Di balik semak-semak lebat yang tertutup bayang-bayang kegelapan malam, mata Zhu Long menatap lebar dengan sorot mata tegang. Napasnya tertahan melihat kejadian tak terduga yang berlangsung di hadapannya. Cahaya bulan yang pucat menyoroti sosok Lin Yuning yang berdiri sendirian di tanah lapang, menghadapi pria bertudung hitam yang aura pembunuhannya begitu kental terasa dari kejauhan. Zhu Long menghela nafas berat, bergumam pelan. "Yah... tak heran sih, perempuan itu memang keras kepala. Bisa-bisanya dia bergerak tanpa pikir panjang. Melihat mayat bergelimpangan, tentu saja dia tak akan bisa diam begitu saja. Dia benar-benar tak peduli dengan kesenjangan kultivasi mereka... Dasar ceroboh." Tangannya mengepal erat, namun tubuhnya masih tersembunyi di balik semak. Ia tahu bahwa jika Mu Niu benar-benar sekuat yang ia curigai—setidaknya ia berada di ranah Pemadatan Inti—maka Lin Yuning dalam bahaya besar. Sementara itu, di tanah lapang sekitar kuil yang dihiasi patung batu dan mayat
Udara di sekitar mereka berdesir ngeri, seolah-olah dunia sendiri menahan napas ketika Mu Niu perlahan menarik kedua tangannya ke samping. Jemarinya melengkung membentuk mudra aneh, dan dalam sekejap, energi spiritual berwarna merah gelap membuncah dari tubuhnya, mengalir deras seperti gulungan badai di tengah lautan.Aura mengerikan itu menekan sekeliling, membuat tanah di bawah kaki mereka bergetar halus. Rambut Lin Yuning dan Zhu Long berkibar hebat ditiup pusaran energi spiritual. Angin panas bercampur aroma darah kering meruap di udara.Puluhan bilah pedang yang tampak seperti disusun dari kegelapan itu muncul di udara, bergetar dan berdesing tajam. Bilah-bilah tersebut melayang, membentuk formasi melingkar di sekitar Mu Niu, seperti kawanan predator yang siap menerkam mangsanya.Senyuman tipis terpatri di wajah Mu Niu. Matanya berkilat tajam, penuh rasa puas. Dengan satu gerakan tangan, ia melemparkan bilah-bilah energi itu ke depan."Matilah kalian! Jadilah korban demi keberha
Jauh di dalam pecahan dimensi yang sunyi, dua sosok jiwa melayang berhadapan, dikelilingi oleh kabut tipis berwarna ungu yang berputar perlahan seperti pusaran takdir yang tak terhindarkan."Sudah terlambat," kata salah satu sosok jiwa tersebut, suaranya bergema, berat dan penuh otoritas. "Kau tak bisa kembali hidup seperti semula. Kau sudah mati, dan tak ada jalan kembali. Menyesal pun tiada guna."Zhu Long, jiwa muda yang kini melayang dengan ekspresi wajah penuh penyesalan memandangi sosok jiwa yang berbicara di hadapannya.Zhu Long mengepalkan tangannya yang transparan, tubuhnya hanya berupa bayangan samar dari keberadaannya yang dulu. "Benar, aku terlalu bodoh! Seharusnya aku tak mempercayai mereka! Klan Niu... para bajingan itu! Mereka menjebakku, membunuhku, hanya demi merebut seorang wanita!" ucapnya, suaranya bergetar oleh amarah dan kekecewaan.Dia bukan siapa-siapa di dunia ini, hanya seorang kultivator pemula di Sekte Linjian, seorang pemuda biasa tanpa keistimewaan. Nam
Dalam keheningan yang mencekam, Zhu Long berjalan mengendap-endap, menahan napas setiap kali ranting kering patah di bawah langkahnya.Ia tahu, satu suara kecil saja bisa mengundang perhatian binatang buas yang berkeliaran di sekelilingnya. Setelah kejadian sebelumnya dengan Babi Bertanduk, ia tak ingin mengambil risiko lagi. Dengan tubuh yang masih terluka dan dantiannya rusak, ia tak punya cukup tenaga untuk bertarung.Namun, di tengah kewaspadaannya, cahaya redup berwarna ungu menarik perhatiannya.Zhu Long memperlambat langkahnya dan berjongkok di dekat sumber cahaya itu. Sepasang matanya berbinar ketika melihat herbal Bulan Ungu, tumbuh di antara akar-akar pohon tua."Herbal Bulan Ungu?" gumamnya, tangannya terulur memetiknya. "Tak kusangka aku bisa menemukannya di tempat seperti ini."Ia menggenggam herbal itu dengan hati-hati. Herbal ini tergolong langka, hanya tumbuh di tempat yang dipenuhi energi spiritual. Khasiatnya luar biasa—dapat memulihkan luka dalam dan mempercepat reg
Di dalam keheningan rumah kayu yang rapuh, Zhu Long duduk bersila, napasnya teratur dalam ritme yang dalam dan stabil. Matanya terpejam, tetapi pikirannya tetap waspada. Setelah bertahun-tahun hidup sebagai jiwa pengembara, ia tahu bahwa bahaya bisa datang kapan saja, dari mana saja. 'Delapan jalur meridian tubuh ini sudah terbuka…' Zhu Long bergumam dalam hati. 'Sayangnya, semua kultivasi tubuh ini sebelumnya telah hilang karena meridian yang sempat rusak. Aku perlu memulai dari awal lagi dan kembali menjadi lebih kuat.' Perlahan, ia mulai menerapkan teknik Sutra Dewa Seribu Kehidupan, sebuah metode kultivasi tingkat tinggi yang ia rampas dari ingatan seorang jiwa kultivator kuno semasa menjadi jiwa pengembara. Wushh… Energi roh di sekelilingnya mulai berputar, seperti angin yang mengalir lembut namun penuh kekuatan. Partikel energi roh yang melayang di udara terserap ke dalam tubuhnya, mengisi ulang ruang dalam dantiannya. Dengan dantiannya yang telah pulih, kini kultiva
Mentari pagi merangkak naik, mengusir sisa-sisa kegelapan malam yang masih menyelimuti desa bobrok itu. Cahaya keemasan menyoroti bekas perumahan yang telah lama ditinggalkan, menyapu debu dan puing-puing yang berserakan di tanah.Zhu Long melangkah perlahan, meninggalkan tempat itu tanpa menoleh ke belakang, tak ada alasan untuknya tetap tinggal lebih lama. Namun, baru beberapa langkah, dia merasakan kehadiran seseorang di belakangnya.Ketika menoleh, ia mendapati sosok gadis muda yang semalam diselamatkannya, ia tampak berjalan di belakangnya dengan ragu-ragu.Sinar matahari pagi menerpa wajah gadis itu, memperlihatkan kulitnya yang putih bersih dan mata merahnya yang berkilau seperti ruby. Meski pakaiannya sederhana dan tubuhnya tampak sedikit lelah, kecantikannya tetap terpancar. Jika saja ia mendapat perawatan yang layak, pesonanya bisa membuat mata laki-laki tak dapat berpaling.Zhu Long mengira gadis itu telah pergi setelah mengucapkan terima kasih semalam. Namun ternyata, ia m
Mengetahui anaknya dalam keadaan baik, Zhu Jiang menghela napas lega. Namun, seiring dengan rasa lega itu, tatapannya segera tertuju pada gadis muda yang berdiri di belakang putranya. Matanya menyipit, seolah berusaha menilai keberadaan gadis itu. "Siapa dia, Nak? Jangan bilang…?" ucap Zhu Jiang dengan nada menggantung, membiarkan putranya sendiri yang mengisi kekosongan itu. Zhu Long hanya terkekeh pelan. Ia tahu betul apa yang ada di dalam pikiran ayahnya. "Jangan salah paham, Ayah." jawabnya santai. "Dia hanyalah seorang gadis yang kutemui secara kebetulan. Ia sempat diculik oleh sekelompok berandal, dan aku menyelamatkannya. Namanya Shan Rong. Sayangnya, ia tidak punya tempat tinggal, jadi aku membawanya kemari." Mata Zhu Jiang menyipit sedikit lebih tajam. Ia menatap putranya penuh selidik sebelum akhirnya menghela napas panjang. "Baiklah, jika itu memang keinginanmu." ujarnya, meskipun masih menyisakan sedikit keraguan dalam nada suaranya. Namun, sesaat kemudian ia melanjut
Aula utama klan Zhu, tempat yang cukup megah, terasa dipenuhi oleh suasana formal. Deretan kursi kayu berukir mengapit sisi kanan dan kiri aula, diduduki oleh para tetua klan Zhu yang duduk dalam keheningan penuh wibawa. Sementara di bagian tengah, Zhu Jiang, kepala klan Zhu, duduk di singgasana utama—sebuah kursi besar dengan ukiran naga yang melambangkan kejayaan klan mereka. Pintu besar aula terbuka, memperlihatkan rombongan klan Qin yang baru saja tiba. Qin Xiao, kepala klan Qin, seorang pria paruh baya dengan jubah biru tua bergaris emas, melangkah masuk dengan penuh keanggunan. Di belakangnya, beberapa tetua klan Qin mengikutinya, bersama seorang gadis muda yang anggun dan menawan, dialah Qin Lan. Zhu Jiang segera berdiri dari singgasananya, menyambut kedatangan mereka dengan senyum ramah. "Selamat datang, kepala klan Qin. Sudah lama kita tidak bertemu. Silakan duduk," ujar Zhu Jiang sambil mengulurkan tangan ke arah kursi yang telah disiapkan untuk tamunya. Qin Xia
Udara di sekitar mereka berdesir ngeri, seolah-olah dunia sendiri menahan napas ketika Mu Niu perlahan menarik kedua tangannya ke samping. Jemarinya melengkung membentuk mudra aneh, dan dalam sekejap, energi spiritual berwarna merah gelap membuncah dari tubuhnya, mengalir deras seperti gulungan badai di tengah lautan.Aura mengerikan itu menekan sekeliling, membuat tanah di bawah kaki mereka bergetar halus. Rambut Lin Yuning dan Zhu Long berkibar hebat ditiup pusaran energi spiritual. Angin panas bercampur aroma darah kering meruap di udara.Puluhan bilah pedang yang tampak seperti disusun dari kegelapan itu muncul di udara, bergetar dan berdesing tajam. Bilah-bilah tersebut melayang, membentuk formasi melingkar di sekitar Mu Niu, seperti kawanan predator yang siap menerkam mangsanya.Senyuman tipis terpatri di wajah Mu Niu. Matanya berkilat tajam, penuh rasa puas. Dengan satu gerakan tangan, ia melemparkan bilah-bilah energi itu ke depan."Matilah kalian! Jadilah korban demi keberha
Di balik semak-semak lebat yang tertutup bayang-bayang kegelapan malam, mata Zhu Long menatap lebar dengan sorot mata tegang. Napasnya tertahan melihat kejadian tak terduga yang berlangsung di hadapannya. Cahaya bulan yang pucat menyoroti sosok Lin Yuning yang berdiri sendirian di tanah lapang, menghadapi pria bertudung hitam yang aura pembunuhannya begitu kental terasa dari kejauhan. Zhu Long menghela nafas berat, bergumam pelan. "Yah... tak heran sih, perempuan itu memang keras kepala. Bisa-bisanya dia bergerak tanpa pikir panjang. Melihat mayat bergelimpangan, tentu saja dia tak akan bisa diam begitu saja. Dia benar-benar tak peduli dengan kesenjangan kultivasi mereka... Dasar ceroboh." Tangannya mengepal erat, namun tubuhnya masih tersembunyi di balik semak. Ia tahu bahwa jika Mu Niu benar-benar sekuat yang ia curigai—setidaknya ia berada di ranah Pemadatan Inti—maka Lin Yuning dalam bahaya besar. Sementara itu, di tanah lapang sekitar kuil yang dihiasi patung batu dan mayat
Di bawah sinar bulan yang pucat, langit malam tampak seperti kanvas kelabu yang dibubuhi titik-titik bintang yang bersinar lemah. Angin malam merayap pelan, membawa aroma darah kering dan tanah basah yang menguar dari rerimbunan hutan. Di tengah tanah lapang yang diterangi sinar bulan remang-remang, Lin Yuning berdiri tegak.Wajahnya tenang, namun kedua matanya menyala penuh kewaspadaan. Rambut merahnya yang terurai hingga punggung tampak seperti kobaran api yang menyala lembut tertimpa cahaya bulan malam. Dalam ketenangannya, tubuhnya memancarkan tekanan tak kasat mata—sebuah aura keberanian yang membuatnya tak gentar sedikit pun. Posturnya sempurna, tangannya terkepal erat seolah mencermikan gejolak emosi yang dia rasakan.Mu Niu yang berdiri beberapa meter di depannya, menatap dengan tatapan liar dan penuh gairah. Wajahnya yang separuh tertutupi tudung memperlihatkan senyuman bengkok yang memperlihatkan deretan gigi tajam, seperti hewan buas yang baru saja mencium aroma darah s
Kabut tipis menyelimuti tanah lapang di tengah hutan itu. Udara begitu sunyi, seolah alam sendiri menahan napas, menanti sesuatu yang lebih gelap daripada kematian. Di tengah tanah yang penuh darah kering, tempat ratusan sampai ribuan mayat tergeletak membentuk formasi aneh, berdiri lima pria kekar yang melangkah di belakang seorang sosok berjubah dan tudung hitam yang menutupi sebagian besar wajahnya. "Tuan Mu, apakah ritualnya berjalan lancar di dalam sana?" tanya salah satu dari mereka, suaranya pelan namun mengandung ketegangan yang jelas. Langkah sosok bertudung itu terhenti. Ia berdiri membelakangi mereka, hanya beberapa meter di depan, menatap lurus ke arah salah satu patung batu yang menjulang suram. Ia tidak segera menjawab, seolah sedang menimbang sesuatu di dalam pikirannya. Kemudian, dengan suara datar namun mengandung kekuatan yang membuat bulu kuduk merinding, ia menjawab, "Benar. Semuanya berjalan sesuai dengan rencana." Para pria itu—sekelompok bandit gunung yang
Waktu terus melaju tanpa henti. Hari perlahan berubah menjadi malam, dan langit yang tadinya cerah kini diselimuti kabut tipis yang samar. Suasana di reruntuhan kota itu semakin mencekam ketika matahari akhirnya tenggelam di balik pegunungan jauh di barat. Zhu Long masih berada di sana, berkeliaran di antara sisa-sisa puing bangunan yang meninggalkan abu gosong. Debu dan reruntuhan seolah menyimpan bisikan sebuah tragedi yang kelam, dan setiap langkahnya menimbulkan gema ringan yang menyatu dengan kesunyian malam. Ia menelusuri jejak demi jejak, berharap menemukan sesuatu yang dapat membawanya pada inti dari misi penuh teka-teki ini. Namun, saat malam benar-benar merengkuh langit, suatu fenomena yang aneh mulai terjadi. Dari beberapa sudut kota yang hancur, mulai muncul aura merah darah yang perlahan membumbung ke udara, seperti asap tipis yang merayap diam-diam. Aura itu tidak muncul dengan desingan keras, melainkan seperti jelaga yang memancar dari api yang telah lama pada
Zhu Long mengerutkan alis. "Lin Yuning?" ucapnya pelan dengan nada heran, matanya menatap gadis itu yang kini berdiri dengan tangan menekuk pinggang, wajahnya menunjukkan sikap tak ramah."Huh? Sedang apa kau di sini?" tanya Zhu Long. Melihat kedatangan gadis itu seolah memberinya firasat yang buruk."Hah? Tentu saja untuk menjalankan misi!" seru Lin Yuning dengan nada menyengat, matanya berkilat menantang. "Jangan kira cuma karena kau yang pertama mengambil selebaran itu, kau berhak menyelesaikan misi seenaknya!"Nada bicaranya tajam, menusuk seperti belati. Gadis itu tak hanya membawa aura arogansi, tapi juga menyimpan bara dendam yang belum padam sejak pertemuan mereka sebelumnya.Lin Yuning, murid sekte bagian luar seperti Zhu Long, dikenal karena kecantikannya yang lumayan memikat dan bakat kultivasinya tak jauh berbeda dengan Qin Lan.Gadis memesona dengan lekuk tubuhnya yang menggoda, dan pesona rambut merah marunnya membuat para murid pria tak jarang mencuri pandang.Tapi di
"Hah? Kau bilang Zhu Long pergi ke Paviliun Ling Chu untuk mengambil misi?" Niu Feng mendengus sambil menyipitkan mata. Nada bicaranya memancarkan ketidakpercayaan yang begitu jelas, namun senyuman remeh di wajahnya menunjukkan bahwa ia lebih geli daripada merasa kesal. Ia menyilangkan tangan di depan dada, berdiri di sebuah balkon tinggi yang menghadap ke taman kediamannya di wilayah eksklusive sekte Linjian. Angin lembut bertiup, menggoyang jubahnya yang dihiasi lambang sekte. "Bocah itu… kultivasinya sudah seperti sisa arang setelah terbakar. Bahkan jika keajaiban terjadi dan dia berhasil memperbaiki dantiannya, jalannya menuju puncak tak akan semulus dulu," lanjutnya, nada suaranya semakin terdengar meremehkan. Ia tertawa kecil, suara tawa yang terdengar lebih mirip ejekan yang menghibur hatinya. "Dan sekarang, dengan dasar kultivasi yang jatuh ke tahap paling rendah, dia ingin mengambil misi resmi di paviliun Ling Chu? Benar-benar mimpi di siang bolong, atau mungkin hanya upa
Mendengar bantahan tenang itu, ekspresi Yun Ling mengeras. Tatapannya berubah dingin, mengandung tekanan samar, seolah mengisyaratkan bahwa ia tidak akan tinggal diam jika Zhu Long tetap bersikeras dengan ucapannya. Tetua Yong Lu, yang berdiri tak jauh dari mereka, mengangkat alis sedikit. Pandangannya tajam dan dalam, seperti hendak menembus ke dalam tatapan mata tenang Zhu Long, mencari jejak kebohongan di dalam matanya. "Hmm..." gumamnya pelan, lalu berkata dengan nada yang tenang tapi mengandung kewibawaan, "Sebagai murid dari Sekte Linjian, kalian seharusnya saling menopang dan menjaga keharmonisan, bukan saling bertikai seperti ini. Jikapun ada masalah pribadi, kalian bisa menyelesaikannya di atas arena yang adil." Ia melangkah maju, jubahnya bergoyang ringan mengikuti gerakan tubuhnya. Suara langkah kakinya menggema di aula kecil paviliun Tian Dao yang kini sunyi. "Katakan dengan jujur, apa yang sebenarnya terjadi. Jika tidak, kalian berdua akan menerima sanksi disiplin
Di tengah ruangan aula paviliun Tian Dao yang dipenuhi dengan tekanan energi spiritual yang menggetarkan, Yun Ling berdiri tegak seperti jendral perang yang tak tersentuh. Tangannya menyapu dari samping tubuhnya dan bersatu kembali di depan dada, membentuk sebuah mudra. Cahaya biru muda yang terang menyelimuti telapak taanga itu, berkilauan seperti petir dalam badai yang terkonsentrasi. Rambut panjangnya dan jubahnya berkibar, menari liar di udara, digerakkan oleh aliran energi spiritual yang deras mengelilinginya. Matanya bersinar, bukan dengan kelembutan, melainkan dengan kilatan dingin, tajam, dan ganas—seolah ia sudah memutuskan untuk mengakhiri lawannya dalam satu gebrakan. "Junior Zhu," desisnya, suaranya pelan namun menohok. "Kau terlalu sombong dan menilai dirimu sendiri terlalu tinggi. Hari ini, jika aku tidak menghajarmu, kau tak akan pernah tahu di mana tempatmu berada." Nada suaranya kencang, tapi rahangnya yang mengeras dan otot-otot wajahnya yang menegang m