Christian menatap para kru yang terlihat kacau, beberapa dari staf pembantu berlarian ke sana kemari. Pria itu langsung berjalan cepat menuju Liam yang tengah mengarahkan beberapa model untuk memasuki tenda.
"Liam," panggil Christian yang langsung membuat Liam membalikkan tubuhnya.
"Tuan?"
"Ada apa?" tanya Christian tanpa basa-basi. "Maaf tuan, ada kecelakaan kecil"
"Apa?"
"Nona Fio, ia terluka."
"Apa?!"
"Ia menginjak kerang yang tajam, Tuan. Dan darahnya lumayan banyak."
Tanpa menjawab ucapan Liam, Christian langsung bergegas menuju kerumunan orang yang ada di tepi pantai. Pria itu langsung menerobos kerumunan orang itu dan menatap Fiorella yang tengah meringis kesakitan. Christian langsung menjongkokkan tubuhnya menatap Fiorella dari bawah. "Bagaimana bisa terjadi?"
"Sst, tak apa. Aku baik," jawab Fiorella pelan.
"Baik katamu? Lihatlah, darahmu tak berhenti!"
Fiorella menatap wajah pias Christian, entahlah. Melihat ekspresi yang ditampilkan oleh Christian justru membuatnya semakin tenang. "Aku tak apa, Tian," ucapan Fiorella disertai dengan panggilan itu, membuat Christian memberhentikan kegiatannya sejenak, ia menatap Fiorella dengan tatapan tajamnya.
Tanpa kata Christian langsung membuka jasnya cepat, ia lalu membuka kaos putih yang melekat di tubuhnya serta menyobeknya kasar. Christian langsung membelitkan kaos itu di kaki Fiorella yang terluka, ia sedikit menekannya hingga membuat Fiorella meringis menahan sakit.
Semua orang di sana hanya mematung, mereka cukup terkejut dengan perlakuan Christian yang tanpa pikir panjang menyobek kaosnya sendiri hanya untuk model baru seperti Fiorella "Bagaimana?"
"Masih perih." Fiorella ikut menatap kakinya yang sudah dibalut kaos Christian. Pria itu langsung membawa tubuh Fiorella dalam gendongannya. Ia membawa tubuh mungil gadis itu keluar dari kerumunan orang. Liam mengikuti langkah kaki Tuannya.
Christian memasukkan tubuh Fiorella ke dalam mobil Merchandise putih yang terparkir apik di area pantai. Mobil itu bergerak menjauhi pantai dan mengarah ke rumah sakit terdekat. Setelah sampai di rumah sakit, Fiorella masih tetap digendong oleh Christian, sedangkan Liam berusaha menekan luka Fiorella pelan.
Christian membaringkan tubuh Fiorella ke atas brangkar, tak lama dokter datang. Dokter memeriksa Fiorella dengan telaten, ia pun membersihkan luka di kaki Fiorella. Sementara Christian dan Liam berdiri di samping brangkar. "Tuan?" Christian menengokkan kepalanya ke arah Liam, asistennya itu memberikan turtleneck biru laut padanya.
"Pakailah, Tuan," ucap Liam pelan.
Christian yang memang hanya bertelanjang dada pun langsung meraih turtleneck yang diberikan Liam. Ia memakainya kilat dan kembali memandang wajah Fiorella yang terlihat sekali menahan sakit. "Bagaimana?" tanya Christian cepat setelah dokter selesai memeriksa Fiorella.
"Dia baik, untung saja anda cepat membawanya kemari. Mungkin jika anda terlambat tadi, bisa saja pasien kekurangan darah," jelas sang dokter seraya memandang Fiorella.
"Baiklah." Dokter itu keluar menyisakan Fiorella, Christian dan Liam yang masih terus bungkam. "Terimakasih, Boss."
"Jangan pikirkan."
Christian menarik kursi dan langsung ia duduki. Pria itu mengusap kepala Fiorella lembut, ia lalu membelai sisi pipi kanan Fiorella. "Sekarang bagaimana?" Tanya Christian penuh perhatian.
"Aku lebih baik, dan itu karena mu."
"Ya, tak masalah."
"Aku, aku benar-benar berterimakasih padamu, Boss."
"Jangan pernah berterimakasih lagi, itu sudah kewajiban ku untuk menjagamu."
"Apa? Em, Maksudmu?" Christian menatap Liam sekilas, ia lalu memberi isyarat agar asistennya itu keluar dari ruangan. Liam menuruti isyarat dari bossnya, pria asia itu langsung keluar dari dalam ruangan.
"Kau tau, melihatmu seperti itu membuatku rasanya sangat sesak. Aku takut, aku takut melihatmu seperti itu," ujar Christian serius.
"Boss_"
"Tolong panggil aku dengan nama, Fio."
"Tapi, kau bossku."
"Fio."
"Baiklah, baiklah. Tian."
"Astaga, jantungku," ucap Christian dengan menekan dada bidangnya. Fiorella terkekeh geli, ia merona sekarang. Christian meraih tangan kanan Fiorella dan ia langsung membawanya ke arah dada kanannya.
"Tolong panggil lagi," pinta Christian dengan tatapan permohonannya.
"Tian."
"Sekali lagi."
"Astaga, Tian." Jantung Christian yang berdegub kencang mampu membuat kedua bola mata Fiorella serasa akan keluar dari sarangnya. "K-kau?"
"Aku gugup di sampingmu Fio, apalagi saat mendengar namaku disebut di bibir mu," jawab Christian dengan suara rendahnya.
"Astaga, apa kau berusaha menggodaku?"
"Salah?" Fiorella kembali terkekeh, ia menggelengkan kepalanya pelan. "Tian."
"Iya?"
"Aku ingin izin padamu."
"Izin?"
"Besok, kakakku akan menikah. Aku ingin ke sana malam ini. Apa aku diperbolehkan mengambil cuti? Tak lama, mungkin dua sampai tiga hari."
"Kakak mu? Leonardo?"
"Ya, ia akan menikah."
"Hm, baiklah kau bisa mengambil cutimu."
"Terimakasih."
"Apa kau butuh teman ke sana? Em. maksudku, aku_"
"Aku akan datang dengan temanku."
"Siapa?"
"Reoxane, dia sahabatku. Tapi lebih tepatnya sudah kuanggap sebagai kakak ku."
"Oh, baiklah."
"Maaf."
"Apa kau akan pergi dengan pesawat biasa."
"Ya."
"Kenapa Daddy mu_"
"Tidak menjemputku?"
"Ya."
"Karena aku yang menolak."
"Baiklah, kau rupanya berusaha mandiri?"
"Ya, maka dari itu."
"Baiklah, persiapkan dirimu." Fiorella mengangguk paham, tak lama Christian menatap kaki Fiorella tajam. "Kakimu baru saja terluka, bagaimana kau akan ke sana?"
"Em, aku mungkin akan meminta pertolongan pada Charlotte untuk mengantarkan ku ke bandara."
"Biar aku yang mengantarmu."
"Tidak Tian, aku bisa sendiri."
"Bisa sendiri? Kau bahkan tak bisa berdiri dengan kedua kakimu sendiri." Fiorella menatap wajah keras Christian, sedangkan Christian hanya menatap dingin ke arah Fiorella.
"Kau tau, selama aku hidup. Aku tak pernah merasakan selemah ini dihadapan seorang wanita, tapi entah mengapa dihadapanmu, aku lemah," ujar Christian dengan menundukkan kepalanya.
"Tian, aku ... Maksudku, apa kau tak ada seseorang di dalam hidupmu. Karena ya, kau seakan mendekatiku dengan cepat, apa kau memiliki wanita lain?"
"Tentu saja tidak, dengar Fio. Walaupun kenyataannya hidupku memang dikelilingi wanita, tapi tak ada satupun diantara mereka yang bisa mencuri perhatianku."
"Tian, apa kau berusaha merayuku lagi?"
"Ya, jika memang artinya begitu."
"Tian, kau tau siapa aku. Maksudku, aku adalah_"
"Putri Arthur De Lavega?"
"Ya, kau tau kan keluargaku begitu posesif. Mereka bisa saja mengintrogasi mu nanti jika kau tetap dengan pendirianmu."
"Aku siap. Aku siap jika aku memang harus bertemu mereka. Kalau kau mau aku bisa meminta restu pada kedua orang tuamu saat ini juga."
"Jangan gila, mereka pasti akan mengujimu."
"Dan aku tak perduli. Dengar Fio, cincin itu adalah tanda bahwa aku sudah mengklaim mu sebagai milikku."
"Bagaimana bisa seperti itu?" tanya Fiorella dengan mengernyitkan dahinya.
"Tentu saja bisa, asal kau tau. Aku ini memiliki sifat arogan, dan aku selalu mendapatkan apa yang aku inginkan termasuk dirimu. Tapi kau tak perlu takut, aku tak akan memaksamu."
"Tapi dari kata-kata mu tadi, entah mengapa justru mengandung arti pemaksaan untukku."
"Jangan takut Fio, aku berjanji aku akan membuatmu mencintaiku, percayalah."
Fiorella hanya diam, ia menyelami manik Christian. Ada sebuah kesungguhan di sana, dan entah mengapa Fiorella justru yakin pada pria yang baru dua hari yang lalu ia kenali. "Fio!" teriak seorang wanita diambang pintu. Fiorella lantas melarikan pandangannya pada gadis dengan setelan jas kedokteran yang diam di pintu. "Charlotte, kau disini?"
"Ya, tentu saja aku disini. Aku bekerja disini. Dan kau, kau terluka?" ucap Charlotte dengan menjalankan kakinya mendekati brangkar Fiorella.
"Ya, kakiku sedikit sakit. Tapi sudah lebih baik."
"Astaga bagaimana bisa seperti ini?"
"Biasa, aku suka ceroboh." Charlotte menatap sosok pria yang duduk tepat di samping kanan brangkar Fiorella. "Fio dia ..."
"Ah iya, Charlotte kenalkan dia Christian bossku." Charlotte tersenyum seraya mengulurkan tangannya dibalas ramah oleh pria itu.
"Christian Xander."
"Charlotte Collins."
"Nice to meet you Ms. Collins."
"Nice to meet you again, Mr. Xander."
Charlotte melepaskan uluran tangannya, ia menatap Christian dan Fiorella saling berganti. "Apa aku mengganggu?" tanya Charlotte dengan ringisan kecilnya.
"Tidak, kami hanya berbincang," jawab Fiorella cepat.
"Terimakasih sudah mengantarkan sahabatku, Mr. Xander."
"Jangan pikirkan, dia adalah salah satu modelku, jadi aku turut mengurusi hal ini."
"Ya, sekali lagi terimakasih."
Christian mengangguk, pria itu pun mendirikan tubuhnya menyilahkan Charlotte untuk duduk dikursi samping brangkar. "Bagaimana keadaanmu?" tanya Charlotte dengan mengusap lengan atas Fiorella.
"Baik, aku sudah sangat baik."
"Kakimu luka, apa kau tetap akan datang ke pernikahan kakak mu?"
"Pasti, dan itu wajib. Aku akan datang walaupun aku tak menyukai mempelai wanitanya."
"Jangan berkata seperti itu, Fio. Bagaimanapun ia akan menjadi kakakmu juga."
"Menjengkelkan!"
"Sudahlah."
Fiorella berusaha duduk dibantu oleh Christian dan Charlotte. "Apa kau akan ikut?" tanya Fiorella pelan. Charlotte menggeleng pelan. "Maafkan aku, tapi besok ada rapat dokter penting dari seluruh rumah sakit di Seattle."
"Kau harus datang?"
"Ya, aku harus datang. Ini acara tahunan, dan Daddy ku juga ada di sana."
"Jika Uncle Ryan di sana, lalu yang menghadiri pernikahan kakak?"
"Mommy, itu juga mungkin saat resepsi saja."
"Huft, baiklah."
"Aku yang akan mengantarmu sampai New York," ucap Christian tiba-tiba.
"Tidak, aku tak ingin kedua orang tuaku mencurigaimu."
"Memangnya kenapa? Aku tak ada salah dengan mereka. Aku tak perlu takut."
"Aku perlu waktu Tian."
"Baiklah, aku hanya akan mengantarmu sampai New York. Aku mungkin akan menginap disalah satu hotel dan kembali bersamamu ke Seattle setelah kau selesai dengan acara kakakmu."
"Tian, itu tak perlu."
"Perlu, karena kau adalah gadisku."
"APA?!" Sontak saja Charlotte teriak dengan membolakan matanya. Ia menatap Christian dan Fiorella bergantian. "Kalian, kalian sudah_"
"Tidak!" sela Fiorella cepat.
"Astaga, untung saja."
Hampir saja Charlotte jantungan mendengar kabar ini, ia bukannya tak suka apabila Christian dan Fiorella menjalin hubungan. Hanya saja ia sudah diwanti-wanti oleh Arthur untuk menjaga putri De Lavega itu dengan baik. Sedangkan Charlotte baru bertemu Christian hari ini. Ia belum memastikan Christian baik atau tidak untuk Fiorella, sahabatnya. "Kenapa?"
"Ah, tidak apa-apa Fio. Aku hanya terkejut saja tadi," jawab Charlotte dengan senyum manisnnya.
"Kau yakin?" tanya Christian pelan.
"Ya, aku yakin."
Charlotte menekan earphone yang terpasang di telinganya. "Baiklah, aku ke sana." Charlotte menatap Fiorella. "Maaf, aku tak bisa pulang bersamamu. Ada kecelakaan tadi, dan aku harus memeriksa korbannya. Kau akan diantarkan oleh supirku saja."
"Tidak, aku yang akan mengantarkannya."
"Tapi, Mr. Xander?"
"Tak apa, Dokter. Kau bisa lanjutkan pekerjaanmu."
"Em, baiklah."
Charlotte berdiri dan menatap Fiorella. "Hati-hati dijalan, dan sampaikan salamku untuk kakakmu," ucap Charlotte dengan mencium kepala Fiorella. Setelah kepergian Charlotte, dokter yang tadi memeriksa Fiorella kembali dengan membawa obat yang diperlukan oleh Fiorella.
"Nona, ini obatmu. Dan kau bisa pulang saat ini."
"Terimakasih dokter."
Dokter itu mengangguk, Fiorella menatap Christian yang nampak tengah berbicara di earphone yang terpasang di telinganya. Tak lama setelah Christian selesai bicara pintu terbuka menampilkan Liam yang datang dengan membawa kursi roda. "Pesananmu, Tuan," ujar Liam setelah menyerahkan kursi roda itu pada Christian.
"Baiklah, siapkan mobil Liam."
"Baik tuan." Liam pergi dan Christian pun menjalankan kakinya mendekati brangkar Fiorella. "Kau siap pulang?" Fiorella mengangguk, dan dalam hitungan detik tubuhnya sudah terangkat di dalam gendongan Christian. Pria itu membawanya serta mendudukkan tubuhnya di kursi roda yang tadi di bawa Liam.
Christian mendorong kursi roda Fiorella menuju lobby rumah sakit, dan saat tepat berada di samping mobilnya pria itu langsung membawa tubuh Fiorella lagi memasuki mobilnya. Sedangkan di dalam mobil Liam sudah siap di kursi kemudi. "Jalan!"
Setelah perintah Christian, mobil itu perlahan bergerak menjauhi rumah sakit. "Malam ini kau akan segera ke New York."
"Baiklah."
"Aku akan menjemputmu malam ini, bersiaplah."
"Em, terimakasih boss."
"Tian, Fio. Hanya Tian, tak ada lagi boss yang keluar dari bibirmu."
"Em, baiklah, Tian."
Mobil mulai menepi ke area apartemen milik Charlotte, pria itu kembali menggendong Fiorella hingga tepat di depan pintu apartemen. Fiorella menekan kodenya setelah itu pintu terbuka. Fiorella masih tetap di dalam gendongan Christian kala pria itu menjalankan kakinya memasuki apartemen. "Dimana kamarmu?"
"Apa?"
"Kamarmu, Fio," ucap Christian dengan menundukkan penglihatannya hingga kini mereka bersitatap. Fiorella langsung menunjukkan kamarnya ia menatap wajah Christian yang mengangguk paham.
Pria itu lantas menjalankan kakinya memasuki kamar yang Fiorella tunjukkan. Pria itu merebahkan tubuh mungil Fiorella di atas ranjang. "Kau sudah makan?" Tanya Christian setelah menurunkan tubuh Fiorella.
"Belum."
"Tunggu disini."
Christian tanpa mendapat jawaban segera bergegas keluar dari kamar. Pria itu berjalan memasuki pantry, ia mulai berkutat dengan berbagai bahan masakan. Hingga kemudian pria itu kembali dengan membawa Ratatouille dengan sebotol wine.
"Maaf, aku hanya bisa memasak ini. Maafkan aku jika makanannya kurang enak," ujar Christian seraya duduk tepat di tepi ranjang.
Fiorella mendudukkan tubuhnya ia menatap Christian. "Bagaimana aku tak jatuh pada pesonamu, kau saja bersikap seperti ini terhadapku."
"Karena memang itu tujuanku."
"Kau_"
"Sudah, makanlah dulu."
Fiorella mengangguk, namun saat ia ingin meraih piring yang ada di tangan Christian, pria itu menahannya. "Diam, biar aku yang menyuapimu."
"Ha? Apa?"
"Buka mulutmu." Fiorella menuruti saja perintah Christian, pria itu pun mulai menyuapi Fiorella dengan perlahan.
"Minum?" Fiorella memgangguk, dan Christian pun meraih sebotol wine, ia buka dengan mulutnya, lalu ia tuangkan isinya kedalam gelas kemudian ia serahkan pada Fiorella. Fiorella menerimanya, ia pun meminumnya. "Terimakasih."
"Untuk?" tanya Christian dengan mengangkat satu alisnya.
"Hari ini."
"Jangan pikirkan." Fiorella tersenyum manis. Jika memang pria ini dikirim Tuhan untuknya maka Fiorella hanya meminta satu hal.
'Semoga Christian adalah pria yang baiknya seperti Daddy nya, Arthur. Yang perhatiannya sama seperti Leonardo, dan yang ceria seperti Reoxane. Intinya Fiorella hanya ingin pria ini menjadi pangeran berkuda putih seperti yang selalu diceritakan Mommy nya setiap hendak tidur.
♣♣♣
Siang berganti malam, Fiorella kini sudah berada di dalam mobil milik Christian. Pria itu menatap jalan dari kaca mobilnya sementara asistennya Liam mengendarai mobil itu.Sebenarnya jika dibilang suka, Fiorella kurang suka. Sebab ia masih merasa ragu atas kesungguhan Christian, gadis itu pun ragu mengenai hubungan keduanya. Sebab belum genap satu minggu, tapi Christian sudah berlaku layaknya seorang suami. Dan jujur saja, apabila Christian memang benar-benar serius, mungkin Fiorella akan memikirkannya."Fio?""Ya?" Fiorella menolehkan kepalanya menatap Christian"Kau melamun?""Tidak, aku tak melamun," jawab Fiorella dengan menggelengkan kepalanya."Tapi sedari tadi kau hanya berdiam, ku kira kau tengah memikirkan sesuatu.""Tidak, aku hanya memikirkan masalah kakakku.""Memangnya kenapa.""Aku hanya tak menyangka ia akan menikah.""Ini kehidupan Fio, kau pun pasti akan menikah nanti.""Ya, kau benar.""Baiklah, jangan pikirkan lagi," ujar Christian pelan seraya mengusap puncak kepal
"Kurang ajar! Mati kau nenek sihir!!" Fiorella bergegas keluar dari mansion bahkan ia tak memperdulikan dress yang dipakainya kotor karena terseret tanah."Aku akan merusak penampilanmu, lihat saja kau Medusa!" Fiorella memasuki mobil milik Leonardo ia mengendarai mobil itu dengan kecepatan di atas rata-rata. Ia menuju mansion keluarga Carrington. Sesampainya di sana, ia langsung turun bahkan ia cukup kesusahan karena gaunnya, ia lantas meraih gunting yang tersimpan di dalam dashboard mobil dan menggunting bagian bawah dressnya sampai di bawah lutut. "HABIS KAU!"Dengan cepat Fiorella keluar dari mobilnya, ia tanpa mempedulikan penampilannya yang berantakan memasuki mansion itu tanpa permisi. "MEDUSA KELUAR KAU SIALAN!!""MEDUSA!!!" Tak lama beberapa orang berpakaian serba hitam mencegat langkah lebar Fiorella."Jangan halangi aku! Aku putri De Lavega! Jika kau berani melawanku kau akan berakhir di pinggir jalan!!" ancam Fiorella yang berhasil membuat orang itu membuka jalan untukny
Arthur dan Tabitha membelalak kala melihat sosok gadis yang tengah berada di dalam gendongan Alexander. Arthur langsung mendirikan tubuhnya dan berjalan cepat ke arah anak buahnya itu. "Ada apa Alex? Kenapa Fio sampai seperti ini?" tanya Arthur seraya memindahkan tubuh putrinya ke dalam gendongannya."Uncle Alex tak tau apapun Dad, biar aku yang ceritakan.""Baiklah, kembali bekerja Alex." Alexander menganggukkan kepalanya, pria itu lantas keluar dari mansion sementara Arthur berjalan ke arah sofa dan merebahkan tubuh putrinya di sana. Tabitha menghampiri ayah dan anak itu, ia mendudukkan tubuhnya di samping Fiorella. Matanya menelisik bak laser memperhatikan setiap jengkal tubuh putrinya hingga matanya terkunci pada kaki Fiorella yang dibalut perban. "Astaga, apa yang terjadi? Mengapa kakimu diperban? Kau terluka?" Pertanyaan beruntun keluar dari bibir Tabitha, wanita itu mengusap dahi putrinya lembut."Jawab Fio," tekan Arthur yang tak tahan dengan diamnya Fiorella."Aku mendapat
Two weeks later...Fiorella menatap boneka yang diberikan oleh Christian, gadis itu tersenyum manis mengingat saat Christian memberikan boneka itu. Walaupun sudah dua minggu ia mendapatkan hadiah itu, namun rasanya ia terus berbunga-bunga saat melihat boneka itu.Tak lama ponsel gadis itu berdering, ia langsung meraih dan menggeser ikon hijau kala nama Mommy nya tertera di layar ponsel. "Ya Mom? Ada apa menghubungiku?""Hai Sweetie, apa kabarmu?""Aku baik Mom, selalu. Bagaimana kabar Daddy dan Mommy?""Mommy baik, begitupun dengan Daddy mu.""Kakak? Apa dia masih memikirkan si medusa itu?""Bahkan lebih dari melupakan.""Maksudmu Mom?""Ia bahkan akan menikah besok pagi.""APA?!""Hentikan teriakanmu! Kau membuat telinga Mommy sakit.""Em, maaf Mom.""Jadi kau pulanglah kemari. Mommy yakin kali ini ia tak akan batal menikah.""Kenapa Mommy sangat yakin?""Yah, karena kakak mu yang bre*gsek itu berhasil menumbuhkan nyawa di rahim wanita polos itu.""DOUBLE SHIT!!! KAKAK GILA!""Jangan
Fiorella menatap layar ponselnya yang sedari tiga detik yang lalu menyala. Gadis itu lantas meraih dan memeriksa ponselnya, terdapat dua pesan dari satu orang yang sama, dan tentu saja itu dari bossnya, Christian. "Aku tak berniat mengganggu acara keluargamu, tapi maaf kau harus pulang sekarang Fio. Salah satu owner dari brand yang akan kau peragakan meminta untuk bertemu langsung denganmu. Aku sudah berusaha berbicara perlahan tentang keadaanmu tapi ia tak mengerti.""Hubungi aku jika kau sudah membaca pesanku." Fiorella langsung menghubungi Christian seperti yang pria itu katakan. "Tian?""Ya, Fio. Maafkan aku_""Tak apa, aku mengerti. Ini memang salahku jadwal ini sudah ditentukan lama dan aku memutusnya sepihak. Wajar jika mereka marah.""Aku sudah berusaha semampuku_""Tak apa Tian, aku akan pulang sekarang. Bisa kau bujuk mereka?""Ya, aku akan berbicara lagi dengan mereka.""Baiklah, aku tutup.""Ya, happy nice day.""Thank you." Fiorella menutup sambungan teleponnya, ia langsu
Fiorella berpose dengan berbagai gaya di depan lensa kamera. Gadis itu tersenyum manis di tengah sesi pemotretan yang sedang ia lakukan. Saat waktu istirahat tiba seorang pria datang dengan membawa sebotol air mineral untuk Fiorella. "Terimakasih Tian.""Ya, sama-sama. Lunch together?""Of course yes." Christian menanggapi Fiorella dengan senyum manisnya, kedua orang itu keluar dari ruang photoshoot dan berjalan beriringan memasuki area pantry."So, bagaimana kabar kakakmu?" tanya Christian dengan meminum kopinya."Aku mendapat kabar dari dua minggu yang lalu, mereka terlihat bahagia. Tak ada masalah," jawab Fiorella dengan memasukkan pasta ke mulutnya."Syukurlah.""Ya, syukurlah." Christian menatap Fiorella lekat, pria itu perlahan mengulurkan tangannya guna menggapai tangan Fiorella. Ia menggenggam erat telapak tangan Fiorella yang tiba-tiba mendingin."Kau gugup?" Christian semakin mengeratkan genggaman tangannya seraya menatap kedua manik Fiorella."A-aku hanya, tidak aku baik."
Fiorella keluar dari kamarnya dan berhenti tepat di kamar Leonardo dan ia melihat kakaknya yang tengah berbicara dengan Reoxane. Tak sengaja ia mendengar pembicaraan kakaknya dan ia mengerutkan keningnya bingung dengan kekeras kepalaan kakanya. "Apa yang dikatakan oleh Reoxane benar, Kak," ucap suara dari ambang pintu. Gadis itu berjalan mendekati Leonardo dan mengelus pelan lengan pria itu."Datanglah ke pernikahan itu, Daddy bilang ia sudah memaafkanmu. Ia bilang kita harus melupakan kakak ipar.""Apa maksudmu?""Daddy bilang, sampai saat ini seluruh anak buah Daddy juga belum menemukan keberadaan kak Florence," cicit Fiorella."Jadi selama ini Daddy juga mencarinya?""Ya, terutama Mommy yang terpukul karena kepergian Kak Florence.""Astaga, ku kira Daddy yang menyembunyikan Florence," lirih Leonardo menangkup wajahnya."Daddy tak tau apa-apa kak, yang jelas teman Kak Florence juga menghilang." Leonardo membuang kasar napasnya dan berdiri dari duduknya. "Dimana pernikahannya?""Di R
Fiorella berjalan dengan mengapit lengan Christian. Sebenarnya mereka ikut menyaksikan Leonardo saat pria itu mengucap janji suci di ujung altar, namun mereka ingin membuat kejutan untuk pria itu."Kau lapar?" tanya Christian seraya membelai pelipis Fiorella lembut. "Aku belum lapar.""Kau ingin kita ke sana?""Ya." Fiorella menatap Charlotte sekilas, ia mengangkat satu alisnya. "Charlotte kau mau ke sana?""Tidak, aku disini saja.""Kau yakin?""Ya, aku akan mengambil makanan saat aku lapar nanti.""Baiklah, aku dan Christian pergi dulu.""Ya, hati-hati." Fiorella tersenyum manis, sedangkan Christian mendekati Liam. "Pastikan semuanya berjalan dengan lancar, jangan ada satupun diantara mereka yang mengenali kita. Aku tak ingin ini kacau, dan ya. Kau di sini saja, temani Charlotte. Akan mencurigakan jika kita terus bersama.""Baik tuan." Liam mengangguk patuh dengan ucapan Christian. Christian dan Fiorella berjalan beriringan mendekati keluarga De Lavega yang berkumpul tepat di tenga
Reoxane menatap Charlotte yang berada di hadapannya saat ini, mereka saat ini berada di resort mewah milik Arthur di Bali, yah Indonesia. Entah mengapa pak Tua itu memberikam hadiah ini untuk Charlotte dan Reoxane katanya sebagai ucapan permintaan maaf atas permintaan konyol Arthur pada Reoxane waktu itu yang berakhir menyakiti kedua insan itu. "Apa yang kau pikirkan?" tanya Reoxane seraya mengusap lengan Charlotte.Charlotte menggelengkan kepalanya pelan dan balik menggenggam tangan Reoxane. "Tak ada Kak Reo, hanya seperti mimpi bisa seperti ini denganmu. Ku rasa aku masih tinggal di hayalan," lirih Charlotte yang langsung menciptakan senyum misterius di bibir Reoxane.Tanpa di duga Reoxane mendaratkan kecupan singkatnya di pipi Charlotte yang membuat Charlotte membelalakan matanya bahkan semburat merah sudah menyebar di kedua pipi gadis itu. "Masihkah merasa mimpi?" tanya Reoxane dibalas anggukan dari Charlotte."Tapi lebih indah," jawabnya kemudian mulai memakan hidangan yang disaj
Two month leter...Reoxane mengusap kepala Charlotte yang bersandar di dadanya, ya mereka tengah menikmati angin malam di tepi pantai Maldives. Sebenarnya ini hanya liburan biasa sebagai hadiah peresmian hubungan mereka. Sebenarnya Reoxane ingin memberitahukan kabar bahagia ini pada Fiorella tapi Charlotte menahannya karena memang keadaan rumah tangga sahabat mereka itu sedang renggang tetapi saat ini Reoxane mengernyitkan dahinya saat membaca pesan dari Christian."Ada apa?" tanya Charlotte penasaran dengan mimik wajah Reoxane yang seketika berubah."Christian mengirimkan pesan, aneh sekali.""Maksudmu?" tanya Charlotte langsung bangun dari baringannya kemudian Reoxane memberikan pesan yang dikirimkan oleh Christian. "Kurasa terjadi sesuatu dengan mereka, haruskah kita ke Seattle sekarang?" tanya Reoxane penuh kekhawatiran bagaimanapun Fiorella adalah anak dari tuannya dan meskipun rasa itu sudah tidak ada lagi tapi keadaan Fiorella masih penting untuk Reoxane."Ya, ayo." Charlotte m
"Kak Reo?" panggil Charlotte dengan suara seraknya, si empu nama pun segera melangkahkan kakinya mendekati Charlotte dan meraih tangan gadis itu lalu menggenggamnya pelan. "Bagaimana kondisimu?" tanya Reoxane dibalas anggukan dari Charlotte."Aku baik Kak, apalagi melihatmu," ucapnya pelan."Aku akan menjagamu.""Terimakasih, tapi jika ini permintaan Fio lebih baik jangan Kak. Aku tak ingin merepotakanmu.""Sama sekali tidak, aku tak kerepotan sama sekali.""Terimakasih."Sejak saat itu keduanya lebih dekat, Reoxane selalu menggenggam tangan Charlotte saat gadis itu melakukan kemoterapi, perlahan perhatian Reoxane meningkat dan untuk meninggalkan Charlotte sendiri rasanya Reoxane tak mampu. Ia akan membawa Charlotte menikmati sunset di pagi hari meskipun gadis itu dengan kursi rodanya seperti saat ini. Reoxane meraih tangan Charlotte dan menyampingkan rambut gadis itu ke sisi kanan dan ia menumpukan dagunya di sisi kiri bahu Charlotte. "Apa kau masih mencintai ku?" tanya Reoxane yang
Charlotte POV Sejak melihatnya entah mengapa duniaku teralihkan, tatapan matanya yang tajam mengalihkan perhatianku pada yang lain, aku ingin ia menatapku penuh cinta seperti saat ia menatap mata sahabatku, Fiorella. Mungkin gila jika dipikirkan dan berharap aku akan tinggal di hatinya yang terlihat sudah memiliki pengisi, aku ingin menyerah dan berhenti mengharapkannya tapi apa daya rasanya duniaku adalah dia, pekerjaanku kadang ku lupakan hanya saat dia berada di dekatku hingga akhirnya sahabatku menikah aku bahagia sangat bahagia karena ia bahagia tapi ternyata itu hanya sementara kebahagiaan Fiorella terhenti saat sebuah fakta terkuak Christian, suami sahabatku itu menikahi Fiorella hanya untuk ajang balas dendam dan yang lebih menyakitkan untukku adalah bagaimana perhatian pria yang ku cintai tertuju pada satu nama dan itu hanya Fiorella.Hatiku menanas seketika tapi aku tak bisa berkata, aku hanya berharap penyakitku akan berhenti dan pergi dari tubuh lemahku yang sudah banyak
Christian dan Fiorella menuruni tangga dengan tangan yang saling menaut, terlihat jelas sekali ketakutan yang tergambar di wajah Christian tapi sekali lagi eratan tangan Fiorella berhasil membuat pria itu melupakan ketakutannya. "Kita jalani dan hadapi ini bersama, right?" bisik Fiorella diangguki oleh Christian.Arthur menatap putra putrinya dengan senyum tipis yang tersungging di bibirnya, hingga Fiorella dan Christian duduk dihadapannya saat ini. "Dad, aku ingin bicara," ucap Christian diangguki oleh Arthur."Katakan apa yang ingin kau katakan Christian, aku mendengarkan," jawab Arthur.Christian menghembuskan napasnya pelan lalu menatap Arthur kembali. "Aku bersedia bertemu dengan Uncle Gustav tapi aku minta tolong Dad.""Katakan apa yang kau butuhkan, son?""Aku butuh pengawalan ketat untukku dan Fiorella, kami hanya takut terjadi sesuatu dan Uncle Gustav justru menyakiti Fiorella maupun Axa," pinta Christian dianguki oleh Arthur. Pria yang sudah berumur itu meraih ponselnya dan
One years leter..."Jadi Christian, apa yang akan kau lakukan sekarang? Semua sudah berlalu setahun yang lalu dan percayalah kami sudah memaafkanmu," ujar Arthur dengan menepuk bahu Christian. Pria itu mengangguk lalu membalas tatapan mata ayah mertuanya, sudah satu tahun semenjak kejadian itu kini Christian terlihat sangat berbeda ia menjadi pria yang hangat dan tak ada lagi kekejaman di matanya, ia melupakan dunia hitamnya dan mengikuti langkah yang diambil oleh Arthur yaitu keluar dari dunia mafia dan berbalik memeluk keluarganya seakan tak pernah terlibat dalam masalah kejahatan dan sebagainya, ia mengangguk lalu tersenyum manis. "Seperti yang kau tau Dad, aku tak akan kembali ke dunia itu lagi, sudah cukup aku dimanfaatkan sedemikian rupa demi keberhasilan orang lain dan justru merugikanku," kata Christian dengan senyum tipisnya membuat Arthur mengangguk penuh bangga."Kau tau, aku selalu berpikir aku salah dengan menjerumuskan Leonardo di dalam kubangan itu tapi putraku itu te
Meeting Room, The Highest TableChristian menatap satu persatu para kepala mafia yang duduk dengan tatapan penuh pertanyaan padanya, mereka bertanya-tanya untuk apa Christian mengumpulkan mereka mendadak."Aku tau, mungkin kalian bingung mengapa aku mengumpulkan kalian lagi disini di ruang pertemuan ini. Selama aku menduduki kursi tertinggi The Highest Table aku menjadi pribadi yang kurang bersyukur dan tak memandang sekitar, aku selalu bekerja tanpa perasaan dan mengandalkan obsesiku. Semua gembong mafia besar sudah aku taklukan dengan kelompokku, Black Eclips. Aku tau mungkin ini cukup mengagetkan jika kalian dengar namun ini benar-benar keputusan terakhirku.""Aku mengambil alih The Highest Table dengan cara yang kurang baik tidak seperti Regnarok ataupun pemimpin sebelumnya. Aku tau, mungkin ini memang bukan milikku oleh karena itu aku akan memberikan kembali pada pemilik aslinya.""Aku Christian Xander memberikan The Highest Table kembali pada Regnarok, Leonardo De Lavega," ucap
Dua minggu sejak Christian sadar dari komanya, kini pria itu menatap malu-malu pada Fiorella entahlah ia hanya merasa seperti seorang gadis yang mabuk cinta, perasaan kurang ajar!"Christian," panggil Arthur pelan dan Christian pun menolehkan kepalanya menatap Arthur.Ya, sejak bayangan sang Mommy yang memintanya berhenti dendam pada pria yang tak lain adalah mertuanya itu, Christian benar-benar melupakan dendamnya meskipun setiap ia melihat manik Baby Axa ia terbayang kembali dengan sang Daddy, Damian. Namun Christian saat ini bisa dengan mudah mengontrol dirinya sendiri. "Ya Dad? Ada masalah?"Arthur melepaskan garpu dan sendok dari tangannya kemudian menyatukan tangannya di atas meja makan ia tatap menantunya dengan penuh kedinginan. "Daddy ingin bicara padamu, bisakan? Ada Leonardo juga tapi aku butuh tempat seperti markas? Kau bisakan memberi kami waktu untuk mengisi Black Eclips sebentar hanya untuk memberi mu sesuatu.""Ya Dad, tentu saja kapanpun Daddy butuhkan." Arthur mengan
2 month later...Fiorella menatap wajah suaminya yang sudah dua bulan ini tak membuka kelopak mata, wanita itu mencium telapak tangan Christian yang besar dan lumayan dingin, pria itu seakan sangat nyaman dalan tidurnya. Decit pintu berhasil membuat Fiorella menolehkan kepalanya dan menemukan Tabitha tengah menggendong Axa. "Sepertinya Axa haus, kau susui dulu.""Ya, baiklah." Fiorella menerima bayinya dengan hati-hati lalu kembali menatap Tabitha dengan sendu."Bersabarlah, Mommy yakin ia akan segera sadar.""Ya, semoga.""Mommy keluar dulu.""Terimakasih sudah menjaga Axa Mom.""Ya, sama-sama." Tabitha melangkahkan kakinya keluar dari ruangan Christian kemudian berjalan menuju Arthur yang masih duduk dengan pandangan kosongnya.Kembali ke dalam ruangan Christian, Fiorella mulai menyusui Axalion sementara tangan kanannya ia gunakan untuk menggenggam tangan Christian. "Cepat sadar Tian, aku merindukanmu," lirihnya dengan suara lembut seraya menatap sekilas pada wajah pucat Christian.