Tiara Hermawan, mengalami kecelakaan saat mengetahui perselingkuhan suaminya. Ternyata, kecelakaan itu memang sudah direncanakan oleh sang suami dan gundiknya, untuk mengambil semua harta miliknya. Syukurlah seorang dokter berhasil menyelamatkan nyawanya, meskipun dia harus kehilangan identitas dan wajah asli. Kini, dia kembali dengan wajah dan identitas baru, untuk membalas orang-orang yang sudah mencelakai dirinya!
View More"Katakan padaku dengan jujur, Ara. Apa kamu mencintai Lutfi?"Ara hanya menelan saliva, tak mampu menjawab."Jawab, Ara. Jawabanmu sangat berarti bagiku," ucap Dokter Maya lagi."Aku tidak mau jadi perusak hubungan kalian, Dokter," jawab Ara lirih."Itu artinya kau benar-benar mencintainya."Ara diam tak menjawab. Dia hanya bisa menunduk. Dokter Maya memegang kedua tangan Ara dengan kedua tangannya."Dengarkan aku, Ara," ucapnya. "Kalian saling mencintai, jadi jangan biarkan dia pergi."Ara mengangkat wajahnya, lalu menatap Dokter Maya heran."Kenapa Dokter bicara seperti itu?" tanyanya."Lutfi setuju untuk menikahiku karena ingin menolongmu," ucap Dokter Maya lagi. "Orang tuanya mau membantunya untuk hal itu."Mata Ara membulat karena terkejut, tapi sesaat kemudian dia membuang napas lega."Syukurlah, ternyata dugaanku salah," ucap Ara tak bisa menahan air mata."Ara ... ?""Kupikir dia menderita karena terlalu banyak menolongku. Aku takut dia ingin pergi dariku karena tidak mau lagi
"Lancang kamu, Evelin! Berani sekali kamu membela mereka dan melawan orang tuamu sendiri!" ucap Merly murka."Sudahlah, Ma, Pa, kalian menyerahlah," ucap Evelin memohon. "Semua ini bukan milik kita. Kita harus mengembalikannya pada yang berhak, lalu mempertanggung jawabkan apa yang sudah kita lakukan!""Diam kamu, Evelin!" bentak Mamanya itu."Dengar, semuanya! Mereka semua hanya pendusta! Mereka bersekongkol! Mereka bicara tanpa bukti!" ucapnya dengan penuh emosi."Kami punya buktinya!"Semua orang menoleh. Dokter Lutfi masuk sambil mendorong Ara yang duduk di atas kursi roda. Ara memperlihatkan dokumen di tangannya pada semua orang. Wajah Hermawan dan Merly seketika memucat."Perusahaan ini milik orang ayah saya, Hasanudin!" ucap Ara lantang. "Mereka dengan sengaja ingin menghabisi nyawa saya sebagai pewaris tunggal perusahaan ini!"Para tamu undangan tampak begitu terkejut, hingga suasana sedikit gaduh."Dokter Lutfi! Rupanya kamu berkhianat! Anda lupa, jika kulaporkan perbuatanmu
Suara sirine mobil ambulans memenuhi pelataran rumah sakit. Para petugas menurunkan Ara yang terbaring tak sadarkan diri di atas tandu, lalu secepatnya melarikannya ke ruang IGD.Nindi dan Ridho berlari mengikuti para petugas itu sampai benar-benar masuk ke dalam ruangan berpintu kaca besar itu. Mereka dengan cemas menunggu di luar ruangan.Dokter Lutfi berlari dengan gugup menuju ke arah ruangan itu."Dokter, tolong selamatkan putriku Dokter!" ucap Nindi begitu melihat Dokter Lutfi.Dokter Lutfi mengangguk, lalu lalu bergegas memasuki ruang IGD."Mama ingat tentang Ara?" tanya Ridho sambil menatap heran pada Mamanya."Gadis itu selalu bicara padaku, menceritakan tentang masa kecilnya, dan dia mengaku sebagai putriku," ucap Nindi sambil membalas tatapan Ridho. "Apa benar dia putriku, Ridho?"Ridho mengangguk cepat. Nindi seketika membulatkan mata."Jadi, Hermawan sudah mengambil bayiku?" tanyanya dengan nada suara bergetar.Ridho mengangguk lagi."Ingatan Mama sudah kembali?" tanya Ri
"Ridho, kita mau ke mana?" tanya Nindi sambil menatap Ridho yang sedang fokus menyetir.Ridho menoleh pada Mamanya sekilas seraya tersenyum."Kita akan pulang, Ma," jawab Ridho dengan suara lembut."Akhirnya kita mau pulang," ucap Mamanya dengan senyum lebar, mirip seperti anak kecil yang akan diajak ke tempat rekreasi.Ridho terdiam melihat ekspresi Mama angkatnya itu. Hatinya tiba-tiba kembali bimbang. Apa dia benar-benar harus melakukan hal ini?Lamunannya buyar ketika gawainya berdering. Dia mengambil headset dan memasangnya di telinga."Bagaimana? Kau sudah bersama dia?" terdengar suara Merly dari seberang telepon.Ridho tak langsung menjawab. Dia melirik ke arah Mamanya yang matanya antusias memperhatikan jalan."Iya, sekarang aku bersamanya," jawabnya kemudian dengan suara berat."Bagus, bawa dia ke tempat yang sudah aku tunjukkan.""Baik," jawab Ridho lirih.Merly menutup teleponnya seraya tersenyum miring, lalu menghubungi lagi seseorang. Rencananya kali ini harus berjalan mu
"Apa maksudmu, Evelin? Itu bayi kita, darah daging kita!" ucap Ridho sambil menggoncang lengan Evelin.Evelin hanya menunduk dalam."Aku akan segera menikahimu. Jadi jangan pernah berpikiran seperti itu lagi!" ucap Ridho lagi."Justru karena itulah aku tidak bisa!""Evelin!""Aku tidak bisa menikah denganmu, Mas!"Ridho membulatkan mata menatap Evelin. Dia memegang kedua pundak Evelin dengan kedua tangannya."Semua ini bukan atas keinginanmu sendiri, kan?" tanyanya gusar.Evelin tak menjawab, dia hanya menunduk."Kenapa kau tidak bisa sekali saja hidup dengan keinginanmu? Kenapa harus mengorbankan dirimu sendiri demi Mamamu?""Cukup Ridho!"Ridho melepaskan tangannya dari pundak Evelin, lalu menoleh.Merly dengan angkuh memasuki pintu, lalu merangkul pundak putrinya."Kamu pikir aku rela menikahkan putriku dengan pengkhianat sepertimu?" tanyanya sambil menatap tajam ke arah Ridho."Pengkhianat?" Ridho balik bertanya sambil membalas tatapan Merly.Merly mengambil sesuatu dari dalam tas
"Perkembangan mental Nyonya Nindi sudah sangat bagus. Jika terus membaik seperti ini, ingatannya akan segera pulih kembali."Ara membuang napas lega mendengar ucapan Dokter spesialis jiwa yang mereka temui hari itu. Dia tersenyum seraya menatap Mamanya."Alhamdulillah Mama sebentar lagi sembuh," ucap Ara sambil memegang tangan Mamanya.Wajah Mamanya dari tadi tampak gelisah. Dia menatap Ara dengan cemas."Ara," ucapnya.Mata Ara membulat. Mamanya mengingat namanya!"Ridho mana, Ara?" tanyanya dengan wajah kebingungan. "Kenapa dia meninggalkanku, Mamanya?"Ara terkejut mendengar pertanyaan Mamanya."Mama mengenal Mas Ridho?" tanyanya kemudian."Dia Ridho, anakku," jawab Mamanya. "Dia anakku."Mamanya mengulang kata-kata itu sampai beberapa kali. Ara terdiam mendengarnya. Satu-satunya tempat di mana dia akan menemukan jawaban adalah rumah sakit tempat Mamanya dulu dirawat."Kita pulang dulu ya, Ma. Ara akan mencari Mas Ridho dan menyuruhnya pulang menemui Mama," ucap Ara berbohong.Mama
"Ikutlah denganku. Aku akan menjadi tempatmu pulang."Ucapan Dokter Lutfi saat di pemakaman Mamanya itu terus terngiang di kepala Ara. Dia membalikkan tubuhnya berulang kali, mencoba memejamkan mata, tapi tak bisa.Akhirnya dia bangkit, lalu duduk sambil memeluk lutut. Apa yang sebenarnya terjadi padanya? Apa dia merasa kehilangan Dokter Lutfi? Tapi sejak kapan dia memiliki perasaan lebih padanya?Ara memejamkan mata rapat-rapat. Tidak, dia tidak boleh seperti ini. Dia tidak boleh lemah hanya karena perasaan pada seseorang yang sudah menjadi milik orang lain. Dia sama sekali tidak berhak untuk itu.Ara kembali membenamkan wajahnya ke dalam bantal. Pengkhianatan Papa terhadap Mamanya, juga pengkhianatan Ridho terhadap dirinya sudah cukup sebagai alasan untuk tidak membuka hatinya pada laki-laki. Ara yakin ini hanya perasaan kecewa karena Dokter Lutfi ternyata hanya memberikan harapan palsu padanya.PRAAANG!!Ara tersentak kaget. Cepat-cepat dia bangkit dan berlari menuju dapur. Sudah d
"Baiklah, kalau begitu aku permisi," ucap Ara sambil berdiri dari duduknya. "Silahkan kalian pikirkan baik-baik, jangan sampai memberikan keputusan yang salah.""Licik kamu, Ara!" ucap Evelin tajam. "Kau yang membuat perusahaan kami jadi seperti ini, dan sekarang datang seolah olah mau menolong. Kami tahu rencana busukmu!"Ara tersenyum, lalu berjalan mendekati Evelin dan berdiri di depannya. Ditatapnya sosok yang dulu sangat disayanginya layaknya adik kandung itu."Aku hanya mengambil kembali apa yang seharusnya memang milikku," ucapnya dengan suara datar. "Jadi ambil saja apa yang pantas jadi milikmu.""Apa maksudmu?" tanya Evelin seraya menatap tajam pada Ara.Ara tersenyum, lalu mengangkat telunjuknya dan menunjuk ke arah Ridho."Satu-satunya yang membuatku bersyukur telah kau rebut adalah dia, pecundang yang pernah berstatus sebagai suamiku!"Muka Evelin memerah, lalu seketika mengangkat tangannya, bersiap menampar Ara. Tiba-tiba seseorang menangkis tangannya sebelum berhasil men
"Ternyata kemampuanmu memang bisa diandalkan. Hermawan pasti menyesal sudah melepaskanmu," ucap Om Adam sambil tersenyum bangga pada gadis yang sudah dianggapnya sebagai putrinya sendiri itu."Ara ingin menunjukkan padanya, bahwa dia mengira sudah membesarkan seekor kucing, tapi tanpa sadar justru singalah yang dibesarkannya," jawab Ara sambil tersenyum puas. "Menyuruh Evelin menggantikan posisiku di perusahaan itu sungguh menguntungkan kita.""Bagus, tunjukkan pada mereka kalau kamu tidak lemah, dan bisa merebut kembali apa yang sudah menjadi milikmu," ucap Om Adam.Ara tersenyum lagi, seraya mengangguk. Benar, sekarang masih ada banyak alasan untuk membuatnya tetap berjuang. Dia harus menuntut keadilan atas apa yang menimpa dirinya dan keluarga kandungnya....Ara memasuki kamar Mamanya sambil membawa nampan berisi sepiring makanan dan segelas minuman. Mamanya terlihat duduk mematung dengan pandangan kosong seperti biasanya. Tapi dia jauh lebih segar dari saat ketika di rawat di r
Aku perlahan membuka mata ketika mencium bau bensin yang menyengat. Kupegang kepalaku terasa seperti baru saja dihantam oleh martil. Bisa kurasakan darah merembes dari balik jilbab yang kupakai. Seketika aku ingat baru saja mobilku kehilangan kendali dan terjatuh ke dalam jurang.Aku mengangkat tubuhku yang terasa amat nyeri. Kulihat Wati, rekan kantorku, tak sadarkan diri dengan darah mengalir dari kepala dan hidungnya."Wati! Wati!" aku menggoncang tubuhnya yang sudah tidak bergerak.Bau bensin semakin menyengat. Kalau aku tidak segera keluar, mobil ini bisa meledak. Aku menarik tubuhku keluar dari kaca depan mobil yang pecah, tanpa mempedulikan kulit tubuhku yang robek karena tergores pecahan. Aku harus hidup, itu yang pertama kali kupikirkan.Dengan susah payah akhirnya aku berhasil menyeret tubuhku keluar dari mobil. Tapi sudah terlambat. Percikan api terlihat dari sudut mobil yang ringsek itu, dan menyembur tepat ke wajahku.Aku menjerit kesakitan karena merasakan mukaku terbaka...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments