Hanum terbangun dari tidurnya, rupanya bermimpi buruk tentang Zahra. terlihat dari keningnya keluar butiran keringat. mendengar jeritan istrinya, sontak Ahmad langsung terbangun, lalu menatap heran ke arah istrinya. " Ibu bermimpi, Zahra mengalami hal buruk," ucap Hanum, dengan wajah terlihat pucat. "berdoalah Bu, semoga tidak terjadi apa-apa dengan Zahra," ucap Ahmad sambil menyeka keringat yang mengalir di kening Hanum. "ada apa dengan Zahra ya? hati ibu benar-benar khawatir dan cemas," Hanum menyeka air matanya."tenang dulu Bu, Ayah coba menelpon Zahra," ucap Ahmad.Ahmad langsung meraih ponselnya yang berada di atas nakas. terlihat jarinya sedang mencari kontak Zahra. setelah ketemu, Ahmad langsung menghubungi Zahra, Hanum terus memperhatikan suaminya. tapi sayang, wajah Ahmad terlihat kecewa, karena berkali-kali ditelepon Zahra ponselnya tetap tidak aktif. "tidak aktif Bu," kata Ahmad sambil meletakkan kembali ponselnya. "ya Tuhanku, tolong lindungi anakku, jangan sampai
Fatih langsung menoleh ke arah sumber suara. ternyata pengawalnya yang datang "Ada apa?" tanya Fatih sama pengawal itu. pengawal itu terlihat yang membisikan sesuatu. "jaga ketat semua gedung ini! jangan ada yang sampai masuk dalam gedung ini!" perintah Fatih dengan tegas.pengawal itu buru-buru keluar dari dalam gedung, dan langsung memerintahkan sama anak buahnya untuk menjaga ketat gedung, agar belajar beserta anak buahnya tidak bisa masuk. "sialan! si Nazar tidak kalah cerdik, ternyata dia cepat bergerak!" geram Fatih.Nazar terus berjalan mengendap-ngendap, semua para pengawalnya sudah menyebar dan mengepung gedung itu. "Aku harus bisa menyelamatkan istriku," Nazar sudah bertekad walau apapun yang terjadi. dirinya harus bisa menyelamatkan Zahra. waktu menunjukkan pukul 12.00 malam, mungkin semua orang sedang enak tidur terbuat dari mimpi. sedangkan Nazar sedang berusaha menyelamatkan istrinya. Nazar bergerak terus maju ke depan gedung tua itu, sampai akhirnya terdengar s
Zahra sampai tidak menyadari, cepat keluar dari mobil berteriak memanggil suaminya. orang-orang yang ada di rumah sakit itu menatap heran ke arah Zahra. "Tuan Nazar sedang ditangani nyonya," ucap Budi, ketika Zahra baru sampai di depan IGD. anak buah Nazar mulai berdatangan, mereka selalu waspada menjaga sang Bos. "duduk dulu nyonya," salah seorang anak buah Nazar membawakan kursi untuk Zahra. "terima kasih," jawab Zahra. mereka terus menunggu dengan perasaan was-was, sedangkan Pak Karmin disuruh pulang sama Budi. untuk memberikan kabar sama penghuni rumah, bahwa Nazar sekarang berada di rumah sakit. penampilan Zahra acak-acakan, bajunya terlihat kotor begitu pula dengan rambutnya. semua yang ada di depan ruangan itu terdiam, mungkin mereka sedang berdoa untuk keselamatan Nazar. tak lama kemudian, pintu ruangan terbuka. Zahra langsung bangkit dari tempat duduknya, dan bergegas mendekati dokter. "bagaimana keadaan suami saya dokter?" tanya Zahra dengan suara gemetar. "
"Iya Bu, saat ini suami Zahra sedang dirawat intensif di rumah sakit," jawab seseorang di seberang sana. Hanum yang menerima telepon Ahmad. wajahnya langsung terlihat kaget, sedangkan Ahmad sedang berada di kamar mandi. "tolong kirimkan lokasi rumah sakit itu, kami akan segera datang," pinta Hanum sama Orang yang memberikan kabar itu, yang tak lain adalah Budi. "baik Bu," Jawa Budi seberang sana."Ayah!" teriak Hanum memanggil suaminya.Ahmad yang baru keluar dari kamar mandi langsung bergegas mendekati Hanum. "Ibu mendapatkan telepon dari asisten Nazar, katanya sekarang Nazar dirawat di rumah sakit, ayo cepat kita ke sana," jawab Hanum dengan wajah panik. "cepat Ayah jangan lama-lama!" Hanum bergegas mengganti pakaiannya, Ahmad juga melakukan hal yang sama. "Ayah, mau ke mana!" tanya Zia dengan suara keras. Zia melihat kedua orang tuanya terburu-buru pergi, tanpa bicara sedikitpun sama Zia."benar dugaanku ayah, semalam Ibu mimpi buruk tentang mereka. dan mungkin inilah jaw
"kok bisa Bu?" tanya Zahra dengan wajah terkejut. "yang namanya ikatan batin ibu dan anak pasti ada Ra," ucap Ahmad. Zahra kembali memeluk ibunya, Naima terus menatap ke arah Zahra. "kalau Mamah masih ada, Mungkin aku akan mendapatkan pelukan sehangat itu," gumam Naima dalam hati."Zahra tidak percaya, kata Mas Nazar benar-benar mencintai Zahra Bu. Mas Nazar sampai rela mengorbankan dirinya demi menyelamatkan Zahra," ucap Zahra lagi.Hanum dan Ahmad terenyuh hatinya, ternyata cinta Nazar begitu besar terhadap anaknya. "bolehkah ibu bertanya nak?" tanya Hanum.terlihat Zahra menganggukan kepalanya. "siapakah suami kamu sebenarnya? Apakah memang Nazar itu seorang pemulung?" tanya Hanum sambil menatap ke arah Zahra. "biar Naima yang menjelaskan," jawab Zahra.Naima langsung tersenyum ke arah orang tuanya Zahra, lalu Naima berbicara. "Maafkan kalau selama ini Mas Nazar menyembunyikan identitas sebenarnya. sebenarnya Mas Nazar sedang menyelidiki Siapa yang telah membunuh orang tua k
"Zia!" Dilan terus berteriak memanggil istrinya, tapi tidak sedikitpun Zia menghiraukan teriakan Dilan. "lihat bagaimana tingkah istri kamu itu! kamu sudah dibutakan sama cinta! sampai lupa sama kedua orang tuamu!" sentak ibu Dilan."kamu jangan sampai lupa kebaikan jasa orang tua! ingat kamu itu dilahirkan dan dibesarkan sama siapa!" tambah Ayah Dilan. Dilan cuma bisa diam, lalu berjalan menuju kamar untuk mengambil dompetnya."uang buat siapa Mas?" katanya Zia dengan tatapan tajam.Dilan tidak menjawab sedikitpun. "Mas!" bentak Zia."kedua orang tuaku membutuhkan! kamu diam Zia!" balas Dilan sengit.sontak Zia langsung melebarkan matanya. "kamu berani membentak ku! cuma gara-gara orang tuamu!""Zia! Dia itu orang tuaku! aku berkewajiban menolong mereka! kamu diam!" suara Dilan menggelegar di kamar ini. Dilan buru-buru keluar dari kamar, wajahnya terlihat emosi."ini uang yang Ibu perlukan, Maaf baru segini," ucap Dilan sambil mengulurkan uang. uang itu langsung disambar sama i
"Mas," mulut Zahra terus saja memanggil Nazar yang masih terbaring, di ruang ICU. Zahra hanya bisa menatapnya dari luar jendela kaca. perasaan Zahra bercampur aduk, hatinya terus berdoa, agar Nazar cepat sadar dari komanya. "Mas, bangunlah. Apakah mas tidak sayang sama aku lagi? Apakah mas tidak ingat saat masa-masa indah yang kita lewati bersama, walaupun lewat perkenalan yang singkat. Mas, bangunlah, hanya engkau milik aku satu-satunya saat ini. Apakah mas tidak mau bersama dengan aku lagi? kita bangun keluarga bahagia Mas, kita punya anak, seperti keluarga yang lainnya," celoteh Zahra dalam hati. matanya terus menatap ke arah Nazar.mata Zahra sampai terlihat bengkak, karena air matanya terus saja menetes. kedua orang tua Zahra masih duduk di sofa, mereka terus berdoa untuk kesembuhan menantunya. "nyonya, makanlah dulu. jaga kesehatan nyonya," ucap mbok Minah yang baru datang. Zahra menoleh ke arah Mbok Minah. sebenarnya Zahra malas untuk melakukan aktivitas, walaupun cuma seke
"nyonya, silakan masuk dulu," salah seorang suster langsung menyuruh Zahra untuk. Tapi sebelumnya Zahra memakai baju khusus untuk masuk ke ruangan suaminya. "Tuan Nazar terlihat menggerakkan jari tangannya, tolong nyonya, Anda di sini dulu. Siapa tahu kehadiran Anda bisa membuat Tuan Nazar cepat tersadar dari komanya," ucap dokter itu dengan suara pelan. hati Zahra sedikit bahagia mendengar keterangan dari dokter, setidaknya Nazar mulai ada kemajuan. "silakan Nyonya, bila mau berbicara sebentar. coba ajak interaksi sedikit, Siapa tahu Tuan Nazar merespon, karena biasanya orang-orang terdekat yang bisa memberikan semangat," ucap dokter itu. Zahra menyeka buliran bening yang mengalir di pipinya. Zahra langsung memegang dengan penuh kelembutan, telapak tangan suaminya. tangan Nazar tidak terpasang selang infus, langsung ditempelkan ke pipi Zahra. "mas, bangun sayang. masih ingatkah dengan aku istrimu Mas, kita melewati hari-hari yang begitu indah. Apakah Mas mau melupakan