AKU TAKKAN MENYERAH, MAS!

AKU TAKKAN MENYERAH, MAS!

last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-08
Oleh:  ET. Widyastuti  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
10 Peringkat. 10 Ulasan-ulasan
52Bab
34.0KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Anita yang mencintai Bayu sejak remaja merasa beruntung dijodohkan dengan pria itu. Sayangnya, Bayu belum menerima Anita sepernuhnya karena hatinya masih terikat dengan kekasihnya yang juga teman satu kantornya. Namun, Anita tak akan menyerah untuk mendapatkan cinta Bayu.

Lihat lebih banyak

Bab terbaru

Pratinjau Gratis

BAB 1

“Saya terima nikah dan kawinnya Anita Prameswari binti Arya Wiguna dengan maskawin perhiasan emas seberat 20 gram dan seperangkat alat sholat dibayar tunai.”Suara lantang dalam satu tarikan napas tak ayal membuat hati Anita berbunga-bunga. “Saksi sah?”“Sah!”“Sah!”"Sah!"Anita tersenyum lebar. Impiannya nikah muda dan menjadi nyonya Bayu Wicaksono tercapai sudah. Hatinya mengembang bahagia.Lelaki di sebelahnya pun tak henti-hentinya menarik kedua unjung bibirnya ke samping. Memberikan senyum terbaiknya pada semua yang hadir di hari bersejarah bagi kedua mempelai. Suasana bahagia pun menyelimuti perhelatan itu. Para tetamu juga memberikan selamat dengan suka cita karena melihat roman bahagia terhias di wajah kedua mempelai.“Makasih ya, Mas. Akhirnya kita menikah, ” kata Anita saat keduanya usai menunaikan sholat dua rekaat di kamarnya. Diciumnya punggung tangan Bayu yang kini telah resmi menjadi suaminya. Anita tak bisa menyembunyikan binar kebahagiaannya. Berbeda dengan lelaki

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Dwi Novita
karya author ETW selalu bagus, saya suka cerita nya.
2024-01-13 23:17:17
0
user avatar
Wanda Cha
banyak pesan kehidupan yang disampaikan dalam setiap karyanya.......
2024-01-07 08:42:58
0
user avatar
Tri Wid
keren banget ceritanya...tapi masih penasaran siapa calonnya sinta
2022-10-07 06:06:42
2
user avatar
D Lista
Menarik kak. lanjutkan ceritanya
2022-10-05 08:23:34
1
user avatar
kani har
suka sama ceritanya
2022-08-31 10:21:45
1
user avatar
Rizka Fhaqot
bagus banget ceritanya kak. semangat ya...
2022-08-12 04:03:50
1
user avatar
zzzz
...️...️...️...️...️...️...️...️...️
2022-08-02 22:45:47
0
user avatar
Astika Buana
ceritanya bagus. Selalu ditunggu. .........
2022-07-31 09:06:35
0
default avatar
widyastuti_etty
Yuk ikuti kisahnya sampai tamat.
2022-07-29 00:16:10
0
user avatar
zzzz
Yuk baca cerita ini...
2022-07-28 23:56:36
0
52 Bab

BAB 1

“Saya terima nikah dan kawinnya Anita Prameswari binti Arya Wiguna dengan maskawin perhiasan emas seberat 20 gram dan seperangkat alat sholat dibayar tunai.”Suara lantang dalam satu tarikan napas tak ayal membuat hati Anita berbunga-bunga. “Saksi sah?”“Sah!”“Sah!”"Sah!"Anita tersenyum lebar. Impiannya nikah muda dan menjadi nyonya Bayu Wicaksono tercapai sudah. Hatinya mengembang bahagia.Lelaki di sebelahnya pun tak henti-hentinya menarik kedua unjung bibirnya ke samping. Memberikan senyum terbaiknya pada semua yang hadir di hari bersejarah bagi kedua mempelai. Suasana bahagia pun menyelimuti perhelatan itu. Para tetamu juga memberikan selamat dengan suka cita karena melihat roman bahagia terhias di wajah kedua mempelai.“Makasih ya, Mas. Akhirnya kita menikah, ” kata Anita saat keduanya usai menunaikan sholat dua rekaat di kamarnya. Diciumnya punggung tangan Bayu yang kini telah resmi menjadi suaminya. Anita tak bisa menyembunyikan binar kebahagiaannya. Berbeda dengan lelaki
Baca selengkapnya

Bab 2.

“Dik, sebentar lagi akan ada yang kirim lemari sama kasur ya. Baru setelah itu kita pergi belanja,” kata Mas Bayu sambil menurunkan barang-barang dari taxi online yang kami sewa. Sebenarnya kami hanya membawa dua koper tas isi baju-baju kami, dan beberapa dus isi beberapa barang yang aku punya di kosan lama dan beberap kado-kado pernikahan kami. Mas Bayu membawaku mengontrak di rumah petak. Aku tidak tahu kenapa. Aku pun tidak bertanya. Khawatir dia tersinggung. Bagaimanapun aku sekarang tahu posisiku di hatinya. Dia masih bersedia mengontrakkan rumah buat kami saja, aku sangat bersyukur. Mas Bayu sudah selesai menurunkan barang-barang kami. Dia menumpuk barang-barang kami di pojok, sedangkan aku mengamati rumah yang baru saja kami masuki. Rumah dimana aku akan menghabiskan waktu di awal-awal pernikahanku ini. Rumah petak yang kami tinggali terdiri dari tiga sekat. Petak pertama, sepertinya cocok untuk menerima tamu dan aktifitas utama kita lainnya. Petak kedua berukuran lebih sem
Baca selengkapnya

BAB 3

Kudorong trolly yang berisi belanjaan. Kutahan airmata untuk tidak keluar. Berkali-kali kuhirup nafas kuat-kuat. Sekilas dari ekor mataku, perempuan itu sudah tidak ada. Mas Bayu kelihatan bergegas menghampiriku. “Sudah semua, Dik?” tanyanya. Aku hanya mengangguk pelan. Kuhempaskan kuat-kuat bayangan yang tadi terlihat. Beruntung Mas Bayu tidak melihat perubahan raut mukaku, atau pura-pura tak melihat. Aku tahu, dia pun tidak menginginkanku. Jadi tidak perlu juga terlalu perhatian kepadaku. “Sini biar aku saja,” katanya sambil mengambil trolly dari tanganku. “Kita makan disini aja sekalian. Di lantai bawah ada foodcourt,” katanya lagi. Dia benar-benar seperti sudah mengenal tempat ini. Kubiarkan dia melangkah di depanku, sedang aku mengekorinya. Toh percuma berjalan di sebelahnya, belum tentu dia akan mengajakku bicara. Apalagi menggandeng tanganku. Aku benar-benar hidup bagai pungguk merindukan bulan. Aku mengikuti saja kemana Mas Bayu berjalan. “Mau masakan Sunda, Padang, ata
Baca selengkapnya

BAB 4.

“Di bungkus saja boleh?” bisikku pada Mas Bayu. Lelaki itu menatapku sejenak, lalu ia mengulaskan senyum di bibirnya sebelum kemudian mengangguk. Entahlah. Kulihat sikap Mas Bayu biasa saja. Tidak ada rasa gugup saat bertemu wanita yang bernama Sinta itu. Tidak seperti orang lain yang merasa gugup jika melakukan hubungan di luar hubungan sahnya. Benarkah dia pacarnya Mas Bayu? Tapi mengapa dia tetap ramah padaku? Seperti tidak ada dendam? Apa sebenarnya dalam hatinya juga ada dendam? Ah, aku tak tahu. Kepalaku terasa pusing memikirkannya. Kami segera beranjak dari tempat itu. Kulihat Mas Bayu berpamitan pada Sinta dan seorang perempuan yang menemaninya. Sepertinya, Mas Bayu pun sudah akrab dengannya. Aku tak tahu. Aku tidak mau tahu. Aku tidak ingin bertanya. Kami kembali pulang. Berjalan dalam diam. Sesekali Mas Bayu menyapa orang yang duduk-duduk di tepi gang menuju rumah kontrakan kami. Malam kian larut, setelah kami makan malam dan bersih-bersih, aku berniat merebahkan diriku
Baca selengkapnya

BAB 5.

Mas Bayu memindahkan bubur ayam ke dalam mangkuk, lalu berjalan mendekatiku yang duduk di atas kasur busa yang baru dibelinya kemaren. “Makan dulu, ya,” katanya sambil menyendokkan bubur. Aku menggeleng. “Biar aku sendiri, Mas," ucapku. Dia mengangguk. Lalu memberikan mangkuk berisi bubur ayam itu kepadaku. Sementara, dia juga makan bubur yang sama langsung dari kemasan stereoform. Mungkin dia memindahkannya bagianku ke mangkuk karena aku makan di atas pembaringan, khawatir tumpah. Kami berdua makan dalam diam. “Dik, aku hari ini ke kantor. Kamu nggak papa kan Mas tinggal?” tanya Mas Bayu. Kuakui, Mas Bayu memang lembut dan perhatian. Itu juga yang membuatku jatuh hati padanya. Sayang, hatinya bukan milikku. Tak ada gunanya aku menang dan mendapatkan raganya bersamaku, jika perasaannya bukan milikku. Aku mengangguk menjawab pertanyaannya. Lidahku masih kelu untuk berucap sesuatu. “Nanti siang Mas pesenkan makan saja dari kantor,” tuturnya lagi sambil bersiap-siap ke kanto
Baca selengkapnya

BAB 6

Sudah hampir seminggu aku kembali bekerja. Pikiranku lebih fresh. Meskipun saat melihatnya di rumah, kadang masih ada rasa kesal. Ya, bukan kesal kepadanya. Tapi kesal kepada diriku sendiri. Mengapa dulu teramat mencintainya. Hingga aku terlupa, bahwa ada pemilik hatinya. Meski hampir tiap pagi Mas Bayu mengantarku, dan tiap sore dia menjemputku, tapi kami berdua selalu dalam diam. Rumah kubiarkan berantakan, bahka Mas Bayu yang sering mengalah merapikannya. Dia juga yang mencuci bekas makan dan minum kami. Dia pula yang mencuci baju kami. Aku memang benar-benar malas mengerjakan apapun. Tak kupedulikan apa yang ada dalam pikirannya tentangku. Yang kuinginkan, aku ingin bahagia. Itu saja. Pagi ini, Hari Sabtu. Aku hanya duduk merenung di karpet ruang depan sejak usai Salat Subuh tadi. Biasanya, kalau hari kerja, aku sudah bersiap-siap.“Mau cari sarapan? Sekitar 1 km dari sini ada pasar kaget. Biasanya banyak yang jual sarapan,” kata Mas Bayu.Aku menatapnya tak percaya. Dia bisa t
Baca selengkapnya

BAB 7

Mas Bayu masih menggenggam tanganku. Kami berjalan beriringan. Di depan kami tampak banyak penjual sayur-sayuran lengkap. Ada beraneka ikan segar termasuk cumi dan udang, ada berbagai daging sapi yang terlihat segar, juga ayam potong. “Kamu belum pernah masak, Dik. Setahuku dulu kamu suka memasak,” ujar Mas Bayu sambil menatapku. Seger kupalingkan mukaku ke penjual-penjual itu. Sedikit ge er aku mendengar Mas Bayu tahu kalau aku dulu suka memasak. “Kalau kamu mau masak, kita beli sayuran disini aja. Nanti aku bantu,” katanya lagi. Kulirik dia yang sudah berjongkok di depan pedagang sayuran itu. “Dik, kamu bisa buat trancam nggak, kayaknya seger ya kalau kita makan sambal urap nanti siang,” katanya sambil menengadah, menatapku yang masih berdiri di belakangnya. Rasa bersalah menyelimutiku. Hampir sepekan aku menjadi istrinya, tak pernah sekalipun aku menyalakan kompor di rumah. Padahal aku sudah berbelanja bumbu dapur lengkap saat pertama belanja, sebelum melihat wanita itu. Akh
Baca selengkapnya

BAB 8.

Hari Minggu pagi, sehabis Salat Subuh, aku langsung beranjak. Tak seperti biasanya yang bermalas-malasan. Setelah membereskan tempat tidur dan semua isi rumah, aku berencana hendak memasak nasi goreng. Semua bumbu dan bahan sudah kupersiapkan. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 06.00 pagi. Namun, sejak Subuh, Mas Bayu belum pulang dari masjid. Kemanakah dia? Hatiku mendadak gelisah. Pikiranku kembali mengembara kemana-mana. Mataku melirik rak yang ada di ruang depan, tempat dia biasa meletakkan ponsel. Tidak ada. Sejak kapan dia ke Masjid membawa ponsel? Seingatku, biasanya dia tidak pernah membawa benda pipih itu. Kemana dia perginya? Apakah menemui Sinta? Pikiranku berkecamuk. Hatiku menjadi tidak tenang. Nafas kuhela berkali-kali agar sesak di dada menjadi berkurang. Aku yang tadi sudah bersemangat untuk membuat sarapan, mendadak seleraku sudah hilang. Setega itukah kamu, Mas? Aku mencoba menguatkan hati. Namun, entah mengapa justru genangan di mata semakin membuat pandang
Baca selengkapnya

BAB 9

Sejak aku sering berpapasan dengan Sinta di sekitar kontrakan kami, aku benar-benar malas kalau Mas Bayu mengajak keluar rumah. Aku trauma. Tepatnya paranoid.Malam itu, menjelang tidur, aku mengambil buah mentimun di kulkas dan mengirisnya tipis. Aku ingin mengompres mataku, agar keesokan paginya mata ini tidak terlihat terlalu bengkak. Lagipula, rasanya pedih karena terlalu banyak menangis. Dengan dikompres, aku berharap akan memberikan efek dingin dan sejuk.Segera kubaringkan tubuhku di kasur, kemudian meletakkan irisan mentimun itu di atas kelopak mata yang sudah terpejam. Benar saja. Efek dinginnya tak hanya enak di mata, namun juga sedikit menenangkan hatiku yang galau. Harusnya pengantin baru sepertiku hidup diliputi kebahagiaan, namun justru sebaliknya. Aku tak tahu bagaimana perasaan Mas Bayu. Mungkin juga dia lebih terluka dari aku karena pernikahannya dengan Sinta yang kandas. Dengan mata terpejam, aku mencoba menghapus bayang-bayang kelam yang selama ini menyiksa. Saya
Baca selengkapnya

Bab 10A.

Dahiku mengernyit bersamaan dengan mata yang menyipit. Mulut ini berusaha mengeja kata demi kata yang tertera di sepucuk surat itu. Tagihan tunggakan cicilan rumah? itu yang tertulis di sana. Apa ini maksudnya?Slip tagihan aku baca berulang kali, memastikan aku tidak salah lihat.Dadaku bergemuruh. Ada rasa yang membuatku seolah terhisap ke dasar bumi. Rahasia apa lagi yang disembunyikan Mas Bayu. Aku sampai mengucek mata untuk meyakinkan kembali apa yang terbaca.Nama Mas Bayu terpampang jelas di slip tunggakan cicilan rumah. Ada tipe rumah, ada alamat dan ada nama pengembang perumahan tertera di surat itu.Mendadak wajahku terasa pias. Sesak rongga di dadaku seolah ada puluhan ton batu menindih di sana. Tiba-tiba, sebuah tangan lembut meraih surat yang aku pegang. Entah kapan Mas Bayu sudah ada di depanku. “Dik, duduk sini. Mari, Mas jelaskan.” Pria itu berkata dengan lembut sembari meraih tanganku. Dia membimbingku untuk duduk di sebelahnya. Aku sedikit memiringkan badan, beru
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status