"Tolong katakan pada Mama saya kamu akan mundur dari pernikahan ini." Sebaris kalimat tersebut akhirnya meluncur keluar setelah keduanya terjebak dalam keheningan. "Saya sama sekali gak punya perasaan apa pun dengan kamu." Bahkan, amplop coklat yang sedari tadi tersimpan di saku seragam dinasnya lantas tersodor di atas meja. "Ambil uang ini. Anggap saja itu sedikit kompensasi untuk kamu," titah polisi tampan tersebut seolah tidak punya perasaan ketika mengatakannya. Tanpa Reynald sadari itulah awal dari rasa sakit yang dia ciptakan untuk gadis yang diam-diam telah lama dia cintai.
View MoreUsai sudah pekerjaan Gita kali ini. Jadwal visit ke kamar-kamar pasien telah dia lakukan lima belas menit lalu. Bahkan, pekerjaannya cukup lancar sebab para penghuni kamar-kamar VIP itu tidak banyak tingkah. Mereka cenderung menyukai pelayanan yang Gita berikan. Pantas bila setiap akhir tahun penilaian kerjanya selalu memuaskan. Keramahan gadis itulah yang menjadi kunci. Berprofesi sebagai perawat sudah seharusnya kan Gita mengabdikan diri."Udah selesai sift kamu, Git?" Tiara bertanya tatkala melihat Gita keluar dari deretan kamar VIP tersebut. Kini mereka sedang berpapasan di lorong lantai lima dengan bawaan alat tempur masing-masing. "Udah, Ti. Minggu depan aku baru kebagian jaga malam," jelas Gita sangat mengingat jadwal tugasnya. "Kamu udah selesai juga?" Sekarang gantian Gita yang bertanya. Pasalnya, sang rekan terlihat hendak naik ke lantai enam belas. "Aku kebagian lembur kali ini, hehe. Gantiin cutiku yang bulan lalu." Gita mengangguk saja. Sepertinya dia harus buru-buru
Gita terus mengaduk sotonya dengan pandangan tidak minat. Aroma harum dari makanan berkuah itu entah mengapa urung menggugah seleranya. Ibaratkan, orangnya di sini pikirannya berlarian kemana-mana. Raut masam juga terbit dari bibir mungilnya. Setidaknya, itulah yang tengah Tiara perhatikan sekarang. Dia tidak tahu kenapa rekan sejawatnya ini tidak berselera padahal sudah berjam-jam mereka tertahan di UGD. Pun es jeruk yang es-nya telah mencair sedikit demi sedikit tak mampu menarik atensi Gita. "Git, dimakan sotonya. Masa cuma diaduk-aduk aja. Ini kan bukan bubur," celetuk Tiara sesudah menyeruput soto nan kaya akan rempah itu. Kepalanya sampai menoleh ke Gita selama beberapa menit. "Iyaa, Ti." Hanya itu yang Gita ucapkan sebelum dia menyantap soto miliknya. Namun, sama saja, raut tak berselera masih mewakili ekspresinya. Tiara yang tidak puas menilik ekspresi menyebalkan Gita lantas memutar otak. Dia mencari beberapa alasan yang tepat kenapa temannya bersikap seperti ini. Apa ja
Suasana di UGD mendadak chaos sesaat setelah lima belas pasien kecelakaan lalu lintas tiba di rumah sakit Delta Medikal. Beberapa koas dan dokter yang berjaga di UGD langsung bergegas memberi pertolongan pertama kepada para korban. Kondisi pasien yang sudah berdarah-darah menjadi tontonan semua orang. Beberapa pasien rawat jalan yang sedang melintas di lobi kelihatan bergidik ngeri melihat keadaan korban luka parah akibat kecelakaan beruntun tersebut. "Tolong minggir." Begitulah suara yang terdengar di antara rintihan kesakitan para korban. Salah satu dari korban-korban kecelakaan itu ada yang sudah tidak sadarkan diri. Mungkin dialah si korban utama dalam kecelakaan ini. Petugas ambulans yang membawa korban-korban itu terlihat terburu-buru seolah tengah dikejar setan. Tidak ada ketakutan tersirat di mata mereka kala sedekat itu menyaksikan kondisi mengenaskan si korban.Sesampainya di UGD ketujuh korban luka-luka tersebut langsung ditempatkan di bilik-bilik yang memang sedang koso
Dengan langkah pelan, Reynald menggeret kakinya menuju dapur. Suasana hening malam mengisi selasar lantai dua tempat dia berpijak sekarang. Dapur bersih yang seringkali ditujukan untuk menghidangkan makanan yang sudah selesai dimasak sekarang menjadi destinasi tujuannya. Tempat yang kadang dimanfaatkan Rania untuk menyantap cemilan dan berbagai hidangan lainnya. Belum sempat menginjakan kaki di kamar, cacing-cacing di perutnya lebih dulu berbunyi minta diisi.Terlebih cuaca dingin malam hari yang membuatnya sangat lapar. Mau membangunkan Ria pun dia tidak tahu apakah sang asisten rumah tangga masih terjaga di tengah malam begini. "Apa minta tolong Pak Abdi aja buat beliin makanan di luar?" Reynald berbicara pada dirinya sendiri. Sungguh perutnya sudah tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Sementara di kamar, Gita masih sibuk dengan ponselnya. Jari-jarinya lancar mengetikan huruf demi huruf, membalas pesan Tia, teman kerjanya yang saat ini mendapat jatah sift malam. Selesai membalas
"Dimana jam tangannya padahal semalam ada di sini." Decakan kecil Reynald terdengar pagi ini padahal sebelum-sebelumnya dia tidak pernah merasa kesusahan seperti ini. Netra tajamnya langsung mengarah ke satu titik. Siapa lagi kalau bukan Mahagita Arunika yang sedang dia tatap sedemikian rupa. Wanita yang menggunakan kaos oblong panjang tersebut nampak fokus menata meja yang terletak di sudut ruangan.Entah apa yang wanita itu lakukan, melihatnya saja sudah membuat Rey jengkel setengah mati. Dia sudah sangat paham siapa yang mengubah tatanan barang di kamar ini. Namun, bukannya bertanya, Reynald memilih membuka lemari. Mengambil arloji berwarna silver yang dia beli dua tahun lalu. Jam mahal keluaran brand ternama. Meski tak bersuara raut sinis tetap tak mampu dia hilangkan. Sungguh dia muak dengan perempuan muda tidak tahu diri itu. Kekesalan Reynald dapat Gita sadari. Pergerakan sang suami yang tiba-tiba membuka lemari kayu jelas membuat kepala Gita otomatis mendongak lalu menghent
Reynald begitu tenang mengunci mulutnya tatkala melihat bayangan sang ibu. Keterdiaman Gita semula jelas membuat dia bingung sekaligus heran sebab dari gestur perempuan itu yang hendak mendebat tiba-tiba terdiam. Beruntung dia tidak melanjutkan kalimatnya tadi. Tapi, jika itu terjadi bukankah lebih baik? Biarlah ibunya kecewa di awal yang penting pernikahan ini bisa segera berakhir. Reynald betul-betul tidak menaruh perasaan apa pun terhadap wanita yang sekarang menjadi istrinya. Pun rasa tidak sukanya bertambah saat menyadari ada yang gadis ini inginkan dari keluarganya.Sementara Rania justru menatap anak serta menantunya bergantian. Apa yang terjadi dengan dua anak manusia ini? Kenapa mereka saling menatap seperti itu. Namun, bukan itu yang jadi masalahnya sekarang. "Rey kamu nampak kunci Sedan Mama?" Pertanyaan Rania menyebabkan Rey menaikan alisnya. "Mobil yang biasa Mama pakai ternyata masih di bengkel. Adi bilang baru bisa diambil besok."Bukannya Reynald yang merasa lega men
Gita membuang napas panjang. Sudah dia duga akan jadi seperti ini. Bukannya berada di dalam kamar pengantinnya, pria bernama belakang Braga tersebut malah meninggalkan sang istri sendirian dan sekarang dia terlelap dengan nyenyaknya di atas ranjang penuh kelopak mawar yang ditata sedemikian rupa."Harusnya gak perlu kaget kan?" Monolog Gita menertawakan kebodohannya sendiri. Kepalanya yang kini menegak terus memperhatikan laju napas sang suami yang berderu sangat tenang. Berbanding terbalik dengan hatinya yang entah kenapa merasa terluka. Langit yang masih gelap gulita di luar sana meski jam sudah menunjukkan pukul empat pagi kontan memperjelas rasa benci pria ini terhadap dirinya. Bukannya Gita tidak tahu kepulangan Reynald yang seperti pencuri, mengendap-ngendap masuk dari jendela kamar yang terhubung ke balkon. Semua itu Gita saksikan dalam tidur pura-puranya. Menyedihkan sekali bukan? Hatinya cukup rapuh menerima fakta menyakitkan itu. Di tengah lamunannya terdengar suara azan
Tidak ada yang bisa menebak seperti apa takdir akan berjalan. Pernikahan yang semula digadang-gadang akan dilaksanakan dua bulan lagi kini berada selangkah di depan mata. Bahkan, sang calon mempelai pria pun tak menyangka bahwa ibunya akan mengambil keputusan seperti ini. Begitu pula Gita yang cukup terkejut ketika dikabari oleh mertuanya tentang tanggal pernikahannya yang dimajukan lebih awal. Dia pikir calon suaminya itu akan bersikeras meminta pada Ibunya untuk membatalkan pernikahan sebelah pihak ini. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Tepat di hadapan rumah berlantai dua ini rombongan calon pengantin pria telah berdiri, siap memasuki kediaman calon mempelai wanita dengan membawa banyak seserahan di tangan. "Mbak Gita kalau mau lihat calon suaminya bisa lewat jendela dulu aja ya. Untuk sekarang masih belum bisa. Masih dipingit," goda salah satu perias yang mendandani Gita pada malam midodareni kali ini. Wajah perias itu bersemu memandangi Gita yang sejak tadi tampak gugup
"Dinas keluar kota?" tanya Rani mengulang laporan supirnya barusan. Mendapat kabar seperti itu jelas dia terkejut padahal kemarin sang putra menyanggupi permintaannya untuk menemani Gita nyekar ke makam almarhum orangtuanya. Pun Rani mengirim Adi ke kosan calon menantunya demi mengantarkan ponsel anaknya yang tertinggal di rumah. Dia pikir mungkin Gita serta Reynald masih belum berangkat. Ternyata kabar yang dia dapatkan jauh lebih mengejutkan. "Apa Gitanya juga gak ada di kosan, Pak?" Makin beranak-pinaklah pertanyaan sang nyonya. Adi sampai menggaruk tengkuknya bingung harus menjawab seperti apa. "Pas saya ke sana tetangga Non Gita bilang Non Gitanya udah berangkat dari tadi pagi naik kereta." Jawaban Adi spontan membuat Rania berpikir keras. Sungguh dia tidak habis pikir. Naik kereta? Kemana anaknya itu sekarang? Kenapa sang putra tidak bisa mempertanggungjawabkan ucapannya? "Ini hape Mas Reynald, Bu."Rania mengambil telepon genggam pribadi yang seringkali Reynald gunakan. Li
"Tolong katakan pada Mama saya kamu akan mundur dari pernikahan ini." Sebaris kalimat tersebut akhirnya meluncur keluar setelah keduanya terjebak dalam keheningan. "Saya sama sekali gak punya perasaan apa pun dengan kamu."Ekspresi datar yang pria bernama Reynald itu tampilkan mengisyaratkan kalau dia sama sekali tidak peduli dengan tanggapan gadis di hadapannya. Bahkan, amplop coklat yang sedari tadi tersimpan di saku seragam dinasnya lantas tersodor di atas meja. "Ambil uang ini. Anggap saja itu sedikit kompensasi untuk kamu," titah polisi tampan tersebut seolah tidak punya perasaan ketika mengatakannya. "Nominalnya memang gak banyak, tapi saya harap itu cukup mengganti kerugian waktu yang kamu luangkan untuk menuruti kemauan Mama."Masih saja pria arogan ini menyambung ucapan demi ucapannya yang tidak berperasaan itu. Berharap wanita pilihan ibunya tersebut segera paham dan tidak menggangu kehidupannya lagi. Namun, wanita bernama lengkap Mahagita Arunika ini tetap saja bergeming
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments