Bab 14: Awal dari Konflik
Setelah percakapan dengan Pak Budi, Arjuna semakin berhati-hati terhadap Banyu. Ia mulai membatasi interaksinya dan mengamati dari jauh, berusaha mencari tahu lebih dalam tentang mahasiswa baru ini. Namun, sikap Banyu yang terus mendekati teman-temannya membuat Arjuna merasa terpojok, seolah Banyu perlahan-lahan menyusup ke dalam kehidupannya. Di sisi lain, Banyu tampak semakin akrab dengan teman-teman Arjuna. Bayu, Dani, Ratna, dan Sarah mulai sering mengajak Banyu bergabung dalam aktivitas mereka, dan Banyu selalu hadir dengan senyum ramahnya. Ketika Arjuna melihat mereka tertawa bersama, ia merasakan ada kecemasan yang sulit dijelaskan. Meskipun ia tidak memiliki bukti konkret, ia yakin ada maksud tersembunyi di balik keramahan Banyu. Suatu hari setelah perkuliahan, Banyu mendatangi Arjuna di lorong kampus. “Juna, kamu ngga ada waktu buat ngobrol lagi, ya? Kamu sibuk banget akhir-akhir ini,”**Bab 15: Perubahan yang Tak Terlihat** Livia menatap kosong ke luar jendela apartemennya, pikirannya melayang jauh. Udara sore yang cerah terasa begitu kontras dengan gejolak perasaan yang mengguncangnya. Arjuna—teman yang telah lama ia kenal—telah berubah begitu drastis. Bukan hanya penampilannya yang tampak semakin serius dan fokus, tetapi sikap dan perilakunya pun mulai berbeda. Livia merasa seolah-olah ada jarak yang tiba-tiba muncul di antara mereka. Meskipun Arjuna tidak pernah bersikap dingin, ada perasaan bahwa ia kini lebih tertutup, lebih terkendali. Livia tidak tahu bagaimana cara mendekatinya lagi. Setelah kejadian di rumah sakit, Livia tidak bisa lagi mengabaikan perasaan itu. Kepalanya masih terasa pusing dengan segala kejadian yang berlangsung begitu cepat. Arjuna yang tiba-tiba memiliki kekuatan yang begitu besar, kekhawatiran akan keselamatan teman-temannya, dan akhirnya pengungkapan tentang dirinya yang ternyata terhubung dengan dewa
**Bab 16: Bawahan Sven mulai Bergerak ** Suasana hutan terasa sunyi, hanya suara dedaunan yang tertiup angin serta kicauan burung yang sesekali terdengar. Di tengah-tengah ketenangan itu, Arjuna dan Pak Budi berdiri berhadapan di sebuah lapangan terbuka yang tersembunyi dari pandangan manusia. Tempat itu adalah lokasi yang selama ini digunakan Pak Budi untuk latihan spiritual dan meditasi. Dengan mata tertutup, Arjuna mencoba merasakan energi yang mengalir di sekelilingnya, sebagaimana diajarkan oleh gurunya. Pak Budi, yang terkenal dengan kekuatan Semar yang ia miliki, memperhatikan muridnya dengan tatapan penuh keyakinan. “Arjuna,” katanya tenang, “kekuatan yang kamu miliki bukan hanya sekadar warisan fisik, tapi juga spiritual. Kamu adalah perwujudan dari kekuatan dewa, tapi tanpa kedamaian dalam batinmu, kekuatan itu bisa menjadi senjata yang memakan dirimu sendiri.” Arjuna mengangguk, m
Bab 17: Musuh dalam Bayangan Matahari pagi perlahan menyinari kawasan hutan tempat Arjuna menjalani latihan bersama Pak Budi. Hembusan angin terasa sejuk, mengiringi ketenangan suasana di sekeliling mereka. Pak Budi, dengan sorot mata penuh ketenangan dan kebijaksanaan, berdiri tegap di hadapan Arjuna yang tampak bersiap-siap. “Arjuna, kekuatan yang ada di dalam dirimu bukanlah kekuatan biasa,” ujar Pak Budi sambil menatap Arjuna dalam-dalam. “Kekuatanmu memiliki jejak masa lalu yang panjang, berhubungan erat dengan para dewa dan dunia spiritual.” Arjuna menyimak dengan penuh perhatian, pandangannya tak lepas dari wajah Pak Budi yang selalu tenang. Selama ini, ia merasakan ada sesuatu yang berbeda di dalam dirinya, sesuatu yang sering kali muncul dalam bentuk bayangan aneh dan kekuatan yang tidak ia pahami. Namun, mendengar kata-kata Pak Budi hari ini, Arjuna merasa seperti menemukan kepingan puzzle yang hilang.
**Bab 18: Kekuatan yang Tersembunyi** Suasana malam terasa lebih hening dari biasanya. Langit bertabur bintang, tapi bagi Arjuna, malam ini bukan sekadar waktu untuk beristirahat. Ia duduk bersila di kamarnya, mencoba mengulang latihan meditasi yang diajarkan Pak Budi. Di kepalanya terlintas kejadian-kejadian aneh yang ia alami selama ini, juga kilasan kekuatan yang mulai ia rasakan namun belum sepenuhnya ia kuasai. “Sesuatu yang besar sedang menantimu,” gumam Arjuna pada dirinya sendiri, teringat kata-kata Pak Budi. Ia menutup matanya lebih erat, berusaha merasakan kembali getaran kekuatan dalam dirinya. Di tempat lain, Ragnar dan Banyu bertemu di area tersembunyi di pinggiran kampus, jauh dari hiruk-pikuk dan pandangan mahasiswa lain. Ragnar menatap Banyu dengan sorot mata penuh perhitungan. “Bagaimana, apa kau mendapatkan informasi yang kita butuhkan?” Ragnar bertanya sambil menyilangkan tangan. Banyu mengangguk. “Dani mengungkapkan bahwa Pak Budi memang dikenal di kampus, dan
Bab 1: Mimpi yang terasa nyata Arjuna Mahendra terbangun di rumah kontrakannya yang sederhana di pinggiran Yogyakarta. Ia duduk di tepi tempat tidur, menggosokkan kedua tangannya ke wajahnya yang tampak letih. Tubuhnya jangkung dengan bahu yang lebar, menunjukkan fisik yang kuat, meski wajahnya sering tampak lelah. Rambut hitamnya berantakan, dan matanya yang gelap memiliki tatapan tajam yang seolah menyimpan berbagai rahasia. Ia terlihat seperti pemuda biasa, namun ada sesuatu dalam sorot matanya yang membuat orang di sekitarnya terkadang merasa ada hal misterius yang tersembunyi. Setelah berdiam sejenak, Arjuna meraih cangkir kopi yang ia siapkan tadi malam dan menatap ke luar jendela. Di pagi yang hening itu, ia bisa melihat sinar matahari perlahan-lahan mulai menerangi halaman belakang. Ada ketenangan dalam rutinitas paginya ini, membuatnya sejenak lupa dengan tugas akhir yang mulai mendekati tenggat waktu. Hidupnya berjalan biasa, tanpa gangguan, dan ia menikmatinya seperti i
Bab 2: Mimpi yang Mengganggu Arjuna terbangun di tengah malam dengan napas terengah-engah. Mimpi itu kembali—kali ini lebih jelas dan nyata. Ia bisa merasakan setiap luka dan suara dari pertempuran yang terjadi dalam mimpinya, membuat tubuhnya penuh dengan keringat dingin. Namun saat mencoba mengingatnya, segalanya kabur begitu saja. Pagi harinya, Arjuna berusaha menenangkan diri, seolah tidak terjadi apa-apa. Namun, tatapan kosong dan wajah lelahnya justru menarik perhatian teman-teman kampusnya. Saat ia memasuki ruang kelas, beberapa teman dekatnya mulai menyadari perubahan pada dirinya. “Ada apa, Jun? Kamu kelihatan seperti zombie,” tanya Bima, teman sekampusnya yang selalu bersemangat. Bima memiliki tubuh tinggi dengan rambut acak-acakan, dan selalu memakai jaket denim favoritnya ke kampus. Tatapan khawatir tampak jelas di matanya. Arjuna mencoba tersenyum, meski lelah. “Ah, nggak apa-apa, Bim. Cuma lagi sering kebangun tengah malam,” jawabnya sambil menguap. “Serius, ka
Bab 3: Pertemuan dengan Livia Hari-hari berlalu, dan mimpi Arjuna semakin intens. Setiap malam, sosok wanita misterius itu terus menghantuinya, membangkitkan rasa penasaran yang tak terpadamkan. Di siang hari, ia merasa terjebak antara kehidupan sehari-hari dan kenangan samar yang tampak lebih nyata dalam mimpinya. Suatu hari, saat berada di kantin kampus, Arjuna duduk bersama Bima dan Sarah. Mereka bercakap-cakap tentang tugas kuliah ketika pandangan Arjuna teralihkan. Di sudut ruangan, ia melihat seorang gadis duduk sendirian, tenggelam dalam sebuah buku. Rambut panjangnya yang lurus berkilau di bawah sinar matahari, membingkai wajahnya yang oval dan cerah. Livia Pratama memiliki mata cokelat gelap yang dalam, mencerminkan ketenangan namun juga misteri. Ia mengenakan sweater sederhana dan jeans, tetapi tetap terlihat menarik dengan aura kecerdasannya. “Siapa itu?” Arjuna bertanya, tidak bisa mengalihkan pandangannya. Bima mengikuti arah pandangnya dan tersenyum. “Oh, itu Liv
Bab 4: Ingatan yang Tersembunyi Hari berikutnya, Arjuna terbangun dengan semangat baru. Mimpinya semalam masih segar dalam ingatannya, membangkitkan rasa ingin tahunya untuk mencari tahu lebih banyak tentang hubungannya dengan Livia. Ia bertekad untuk tidak hanya memahami mimpinya, tetapi juga untuk menggali lebih dalam ke dalam diri Livia, gadis yang semakin mengisi pikirannya. Sesampainya di kampus, Arjuna segera merasakan suasana yang berbeda. Teman-teman kampusnya, terutama Bima, Sarah, dan Dani, tampak saling berbisik sambil melirik ke arahnya. Rasa ingin tahunya makin meningkat, tetapi ia tahu bahwa fokusnya saat ini adalah Livia. Ia berharap bisa menemukan waktu untuk bertemu dengannya dan melanjutkan pencarian mereka. Bima, teman dekatnya yang selalu ceria dan penuh energi, menghampiri Arjuna dengan senyuman lebar. “Eh, Arjuna! Apa kabar? Kemarin kita lihat kamu sama Livia. Kalian ada urusan penting ya?” tanyanya dengan nada penasaran. “Tidak ada yang penting,” jawab