Mentari pagi merangkak naik, mengusir sisa-sisa kegelapan malam yang masih menyelimuti desa bobrok itu. Cahaya keemasan menyoroti bekas perumahan yang telah lama ditinggalkan, menyapu debu dan puing-puing yang berserakan di tanah.
Zhu Long melangkah perlahan, meninggalkan tempat itu tanpa menoleh ke belakang, tak ada alasan untuknya tetap tinggal lebih lama. Namun, baru beberapa langkah, dia merasakan kehadiran seseorang di belakangnya. Ketika menoleh, ia mendapati sosok gadis muda yang semalam diselamatkannya, ia tampak berjalan di belakangnya dengan ragu-ragu. Sinar matahari pagi menerpa wajah gadis itu, memperlihatkan kulitnya yang putih bersih dan mata merahnya yang berkilau seperti ruby. Meski pakaiannya sederhana dan tubuhnya tampak sedikit lelah, kecantikannya tetap terpancar. Jika saja ia mendapat perawatan yang layak, pesonanya bisa membuat mata laki-laki tak dapat berpaling. Zhu Long mengira gadis itu telah pergi setelah mengucapkan terima kasih semalam. Namun ternyata, ia masih di sini, menunggunya pergi. Dengan alis sedikit terangkat, Zhu Long akhirnya bertanya, "Apa kau tak punya tempat tinggal? Atau tak tahu jalan pulang?" Shan Rong menggigit bibirnya, menundukkan kepala sambil menatap tanah di bawahnya. "A-aku... Aku tak punya..." suaranya lirih, hampir seperti bisikan yang terbawa angin. Mata Zhu Long menajam, menatapnya beberapa detik sebelum bertanya lagi. "Jadi kau ingin mengikutiku?" Namun, kali ini gadis itu hanya diam. Matanya berkedip ragu, seolah malu mengungkapkan keinginannya secara langsung. Zhu Long menyipitkan mata. Ada sesuatu yang aneh dari gadis ini. Bukan hanya karena sorot matanya yang merah seperti ruby, tetapi pada auranya yang berbeda dari gadis pada umumnya. Walaupun samar, Zhu Long dapat merasakan bahwa gadis ini tak sesederhana kelihatannya. 'Dia cukup menarik… Tapi masih terlalu muda, ck ck.' Zhu Long menggelengkan kepala sejenak, lalu menghela napas pelan sebelum akhirnya memutuskan. "Baiklah, kau bisa ikut denganku. Tapi perjalanan ke Kota Hongli cukup jauh. Kau tak boleh mengeluh selama di perjalanan." ucapnya kemudian. Mata gadis itu membesar seketika. Seolah sinar harapan yang sempat meredup dalam dirinya kini menyala kembali. "B-baik! Aku tak akan merepotkanmu, tuan!" katanya dengan suara bergetar namun penuh rasa syukur. Zhu Long tersenyum tipis sebelum melanjutkan langkahnya, diikuti oleh gaadis muda itu yang berjalan dengan penuh semangat. --- Di tengah perjalanan, angin sepoi-sepoi bertiup lembut, membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang gugur. Zhu Long, yang sejak tadi berjalan dalam diam, akhirnya membuka percakapan. "Siapa namamu?" tanyanya tanpa menoleh. Shan Rong mempercepat langkahnya hingga sejajar dengan Zhu Long. "Namaku Shan Rong. Bagaimana denganmu, tuan?" tanyanya balik, kini suaranya terdengar lebih ceria. "Jangan panggil aku tuan, namaku Zhu Long." jawabnya singkat, menyunggingkan senyum lembut. Shan Rong terdiam sesaat. Ada sesuatu dalam senyum lembut itu—sesuatu yang membuat jantungnya berdebar tanpa alasan yang jelas. Setelah beberapa saat, Zhu Long kembali bertanya. "Di mana keluargamu? Bagaimana kau bisa berakhir di tangan para berandalan itu?" Mendengar pertanyaan itu, langkah Shan Rong agak melambat. Senyum yang sempat muncul di wajahnya perlahan memudar. Ekspresi matanya berubah, dipenuhi kesedihan dan luka yang sepertinya sulit untuk dilupakan. Ia menunduk, menggenggam kedua tangannya erat. "Keluargaku… mereka semua dibantai habis oleh kultivator jahat." suaranya sedikit bergetar, tetapi ia tetap mencoba terdengar tegar. Zhu Long menoleh ke arahnya, sorot matanya mulai serius. Shan Rong melanjutkan, "Mereka… menginginkan sesuatu dari keluargaku. Kedua orang tuaku melawan sekuat tenaga, memberi waktu agar aku bisa kabur, aku tak tahu apa yang terjadi pada mereka sekarang. Tapi… pada akhirnya, para berandalan itu menangkapku di tengah jalan." Tangannya gemetar, seolah mengingat kembali saat-saat mengerikan itu. Matanya yang merah seperti ruby berkilat, berusaha menahan air mata yang hampir jatuh. Ia berusaha untuk tidak menangis. Ia hanya berdiri tegak, menahan perasaan yang berkecamuk dalam dadanya. Zhu Long tetap diam. Tidak ada belas kasihan yang terpancar dari matanya, tetapi ada sesuatu dalam dirinya yang mirip dengan perasaan gadis itu. Ia tahu rasanya kehilangan. Ia juga tahu rasanya memendam dendam. "Jika bukan karenamu, mungkin aku sudah tak berdaya sekarang. Terimakasih telah menyelamatkanku." lanjut Shan Rong kembali mendongak ke arah Zhu Long dan menunjukkan senyum yang menyimpan kepedihan. "Oh, bukan masalah besar. Semalam aku hanya kesal saja karena merasa terganggu dengan ocehan para berandal itu. Tapi syukurlah kau tak kenapa-napa." balasnya. Shan Rong tertegun sejenak, ia tak tahu bagaimana harus mengartikan ucapan itu, tanpa sadar wajahnya mulai menunjukkan rona tipis. --- Langit mulai berwarna jingga ketika Zhu Long dan Shan Rong akhirnya tiba di Kota Hongli setelah menempuh perjalanan panjang. Kota Hongli bukan sekadar kota kecil biasa. Kota ini adalah salah satu pusat perdagangan di bagian timur Negara Qingli. Bangunan-bangunan megah berdiri kokoh, mencerminkan kekayaan dan kekuasaan klan-klan besar yang memerintah kota ini. Di antaranya ada klan Li yang merupakan klan pemimpin kota, serta klan Qin, klan Meng, dan klan Zhu yang merupakan keluarga tempat Zhu Long berasal. Ketika mereka memasuki gerbang kota, hiruk pikuk kehidupan langsung menyergap kekaguman Shan Rong. Suara pedagang yang menawarkan dagangan, suara langkah kaki yang bergegas, dan tawa anak-anak yang bermain di sudut jalan membentuk orkestra kehidupan yang hidup dan nyata. "I-ini luar biasa..." gumam Shan Rong, matanya berbinar menatap sekeliling. Ia hampir tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Lentera-lentera merah menggantung di sepanjang jalan, menciptakan suasana yang megah. Para pedagang sibuk menjajakan dagangannya—dari sutra berkualitas tinggi, rempah-rempah harum, hingga perhiasan yang berkilau di bawah cahaya matahari sore. Melihat ekspresi takjub Shan Rong, Zhu Long meliriknya sekilas sebelum tersenyum tipis. "Apa ini pertama kalinya kau datang ke kota besar?" tanyanya santai. Shan Rong mengangguk perlahan. "Ya, tempat tinggalku berada jauh di tengah hutan, hanya desa kecil yang terdiri dari beberapa orang. Aku baru pertama kali melihat penduduk seramai ini." "Hmm... Kau akan melihat lebih banyak hal menarik nanti. Setelah kita tiba di kediaman klan Zhu, aku akan membawamu berkeliling kota." kata Zhu Long. Mendengar itu Shan Rong mengangguk polos seperti anak ayam mematuk nasi, matanya pun berbinar penuh antusias. Mereka berjalan melewati jalan utama kota hingga akhirnya tiba di sebuah kediaman luas yang berdiri megah di atas tanah berbatu hitam. Gerbang besar dengan ukiran kepala naga menjulang di hadapan mereka, menjelaskan bahwa ini bukanlah tempat sembarangan—kediaman utama klan Zhu. Saat mereka mendekati gerbang, seorang penjaga berseragam biru tua dengan lambang klan Zhu di dadanya mendekat. Matanya membelalak ketika melihat siapa yang datang. "T-Tuan Muda?!" serunya dengan nada kaget dan sedikit ragu. Sudah setahun sejak Zhu Long meninggalkan kediaman ini, dan kedatangannya yang tiba-tiba tentu mengejutkan banyak orang di klan. Zhu Long hanya mengangkat tangan, mengisyaratkan agar penjaga itu tidak perlu banyak bersikap formal. Tanpa menunggu, ia melangkah masuk melewati halaman yang luas, dengan Shan Rong mengikutinya dari belakang. Begitu memasuki halaman utama, seorang pria paruh baya berdiri tegak dengan tangan bersedekap. Tatapan matanya tajam, namun tersirat kerinduan yang mendalam. Itulah Zhu Jiang, kepala klan Zhu sekaligus ayah Zhu Long. Ketika Zhu Long berdiri di hadapannya, Zhu Jiang menghela napas panjang, seolah sedang menahan banyak emosi yang ingin ia ungkapkan. Lalu, dengan langkah mantap, ia maju dan meletakkan kedua tangannya di bahu putranya. "Bagaimana kabarmu, Nak? Sudah setahun berlalu sejak kau diterima di Sekte Linjian… Ayah benar-benar merindukanmu." suaranya dalam, penuh perasaan. Zhu Long menatap ayahnya. Senyum lembut terukir di wajahnya, namun ada sesuatu yang tersembunyi di balik senyum itu. Setahun telah berlalu… Setahun sejak ia meninggalkan rumah ini untuk bergabung dengan Sekte Linjian… Namun, pria yang berdiri di sini sekarang bukanlah Zhu Long yang sama seperti setahun lalu. Dunia telah mengubahnya. Berbagai macam hal terjadi di sekte Linjian. Dan yang paling penting, Zhu Long kini membawa rahasia yang ayahnya tak akan pernah bisa bayangkan. Kalaupun ia memberitahunya, Zhu Jiang tak akan percaya jika tubuh anaknya kini dirasuki jiwa orang lain. Zhu Long mengangguk ringan. "Aku baik-baik saja, Ayah." Namun, jauh di lubuk hatinya, ia tahu bahwa kata-kata itu hanyalah kebohongan yang harus ia ucapkan.Mengetahui anaknya dalam keadaan baik, Zhu Jiang menghela napas lega. Namun, seiring dengan rasa lega itu, tatapannya segera tertuju pada gadis muda yang berdiri di belakang putranya. Matanya menyipit, seolah berusaha menilai keberadaan gadis itu. "Siapa dia, Nak? Jangan bilang…?" ucap Zhu Jiang dengan nada menggantung, membiarkan putranya sendiri yang mengisi kekosongan itu. Zhu Long hanya terkekeh pelan. Ia tahu betul apa yang ada di dalam pikiran ayahnya. "Jangan salah paham, Ayah." jawabnya santai. "Dia hanyalah seorang gadis yang kutemui secara kebetulan. Ia sempat diculik oleh sekelompok berandal, dan aku menyelamatkannya. Namanya Shan Rong. Sayangnya, ia tidak punya tempat tinggal, jadi aku membawanya kemari." Mata Zhu Jiang menyipit sedikit lebih tajam. Ia menatap putranya penuh selidik sebelum akhirnya menghela napas panjang. "Baiklah, jika itu memang keinginanmu." ujarnya, meskipun masih menyisakan sedikit keraguan dalam nada suaranya. Namun, sesaat kemudian ia melanjut
Aula utama klan Zhu, tempat yang cukup megah, terasa dipenuhi oleh suasana formal. Deretan kursi kayu berukir mengapit sisi kanan dan kiri aula, diduduki oleh para tetua klan Zhu yang duduk dalam keheningan penuh wibawa. Sementara di bagian tengah, Zhu Jiang, kepala klan Zhu, duduk di singgasana utama—sebuah kursi besar dengan ukiran naga yang melambangkan kejayaan klan mereka. Pintu besar aula terbuka, memperlihatkan rombongan klan Qin yang baru saja tiba. Qin Xiao, kepala klan Qin, seorang pria paruh baya dengan jubah biru tua bergaris emas, melangkah masuk dengan penuh keanggunan. Di belakangnya, beberapa tetua klan Qin mengikutinya, bersama seorang gadis muda yang anggun dan menawan, dialah Qin Lan. Zhu Jiang segera berdiri dari singgasananya, menyambut kedatangan mereka dengan senyum ramah. "Selamat datang, kepala klan Qin. Sudah lama kita tidak bertemu. Silakan duduk," ujar Zhu Jiang sambil mengulurkan tangan ke arah kursi yang telah disiapkan untuk tamunya. Qin Xia
Mendengar kata-kata yang keluar dari mulut kepala klan Qin, suasana aula mendadak berubah drastis. Para tetua klan Zhu yang semula masih menaruh kepercayaan besar pada klan Qin, kini terlihat agak kaku.Beberapa dari mereka mulai berbisik satu sama lain, mencoba memahami situasi yang terjadi. Sementara itu, Zhu Jiang yang awalnya tampak tenang, ekspresinya perlahan berubah."Apakah aku mendengar dengan benar, Tuan Qin?" tanyanya, suaranya terdengar penuh kejutan tak percaya.Namun, Qin Xiao tetap tenang. "Ya, Tuan Zhu. Ini adalah keputusan yang telah kami pikirkan dengan matang, Lan'er sendiri setuju akan hal ini."Kata-kata itu seperti petir yang menyambar aula. Sementara hanya Zhu Long yang tersenyum tipis. Bukan senyum kebahagiaan, melainkan senyum dingin penuh ejekan, seolah telah menduga akan hal ini. Tatapannya menembus Qin Lan, seakan membaca isi pikirannya. Namun, gadis itu tetap diam. Di dalam hatinya, Qin Lan sendiri merasakan kegelisahan yang sulit ia jelaskan.'Apa yang s
"Baiklah, kalau begitu tak ada gunanya terus menjalin pertunangan ini." ia menghela napas panjang, lalu melanjutkan dengan nada santai namun menusuk. "Mulai sekarang, kita tidak punya hubungan apa pun lagi."Kata-kata itu seolah menjadi tamparan keras bagi Qin Lan. Niatnya datang memang untuk membatalkan pertunangann itu, namun bukan Zhu Long yang harus memutuskannya, tetapi dia sendiri.Tatapan gadis itu langsung berubah tajam. "Harusnya aku yang mengatakan hal itu, dasar sampah!" ejeknya dengan anda berat dan dingin.Zhu Long menyipitkan matanya, lalu tersenyum tipis."Sampah?" ucapnya santai, "Bukankah kata itu lebih cocok untuk dirimu sendiri, Nona Qin?"Mendengar ejekan balik itu Qin Lan mengerutkan keningnya, wajahnya memerah karena amarah."Apa kau bilang?! Kau bahkan jauh lebih lemah dariku! Berani-beraninya kau mengatakan aku sampah?!" bentakannya menggema di ruangan.Sementara itu, Niu Feng hanya terkekeh pelan. "Nona Qin telah menerobos ke ranah Pemurnian Roh tahap lima dal
"Tuan Zhu, Anda tidak perlu bersikap kasar seperti ini," ujarnya dengan nada tegas. "Bagaimanapun, mereka hanyalah anak muda. Tak sepantasnya orang tua terus campur tangan dalam masalah mereka."Mata Zhu Jiang tetap tajam, ekspresinya penuh ketidakpuasan. Namun setelah beberapa saat, ia menghela napas panjang dan menurunkan tekanan auranya, ia kembali duduk meski jelas terlihat bahwa ia masih merasa tidak terima.Zhu Long memperhatikan dua kepala klan itu dengan ekspresi tertarik. 'Oh? Dua orang tua ini sepertinya memiliki basis kultivasi yang cukup kuat... Mereka sepertinya memiliki rivalitas yang tinggi,' pikirnya.Namun, ia tidak membiarkan pikirannya melayang terlalu jauh. Dengan ekspresi dingin, ia kembali fokus pada Qin Lan."Baiklah," katanya dengan nada tenang. "Dan jika aku menang, kau akan melakukan hal yang sama seperti yang kau katakan tadi."Beberapa orang terkejut mendengar persyaratan itu. Namun, Qin Lan hanya menatapnya dengan sinis tanpa ragu sedikit pun. Tatapannya s
Keesokan harinya, matahari pagi menyapu kota Hongli dengan sinar hangatnya. Jalanan utama, seperti biasa, telah dipenuhi oleh hiruk-pikuk kehidupan kota. Pedagang mulai membuka lapak mereka, anak-anak bermain-main dengan pedang kayu, dan para penjaga kota berpatroli dengan raut wajah serius. Hiruk-pikuk ini bagaikan denyut nadi kota Hongli—tempat yang tak pernah benar-benar tidur. Di tengah keramaian itu, Zhu Long yang mengenakan jubah abu-abu melangkah tenang. Tatapannya tajam namun tidak mencolok, membaur di antara para penduduk kota. Setelah malam yang panjang untuk beristirahat dan memulihkan diri, Zhu Long kini kembali melangkah dengan satu tujuan yang tertanam jelas dalam benaknya, yaitu: menjadi kuat. Meskipun dantiannya telah pulih dari kerusakan, kekuatan kultivasinya saat ini masih jauh dari kata cukup. Bahkan menghadapi binatang buas kelas rendah pun belum tentu ia bisa menang. Oleh karena itu ia perlu mencari solusi untuk meningkatkaan kekuatannya secepat mungkin, ka
Namun Zhu Long tidak tinggal diam. Tatapannya tetap terfokus pada tungku di hadapannya, sorot matanya tenang namun menyiratkan keteguhan yang tak tergoyahkan. Ia tahu benar, benda di hadapannya ini bukan sekadar tungku biasa. Ditempa dari bijih Hanxing yang sangat langka, bahkan di kota besar sekalipun, benda seperti ini sulit ditemukan. Apalagi di kota kecil seperti Hongli—tempat ini tak lebih dari pasar penghubung antar wilayah, dan bukan pusat perdagangan besar."Aku tidak akan membiarkan barang berharga ini direbut begitu saja," ucap Zhu Long mantap. Suaranya tenang, namun juga dalam seperti dasar jurang yang tak terukur. "Tungku ini… sudah menjadi milikku, kau takk bisa merebutnya begitu saja."Tanpa berkata lebih lanjut, Zhu Long mengangkat satu tangan. Sebuah kilatan cahaya muncul dari cincin di jarinya, dan sekejap kemudian—gedebuk! Sebuah kantong besar berisi koin emas jatuh menghantam meja kayu di depannya. Gemerincing nyaring mengisi ruangan, dan dari dalam kantong itu, em
Di aula utama Paviliun Qian Hua, dua sosok berdiri saling berhadapan dengan jarak sepuluh meter. Atmosfer di dalam ruangan itu terasa menegang. Di antara mereka, dua meja kayu hitam telah disiapkan, masing-masing lengkap dengan tungku pemurnian adasar alkimia, dan tumpukan herbal langka yang masih segar dengan aroma tajam menusuk hidung. Zhu Long berdiri tenang di sisi kiri ruangan, jubah hitamnya berkibar pelan tertiup angin dari jendela terbuka. Sorot matanya jernih namun dalam, seperti danau yang menyembunyikan pusaran di bawah permukaannya. Di sisi lain, Bai Fu menatap Zhu Long dengan mata menyipit. Ia berdiri penuh percaya diri, tangan bersedekap di depan dada, dan senyum tipis menghiasi wajah tuanya yang penuh kerutan. Di sekeliling ruangan, para staf Paviliun Qian Hua dan puluhan pengunjung berkumpul, menyaksikan pertarungan tak biasa ini. Beberapa dari mereka bahkan adalah alkemis muda, murid-murid yang sedang belajar di bawah bimbingan Bai Fu. "Siapa pemuda itu?" bis
Di tengah derasnya serangan bertubi-tubi, Mu Niu mengamati gerak-gerik Zhu Long dengan seksama. Di balik perisai energi keemasannya, pertahanan Zhu Long tampak mulai rapuh. Retakan kecil bermunculan, celah-celah terbuka di sela perisai yang sebelumnya terlihat begitu kokoh. Mu Niu menyeringai lebar, seolah mencium bau kemenangan. "Hehe, bocah ini memang aneh. Energi spiritualnya terasa berbeda dari para kultivator biasa..." gumam Mu Niu rendah, matanya memantulkan sinar dingin. "Untung saja orang-orang bertopeng itu datang dan menyerang tepat waktu. Aku tak perlu lagi menghabiskan tenagaku untuk menghabisinya." Melihat peluang terbuka lebar, Mu Niu mengendurkan serangan pedang energinya sejenak. Ia mundur selangkah, menarik pergelangan tangan kirinya ke dada, lalu mulai mengutas beberapa segel kompleks. Gerakan jari-jarinya cepat dan terlatih, menciptakan gelombang spiritual berwarna merah tua yang berpendar di udara sekelilingnya. Dalam hitungan detik, sebuah lingkaran spiri
Sutra Dewa Seribu Kehidupan, merupakan salah satu teknik kultivasi kuno yang keberadaannya telah lama hilang dari dunia kultivasi.Bukan sembarang teknik kultivasi yang bisa siapapun gunakan seenaknya, teknik ini tak akan berguna sama sekali bagi mereka yang tak memiliki kekuatan jiwa yang kuat. Teknik ini menuntut kekuatan jiwa yang jauh melebihi batas manusia biasa. Tanpa jiwa yang kuat, bahkan satu halaman dari teknik ini tak akan memberikan efek apapun pada kultivasi dan justru akan menjadi petaka untuk tubuh.Teknik tersebut terdiri dari lima belas halaman, masing-masing menyimpan rahasia kekuatan dahsyat dan ribuan jurus langka. Setiap halaman, konon, bisa mengubah nasib seorang kultivator, membawa mereka melintasi batas hidup dan mati.Zhu Long, dalam kondisi terjepit bahaya, menemukan dirinya dalam keputusasaan. Tubuhnya gemetar menahan derasnya serangan bilah pedang merah gelap dari Mu Niu yang seolah tak ada habisnya. Keringat dingin mengalir di pelipisnya, matanya menyipi
Udara di sekitar mereka berdesir ngeri, seolah-olah dunia sendiri menahan napas ketika Mu Niu perlahan menarik kedua tangannya ke samping. Jemarinya melengkung membentuk mudra aneh, dan dalam sekejap, energi spiritual berwarna merah gelap membuncah dari tubuhnya, mengalir deras seperti gulungan badai di tengah lautan. Aura mengerikan itu menekan sekeliling, membuat tanah di bawah kaki mereka bergetar halus. Rambut Lin Yuning dan Zhu Long berkibar hebat ditiup pusaran energi spiritual. Angin panas bercampur aroma darah kering meruap di udara. Puluhan bilah pedang yang tampak seperti disusun dari kegelapan itu muncul di udara, bergetar dan berdesing tajam. Bilah-bilah tersebut melayang, membentuk formasi melingkar di sekitar Mu Niu, seperti kawanan predator yang siap menerkam mangsanya. Senyuman tipis terpatri di wajah Mu Niu. Matanya berkilat tajam, penuh rasa puas. Dengan satu gerakan tangan, ia melemparkan bilah-bilah energi itu ke depan. "Matilah kalian! Jadilah korban demi keb
Di balik semak-semak lebat yang tertutup bayang-bayang kegelapan malam, mata Zhu Long menatap lebar dengan sorot mata tegang. Napasnya tertahan melihat kejadian tak terduga yang berlangsung di hadapannya. Cahaya bulan yang pucat menyoroti sosok Lin Yuning yang berdiri sendirian di tanah lapang, menghadapi pria bertudung hitam yang aura pembunuhannya begitu kental terasa dari kejauhan. Zhu Long menghela nafas berat, bergumam pelan. "Yah... tak heran sih, perempuan itu memang keras kepala. Bisa-bisanya dia bergerak tanpa pikir panjang. Melihat mayat bergelimpangan, tentu saja dia tak akan bisa diam begitu saja. Dia benar-benar tak peduli dengan kesenjangan kultivasi mereka... Dasar ceroboh." Tangannya mengepal erat, namun tubuhnya masih tersembunyi di balik semak. Ia tahu bahwa jika Mu Niu benar-benar sekuat yang ia curigai—setidaknya ia berada di ranah Pemadatan Inti—maka Lin Yuning dalam bahaya besar. Sementara itu, di tanah lapang sekitar kuil yang dihiasi patung batu dan may
Di bawah sinar bulan yang pucat, langit malam tampak seperti kanvas kelabu yang dibubuhi titik-titik bintang yang bersinar lemah. Angin malam merayap pelan, membawa aroma darah kering dan tanah basah yang menguar dari rerimbunan hutan. Di tengah tanah lapang yang diterangi sinar bulan remang-remang, Lin Yuning berdiri tegak.Wajahnya tenang, namun kedua matanya menyala penuh kewaspadaan. Rambut merahnya yang terurai hingga punggung tampak seperti kobaran api yang menyala lembut tertimpa cahaya bulan malam. Dalam ketenangannya, tubuhnya memancarkan tekanan tak kasat mata—sebuah aura keberanian yang membuatnya tak gentar sedikit pun. Posturnya sempurna, tangannya terkepal erat seolah mencermikan gejolak emosi yang dia rasakan.Mu Niu yang berdiri beberapa meter di depannya, menatap dengan tatapan liar dan penuh gairah. Wajahnya yang separuh tertutupi tudung memperlihatkan senyuman bengkok yang memperlihatkan deretan gigi tajam, seperti hewan buas yang baru saja mencium aroma darah s
Kabut tipis menyelimuti tanah lapang di tengah hutan itu. Udara begitu sunyi, seolah alam sendiri menahan napas, menanti sesuatu yang lebih gelap daripada kematian. Di tengah tanah yang penuh darah kering, tempat ratusan sampai ribuan mayat tergeletak membentuk formasi aneh, berdiri lima pria kekar yang melangkah di belakang seorang sosok berjubah dan tudung hitam yang menutupi sebagian besar wajahnya. "Tuan Mu, apakah ritualnya berjalan lancar di dalam sana?" tanya salah satu dari mereka, suaranya pelan namun mengandung ketegangan yang jelas. Langkah sosok bertudung itu terhenti. Ia berdiri membelakangi mereka, hanya beberapa meter di depan, menatap lurus ke arah salah satu patung batu yang menjulang suram. Ia tidak segera menjawab, seolah sedang menimbang sesuatu di dalam pikirannya. Kemudian, dengan suara datar namun mengandung kekuatan yang membuat bulu kuduk merinding, ia menjawab, "Benar. Semuanya berjalan sesuai dengan rencana." Para pria itu—sekelompok bandit gunung
Waktu terus melaju tanpa henti. Hari perlahan berubah menjadi malam, dan langit yang tadinya cerah kini diselimuti kabut tipis yang samar. Suasana di reruntuhan kota itu semakin mencekam ketika matahari akhirnya tenggelam di balik pegunungan jauh di barat. Zhu Long masih berada di sana, berkeliaran di antara sisa-sisa puing bangunan yang meninggalkan abu gosong. Debu dan reruntuhan seolah menyimpan bisikan sebuah tragedi yang kelam, dan setiap langkahnya menimbulkan gema ringan yang menyatu dengan kesunyian malam. Ia menelusuri jejak demi jejak, berharap menemukan sesuatu yang dapat membawanya pada inti dari misi penuh teka-teki ini. Namun, saat malam benar-benar merengkuh langit, suatu fenomena yang aneh mulai terjadi. Dari beberapa sudut kota yang hancur, mulai muncul aura merah darah yang perlahan membumbung ke udara, seperti asap tipis yang merayap diam-diam. Aura itu tidak muncul dengan desingan keras, melainkan seperti jelaga yang memancar dari api yang telah lama pada
Zhu Long mengerutkan alis. "Lin Yuning?" ucapnya pelan dengan nada heran, matanya menatap gadis itu yang kini berdiri dengan tangan menekuk pinggang, wajahnya menunjukkan sikap tak ramah."Huh? Sedang apa kau di sini?" tanya Zhu Long. Melihat kedatangan gadis itu seolah memberinya firasat yang buruk."Hah? Tentu saja untuk menjalankan misi!" seru Lin Yuning dengan nada menyengat, matanya berkilat menantang. "Jangan kira cuma karena kau yang pertama mengambil selebaran itu, kau berhak menyelesaikan misi seenaknya!"Nada bicaranya tajam, menusuk seperti belati. Gadis itu tak hanya membawa aura arogansi, tapi juga menyimpan bara dendam yang belum padam sejak pertemuan mereka sebelumnya.Lin Yuning, murid sekte bagian luar seperti Zhu Long, dikenal karena kecantikannya yang lumayan memikat dan bakat kultivasinya tak jauh berbeda dengan Qin Lan.Gadis memesona dengan lekuk tubuhnya yang menggoda, dan pesona rambut merah marunnya membuat para murid pria tak jarang mencuri pandang.Tapi di
"Hah? Kau bilang Zhu Long pergi ke Paviliun Ling Chu untuk mengambil misi?" Niu Feng mendengus sambil menyipitkan mata. Nada bicaranya memancarkan ketidakpercayaan yang begitu jelas, namun senyuman remeh di wajahnya menunjukkan bahwa ia lebih geli daripada merasa kesal. Ia menyilangkan tangan di depan dada, berdiri di sebuah balkon tinggi yang menghadap ke taman kediamannya di wilayah eksklusive sekte Linjian. Angin lembut bertiup, menggoyang jubahnya yang dihiasi lambang sekte. "Bocah itu… kultivasinya sudah seperti sisa arang setelah terbakar. Bahkan jika keajaiban terjadi dan dia berhasil memperbaiki dantiannya, jalannya menuju puncak tak akan semulus dulu," lanjutnya, nada suaranya semakin terdengar meremehkan. Ia tertawa kecil, suara tawa yang terdengar lebih mirip ejekan yang menghibur hatinya. "Dan sekarang, dengan dasar kultivasi yang jatuh ke tahap paling rendah, dia ingin mengambil misi resmi di paviliun Ling Chu? Benar-benar mimpi di siang bolong, atau mungkin hanya upa