Fiorella merenung di atas balkon mansion, gadis itu memikirkan tentang karier modelling yang sedang ia jalani, meskipun sebenarnya berbagai fasilitas ia dapatkan dari sang Daddy, tapi entah mengapa ia merasa belum puas karena tak berdiri di kedua kakinya sendiri, Fiorella selalu dipandang sebelah mata di perusahaan hanya karena statusnya sebagai putri dari pemilik perusahaan, wanita itu telah memutuskan untuk mengundurkan diri dari perusahaan daddy-nya dan mendirikan kariernya di management lain.
Fiorella menegakkan tubuhnya dan berjalan keluar dari kamarnya, gadis itu menjalankan kakinya ke arah ruang kerja kakaknya. Setelah sampai di depan ruang kerja kakaknya, Fiorella membuka pintu yang membatasinya dengan Leonardo, kakaknya.
"Kak?" Fiorella memanggil Kakaknya namun pria di hadapannya hanya berdehem dan memberi isyarat agar Fiorella masuk. Fiorella menjalankan kakinya lalu mendudukkan tubuhnya di hadapan Leonardo yang tengah berkutat dengan berbagai dokumen.
"Kak, aku ingin bicara."
"Kau sedang bicara."
"Maksudku, aku ingin bicara serius." Leonardo mengangkat wajahnya menatap sang adik yang tengah menautkan jari-jarinya gugup. "Katakan!" Fiorella menelan saliva lalu menarik napasnya dan menghembuskannya perlahan.
"Aku ingin pindah dari mansion."
"Kenapa?"
"Aku ingin hidup mandiri Kak."
"Kemana?"
"Seattle, di sana ada Charlotte."
"Kau akan tinggal dengan uncle Ryan?" Ya, Charlotte adalah putri tunggal dari dokter Ryan.
"Tidak, Charlotte tinggal di apartemen. Kurasa aku juga akan tinggal di apartemen."
"Fio, lalu karier mu?"
"Aku akan keluar dari management Daddy, dan mencari management lain di Seattle."
"Fio, itu terlalu berisiko."
"Aku tau kak, tapi aku ingin hidup mandiri."
"Bagaimana jika Daddy menolak?"
"Oleh karena itu aku bicara padamu, aku tau kau tak akan menolakku. Berbeda dengan Daddy yang terlalu memanjakanku, ia pasti tak akan setuju jika aku pergi dari sini."
"Aku juga tak setuju."
"Kak, aku ingin hidup mandiri dan berdiri dengan kaki ku sendiri. Tanpa ada campur tangan Daddy."
"Apa ini berkaitan dengan sikap buruk para model itu?"
"Tidak, mereka baik padaku," dusta Fiorella menutupi bagaimana orang-orang di management Daddy nya selalu mengolok-olok dirinya.
"Jika masalah mereka, Reoxane pasti akan mengatasinya. Lagi pula kau tak perlu hidup seperti yang kau sebutkan tadi."
"Kak, aku mohon."
"Dengar Fio, Mommy dan Daddy menitipkanmu padaku. Jika kau pergi bagaimana aku bisa mengawasimu?"
"Kau bisa mengirim bodyguardmu."
"Fio_"
"Sekali ini saja Kak, tolong izinkan aku agar bisa mandiri dan hidup dengan uangku sendiri."
"Baiklah."
"Terimakasih kak." Fiorella langsung bangkit dari duduknya dan mendekati Leonardo mencium pelan pipi kakaknya. "Kau memang kakak terbaik."
"Aku tau." Fiorella keluar dari kamarnya dan menelepon daddynya.
"Hallo Sweetheart."
"Hai Dad."
"Ada apa menelepon?"
"Aku ingin pindah dari mansion."
"Apa?!"
"Daddy, aku mohon."
"Ada apa Fio? Kenapa tiba-tiba kau ingin pindah dari mansion? Apa kakakmu berbuat sesuatu?"
"Tidak Dad, Kak Leo sangat baik. Hanya saja aku ingin merintis karier ku sendiri."
"Kau sudah berkarier di perusahaan Daddy."
"Dad, maksudku aku ingin bekerja dari nol di management lain."
"Fio."
"Dad, lagi pula aku akan bersama dengan Charlotte."
"Kau akan pindah ke Seattle?"
"Iya, aku akan pindah ke Seattle."
"Kau di sana sendirian Fio."
Fiorella menghela napasnya lembut, seperti dugaannya, daddynya terlalu mengkhawatirkan keadaannya. Ia pun mendudukkan tubuhnya di tepi ranjang.
"Daddy, di sana ada aunty Amel dan uncle Ryan."
"Baiklah, tapi kau harus hati-hati di sana."
"Iya Dad, lagi pula aku masih memegang tabunganku, mungkin cukup untuk keperluanku di sana."
"Jika kau membutuhkan sesuatu katakan pada Daddy."
"Ya, Daddy tak perlu mengawasiku dengan bodyguard milik Daddy."
"Kenapa?"
"Kak Leo sudah mengirim bodyguard nya untukku."
"Jadi Leo sudah setuju dengan rencanamu?"
"Ya, Aku sudah bicara pada Kak Leo tadi."
"Baiklah, kapan kau berangkat?"
"Aku akan berangkat sekarang."
"Fio, ini terlalu cepat. Kau baru saja memberitahu Daddy."
"Sebenarnya aku sudah merencanakan ini dari dulu. Tapi aku memang baru memberitahu Daddy sekarang."
"Fio."
"Dad, aku sudah besar. Aku ingin bisa seperti Kak Leo. Bisa berdiri dengan kakinya sendiri."
"Baiklah, Daddy akan bicara pada Mommy mu masalah ini."
"Ya, terimakasih sudah mengizinkanku Dad."
"Welcome Sweetheart."
"Oke Dad, aku tutup yah."
"Okey."
Fiorella menutup sambungan teleponnya ia pun berjalan memasuki walk in closet dan mengepak pakaiannya di dalam koper besar. Setelah seluruh barang yang dibutuhkan sudah dimasukkan kedama koper, Fiorella pun menghela napasnya kasar. Ia meraih ponsel diatas nakas dan menghubungi Reoxane.
"Hallo Sweetie," sapa Reoxane di seberang sana dengan nada girangnya.
"Hai Reo."
"Ada apa kau menghubungiku?"
"Aku ingin meminta tolong padamu Reo."
"Katakan apa yang bisa aku tolong."
"Bisakah kau mengantarkan ku kebandara hari ini?"
"Kau mau kemana?"
"Aku ingin ke Seattle sekarang."
"Kau bisa menggunakan jet pribadi milik uncle Arthur."
"Reo, aku ingin berangkat dari bandara."
"Baiklah, aku akan menjemputmu sekarang."
"Baiklah."
Fiorella menutup sambungan teleponnya, matanya mengedar menelisik kamar yang sejak kecil sudah ia tempati. Gadis dengan manik hazelnut itu membuka laci paling bawah di nakas. Tangannya mengulur dan meraih sebuah sapu tangan putih dengan ukiran C'X Black Eclips.
"Siapapun pemilik sapu tangan ini, aku sangat berterimakasih. Sapu tangan ini yang telah menghapus air mataku kala mereka memperlakukanku layaknya sampah," gumam Fiorella dengan memeluk sapu tangan itu.
"Aku tentu saja akan membawamu," gumam gadis itu lagi.
"Fio?" panggilan Leonardo dari luar berhasil menyadarkan Fiorella akan lamunannya.
"Ah, iya kak." Fiorella langsung memasukkan sapu tangan itu di kopernya. Ia langsung menatap pintu yang kini sudah dibuka menampilkan Leonardo dengan dua kancing kemejanya yang terbuka.
"Ada apa kak?" tanya Fiorella setelah menghapus setitik keringat di pelipisnya.
"Sudah siap?"
"Ya, aku sudah siap," jawab Fiorella yakin dengan menunjuk kopernya.
"Ayo, temanmu itu sudah datang."
"Siapa?" tanya Fiorella dengan mengangkat satu alisnya.
"Siapa lagi jika bukan putra tunggal Uncle Brian."
"Reoxane?"
"Ya."
"Ah, baiklah." Fiorella mendirikan tubuhnya, ia berjalan mendekati Leonardo dan tanpa kata memeluk pria itu erat.
"Ada apa?" tanya Leonardo datar seraya membelai puncak kepala adiknya lembut.
"Jangan rindukan kecerewetan ku yah Kak," ucap Fiorella yang tentu saja sudah mengalirkan air matanya.
"Hm?"
"Kakak jangan suka mabuk, Fio tak suka! Kakak jangan tidur terlalu malam, matamu nanti menghitam kau jadi jelek, aku tak mau punya kakak jelek! Kau jangan bermain dengan jalang yah, cukup dengan Alexa. Yah, walaupun aku sedikit tak suka padanya."
"Kau cerewet!" balas Leonardo datar.
"Ahk, kakak! Aku sudah menasihati mu tapi kau hanya membalasku seperti itu?" tanya Fiorella setelah merenggangkan pelukannya.
Leonardo mencubit hidung adiknya pelan, lalu ia kecup pelipis Fiorella. "Jangan buat kakak berubah pikiran, Fio."
"Maksudnya?"
"Jangan buat kakak menyesali keputusan kakak."
"Aku tak mengerti."
"Kau memang bodoh!"
"KAKAK!"
"Baiklah, ayo turun. Reo pasti sudah menunggu."
"Ya."
Leonardo keluar dengan Fiorella yang masih memeluk tubuhnya dari samping. Tangan kanan pria itu menarik koper adiknya, sementara tangan kirinya membalas pelukan Fiorella. Setelah sampai di ruang tengah dimana Reoxane berada, ketiga orang itu saling pandang. "Kenapa tak memberitahuku jauh-jauh hari?" tanya Reoxane.
"Maaf," cicit Fiorella memainkan matanya.
Astaga! Jika bukan putri tunggal Arthur, saat ini juga Reoxane rasanya ingin membawa tubuh kecil Fiorella menuju altar pernikahan!
"Ekhm!" Deheman Leonardo berhasil membuyarkan lamunan indah seorang Reoxane Aldhiano.
"Jangan berfantasi!" desis Leonardo.
"Ah, Mr. Frozen kenapa kau selalu mengganggu kesenanganku?!"
"Dasar otak kotor!"
"Hei, aku tak membayangkan apa yang kau pikirkan!"
"Aku tak percaya!"
"Terserah Leo, aku lelah berdebat denganmu!"
"Kau pikir aku sudi berdebat dengan pria ceroboh seperti dirimu?"
"LEONARDO!"
"Kau membentakku?!" sentak Leonardo.
"Eh, maaf," cicit Reoxane dengan cengiran kudanya.
"DIAM!"
Semua perhatian kini tertuju pada Fiorella. Gadis itu selalu saja menjadi seorang ibu antara Reoxane dengan Leonardo. Walaupun umurnya paling kecil entah mengapa justru Leonardo dan Reoxane seakan seperti anak kecil yang selalu bertengkar apabila bertemu dan Fiorella kesal dengan itu semua.
"Jangan bertengkar lagi," pinta Fiorella dengan matanya yang sudah berkaca-kaca.
"Aku meminta Reo kesini untuk ikut mengantarkanku ke Seattle bukan untuk berdebat dengan kakak! Dan kakak juga. Kakak kan lebih dewasa dari kami, kenapa tak mau mengalah? Bagaimana saat aku pergi nanti, apa kalian akan terus bertengkar?"
"Fio, aku_"
"Reo, ku mohon."
"Fio_"
"Kak, aku menyayangi kalian. Kalian adalah guardian ku, jika kalian terus seperti ini tanpaku, aku tak bisa."
Reoxane langsung mendekati Fiorella, ia memeluk tubuh itu erat. "Maafkan aku, aku tak bermaksud membuatmu berat meninggalkan kami. Aku berjanji akan lebih tenang berhadapan dengan kakak mu,” janji Reoxane dibalas anggukkan dari Fiorella.
"Maafkan kakak juga." Kini mereka bertiga saling berpelukan, lebih tepatnya Fiorella yang berada ditengah, dihimpit dua tubuh pria. "Jangan merindukan adik kalian ya," ucap Fiorella di tengah tangisannya.
"Kami tak mungkin tidak merindukanmu. Tapi kami akan terus mengawasimu," jawab Reoxane pelan.
"Itu benar," timpal Leonardo. Mereka melepaskan pelukannya, Fiorella menatap kedua pria di samping kanan dan kirinya. Ia mengusap air matanya yang jatuh lalu menghembuskan napasnya kasar.
"Bisa kita pergi?"
"Ya, tentu saja."
Leonardo berjalan terlebih dahulu dengan menggandeng tangan adiknya memasuki mobil sementara itu Reoxane di dalam dengan mengerucutkan bibirnya.
"BAWA KOPERNYA!!" Perintah Leonardo terdengar begitu mutlak di telinga Reoxane. Pria itu meraih koper Fiorella dan berjalan dengan menghentak-hentakkan kakinya kesal sampai memasukkan koper Fiorella di dalam mobil.
Reoxane akan memasuki tempat duduk di belakang dimana Fiorella berada, suara Leonardo menyapa telak pendengarannya. "Siapa yang menyuruhmu duduk di sana?" tanya Leonardo dengan nada dinginnya.
"Apa?"
"Menyetir Reo!" titah Leonardo tak terbantahkan.
Reoxane mendengus, ia pun memasuki mobil dan duduk di tempat kemudi, sementara Leonardo memandang ke arahnya dari samping kemudi. "Jangan menunjukkan wajah itu, kau sama sekali tak pantas!" hardik Leonardo dengan bersedekap.
"Terserah aku! Ini wajahku! Lagipula aku tetap tampan," balas Reoxane dengan memperhatikan wajahnya dari kaca.
"Oh ya?"
"Ya, tanyakan saja pada Fio," ujar Reoxane menantang.
"Fio, siapa paling tampan?" tanya Leonardo sesaat setelah Reoxane menghidupkan mobilnya.
"Em, kurasa kakak ku lebih tampan," jawab Fiorella dengan senyum lebarnya.
Leonardo tersenyum miring, ia mempersatukan tangannya dengan Fiorella. Gadis itu tertawa melihat wajah Reoxane yang memerah marah. Adik kakak itu memang senang menggoda putra Brian tanpa ampun, sebuah hiburan tersendiri. Mobil berjalan dengan Reoxane yang masih mengerucutkan bibirnya.
Sungguh! Fiorella pasti rindu saat-saat seperti ini. Saat ia membully Reoxane dibantu kakaknya yang sedingin kutub selatan. Tapi keinginan gadis itu tak bisa lagi diganggu gugat. Ia akan tetap pergi ke Seattle dan membuktikan pada semua yang merendahkannya!
Sampai di bandara, Leonardo turun terlebih dahulu dan langsung menempatkan tangannya di atas kepala adiknya."Terimakasih kakak," ucap Fiorella dengan senyum yang manis. Leonardo tak menjawab, ia hanya mengangguk lalu mengacak-acak rambut Fiorella.
Mereka berjalan memasuki bandara, hingga pemberitahuan keberangkatan pesawat menuju Seattle sudah terdengar. Fiorella lagi-lagi menatap sendu pada Kakaknya, Leonardo. Kembali gadis itu menubrukan tubuhnya di dalam tubuh hangat Leonardo.
"Aku pasti merindukan wajah datarmu, Kak."
"Aku juga."
"Aku akan merindukan sifatmu."
"Aku juga."
"Aku pasti merindukan semua yang bersangkutan denganmu."
"Aku_"
"Juga," potong Fiorella. Astaga! Kakaknya ini! Apa tak ada balasan lain selain 'Aku juga'?!
"Kenapa jawabannya hanya 'aku juga?"
"Lalu apa lagi?"
"Ah, dasar!"
Fiorella melepaskan pelukannya, ia menatap Reoxane dan kembali memeluk putra Brian. "Aku pergi, jaga dirimu dan segeralah temukan kekasih. Kau tak ingin kan diejek tak laku oleh kakak ku?"
Fio! Andai kau tau kau lah yang ingin aku jadikan kekasih?! Batin Reoxane menjerit. "Reo!"
"Ah, iya?"
"Kau tak mendengarku?"
"Aku dengar, tentu aku juga akan segera memiliki kekasih, tak tau kapan," ucap Reoxane dengan menelan tiga kata terakhirnya.
"Aku pergi," pamit Fiorella setelah melepaskan pelukan Reoxane.
"Ya, hati-hati jaga dirimu," pinta Reoxane persis seperti seorang ayah yang menasihati anaknya.
"Iya."
"Jangan pulang malam, jangan mabuk, jangan bergaul dengan orang jahat, jangan suka ke club, jauhi orang yang berniat membuatmu rusak, dan jaga dirimu baik-baik_"
"Reo, iya. Aku akan menuruti semua ucapanmu," potong Fiorella cepat karena jika tidak Reoxane akan terus mengoceh dan akan berakibat pada keberangkatan pesawatnya.
"Aku harus berangkat sekarang, jika tidak aku akan tertinggal pesawat," ucap Fiorella dengan mata sendunya.
"Ya, baiklah hati-hati," ucap Reoxane pelan dibalas anggukkan dari Fiorella.
"Aku pamit kak," ucap Fiorella dibalas usapan selembut bulu dikepalanya oleh Leonardo.
Perlahan Fiorella mulai menjauhi kedua pria yang sudah menemaninya sejak kecil, gadis itu sesekali melirik ke belakang melihat Leonardo dengan tatapan sendunya. Walaupun tak mengatakan secara gamblang namun Fiorella tau, kakaknya turut sedih atas kepergiannya. Berbeda dengan Reoxane, pria yang lebih tua darinya empat tahun itu tampak tengah menghapus setetes air mata yang jatuh di pipi kanannya cepat.
Fiorella menatap ke depan, tepat di jalur menuju pesawat, ia menghela napasnya lembut lalu mengangguk seraya mengukir senyum yang teramat manis.
"Good bye New York. See you again in other day, I promise to come back. So, Fiorella, this is your journey. And I’m really ready! Seattle, I'm coming !! "
♣♣♣
TO BE CONTINUED...
Kini Fiorella sudah menginjakkan kakinya di Seattle. Wanita itu mengedarkan pandangannya, seukir senyum kini terpahat di bibir tipisnya, ia menghela napasnya pelan.Ia keluar dari area bandara dan memasuki sebuah taxi yang akan mengantarkannya ke apartemen milik Charlotte. 15 menit perjalanan, kini Fiorella sudah berada tepat di depan gedung apartemen yang besar, gadis itu melangkahkan kakinya mulai memasuki area dalam gedung. Namun tanpa sepengetahuannya seseorang kini tengah mengamatinya dengan mata hitam pekatnya, ia menekan earphone dan sudah tersambung dengan seseorang."She is in here, in Seattle," lapornya tanpa menunggu jawaban.Fiorella mulai menghubungi Charlotte dan sedetik setelah ia menghubungi temannya itu, terdengar bunyi kode apartemen dan benar saja kini pintu apartemen itu terbuka lebar, memperlihatkan Charlotte dengan balutan jas kedokterannya. "Kau datang!""Maaf, terlambat," ucap Fiorella. Charlotte langsung memeluk Fiorella erat, ia tersenyum senang. "Maafkan aku
Fiorella menundukkan penglihatannya, sungguh! Ia takut menatap manik coklat seorang Christian Xander. Gadis itu memainkan tangannya yang dingin.Astaga! Apa yang telah ia lakukan?! Ia baru saja membentak bahkan memaki pemilik Christian's Corp. "Maafkan aku" Cicit Fiorella tanpa melihat manik Christian."Nona...""Fio, namaku Fiorella""Yah, nona Fiorella jangan khawatir aku tidak apa-apa" Ujar Christian pelan."Tapi aku baru saja memaki dan menghajarmu tadi" Lagi-lagi ucapan itu ia ucapkan tanpa melihat wajah Christian yang tengah tersenyum melihat rona merah di kedua pipi Fiorella.Ia angkat dagu Fiorella dengan ibu jari kanannya, lalu ia selami manik hazelnut milik gadis itu. "Jangan menunduk, tatap lawan bicaramu jika sedang bicara Nona Fio""Ah, a-aku benar-benar minta maaf Mr. Xander""Tak apa, jangan pikirkan.""Tapi waktu untuk audisi modellingnya sudah habis ya?" Tanya Fiorella dengan wajah yang terlihat sangat menggemaskan.Christian menatap jam tangan rolex yang melingkar di
Seorang pria dengan setelan jaket kulit dan celana jeans hitam memasuki sebuah bangunan mirip rumah namun kesan mengerikan begitu kentara dirasakan.Black Eclips memiliki arti sebagai gerhana hitam. Persis seperti namanya, kelompok ini bergerak layaknya hewan nokturnal, mereka lebih suka bergerak kala malam datang hingga keesokan paginya mereka berubah menjadi orang biasa. Gerhana tampak indah jika dilihat dengan bantuan saat menyaksikannya namun berbahaya apabila dilihat hanya dari satu sisi yang salah. Seperti itulah Black Eclips ini berdiri. Mereka akan baik apabila tak ada musuh dan mereka akan kejam apabila ada yang berusaha merusak teritorialnya. Siapa sangka kelompok yang terlihat besar ini nyatanya adalah gembong mafia yang menguasai kawasan Asia. Kekuasaannya hampir setara dengan gembong mafia besar seperti The Devil yang dipegang oleh keturunannya yang ke empat, Don Alfonzo Renzuis di tanah Sisilia, Italia. Namun perbedaannya adalah, The Devil lebih memiliki sifat manusiawi
Fiorella berpose dengan berbagai gaya di setiap model baju yang ia kenakan. Aura kecantikannya begitu terpancar jelas saat ini, beberapa orang di sana bahkan terlihat mencuri-curi pandang pada gadis berumur 19 tahun itu.Tak terkecuali pemilik dari gedung Christian's Corp ini. Pria itu dengan alis yang menaut menatap tanpa celah gadis yang ada di hadapannya saat ini. Bahkan Christian dengan sangat bodohnya tak berkedip menatap kecantikan yang terpancar dari putri orang yang membunuh ayahnya.Melihat tubuh Fiorella yang hanya dibalut crop top mampu mengalihkan perhatian Christian. Sialnya baju rajut yang seharusnya dipakai oleh gadis itu ia gunakan dan ia ikat di pinggangnya. Kini kulit putih Fiorella semakin membuat Christian teralihkan, ia bahkan seakan tak ingin melewatkan satu detik pun untuk menatap Fiorella.Gadis itu berpose dengan sangat cantik, tubuhnya yang mungil dan kulitnya yang putih bersih dan jangan lupakan manik hazelnutnya yang sanga
Fiorella membuka matanya perlahan, gadis itu perlahan bangun dari tidurnya dan menyandarkan tubuhnya tepat di kepala ranjang, ia menggeliat pelan lalu matanya menelisik seisi kamar apartemennya. Tak lama terdengar dering ponsel yang mengganggu pendengarannya. Ia langsung meraih ponselnya dan melihat si penelepon. Matanya langsung membulat saat membaca nama si penelepon.New Boss CallingFiorella langsung menggeser ikon hijau, ia langsung menempelkan ponselnya di telinganya. "Ya, ada apa boss?""Sedang apa?""Aku baru saja bangun tidur.""Baru bangun?""Iya maaf.""Kau lupa hari ini ada jadwal pemotretan?""Apa?!""Aku bahkan ada di depan pintu apartemen mu.""APA?!""Berhenti teriak, telingaku sakit.""Ah, maafkan aku boss.""Bisa kau buka kan pintu apartemen mu Ms. De Lavega?""Baiklah, tolong tunggu sebentar.""Aku selalu menunggumu.""Tapi aku belum bersiap.""Tak apa, buka kan saja pintunya.""Em, baiklah." Fiorella mematikan sambungan teleponnya, ia segera menyibakkan selimutnya
Christian menatap para kru yang terlihat kacau, beberapa dari staf pembantu berlarian ke sana kemari. Pria itu langsung berjalan cepat menuju Liam yang tengah mengarahkan beberapa model untuk memasuki tenda."Liam," panggil Christian yang langsung membuat Liam membalikkan tubuhnya."Tuan?""Ada apa?" tanya Christian tanpa basa-basi. "Maaf tuan, ada kecelakaan kecil""Apa?""Nona Fio, ia terluka.""Apa?!""Ia menginjak kerang yang tajam, Tuan. Dan darahnya lumayan banyak." Tanpa menjawab ucapan Liam, Christian langsung bergegas menuju kerumunan orang yang ada di tepi pantai. Pria itu langsung menerobos kerumunan orang itu dan menatap Fiorella yang tengah meringis kesakitan. Christian langsung menjongkokkan tubuhnya menatap Fiorella dari bawah. "Bagaimana bisa terjadi?""Sst, tak apa. Aku baik," jawab Fiorella pelan."Baik katamu? Lihatlah, darahmu tak berhenti!"Fiorella menatap wajah pias Christian, entahlah. Melihat ekspresi yang ditampilkan oleh Christian justru membuatnya semakin
Siang berganti malam, Fiorella kini sudah berada di dalam mobil milik Christian. Pria itu menatap jalan dari kaca mobilnya sementara asistennya Liam mengendarai mobil itu.Sebenarnya jika dibilang suka, Fiorella kurang suka. Sebab ia masih merasa ragu atas kesungguhan Christian, gadis itu pun ragu mengenai hubungan keduanya. Sebab belum genap satu minggu, tapi Christian sudah berlaku layaknya seorang suami. Dan jujur saja, apabila Christian memang benar-benar serius, mungkin Fiorella akan memikirkannya."Fio?""Ya?" Fiorella menolehkan kepalanya menatap Christian"Kau melamun?""Tidak, aku tak melamun," jawab Fiorella dengan menggelengkan kepalanya."Tapi sedari tadi kau hanya berdiam, ku kira kau tengah memikirkan sesuatu.""Tidak, aku hanya memikirkan masalah kakakku.""Memangnya kenapa.""Aku hanya tak menyangka ia akan menikah.""Ini kehidupan Fio, kau pun pasti akan menikah nanti.""Ya, kau benar.""Baiklah, jangan pikirkan lagi," ujar Christian pelan seraya mengusap puncak kepal
"Kurang ajar! Mati kau nenek sihir!!" Fiorella bergegas keluar dari mansion bahkan ia tak memperdulikan dress yang dipakainya kotor karena terseret tanah."Aku akan merusak penampilanmu, lihat saja kau Medusa!" Fiorella memasuki mobil milik Leonardo ia mengendarai mobil itu dengan kecepatan di atas rata-rata. Ia menuju mansion keluarga Carrington. Sesampainya di sana, ia langsung turun bahkan ia cukup kesusahan karena gaunnya, ia lantas meraih gunting yang tersimpan di dalam dashboard mobil dan menggunting bagian bawah dressnya sampai di bawah lutut. "HABIS KAU!"Dengan cepat Fiorella keluar dari mobilnya, ia tanpa mempedulikan penampilannya yang berantakan memasuki mansion itu tanpa permisi. "MEDUSA KELUAR KAU SIALAN!!""MEDUSA!!!" Tak lama beberapa orang berpakaian serba hitam mencegat langkah lebar Fiorella."Jangan halangi aku! Aku putri De Lavega! Jika kau berani melawanku kau akan berakhir di pinggir jalan!!" ancam Fiorella yang berhasil membuat orang itu membuka jalan untukny
Reoxane menatap Charlotte yang berada di hadapannya saat ini, mereka saat ini berada di resort mewah milik Arthur di Bali, yah Indonesia. Entah mengapa pak Tua itu memberikam hadiah ini untuk Charlotte dan Reoxane katanya sebagai ucapan permintaan maaf atas permintaan konyol Arthur pada Reoxane waktu itu yang berakhir menyakiti kedua insan itu. "Apa yang kau pikirkan?" tanya Reoxane seraya mengusap lengan Charlotte.Charlotte menggelengkan kepalanya pelan dan balik menggenggam tangan Reoxane. "Tak ada Kak Reo, hanya seperti mimpi bisa seperti ini denganmu. Ku rasa aku masih tinggal di hayalan," lirih Charlotte yang langsung menciptakan senyum misterius di bibir Reoxane.Tanpa di duga Reoxane mendaratkan kecupan singkatnya di pipi Charlotte yang membuat Charlotte membelalakan matanya bahkan semburat merah sudah menyebar di kedua pipi gadis itu. "Masihkah merasa mimpi?" tanya Reoxane dibalas anggukan dari Charlotte."Tapi lebih indah," jawabnya kemudian mulai memakan hidangan yang disaj
Two month leter...Reoxane mengusap kepala Charlotte yang bersandar di dadanya, ya mereka tengah menikmati angin malam di tepi pantai Maldives. Sebenarnya ini hanya liburan biasa sebagai hadiah peresmian hubungan mereka. Sebenarnya Reoxane ingin memberitahukan kabar bahagia ini pada Fiorella tapi Charlotte menahannya karena memang keadaan rumah tangga sahabat mereka itu sedang renggang tetapi saat ini Reoxane mengernyitkan dahinya saat membaca pesan dari Christian."Ada apa?" tanya Charlotte penasaran dengan mimik wajah Reoxane yang seketika berubah."Christian mengirimkan pesan, aneh sekali.""Maksudmu?" tanya Charlotte langsung bangun dari baringannya kemudian Reoxane memberikan pesan yang dikirimkan oleh Christian. "Kurasa terjadi sesuatu dengan mereka, haruskah kita ke Seattle sekarang?" tanya Reoxane penuh kekhawatiran bagaimanapun Fiorella adalah anak dari tuannya dan meskipun rasa itu sudah tidak ada lagi tapi keadaan Fiorella masih penting untuk Reoxane."Ya, ayo." Charlotte m
"Kak Reo?" panggil Charlotte dengan suara seraknya, si empu nama pun segera melangkahkan kakinya mendekati Charlotte dan meraih tangan gadis itu lalu menggenggamnya pelan. "Bagaimana kondisimu?" tanya Reoxane dibalas anggukan dari Charlotte."Aku baik Kak, apalagi melihatmu," ucapnya pelan."Aku akan menjagamu.""Terimakasih, tapi jika ini permintaan Fio lebih baik jangan Kak. Aku tak ingin merepotakanmu.""Sama sekali tidak, aku tak kerepotan sama sekali.""Terimakasih."Sejak saat itu keduanya lebih dekat, Reoxane selalu menggenggam tangan Charlotte saat gadis itu melakukan kemoterapi, perlahan perhatian Reoxane meningkat dan untuk meninggalkan Charlotte sendiri rasanya Reoxane tak mampu. Ia akan membawa Charlotte menikmati sunset di pagi hari meskipun gadis itu dengan kursi rodanya seperti saat ini. Reoxane meraih tangan Charlotte dan menyampingkan rambut gadis itu ke sisi kanan dan ia menumpukan dagunya di sisi kiri bahu Charlotte. "Apa kau masih mencintai ku?" tanya Reoxane yang
Charlotte POV Sejak melihatnya entah mengapa duniaku teralihkan, tatapan matanya yang tajam mengalihkan perhatianku pada yang lain, aku ingin ia menatapku penuh cinta seperti saat ia menatap mata sahabatku, Fiorella. Mungkin gila jika dipikirkan dan berharap aku akan tinggal di hatinya yang terlihat sudah memiliki pengisi, aku ingin menyerah dan berhenti mengharapkannya tapi apa daya rasanya duniaku adalah dia, pekerjaanku kadang ku lupakan hanya saat dia berada di dekatku hingga akhirnya sahabatku menikah aku bahagia sangat bahagia karena ia bahagia tapi ternyata itu hanya sementara kebahagiaan Fiorella terhenti saat sebuah fakta terkuak Christian, suami sahabatku itu menikahi Fiorella hanya untuk ajang balas dendam dan yang lebih menyakitkan untukku adalah bagaimana perhatian pria yang ku cintai tertuju pada satu nama dan itu hanya Fiorella.Hatiku menanas seketika tapi aku tak bisa berkata, aku hanya berharap penyakitku akan berhenti dan pergi dari tubuh lemahku yang sudah banyak
Christian dan Fiorella menuruni tangga dengan tangan yang saling menaut, terlihat jelas sekali ketakutan yang tergambar di wajah Christian tapi sekali lagi eratan tangan Fiorella berhasil membuat pria itu melupakan ketakutannya. "Kita jalani dan hadapi ini bersama, right?" bisik Fiorella diangguki oleh Christian.Arthur menatap putra putrinya dengan senyum tipis yang tersungging di bibirnya, hingga Fiorella dan Christian duduk dihadapannya saat ini. "Dad, aku ingin bicara," ucap Christian diangguki oleh Arthur."Katakan apa yang ingin kau katakan Christian, aku mendengarkan," jawab Arthur.Christian menghembuskan napasnya pelan lalu menatap Arthur kembali. "Aku bersedia bertemu dengan Uncle Gustav tapi aku minta tolong Dad.""Katakan apa yang kau butuhkan, son?""Aku butuh pengawalan ketat untukku dan Fiorella, kami hanya takut terjadi sesuatu dan Uncle Gustav justru menyakiti Fiorella maupun Axa," pinta Christian dianguki oleh Arthur. Pria yang sudah berumur itu meraih ponselnya dan
One years leter..."Jadi Christian, apa yang akan kau lakukan sekarang? Semua sudah berlalu setahun yang lalu dan percayalah kami sudah memaafkanmu," ujar Arthur dengan menepuk bahu Christian. Pria itu mengangguk lalu membalas tatapan mata ayah mertuanya, sudah satu tahun semenjak kejadian itu kini Christian terlihat sangat berbeda ia menjadi pria yang hangat dan tak ada lagi kekejaman di matanya, ia melupakan dunia hitamnya dan mengikuti langkah yang diambil oleh Arthur yaitu keluar dari dunia mafia dan berbalik memeluk keluarganya seakan tak pernah terlibat dalam masalah kejahatan dan sebagainya, ia mengangguk lalu tersenyum manis. "Seperti yang kau tau Dad, aku tak akan kembali ke dunia itu lagi, sudah cukup aku dimanfaatkan sedemikian rupa demi keberhasilan orang lain dan justru merugikanku," kata Christian dengan senyum tipisnya membuat Arthur mengangguk penuh bangga."Kau tau, aku selalu berpikir aku salah dengan menjerumuskan Leonardo di dalam kubangan itu tapi putraku itu te
Meeting Room, The Highest TableChristian menatap satu persatu para kepala mafia yang duduk dengan tatapan penuh pertanyaan padanya, mereka bertanya-tanya untuk apa Christian mengumpulkan mereka mendadak."Aku tau, mungkin kalian bingung mengapa aku mengumpulkan kalian lagi disini di ruang pertemuan ini. Selama aku menduduki kursi tertinggi The Highest Table aku menjadi pribadi yang kurang bersyukur dan tak memandang sekitar, aku selalu bekerja tanpa perasaan dan mengandalkan obsesiku. Semua gembong mafia besar sudah aku taklukan dengan kelompokku, Black Eclips. Aku tau mungkin ini cukup mengagetkan jika kalian dengar namun ini benar-benar keputusan terakhirku.""Aku mengambil alih The Highest Table dengan cara yang kurang baik tidak seperti Regnarok ataupun pemimpin sebelumnya. Aku tau, mungkin ini memang bukan milikku oleh karena itu aku akan memberikan kembali pada pemilik aslinya.""Aku Christian Xander memberikan The Highest Table kembali pada Regnarok, Leonardo De Lavega," ucap
Dua minggu sejak Christian sadar dari komanya, kini pria itu menatap malu-malu pada Fiorella entahlah ia hanya merasa seperti seorang gadis yang mabuk cinta, perasaan kurang ajar!"Christian," panggil Arthur pelan dan Christian pun menolehkan kepalanya menatap Arthur.Ya, sejak bayangan sang Mommy yang memintanya berhenti dendam pada pria yang tak lain adalah mertuanya itu, Christian benar-benar melupakan dendamnya meskipun setiap ia melihat manik Baby Axa ia terbayang kembali dengan sang Daddy, Damian. Namun Christian saat ini bisa dengan mudah mengontrol dirinya sendiri. "Ya Dad? Ada masalah?"Arthur melepaskan garpu dan sendok dari tangannya kemudian menyatukan tangannya di atas meja makan ia tatap menantunya dengan penuh kedinginan. "Daddy ingin bicara padamu, bisakan? Ada Leonardo juga tapi aku butuh tempat seperti markas? Kau bisakan memberi kami waktu untuk mengisi Black Eclips sebentar hanya untuk memberi mu sesuatu.""Ya Dad, tentu saja kapanpun Daddy butuhkan." Arthur mengan
2 month later...Fiorella menatap wajah suaminya yang sudah dua bulan ini tak membuka kelopak mata, wanita itu mencium telapak tangan Christian yang besar dan lumayan dingin, pria itu seakan sangat nyaman dalan tidurnya. Decit pintu berhasil membuat Fiorella menolehkan kepalanya dan menemukan Tabitha tengah menggendong Axa. "Sepertinya Axa haus, kau susui dulu.""Ya, baiklah." Fiorella menerima bayinya dengan hati-hati lalu kembali menatap Tabitha dengan sendu."Bersabarlah, Mommy yakin ia akan segera sadar.""Ya, semoga.""Mommy keluar dulu.""Terimakasih sudah menjaga Axa Mom.""Ya, sama-sama." Tabitha melangkahkan kakinya keluar dari ruangan Christian kemudian berjalan menuju Arthur yang masih duduk dengan pandangan kosongnya.Kembali ke dalam ruangan Christian, Fiorella mulai menyusui Axalion sementara tangan kanannya ia gunakan untuk menggenggam tangan Christian. "Cepat sadar Tian, aku merindukanmu," lirihnya dengan suara lembut seraya menatap sekilas pada wajah pucat Christian.