baru saja dimulai."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status