Semua orang menoleh ke arah Zia. Karena sedang asyik menikmati kue, lalu Hanum bertanya sama anaknya.“Mau bicara apa kamu, Zia? Jangan bicara yang aneh-aneh.”Zia terdiam, matanya terus memperhatikan kalung yang dipakai Zahra. “Mau bicara apa kamu?” Tanya Ahmad. “Boleh tidak aku pinjam kalungnya Kak?” Tanya Zia, tanpa rasa malu sedikitpun. “Hah!” Pekik Zahra, langsung menghentikan kunyahannya. “Tuh benar kan kata ibu, padahal sudah Ibu bilang, jangan aneh-aneh,” ucap Hanum kesal. “Zia kan cuma pinjam kalung sebentar, kok!” Sergah Zia.“Zia! Jangan bikin malu ayah. Di sini ada kakak iparmu! Tolong jaga sikap kamu!” Ayah Zahra langsung menegur anak bungsunya. “Cuma pinjam!” Zia mulai berani membentak ayahnya. “Zia!!! Kamu sudah keterlaluan! Masa sama ayah kamu berani membentak!” Zahra ikut menegur Zia. Yang dirasa sudah keterlaluan. “Kenapa sih! Ayah dan ibu selalu saja membela kak Zahra! Aku cuma pinjam kalungnya! Kalau tidak mau ngasih, ya sudah jangan marah-marah!” Ucap Zia
“Sudah! Zia! Bisa nggak sih! Mulut kamu itu dijaga, ayo Mas kita berangkat,” ajak Ahmad setelah menegur anak bungsunya. “Sudahlah Zia, kamu jangan bicara ngelantur ke mana-mana deh. Sekarang keluarga besar kita dipusingkan sama masalah kamu,” tukas Bude Wati.“Kita antar ayah,” ucap Nazar tiba-tiba. “Memangnya tidak apa-apa mengantar kami?” Tanya Ahmad. “Tidak apa-apa kok ayah,” jawab Nazar sambil menarik lembut tangan istrinya. “Awas! Jadi seorang pemulung itu jangan bikin malu di rumah keluarga calon suamiku ya,” sindir Zia.“Zia!!” Bentak Hanum.Akhirnya keempat orang itu berangkat menuju rumah Dilan.Pakde Seno langsung melebar matanya, saat Nazar masuk ke dalam mobil mewah. “Itu mobil suami kamu Zahra?” Tanya Pakde Seno. “Bukan, milik majikan Mas Nazar,” jawab Zahra. Pakde Seno langsung terdiam, lalu matanya melihat ke arah merek mobil yang dibawa sama Nazar. Zahra duduk di samping Nazar, sedangkan Pakde Seno dan ayahnya duduk di belakang. “Seumur hidup aku, usiaku yang
Ternyata ibunya Dilan yang membuka pintu. Wajahnya tampak terkejut, melihat kedatangan tamunya. “Eh, ada calon besan nih. Silakan masuk,” Ibu Dilan langsung membuka lebar pintu, mempersilahkan ke empat orang itu tamu itu masuk. Keempat orang itu langsung masuk, terlihat Ayah Dilan baru keluar dari kamar. Dan menyambut kedatangan tamunya. “Maaf kedatangan saya ke sini, untuk membicarakan, masalah yang kemarin,” ucap Pakde Seno setelah merasa suasana tenang. Ayah Dilan menoleh ke arah Pakde Seno. “Iya, saya sudah menduganya, tapi maaf….”“Tidak ada masalah, rencana pernikahan aku dengan Zia, tetap berjalan. Seperti rencana sebelumnya,” ucap Dilan.“Dilan! Kamu tahu sendiri kan! Bagaimana mencari biaya pernikahan yang begitu besar! Ayah dan ibu tidak sanggup!” Suara ayah Dilan meninggi. “Tenang saja Ayah, Dilan harus bertanggung jawab. Masa sih acara pesta pernikahan harus diundur, dan bagi Dilan rasanya tidak mungkin,” ucap Dilan dengan wajah meyakinkan. “Tapi…” Ibu Dilan nampak
Tapi anehnya, ketukan pintu itu tidak terdengar lagi. Malah Zahra mendengar suara langkah kaki yang menjauhi kamarnya. “Aduh, kok merinding begini ya. Masa rumah semewah ini ada hantunya?” Tanya Zahra dalam hati. Jantung Zahra langsung berdetak keras. Apalagi saat ini suaminya tidak berada di samping Zahra.Zahra langsung menyembunyikan tubuhnya dibalik selimut tebal. Ingin rasanya melihat makhluk yang mengetuk pintu. Tapi Zahra tidak ada keberanian. Zahra masih terus bertanya-tanya di dalam hatinya, sampai akhirnya matanya tidak kuat, dan langsung tertidur. Keesokan harinya, saat Zahra membuka mata. Karena Zahra sudah terbiasa bangun pagi hari.Ternyata Nazar sudah tidur di samping. Zahra sudah tidak kaget lagi, mungkin karena sudah mulai terbiasa.Aktivitas Zahra, seperti hari yang sudah-sudah. Tidak ada yang spesial, walaupun hati Zahra bertanya-tanya, pekerjaan suaminya sebagai seorang pemulung. Tapi kok bisa tinggal di rumah semewah ini. Tapi sayang, sampai saat ini Zahra ti
Mobil hitam itu berbelok ke arah kanan. Zahra dan tukang ojek terus mengikutinya. “Jangan sampai kehilangan jejak ya pak,” Zahra wanti-wanti sama tukang ojek. “Tenang saja, Saya pasti bayar lebih,” lanjut Zahra lagi. Wajah tukang ojek langsung kelihatan bersemangat, karena mendengar imbalannya akan dilebihkan. Mata Zahra terus menatap ke arah mobil yang dikendarai Budi. Sampai akhirnya mobil hitam itu berhenti di sebuah pinggiran sungai. “ Berhenti Pak,” ucap Zahra sambil menepuk pundak tukang ojek.Dengan perlahan, ojek online itu langsung berhenti, dengan jarak yang lumayan jauh dengan mobil hitam itu. Zahra melihat Budi keluar dari mobil, sambil mengangkat kantong besar hitam itu. Saat pintu samping kiri terbuka, Zahra melihat sepasang kaki turun. Zahra terus memperhatikan. Saat sesosok tubuh turun dari mobil itu. Mata Zahra langsung melotot. “Mas Nazar!” Hampir saja suara Zahra terpetik, kalau tidak segera menutup mulutnya. “Pak, pulang saja. Soalnya takut lama nunggu say
Semua langsung diam, saat mendengar suara Bos menggelegar. Bella terlihat membuang mukanya ke samping. Sedangkan Zahra langsung menerobos masuk ke dalam ruangan. Hampir saja Bella terjatuh, karena bahunya ditabrak sama bahu Zahra.“SaatKembali ke tempat kerjamu Bella!” Bentak sang bos.“Tapi……”“Tidak ada tapi-tapian!” Sergah si bos.Terlihat Bella bersungut-sungut, sambil berjalan menuju ruang kerjanya. Sedangkan si Bos menatap ke arah Zahra. Zahra melihat ke arah si Bos. Pimpinan perusahaan itu buru-buru pergi meninggalkan ruangan Zahra. Teman kerja Zahra yang tadi ngajak makan. Terlihat mendekati Zahra. “ Memangnya kamu habis dari mana sih, Ra? Kok masuk sampai terlambat?” Tanya temannya dengan suara pelan. “Ada perlu,” jawab Zahra pelan“Memangnya ada perlu apa sih? Kok sampai terlambat dua jam?” Tanya temannya. “Bukan urusanmu,” jawab Zahra ketus. “Kok kamu gitu sih Ra? Ya sudah kalau begitu,” ucap temannya kesal.“Ditanya baik-baik kok jawabannya begitu, ketus amat sih loe
Istri anda tidak apa-apa tuan, cuma perlu istirahat beberapa hari, mungkin akibat kelelahan saja,” jawab dokter. Nazar bernafas dengan lega, ternyata istrinya tidak mengalami hal-hal yang tidak diinginkan. “Terima kasih,” ucap Nazar.“Nanti setelah di ruang perawatan, Tuan boleh menemani istri, kalau begitu saya permisi dulu,” dokter berlalu dari hadapan Nazar.Tak lama kemudian, pintu ruangan terbuka. Terlihat istrinya didorong di atas brankar dua peralatan medis terpasang di tubuh Zahra.Mata Zahra terlihat cekung, dan sekarang dalam keadaan sudah sadar. mendekati brankar. Petugas menghentikan dorongannya, lalu membungkuk hormat sama Nazar.“Sayang,” panggil Nazar pelan.Zahra hanya tersenyum samar, jemarinya dipegang mesra sama Nazar.“Cepat sembuh ya sayang,” ucap Nazar lembut.Si petugas itu lalu bergumam di dalam hatinya. “ Ish, romantis banget pasangan ini, bikin iri saja.”“Maaf permisi tuan,” ucap salah seorang petugas.Nazar lalu menoleh. “ Silakan.”Brankar kembali didoro
Zia dan Dilan menoleh ke arah sumber suara, ternyata seorang wanita sedang berdiri di dekat kasir.Wanita muda itu langsung berjalan mendekati meja Dilan.“Tumben makan di tempat model kayak gini? Sudah tidak punya uang ya? Atau habis buat hutan ibumu?” Tanya wanita itu dengan muka sinis.Sontak Zia langsung melebar matanya, dan menatapnya nyalang ke arah wanita itu.“Maksudnya Bu Lilis apa?” Tanya Dilan dengan wajah pucat. “Bilang sama ibu kamu! Cepat bayar cicilan baju! Masa punya anak seorang manajer! Baju saja ngutang sama saya!” Ucap wanita itu pedas. “Hah!” Pekik Zia.Beberapa orang yang sedang makan, langsung menoleh ke arah mereka bertiga. “Lho, bukannya sudah dibayar sama ibu? Maaf saya nggak tahu Bu?” Ucap Dilan sambil menahan malu. “Dibayar bagaimana menurutmu? Aku bicara begini, saking jengkelnya sama ibu kamu. Dan untung kita ketemu di sini,” jawab ibu itu. “Duh, kok punya calon mertua bikin malu saja sih,” Zia langsung menatap tajam ke arah Dilan.“Aku pulang Mas,”