Christian dan Fiorella menuruni tangga dengan tangan yang saling menaut, terlihat jelas sekali ketakutan yang tergambar di wajah Christian tapi sekali lagi eratan tangan Fiorella berhasil membuat pria itu melupakan ketakutannya. "Kita jalani dan hadapi ini bersama, right?" bisik Fiorella diangguki oleh Christian.Arthur menatap putra putrinya dengan senyum tipis yang tersungging di bibirnya, hingga Fiorella dan Christian duduk dihadapannya saat ini. "Dad, aku ingin bicara," ucap Christian diangguki oleh Arthur."Katakan apa yang ingin kau katakan Christian, aku mendengarkan," jawab Arthur.Christian menghembuskan napasnya pelan lalu menatap Arthur kembali. "Aku bersedia bertemu dengan Uncle Gustav tapi aku minta tolong Dad.""Katakan apa yang kau butuhkan, son?""Aku butuh pengawalan ketat untukku dan Fiorella, kami hanya takut terjadi sesuatu dan Uncle Gustav justru menyakiti Fiorella maupun Axa," pinta Christian dianguki oleh Arthur. Pria yang sudah berumur itu meraih ponselnya dan
Charlotte POV Sejak melihatnya entah mengapa duniaku teralihkan, tatapan matanya yang tajam mengalihkan perhatianku pada yang lain, aku ingin ia menatapku penuh cinta seperti saat ia menatap mata sahabatku, Fiorella. Mungkin gila jika dipikirkan dan berharap aku akan tinggal di hatinya yang terlihat sudah memiliki pengisi, aku ingin menyerah dan berhenti mengharapkannya tapi apa daya rasanya duniaku adalah dia, pekerjaanku kadang ku lupakan hanya saat dia berada di dekatku hingga akhirnya sahabatku menikah aku bahagia sangat bahagia karena ia bahagia tapi ternyata itu hanya sementara kebahagiaan Fiorella terhenti saat sebuah fakta terkuak Christian, suami sahabatku itu menikahi Fiorella hanya untuk ajang balas dendam dan yang lebih menyakitkan untukku adalah bagaimana perhatian pria yang ku cintai tertuju pada satu nama dan itu hanya Fiorella.Hatiku menanas seketika tapi aku tak bisa berkata, aku hanya berharap penyakitku akan berhenti dan pergi dari tubuh lemahku yang sudah banyak
"Kak Reo?" panggil Charlotte dengan suara seraknya, si empu nama pun segera melangkahkan kakinya mendekati Charlotte dan meraih tangan gadis itu lalu menggenggamnya pelan. "Bagaimana kondisimu?" tanya Reoxane dibalas anggukan dari Charlotte."Aku baik Kak, apalagi melihatmu," ucapnya pelan."Aku akan menjagamu.""Terimakasih, tapi jika ini permintaan Fio lebih baik jangan Kak. Aku tak ingin merepotakanmu.""Sama sekali tidak, aku tak kerepotan sama sekali.""Terimakasih."Sejak saat itu keduanya lebih dekat, Reoxane selalu menggenggam tangan Charlotte saat gadis itu melakukan kemoterapi, perlahan perhatian Reoxane meningkat dan untuk meninggalkan Charlotte sendiri rasanya Reoxane tak mampu. Ia akan membawa Charlotte menikmati sunset di pagi hari meskipun gadis itu dengan kursi rodanya seperti saat ini. Reoxane meraih tangan Charlotte dan menyampingkan rambut gadis itu ke sisi kanan dan ia menumpukan dagunya di sisi kiri bahu Charlotte. "Apa kau masih mencintai ku?" tanya Reoxane yang
Two month leter...Reoxane mengusap kepala Charlotte yang bersandar di dadanya, ya mereka tengah menikmati angin malam di tepi pantai Maldives. Sebenarnya ini hanya liburan biasa sebagai hadiah peresmian hubungan mereka. Sebenarnya Reoxane ingin memberitahukan kabar bahagia ini pada Fiorella tapi Charlotte menahannya karena memang keadaan rumah tangga sahabat mereka itu sedang renggang tetapi saat ini Reoxane mengernyitkan dahinya saat membaca pesan dari Christian."Ada apa?" tanya Charlotte penasaran dengan mimik wajah Reoxane yang seketika berubah."Christian mengirimkan pesan, aneh sekali.""Maksudmu?" tanya Charlotte langsung bangun dari baringannya kemudian Reoxane memberikan pesan yang dikirimkan oleh Christian. "Kurasa terjadi sesuatu dengan mereka, haruskah kita ke Seattle sekarang?" tanya Reoxane penuh kekhawatiran bagaimanapun Fiorella adalah anak dari tuannya dan meskipun rasa itu sudah tidak ada lagi tapi keadaan Fiorella masih penting untuk Reoxane."Ya, ayo." Charlotte m
Reoxane menatap Charlotte yang berada di hadapannya saat ini, mereka saat ini berada di resort mewah milik Arthur di Bali, yah Indonesia. Entah mengapa pak Tua itu memberikam hadiah ini untuk Charlotte dan Reoxane katanya sebagai ucapan permintaan maaf atas permintaan konyol Arthur pada Reoxane waktu itu yang berakhir menyakiti kedua insan itu. "Apa yang kau pikirkan?" tanya Reoxane seraya mengusap lengan Charlotte.Charlotte menggelengkan kepalanya pelan dan balik menggenggam tangan Reoxane. "Tak ada Kak Reo, hanya seperti mimpi bisa seperti ini denganmu. Ku rasa aku masih tinggal di hayalan," lirih Charlotte yang langsung menciptakan senyum misterius di bibir Reoxane.Tanpa di duga Reoxane mendaratkan kecupan singkatnya di pipi Charlotte yang membuat Charlotte membelalakan matanya bahkan semburat merah sudah menyebar di kedua pipi gadis itu. "Masihkah merasa mimpi?" tanya Reoxane dibalas anggukan dari Charlotte."Tapi lebih indah," jawabnya kemudian mulai memakan hidangan yang disaj
Seorang pria dengan tubuh besar dan tinggi menjalankan kakinya menuju salah satu kamar di dalam mansion gelap miliknya, pria itu membuka knop pintu kemudian mendorong pintunya perlahan, bunyi decit pintu mengisi keheningan membuat seorang bocah kecil bangun dari simpuhannya ia menatap ke arah sosok pria di ambang pintu dengan air mata yang menggenang di pipinya, bocah itu berjalan dengan merentangkan kedua tangannya meminta pelukan, ia memeluk paha sosok pria tersebut dan menumpahkan air matanya di paha pria itu. "Uncle Gustav, Mommy dia berdarah ... Dia di bawah Uncle, I'm so scared," cicit anak itu dengan menenggelamkan wajahnya di paha pria dengan balutan coat hitam dan jeans senadanya.Pria bernama Gustav itu berdecak, ia mendudukkan tubuhnya tepat di hadapan bocah tadi lalu merangkum wajahnya yang basah, ia tatap manik bocah itu tajam. "Dengarkan aku Christian, seseorang akan membuatmu kuat ia akan melatihmu dalam berbagai hal, Paman hanya bisa mengurusmu dan kau, kau harus ingat
Fiorella merenung di atas balkon mansion, gadis itu memikirkan tentang karier modelling yang sedang ia jalani, meskipun sebenarnya berbagai fasilitas ia dapatkan dari sang Daddy, tapi entah mengapa ia merasa belum puas karena tak berdiri di kedua kakinya sendiri, Fiorella selalu dipandang sebelah mata di perusahaan hanya karena statusnya sebagai putri dari pemilik perusahaan, wanita itu telah memutuskan untuk mengundurkan diri dari perusahaan daddy-nya dan mendirikan kariernya di management lain.Fiorella menegakkan tubuhnya dan berjalan keluar dari kamarnya, gadis itu menjalankan kakinya ke arah ruang kerja kakaknya. Setelah sampai di depan ruang kerja kakaknya, Fiorella membuka pintu yang membatasinya dengan Leonardo, kakaknya."Kak?" Fiorella memanggil Kakaknya namun pria di hadapannya hanya berdehem dan memberi isyarat agar Fiorella masuk. Fiorella menjalankan kakinya lalu mendudukkan tubuhnya di hadapan Leonardo yang tengah berkutat dengan berbagai dokumen."Kak, aku ingin bicara
Kini Fiorella sudah menginjakkan kakinya di Seattle. Wanita itu mengedarkan pandangannya, seukir senyum kini terpahat di bibir tipisnya, ia menghela napasnya pelan.Ia keluar dari area bandara dan memasuki sebuah taxi yang akan mengantarkannya ke apartemen milik Charlotte. 15 menit perjalanan, kini Fiorella sudah berada tepat di depan gedung apartemen yang besar, gadis itu melangkahkan kakinya mulai memasuki area dalam gedung. Namun tanpa sepengetahuannya seseorang kini tengah mengamatinya dengan mata hitam pekatnya, ia menekan earphone dan sudah tersambung dengan seseorang."She is in here, in Seattle," lapornya tanpa menunggu jawaban.Fiorella mulai menghubungi Charlotte dan sedetik setelah ia menghubungi temannya itu, terdengar bunyi kode apartemen dan benar saja kini pintu apartemen itu terbuka lebar, memperlihatkan Charlotte dengan balutan jas kedokterannya. "Kau datang!""Maaf, terlambat," ucap Fiorella. Charlotte langsung memeluk Fiorella erat, ia tersenyum senang. "Maafkan aku