Seorang pria dengan tubuh besar dan tinggi menjalankan kakinya menuju salah satu kamar di dalam mansion gelap miliknya, pria itu membuka knop pintu kemudian mendorong pintunya perlahan, bunyi decit pintu mengisi keheningan membuat seorang bocah kecil bangun dari simpuhannya ia menatap ke arah sosok pria di ambang pintu dengan air mata yang menggenang di pipinya, bocah itu berjalan dengan merentangkan kedua tangannya meminta pelukan, ia memeluk paha sosok pria tersebut dan menumpahkan air matanya di paha pria itu. "Uncle Gustav, Mommy dia berdarah ... Dia di bawah Uncle, I'm so scared," cicit anak itu dengan menenggelamkan wajahnya di paha pria dengan balutan coat hitam dan jeans senadanya.
Pria bernama Gustav itu berdecak, ia mendudukkan tubuhnya tepat di hadapan bocah tadi lalu merangkum wajahnya yang basah, ia tatap manik bocah itu tajam. "Dengarkan aku Christian, seseorang akan membuatmu kuat ia akan melatihmu dalam berbagai hal, Paman hanya bisa mengurusmu dan kau, kau harus ingat nama ini, Arthur De Lavega. Camkan nama itu dan pastikan kau membalas dendam Daddymu."
"Maksud Uncle Gustav?"
Gustav menyeka keringat di dahi Christian, ia tersenyum lembut kemudian ia memeluk erat Christian sesekali mengecup dahinya. "Uncle sangat mengerti perasaanmu Tian, namun kau harus ingat kau akan di didik keras oleh seseorang dan pastikan kau dapatkan semua yang ia ajarkan," Gustav menjeda kalimatnya ia menatap Christian lekat. "Kau mengerti?" tanyanya memastikan dibalas anggukan dari Christian kecil.
Keesokan harinya, Christian bangun dengan menjulurkan kedua kaki kecilnya di tepi ranjang namun sesaat setelah itu ia mendengar suara pecahan kaca kemudian di susul teriakan histeris dari kamar sang Mommy, dengan penuh keingintahuan yang tinggi ia menuruni tangga dan menemukan Mommy-nya sudah berdarah-darah di tengah ruang keluarga. Tak lama setelah itu para bodyguard dan maid bergerombol datang dan memeriksa keadaan Mommy-nya namun sesaat setelah itu wajah mereka pucat pasih.
"Apa yang terjadi dengan Mommy?" tanya Christian dengan alis yang saling menaut.
"Tuan muda, anda harus segera masuk ke kamar kembali."
"No, aku ingin melihat Mommy!" Namun jeritan dan teriakan Christian tak diindahkan oleh mereka, bodyguard yang bertubuh besar itu membawa tubuh kecil Christian menuju kamar dan mengunci pintunya. Christian menangis di sebalik pintu, ada apa dengan Mommy-nya?
Tepat beberapa jam kemudian Christian baru sadar, sang mommy sudah meninggalkannya untuk selamanya ia menangis kembali secara histeris. Tragis mungkin satu kata itu mampu menjabarkan keadaannya saat ini, baru beberapa hari daddy-nya tiada lalu hari-hari ia lewati dengan mommy-nya yang sering berperilaku aneh dan berakhir meninggalkannya.
***
"Bangun! Kau harus bangun Christian! Ini jadwal mu bertarung!" sentakan tajam dari suara bariton dengan tangan yang sudah melayang berisi rotan yang berakhir di punggung Christian berhasil membuat anak itu meringis kesakitan. Ia menatap sosok pria dengan tubuh besar dan berewok lebatnya menakutkan.
"Hugo, aku terlambat bangun. Maaf, semalam aku berlatih" ucapnya dengan suara rendah. Pria bernama Hugo itu menggelengkan kepalanya. "Ayo bangun Tian! Kau harus kuat dan balaskan dendam ibumu! Wanita yang aku cintai! Cepat bangun!"
"Uncle, tubuhku sakit jangan di pukul lagi," lirihnya dengan air mata yang sudah terkumpul di sudut matanya.
Plak!
"Akh, sakit Hugo!" Christian meringkuk dibalik selimutnya sesaat setelah Hugo memukul punggung dan lengan kanannya. Pria besar itu meraih lengan Christian dan mencengkeram dagu Christian. "Aku membentukmu untuk menjadi mesin pembunuh bagi Arthur De Lavega, dia harus mati di tanganmu Christian! Balaskan dendam mu pada Arthur atas kematian ibumu! Dia depresi karena Arthur! Balaskan Christian! Jangan menjadi orang bodoh yang kalah dengan takdir! Lawan Christian! Lawan Arthur De Lavega!" desis Hugo tajam lalu melepaskan kasar dagu Christian hingga menimbulkan jejak merah di dagu Christian.
Di didik sekeras batu dan di bentuk layakanya robot pembunuh adalah makanan sehari-hari bagi Christian selama dua puluh tahun di masa hidupnya, pria itu tumbuh dengan kegelapan yang menyertainya ia menghormati Hugo melebihi siapapun tanpa terkecuali pamannya, Gustav. Pamannya sudah membawa Hugo untuk membentuknya dan Christian baru sadar Hugo sangat berarti dalam hidupnya hingga ia bisa memulai rencananya dan mulai membalaskan dendam.
"Christian," panggil suara bariton dengan deru napasnya yang hangat menerpa tengkuk Christian.
"Ya, Hugo? Ada apa?" tanya Christian balik dengan sedikit menundukkan kepalanya. Hugo mengangguk kemudian mendudukkan tubuhnya tepat di samping Christian. Ia mengusap sisi wajah Christian lalu mengepalkan kedua telapak tangannya menahan amarah.
"Ibumu adalah napasku Christian, aku hampa saat ia mati. Dan lihatlah Arthur dan keluarganya mereka sangat bahagia layaknya tak memiliki dosa. Haruskah aku yang membalaskan dendam ibumu Christian? Haruskah aku yang membunuh Arthur De Lavega?" teter Hugo dengan menatap langit-langit ruangan. Christian menatap Hugo kemudian menggelengkan kepalanya.
"Uncle ku sudah membuangku dua tahun yang lalu, Hugo. Kau adalah satu-satunya orang yang aku percayai untuk hidupku. Aku tak akan merepotkan mu lagi, akan aku pastikan Arthur De Lavega dalam masalah saat aku mulai menjalankan rencanaku. Terimakasih karena sudah membentukku dan menunjukkan jalanku, kau sangat berjasa melebihi apapun dalam hidupku Hugo. Aku hormat padamu, kau layaknya ayah untukku."
Hugo tersenyum manis saat mendengar ucapan Christian, namun bukan senyum tulus melainkan senyum miring menakutkan yang terukir di bibirnya. "Aku menunggu waktu itu Christian, aku menunggu kehancuran Arthur dan keluarganya." Christian mengangguk dan menatap Hugo dengan bara api di maniknya. "Pasti!"
♣♣
Fiorella merenung di atas balkon mansion, gadis itu memikirkan tentang karier modelling yang sedang ia jalani, meskipun sebenarnya berbagai fasilitas ia dapatkan dari sang Daddy, tapi entah mengapa ia merasa belum puas karena tak berdiri di kedua kakinya sendiri, Fiorella selalu dipandang sebelah mata di perusahaan hanya karena statusnya sebagai putri dari pemilik perusahaan, wanita itu telah memutuskan untuk mengundurkan diri dari perusahaan daddy-nya dan mendirikan kariernya di management lain.Fiorella menegakkan tubuhnya dan berjalan keluar dari kamarnya, gadis itu menjalankan kakinya ke arah ruang kerja kakaknya. Setelah sampai di depan ruang kerja kakaknya, Fiorella membuka pintu yang membatasinya dengan Leonardo, kakaknya."Kak?" Fiorella memanggil Kakaknya namun pria di hadapannya hanya berdehem dan memberi isyarat agar Fiorella masuk. Fiorella menjalankan kakinya lalu mendudukkan tubuhnya di hadapan Leonardo yang tengah berkutat dengan berbagai dokumen."Kak, aku ingin bicara
Kini Fiorella sudah menginjakkan kakinya di Seattle. Wanita itu mengedarkan pandangannya, seukir senyum kini terpahat di bibir tipisnya, ia menghela napasnya pelan.Ia keluar dari area bandara dan memasuki sebuah taxi yang akan mengantarkannya ke apartemen milik Charlotte. 15 menit perjalanan, kini Fiorella sudah berada tepat di depan gedung apartemen yang besar, gadis itu melangkahkan kakinya mulai memasuki area dalam gedung. Namun tanpa sepengetahuannya seseorang kini tengah mengamatinya dengan mata hitam pekatnya, ia menekan earphone dan sudah tersambung dengan seseorang."She is in here, in Seattle," lapornya tanpa menunggu jawaban.Fiorella mulai menghubungi Charlotte dan sedetik setelah ia menghubungi temannya itu, terdengar bunyi kode apartemen dan benar saja kini pintu apartemen itu terbuka lebar, memperlihatkan Charlotte dengan balutan jas kedokterannya. "Kau datang!""Maaf, terlambat," ucap Fiorella. Charlotte langsung memeluk Fiorella erat, ia tersenyum senang. "Maafkan aku
Fiorella menundukkan penglihatannya, sungguh! Ia takut menatap manik coklat seorang Christian Xander. Gadis itu memainkan tangannya yang dingin.Astaga! Apa yang telah ia lakukan?! Ia baru saja membentak bahkan memaki pemilik Christian's Corp. "Maafkan aku" Cicit Fiorella tanpa melihat manik Christian."Nona...""Fio, namaku Fiorella""Yah, nona Fiorella jangan khawatir aku tidak apa-apa" Ujar Christian pelan."Tapi aku baru saja memaki dan menghajarmu tadi" Lagi-lagi ucapan itu ia ucapkan tanpa melihat wajah Christian yang tengah tersenyum melihat rona merah di kedua pipi Fiorella.Ia angkat dagu Fiorella dengan ibu jari kanannya, lalu ia selami manik hazelnut milik gadis itu. "Jangan menunduk, tatap lawan bicaramu jika sedang bicara Nona Fio""Ah, a-aku benar-benar minta maaf Mr. Xander""Tak apa, jangan pikirkan.""Tapi waktu untuk audisi modellingnya sudah habis ya?" Tanya Fiorella dengan wajah yang terlihat sangat menggemaskan.Christian menatap jam tangan rolex yang melingkar di
Seorang pria dengan setelan jaket kulit dan celana jeans hitam memasuki sebuah bangunan mirip rumah namun kesan mengerikan begitu kentara dirasakan.Black Eclips memiliki arti sebagai gerhana hitam. Persis seperti namanya, kelompok ini bergerak layaknya hewan nokturnal, mereka lebih suka bergerak kala malam datang hingga keesokan paginya mereka berubah menjadi orang biasa. Gerhana tampak indah jika dilihat dengan bantuan saat menyaksikannya namun berbahaya apabila dilihat hanya dari satu sisi yang salah. Seperti itulah Black Eclips ini berdiri. Mereka akan baik apabila tak ada musuh dan mereka akan kejam apabila ada yang berusaha merusak teritorialnya. Siapa sangka kelompok yang terlihat besar ini nyatanya adalah gembong mafia yang menguasai kawasan Asia. Kekuasaannya hampir setara dengan gembong mafia besar seperti The Devil yang dipegang oleh keturunannya yang ke empat, Don Alfonzo Renzuis di tanah Sisilia, Italia. Namun perbedaannya adalah, The Devil lebih memiliki sifat manusiawi
Fiorella berpose dengan berbagai gaya di setiap model baju yang ia kenakan. Aura kecantikannya begitu terpancar jelas saat ini, beberapa orang di sana bahkan terlihat mencuri-curi pandang pada gadis berumur 19 tahun itu.Tak terkecuali pemilik dari gedung Christian's Corp ini. Pria itu dengan alis yang menaut menatap tanpa celah gadis yang ada di hadapannya saat ini. Bahkan Christian dengan sangat bodohnya tak berkedip menatap kecantikan yang terpancar dari putri orang yang membunuh ayahnya.Melihat tubuh Fiorella yang hanya dibalut crop top mampu mengalihkan perhatian Christian. Sialnya baju rajut yang seharusnya dipakai oleh gadis itu ia gunakan dan ia ikat di pinggangnya. Kini kulit putih Fiorella semakin membuat Christian teralihkan, ia bahkan seakan tak ingin melewatkan satu detik pun untuk menatap Fiorella.Gadis itu berpose dengan sangat cantik, tubuhnya yang mungil dan kulitnya yang putih bersih dan jangan lupakan manik hazelnutnya yang sanga
Fiorella membuka matanya perlahan, gadis itu perlahan bangun dari tidurnya dan menyandarkan tubuhnya tepat di kepala ranjang, ia menggeliat pelan lalu matanya menelisik seisi kamar apartemennya. Tak lama terdengar dering ponsel yang mengganggu pendengarannya. Ia langsung meraih ponselnya dan melihat si penelepon. Matanya langsung membulat saat membaca nama si penelepon.New Boss CallingFiorella langsung menggeser ikon hijau, ia langsung menempelkan ponselnya di telinganya. "Ya, ada apa boss?""Sedang apa?""Aku baru saja bangun tidur.""Baru bangun?""Iya maaf.""Kau lupa hari ini ada jadwal pemotretan?""Apa?!""Aku bahkan ada di depan pintu apartemen mu.""APA?!""Berhenti teriak, telingaku sakit.""Ah, maafkan aku boss.""Bisa kau buka kan pintu apartemen mu Ms. De Lavega?""Baiklah, tolong tunggu sebentar.""Aku selalu menunggumu.""Tapi aku belum bersiap.""Tak apa, buka kan saja pintunya.""Em, baiklah." Fiorella mematikan sambungan teleponnya, ia segera menyibakkan selimutnya
Christian menatap para kru yang terlihat kacau, beberapa dari staf pembantu berlarian ke sana kemari. Pria itu langsung berjalan cepat menuju Liam yang tengah mengarahkan beberapa model untuk memasuki tenda."Liam," panggil Christian yang langsung membuat Liam membalikkan tubuhnya."Tuan?""Ada apa?" tanya Christian tanpa basa-basi. "Maaf tuan, ada kecelakaan kecil""Apa?""Nona Fio, ia terluka.""Apa?!""Ia menginjak kerang yang tajam, Tuan. Dan darahnya lumayan banyak." Tanpa menjawab ucapan Liam, Christian langsung bergegas menuju kerumunan orang yang ada di tepi pantai. Pria itu langsung menerobos kerumunan orang itu dan menatap Fiorella yang tengah meringis kesakitan. Christian langsung menjongkokkan tubuhnya menatap Fiorella dari bawah. "Bagaimana bisa terjadi?""Sst, tak apa. Aku baik," jawab Fiorella pelan."Baik katamu? Lihatlah, darahmu tak berhenti!"Fiorella menatap wajah pias Christian, entahlah. Melihat ekspresi yang ditampilkan oleh Christian justru membuatnya semakin
Siang berganti malam, Fiorella kini sudah berada di dalam mobil milik Christian. Pria itu menatap jalan dari kaca mobilnya sementara asistennya Liam mengendarai mobil itu.Sebenarnya jika dibilang suka, Fiorella kurang suka. Sebab ia masih merasa ragu atas kesungguhan Christian, gadis itu pun ragu mengenai hubungan keduanya. Sebab belum genap satu minggu, tapi Christian sudah berlaku layaknya seorang suami. Dan jujur saja, apabila Christian memang benar-benar serius, mungkin Fiorella akan memikirkannya."Fio?""Ya?" Fiorella menolehkan kepalanya menatap Christian"Kau melamun?""Tidak, aku tak melamun," jawab Fiorella dengan menggelengkan kepalanya."Tapi sedari tadi kau hanya berdiam, ku kira kau tengah memikirkan sesuatu.""Tidak, aku hanya memikirkan masalah kakakku.""Memangnya kenapa.""Aku hanya tak menyangka ia akan menikah.""Ini kehidupan Fio, kau pun pasti akan menikah nanti.""Ya, kau benar.""Baiklah, jangan pikirkan lagi," ujar Christian pelan seraya mengusap puncak kepal
Reoxane menatap Charlotte yang berada di hadapannya saat ini, mereka saat ini berada di resort mewah milik Arthur di Bali, yah Indonesia. Entah mengapa pak Tua itu memberikam hadiah ini untuk Charlotte dan Reoxane katanya sebagai ucapan permintaan maaf atas permintaan konyol Arthur pada Reoxane waktu itu yang berakhir menyakiti kedua insan itu. "Apa yang kau pikirkan?" tanya Reoxane seraya mengusap lengan Charlotte.Charlotte menggelengkan kepalanya pelan dan balik menggenggam tangan Reoxane. "Tak ada Kak Reo, hanya seperti mimpi bisa seperti ini denganmu. Ku rasa aku masih tinggal di hayalan," lirih Charlotte yang langsung menciptakan senyum misterius di bibir Reoxane.Tanpa di duga Reoxane mendaratkan kecupan singkatnya di pipi Charlotte yang membuat Charlotte membelalakan matanya bahkan semburat merah sudah menyebar di kedua pipi gadis itu. "Masihkah merasa mimpi?" tanya Reoxane dibalas anggukan dari Charlotte."Tapi lebih indah," jawabnya kemudian mulai memakan hidangan yang disaj
Two month leter...Reoxane mengusap kepala Charlotte yang bersandar di dadanya, ya mereka tengah menikmati angin malam di tepi pantai Maldives. Sebenarnya ini hanya liburan biasa sebagai hadiah peresmian hubungan mereka. Sebenarnya Reoxane ingin memberitahukan kabar bahagia ini pada Fiorella tapi Charlotte menahannya karena memang keadaan rumah tangga sahabat mereka itu sedang renggang tetapi saat ini Reoxane mengernyitkan dahinya saat membaca pesan dari Christian."Ada apa?" tanya Charlotte penasaran dengan mimik wajah Reoxane yang seketika berubah."Christian mengirimkan pesan, aneh sekali.""Maksudmu?" tanya Charlotte langsung bangun dari baringannya kemudian Reoxane memberikan pesan yang dikirimkan oleh Christian. "Kurasa terjadi sesuatu dengan mereka, haruskah kita ke Seattle sekarang?" tanya Reoxane penuh kekhawatiran bagaimanapun Fiorella adalah anak dari tuannya dan meskipun rasa itu sudah tidak ada lagi tapi keadaan Fiorella masih penting untuk Reoxane."Ya, ayo." Charlotte m
"Kak Reo?" panggil Charlotte dengan suara seraknya, si empu nama pun segera melangkahkan kakinya mendekati Charlotte dan meraih tangan gadis itu lalu menggenggamnya pelan. "Bagaimana kondisimu?" tanya Reoxane dibalas anggukan dari Charlotte."Aku baik Kak, apalagi melihatmu," ucapnya pelan."Aku akan menjagamu.""Terimakasih, tapi jika ini permintaan Fio lebih baik jangan Kak. Aku tak ingin merepotakanmu.""Sama sekali tidak, aku tak kerepotan sama sekali.""Terimakasih."Sejak saat itu keduanya lebih dekat, Reoxane selalu menggenggam tangan Charlotte saat gadis itu melakukan kemoterapi, perlahan perhatian Reoxane meningkat dan untuk meninggalkan Charlotte sendiri rasanya Reoxane tak mampu. Ia akan membawa Charlotte menikmati sunset di pagi hari meskipun gadis itu dengan kursi rodanya seperti saat ini. Reoxane meraih tangan Charlotte dan menyampingkan rambut gadis itu ke sisi kanan dan ia menumpukan dagunya di sisi kiri bahu Charlotte. "Apa kau masih mencintai ku?" tanya Reoxane yang
Charlotte POV Sejak melihatnya entah mengapa duniaku teralihkan, tatapan matanya yang tajam mengalihkan perhatianku pada yang lain, aku ingin ia menatapku penuh cinta seperti saat ia menatap mata sahabatku, Fiorella. Mungkin gila jika dipikirkan dan berharap aku akan tinggal di hatinya yang terlihat sudah memiliki pengisi, aku ingin menyerah dan berhenti mengharapkannya tapi apa daya rasanya duniaku adalah dia, pekerjaanku kadang ku lupakan hanya saat dia berada di dekatku hingga akhirnya sahabatku menikah aku bahagia sangat bahagia karena ia bahagia tapi ternyata itu hanya sementara kebahagiaan Fiorella terhenti saat sebuah fakta terkuak Christian, suami sahabatku itu menikahi Fiorella hanya untuk ajang balas dendam dan yang lebih menyakitkan untukku adalah bagaimana perhatian pria yang ku cintai tertuju pada satu nama dan itu hanya Fiorella.Hatiku menanas seketika tapi aku tak bisa berkata, aku hanya berharap penyakitku akan berhenti dan pergi dari tubuh lemahku yang sudah banyak
Christian dan Fiorella menuruni tangga dengan tangan yang saling menaut, terlihat jelas sekali ketakutan yang tergambar di wajah Christian tapi sekali lagi eratan tangan Fiorella berhasil membuat pria itu melupakan ketakutannya. "Kita jalani dan hadapi ini bersama, right?" bisik Fiorella diangguki oleh Christian.Arthur menatap putra putrinya dengan senyum tipis yang tersungging di bibirnya, hingga Fiorella dan Christian duduk dihadapannya saat ini. "Dad, aku ingin bicara," ucap Christian diangguki oleh Arthur."Katakan apa yang ingin kau katakan Christian, aku mendengarkan," jawab Arthur.Christian menghembuskan napasnya pelan lalu menatap Arthur kembali. "Aku bersedia bertemu dengan Uncle Gustav tapi aku minta tolong Dad.""Katakan apa yang kau butuhkan, son?""Aku butuh pengawalan ketat untukku dan Fiorella, kami hanya takut terjadi sesuatu dan Uncle Gustav justru menyakiti Fiorella maupun Axa," pinta Christian dianguki oleh Arthur. Pria yang sudah berumur itu meraih ponselnya dan
One years leter..."Jadi Christian, apa yang akan kau lakukan sekarang? Semua sudah berlalu setahun yang lalu dan percayalah kami sudah memaafkanmu," ujar Arthur dengan menepuk bahu Christian. Pria itu mengangguk lalu membalas tatapan mata ayah mertuanya, sudah satu tahun semenjak kejadian itu kini Christian terlihat sangat berbeda ia menjadi pria yang hangat dan tak ada lagi kekejaman di matanya, ia melupakan dunia hitamnya dan mengikuti langkah yang diambil oleh Arthur yaitu keluar dari dunia mafia dan berbalik memeluk keluarganya seakan tak pernah terlibat dalam masalah kejahatan dan sebagainya, ia mengangguk lalu tersenyum manis. "Seperti yang kau tau Dad, aku tak akan kembali ke dunia itu lagi, sudah cukup aku dimanfaatkan sedemikian rupa demi keberhasilan orang lain dan justru merugikanku," kata Christian dengan senyum tipisnya membuat Arthur mengangguk penuh bangga."Kau tau, aku selalu berpikir aku salah dengan menjerumuskan Leonardo di dalam kubangan itu tapi putraku itu te
Meeting Room, The Highest TableChristian menatap satu persatu para kepala mafia yang duduk dengan tatapan penuh pertanyaan padanya, mereka bertanya-tanya untuk apa Christian mengumpulkan mereka mendadak."Aku tau, mungkin kalian bingung mengapa aku mengumpulkan kalian lagi disini di ruang pertemuan ini. Selama aku menduduki kursi tertinggi The Highest Table aku menjadi pribadi yang kurang bersyukur dan tak memandang sekitar, aku selalu bekerja tanpa perasaan dan mengandalkan obsesiku. Semua gembong mafia besar sudah aku taklukan dengan kelompokku, Black Eclips. Aku tau mungkin ini cukup mengagetkan jika kalian dengar namun ini benar-benar keputusan terakhirku.""Aku mengambil alih The Highest Table dengan cara yang kurang baik tidak seperti Regnarok ataupun pemimpin sebelumnya. Aku tau, mungkin ini memang bukan milikku oleh karena itu aku akan memberikan kembali pada pemilik aslinya.""Aku Christian Xander memberikan The Highest Table kembali pada Regnarok, Leonardo De Lavega," ucap
Dua minggu sejak Christian sadar dari komanya, kini pria itu menatap malu-malu pada Fiorella entahlah ia hanya merasa seperti seorang gadis yang mabuk cinta, perasaan kurang ajar!"Christian," panggil Arthur pelan dan Christian pun menolehkan kepalanya menatap Arthur.Ya, sejak bayangan sang Mommy yang memintanya berhenti dendam pada pria yang tak lain adalah mertuanya itu, Christian benar-benar melupakan dendamnya meskipun setiap ia melihat manik Baby Axa ia terbayang kembali dengan sang Daddy, Damian. Namun Christian saat ini bisa dengan mudah mengontrol dirinya sendiri. "Ya Dad? Ada masalah?"Arthur melepaskan garpu dan sendok dari tangannya kemudian menyatukan tangannya di atas meja makan ia tatap menantunya dengan penuh kedinginan. "Daddy ingin bicara padamu, bisakan? Ada Leonardo juga tapi aku butuh tempat seperti markas? Kau bisakan memberi kami waktu untuk mengisi Black Eclips sebentar hanya untuk memberi mu sesuatu.""Ya Dad, tentu saja kapanpun Daddy butuhkan." Arthur mengan
2 month later...Fiorella menatap wajah suaminya yang sudah dua bulan ini tak membuka kelopak mata, wanita itu mencium telapak tangan Christian yang besar dan lumayan dingin, pria itu seakan sangat nyaman dalan tidurnya. Decit pintu berhasil membuat Fiorella menolehkan kepalanya dan menemukan Tabitha tengah menggendong Axa. "Sepertinya Axa haus, kau susui dulu.""Ya, baiklah." Fiorella menerima bayinya dengan hati-hati lalu kembali menatap Tabitha dengan sendu."Bersabarlah, Mommy yakin ia akan segera sadar.""Ya, semoga.""Mommy keluar dulu.""Terimakasih sudah menjaga Axa Mom.""Ya, sama-sama." Tabitha melangkahkan kakinya keluar dari ruangan Christian kemudian berjalan menuju Arthur yang masih duduk dengan pandangan kosongnya.Kembali ke dalam ruangan Christian, Fiorella mulai menyusui Axalion sementara tangan kanannya ia gunakan untuk menggenggam tangan Christian. "Cepat sadar Tian, aku merindukanmu," lirihnya dengan suara lembut seraya menatap sekilas pada wajah pucat Christian.