Siang berganti malam, Fiorella kini sudah berada di dalam mobil milik Christian. Pria itu menatap jalan dari kaca mobilnya sementara asistennya Liam mengendarai mobil itu.
Sebenarnya jika dibilang suka, Fiorella kurang suka. Sebab ia masih merasa ragu atas kesungguhan Christian, gadis itu pun ragu mengenai hubungan keduanya. Sebab belum genap satu minggu, tapi Christian sudah berlaku layaknya seorang suami. Dan jujur saja, apabila Christian memang benar-benar serius, mungkin Fiorella akan memikirkannya.
"Fio?"
"Ya?" Fiorella menolehkan kepalanya menatap Christian
"Kau melamun?"
"Tidak, aku tak melamun," jawab Fiorella dengan menggelengkan kepalanya.
"Tapi sedari tadi kau hanya berdiam, ku kira kau tengah memikirkan sesuatu."
"Tidak, aku hanya memikirkan masalah kakakku."
"Memangnya kenapa."
"Aku hanya tak menyangka ia akan menikah."
"Ini kehidupan Fio, kau pun pasti akan menikah nanti."
"Ya, kau benar."
"Baiklah, jangan pikirkan lagi," ujar Christian pelan seraya mengusap puncak kepala Fiorella.
Tak lama mereka telah sampai di landasan pribadi milik Christian. Pria itu menuntun Fiorella keluar dan tetap menggenggam tangan gadis itu menuju jet pribadinya. Mereka masuk dengan pelan seraya disambut dengan beberapa anak buah Christian.
Liam berada di belakang keduanya, mereka duduk di kursi dengan Christian yang kembali memainkan ponselnya. Sementara Fiorella yang mengedarkan pandangannya ke seisi jet pribadi milik pria bertinggi 187 cm itu. "Ada yang kau ingin tanyakan, Fio?"
Fiorella mengangkat pandangannya, ia menatap Christian seraya menggelengkan kepalanya. "Apa kau suka langit?" tanya Fiorella setelah beberapa menit terjadi keheningan.
"Ya, aku suka."
"Terlihat."
"Maksudmu?"
Fiorella menunjuk atap jet yang menunjukkan pandangan awan, karena jet tersebut memang terpasang kaca. "Milik Daddy ku tak seperti ini," ujar Fiorella pelan.
"Ya, menurutku aku bisa memandang orang yang telah tiada dari langit. Dan orang tuaku sudah berada di sana."
"Apa?"
"Mereka telah lama meninggal."
"Ya Tuhan, maafkan aku."
"Tak apa, jangan pikirkan."
Fiorella kembali tersenyum kikuk, ia menatap Christian pelan. "Apa kau memiliki seseorang Christian? Keluargamu mungkin?"
"Aku tak punya siapapun Fio, bahkan keluarga. Mungkin keluargaku hanya Liam," ucap Christian santai seraya melirik Liam sedangkan yang dilirik menganggukkan kepalanya.
"Satu pun?"
"Iya, tak ada."
"Ada aku."
"Maksudmu?"
"Ya, kau bilang kau ingin serius denganku bukan? Lalu apa kita akan tetap diam ditempat? Maksudku, apa hubungan kita akan terus seperti ini? Tidak kan? Lama-kelamaan kita pasti akan berada di ujung."
"Maksudmu dengan ujung?"
"Kau mengerti arti ucapanku Mr. Xander."
Christian tersenyum manis, ia membelai pipi kanan Fiorella dengan telapak tangan besarnya. "Yo'll become my future wife." Fiorella tersenyum dengan kedua pipinya yang merona merah, aish! Bagaimana bisa ia mengatakan hal seperti itu!!
***
New York, Amerika
Fiorella mengedarkan pandangannya mencari sosok tinggi besar yang sedari lima menit yang lalu pamit untuk mencari makanan, namun sampai sekarang belum kembali.
Gadis itu menghembuskan nafasnya kesal, ia merutuk tajam. "Ck, lama sekali! Aku lapar!" Fiorella meraih ponselnya, ia menatap aplikasi chat kemudian mencari nama Christian. Ia langsung menghubungi pria itu. "Hallo."
"Ya?"
"Dimana?"
"Masih di restoran."
"Dimana? Biar aku yang menyusulmu."
"Tak perlu, kau diamlah di mobil. Tiga menit aku akan kembali."
"Kau yakin?"
"Ya, Fio."
"Huft, baiklah."
Fiorella memutuskan sambungan teleponnya, ia langsung menatap ke arah kaca mobil melihat pemandangan mobil yang bergerak memenuhi jalanan kota New York. Sementara di lain sisi, Christian tengah menatap anak buahnya yang ia panggil mendadak di dalam sebuah mall. "Jadi bagaimana?"
"Semuanya berjalan lancar Tuan."
"Kau yakin kita tak teredeteksi Regnarok?"
"Ya Tuan, semuanya aman. Kita bisa menetap disini bahkan sampai satu bulan."
"Baiklah, pastikan tak ada yang curiga. Aku tak mau membuat masalah,"
"Baik, Tuan." Saat Liam hendak pergi, Christian terlebih dahulu menghentikannya. "Liam."
"Ya, Tuan?"
"Pesankan aku dua burger dan minuman."
"Baik." Christian menunggu sebentar kemudian Liam datang membawa pesanannya.
Mereka berjalan menuju mobil yang terparkir di depan mall. Mereka memasuki mobil itu dan disambut dengan Fiorella yang tengah memakai earphone seraya memejamkan matanya.
Seukir senyum terbit dibibir Christian, pria itu duduk tepat di samping kanan Fiorella. Christian menepuk pelan bahu Fiorella hingga membuat gadis itu membuka matanya perlahan. Ia menatap Christian seraya melepaskan earphone yang terpasang di telinganya. "Sudah sampai?"
"Jangan tanyakan apa yang sudah kau ketahui jawabannya, Fio."
"Kau lama sekali! Aku jadi mengantuk."
"Maafkan aku." Christian menyenderkan tubuhnya seraya menarik Fiorella hingga berlabuh ke dalam dekapan hangatnya. Gadis itu sempat berontak namun tenaganya tak sebanding, tubuhnya seakan sebuah boneka yang dengan mudahnya berpindah di pelukan Christian.
Christian memeluk Fiorella seraya mengusap kepala gadis itu lembut. "Makanlah," ujar Christian dengan menyodorkan burger pada Fiorella. Gadis itu menerimanya, ia langsung memakannya namun sesekali ia menatap ke atas menatap Christian yang ternyata tak memakan burger miliknya. "Kenapa tak makan?"
"Aku sudah kenyang melihatmu makan."
"Jangan mengada-ada, kau itu harus makan."
"Aku tak mau."
"Kenapa?"
"Aku ingin makan dari tanganmu."
"Dasar!" rutuk Fiorella spontan memukul pelan dada bidang Christian.
Pria itu terkekeh menanggapi Fiorella yang sudah dipastikan merona malu saat ini, gadis itu perlahan menyodorkan burger miliknya pada Christian yang ditanggapi oleh pria itu.
Christian mengunyah burger yang disuapi oleh Fiorella sementara tangannya menyuapi Fiorella. Gadis itu terkekeh geli. "Kita seperti anak kecil."
"Biarkan, asal kita bahagia."
"Ya, kau benar." Fiorella kembali menyenderkan kepalanya di dada bidang Christian. "Jadi sampai kapan kau di sini?"
"Sampai kau akan pulang ke Seattle."
"Apa?"
"Ya, aku akan ikut kemana pun kau pergi."
"Ya Tuhan."
"Tuan, kita sudah sampai." Christian menatap sekeliling, benar mereka telah sampai tepat di depan pekarangan mansion De Lavega yang sudah disulap sedemikian rupa untuk acara besok. Fiorella menatap Christian pelan. "Kau ingin masuk dulu?"
"Tidak, lain kali saja. Aku perlu persiapan untuk bertemu dengan calon mertua."
"Astaga! Kau rupanya sangat suka menggodaku!"
"Suatu kesenangan tersendiri, Fio."
"Baiklah, aku turun."
"Ya." Fiorella turun dari mobil Christian, sebelum memasuki pintu Fiorella sempat menatap Christian yang berada di dalam mobil sekilas. Ia lambaikan tangannya dibalas senyum tipis oleh Christian.
Fiorella dengan senyum manisnya memasuki mansion sementara mobil Christian perlahan mulai menjauhi kawasan mansion De Lavega. Saat Fiorella masuk, mansion terlihat sepi tapi ia langsung menggelengkan kepalanya. "MOM! DAD!!" teriak Fiorella menggelegar.
"ASTAGA KALIAN DIMANA?!!"
"HALOOO?! ADA ORANG?!”
"YA TUHAN SEPERTINYA MANSION INI BERHANTU!" Teriakan itu begitu menggelegar di penjuru mansion hingga membuat seseorang langsung keluar dari kamar dengan wajah merah kesalnya.
"Swetty, mulutmu itu selalu saja." Suara bariton terdengar dari tangga menampilkan Arthur yang menggelengkan kepalanya menanggapi perilaku anak gadisnya.
"DADDY! ASTAGA!!" Arthur menutup kedua telinganya rapat, ia memang harus menutup telinga jika berhadapan dengan Fiorella.
Fiorella langsung menubrukan tubuhnya pada tubuh besar Arthur. "Welcome home, Sweetheart."
"Thank you my sexy Daddy."
"Oh God! Shut up your mouth girl."
"Sorry Dad." Arthur terkekeh dengan segala keajaiban dan kegilaan dari putrinya ini. Persis seperti Tabitha semuanya! Tengilnya dan gilanya!
"MULUT PUTRIMU ITU HARUS DI TUTUP DENGAN LEM!"
Sontak saja teriakan itu berhasil membuat Fiorella semakin mengeratkan pelukannya pada Arthur. Ayolah! Siapa yang tak kenal dengan suara menggelegar nyonya De Lavega?!
Tabitha keluar dari pantry dengan membawa secangkir teh hangat untuk putrinya yang baru datang. Sialnya ia sempat terkejut dengan teriakan putri gilanya. Tapi ia hanya berdiam, membiarkan putrinya bertindak sesukanya. "Astaga, Mommy semakin kejam Dad."
"Ya, kau benar."
"Mommy dengar, Fio."
"Sorry Mommy."
Fiorella turun dari tangga dengan masih memeluk tubuh Arthur dari samping. Mereka duduk di sofa dan gadis itu segera meminum teh yang dibuatkan Tabitha.
"Bagaimana pekerjaan mu di sana?" tanya Tabitha seraya mendudukkan tubuhnya di samping Arthur.
"Baik, aku diterima di management incaranku."
"Baguslah, jadi kau bisa semakin dekat dengan mimpimu."
"Ya, Daddy benar."
"Apa di sana kau diperlakukan baik?"
"Sangat, aku sangat nyaman di sana."
"Syukurlah." Tabitha menatap putranya yang sudah rapih menuruni anak tangga. "Mau kemana Leo?"
"Keluar."
"Kemana?"
"Alexa."
"Ya Tuhan, si medusa itu!" rutuk Fiorella tanpa suara.
"Jaga bicaramu, Fio. Dia calon kakak iparmu."
"Kakak dengar?"
"Ya."
"Astaga, pendengarnya luar biasa!"
Arthur terkekeh, ia mendirikan tubuhnya dan menghampiri Leonardo. "Pergilah, kita akan mengadakan makan malam sebelum pernikahan besok."
"Ya." Leonardo keluar menyisakan tiga orang di ruang keluarga.
"Mengapa kau menyebut Alexa itu 'Medusa'?” tanya Tabitha dengan menakan kata "Medusa".
"Dia menyeramkan. Aku tak suka!"
"Fio, dia calon kakakmu."
"Aku belum ikhlas Dad."
"Ya Tuhan, urus putrimu aku lelah melihat tingkah gilanya!"
"Dia putri kita, honey." Tak mendengarkan ucapan Arthur, Tabitha berjalan memasuki kamar mereka. "Kenapa kau menekuk wajahmu?"
"Entahlah Dad, sejak melihat wajah si medusa itu. Aku sudah merasa tak enak, hawanya sangat membuatku muak!"
"Fio, sudahlah. Bersihkan tubuhmu lalu kita makan."
"Oke Dad!"
Fiorella langsung memasuki kamarnya, ia melakukan perintah Arthur. Hingga waktu makan malam tiba dan ia hendak menuruni tangga namun ia sempat melihat Leonardo yang berjalan dengan langkah lebarnya memasuki tangga.
Fiorella yang mengetahui kakaknya tengah marah berusaha berlari mencegah kakaknya masuk ke kamar namun pintu itu terlebih dahulu menutup dengan bunyi yang kencang. "Astaga, apa yang terjadi?!" Fiorella menuruni tangga dan menatap Arthur dan Tabitha yang duduk di meja makan.
"Ada apa dengan kakak, Mom?"
"Dia hanya lelah."
"Oh."
Makan malam berjalan seperti biasa, hingga Fiorella kembali ke kamarnya untuk tidur namun ponselnya berdering terlebih dahulu. "Happy nice dream, Princess." Senyum dengan rona merah itu kembali terlukis di wajah Fiorella. Ia memilih tak menjawabnya, ia perlu waktu untuk menormalkan degub jantungnya yang menggila.
***
Fiorella menatap sekeliling ruangan yang sudah dihias sangat indah di dalam gedung milik De Lavega. "Jangan letakkan bunganya disini, letakkan saja di dekat altar taburi beberapa macam di sana."
"Baik Nona." Fiorella tersenyum ia kembali mengelilingi tempat acara milik kakaknya itu.
"Tunggu." Fiorella meraih segelas wine lalu ia menatap si pramusaji.
"Tolong siapkan beberapa jus, aku yakin beberapa dari tamu kurang menyukai alkohol."
"Baik Nona."
Lama Fiorella mengelilingi tempat acara hingga ia melupakan hal yang amat penting! "ASTAGA! CINCIN PERNIKAHANNYA!!!" Fiorella langsung menelpon salah satu maid yang ada di mansion untuk menyuruhnya kemari mengantarkan cincin pernikahan Leonardo dan Alexa.
Hingga riuh tepuk tangan terdengar di depan gedung, Fiorella yakin pasti mempelai wanitanya sudah datang. "Sial! Si medusa itu pasti sudah datang! Bagaimana ini?! Cincinnya!!" Hingga lima menit kemudian sebuah mobil hitam menepi tepat di depannya. Fiorella tau itu adalah maid suruhannya.
"Dimana?"
"Ini Nona." Si Maid menyerahkan kotak beludru berwarna biru.
Fiorella tersenyum ia membuka isi kotak itu dan melihat dua cincin berlian pernikahan milik Leonardo dan Alexa. "Terimakasih, kau tak usah kembali ke mansion. Bantulah sesuatu disini."
"Sesuai perintahmu, Nona."
Fiorella menganggukkan kepalanya, ia langsung bergegas memasuki gedung yang sudah ramai. Namun hal aneh terlihat di sana. Tampak semua orang terlihat tegang, tak terkecuali kedua orang tuanya. Fiorella mendekati Tabitha dan menatap kakaknya yang terlihat amat marah saat ini. "Mommy," ucap Fiorella pelan
"Tak apa, kau pergilah dulu ambilkan aku minuman," ucap Tabitha mengelus sayang puncak kepala putrinya.
"Tapi Mom_"
"Fio, tak terjadi apapun."
"Baiklah." Fiorella dengan cepat memutar haluan berjalan ke arah pantry meninggalkan keributan yang bahkan ia tak tau apa penyebabnya.
Setelah meraih minuman untuk Tabitha, gadis itu kembali ke ruangan yang sudah tampak sangat tegang. Bahkan si medusa, Alexa terlihat banjir air mata kali ini. Fiorella langsung menubrukkan tubuhnya di dalam dekapan hangat Arthur.
"Daddy apa yang terjadi?"
"Tak terjadi apapun."
"Tapi kenapa kak Leo terlihat sangat marah?"
"Tak apa," Tabitha berjalan mendekati Alexa dan ….
Plak!
"Sialan kau! Berani sekali kau menipu putraku!"
"Mom, biarkan aku yang menyelesaikannya."
"Ini artinya kemarin malam kau mengacuhkanku?"
"Mom."
"Mr dan Mrs. Carrington maafkan aku tapi aku menolak pernikahan ini!" putus Tabitha tajam.
"Mrs. De Lavega ku mohon."
"Putrimu sudah membohongi putraku!"
"Kami menyesal karena kebodohan putri kami."
"Enyah dari sini!"
"Tapi_"
"Pergilah sebelum vidio mu dengan Erick aku pertontonkan disini," ujar Leonardo dingin pada Alexa. "Leo ku mohon maafkan aku."
"Pergi dari hadapanku jalang!" sentak Leonardo dan berlalu keluar dari dalam gedung dikejar oleh Reoxane dan beberapa bodyguard milik Arthur.
Fiorella benar-benar tak mengerti dengan keadaan yang sedang terjadi saat ini. Tapi yang pasti pernikahan ini batal. "Maaf, seperti yang kalian lihat, pernikahan ini dibatalkan. Dan untuk mu Mr. Carrington aku membatalkan semua kesepakatan kerja sama antara kau dan aku terimakasih," ujar Arthur dan menarik Tabitha serta Fiorella keluar dari dalam gedung memasuki mobil limosin yang sudah diisi oleh Alexander dibangku supir.
"Tolong katakan apa yang terjadi?!" ucap Fiorella disertai desisannya. Sungguh! Ia tak mengerti sebenarnya ada apa ini?!
"Kita akan bicarakan dirumah," ucap Arthur sementara Tabitha hanya mampu menangis selama perjalanan. Sesampainya di mansion, Tabitha bergegas memasuki kamarnya sementara Arthur langsung mengekori istrinya, ia harus menenangkan Tabitha yang mungkin sedih akibat kelakuan kurang ajar Alexa.
Fiorella menatap Alexander tajam. "Uncle Alex, tolong katakan sebenarnya ada apa?"
"Saya tak bisa mengatakannya Nona."
"Katakan atau kau akan aku adukan pada Daddy."
"Tapi_"
"Ini perintah!"
"Baiklah, jadi pernikahan tuan muda dibatalkan karena Nona Alexa telah_"
"Telah apa?"
"Ia telah berselingkuh di belakang tuan muda, Nona."
"APA?!"
♣♣♣
"Kurang ajar! Mati kau nenek sihir!!" Fiorella bergegas keluar dari mansion bahkan ia tak memperdulikan dress yang dipakainya kotor karena terseret tanah."Aku akan merusak penampilanmu, lihat saja kau Medusa!" Fiorella memasuki mobil milik Leonardo ia mengendarai mobil itu dengan kecepatan di atas rata-rata. Ia menuju mansion keluarga Carrington. Sesampainya di sana, ia langsung turun bahkan ia cukup kesusahan karena gaunnya, ia lantas meraih gunting yang tersimpan di dalam dashboard mobil dan menggunting bagian bawah dressnya sampai di bawah lutut. "HABIS KAU!"Dengan cepat Fiorella keluar dari mobilnya, ia tanpa mempedulikan penampilannya yang berantakan memasuki mansion itu tanpa permisi. "MEDUSA KELUAR KAU SIALAN!!""MEDUSA!!!" Tak lama beberapa orang berpakaian serba hitam mencegat langkah lebar Fiorella."Jangan halangi aku! Aku putri De Lavega! Jika kau berani melawanku kau akan berakhir di pinggir jalan!!" ancam Fiorella yang berhasil membuat orang itu membuka jalan untukny
Arthur dan Tabitha membelalak kala melihat sosok gadis yang tengah berada di dalam gendongan Alexander. Arthur langsung mendirikan tubuhnya dan berjalan cepat ke arah anak buahnya itu. "Ada apa Alex? Kenapa Fio sampai seperti ini?" tanya Arthur seraya memindahkan tubuh putrinya ke dalam gendongannya."Uncle Alex tak tau apapun Dad, biar aku yang ceritakan.""Baiklah, kembali bekerja Alex." Alexander menganggukkan kepalanya, pria itu lantas keluar dari mansion sementara Arthur berjalan ke arah sofa dan merebahkan tubuh putrinya di sana. Tabitha menghampiri ayah dan anak itu, ia mendudukkan tubuhnya di samping Fiorella. Matanya menelisik bak laser memperhatikan setiap jengkal tubuh putrinya hingga matanya terkunci pada kaki Fiorella yang dibalut perban. "Astaga, apa yang terjadi? Mengapa kakimu diperban? Kau terluka?" Pertanyaan beruntun keluar dari bibir Tabitha, wanita itu mengusap dahi putrinya lembut."Jawab Fio," tekan Arthur yang tak tahan dengan diamnya Fiorella."Aku mendapat
Two weeks later...Fiorella menatap boneka yang diberikan oleh Christian, gadis itu tersenyum manis mengingat saat Christian memberikan boneka itu. Walaupun sudah dua minggu ia mendapatkan hadiah itu, namun rasanya ia terus berbunga-bunga saat melihat boneka itu.Tak lama ponsel gadis itu berdering, ia langsung meraih dan menggeser ikon hijau kala nama Mommy nya tertera di layar ponsel. "Ya Mom? Ada apa menghubungiku?""Hai Sweetie, apa kabarmu?""Aku baik Mom, selalu. Bagaimana kabar Daddy dan Mommy?""Mommy baik, begitupun dengan Daddy mu.""Kakak? Apa dia masih memikirkan si medusa itu?""Bahkan lebih dari melupakan.""Maksudmu Mom?""Ia bahkan akan menikah besok pagi.""APA?!""Hentikan teriakanmu! Kau membuat telinga Mommy sakit.""Em, maaf Mom.""Jadi kau pulanglah kemari. Mommy yakin kali ini ia tak akan batal menikah.""Kenapa Mommy sangat yakin?""Yah, karena kakak mu yang bre*gsek itu berhasil menumbuhkan nyawa di rahim wanita polos itu.""DOUBLE SHIT!!! KAKAK GILA!""Jangan
Fiorella menatap layar ponselnya yang sedari tiga detik yang lalu menyala. Gadis itu lantas meraih dan memeriksa ponselnya, terdapat dua pesan dari satu orang yang sama, dan tentu saja itu dari bossnya, Christian. "Aku tak berniat mengganggu acara keluargamu, tapi maaf kau harus pulang sekarang Fio. Salah satu owner dari brand yang akan kau peragakan meminta untuk bertemu langsung denganmu. Aku sudah berusaha berbicara perlahan tentang keadaanmu tapi ia tak mengerti.""Hubungi aku jika kau sudah membaca pesanku." Fiorella langsung menghubungi Christian seperti yang pria itu katakan. "Tian?""Ya, Fio. Maafkan aku_""Tak apa, aku mengerti. Ini memang salahku jadwal ini sudah ditentukan lama dan aku memutusnya sepihak. Wajar jika mereka marah.""Aku sudah berusaha semampuku_""Tak apa Tian, aku akan pulang sekarang. Bisa kau bujuk mereka?""Ya, aku akan berbicara lagi dengan mereka.""Baiklah, aku tutup.""Ya, happy nice day.""Thank you." Fiorella menutup sambungan teleponnya, ia langsu
Fiorella berpose dengan berbagai gaya di depan lensa kamera. Gadis itu tersenyum manis di tengah sesi pemotretan yang sedang ia lakukan. Saat waktu istirahat tiba seorang pria datang dengan membawa sebotol air mineral untuk Fiorella. "Terimakasih Tian.""Ya, sama-sama. Lunch together?""Of course yes." Christian menanggapi Fiorella dengan senyum manisnya, kedua orang itu keluar dari ruang photoshoot dan berjalan beriringan memasuki area pantry."So, bagaimana kabar kakakmu?" tanya Christian dengan meminum kopinya."Aku mendapat kabar dari dua minggu yang lalu, mereka terlihat bahagia. Tak ada masalah," jawab Fiorella dengan memasukkan pasta ke mulutnya."Syukurlah.""Ya, syukurlah." Christian menatap Fiorella lekat, pria itu perlahan mengulurkan tangannya guna menggapai tangan Fiorella. Ia menggenggam erat telapak tangan Fiorella yang tiba-tiba mendingin."Kau gugup?" Christian semakin mengeratkan genggaman tangannya seraya menatap kedua manik Fiorella."A-aku hanya, tidak aku baik."
Fiorella keluar dari kamarnya dan berhenti tepat di kamar Leonardo dan ia melihat kakaknya yang tengah berbicara dengan Reoxane. Tak sengaja ia mendengar pembicaraan kakaknya dan ia mengerutkan keningnya bingung dengan kekeras kepalaan kakanya. "Apa yang dikatakan oleh Reoxane benar, Kak," ucap suara dari ambang pintu. Gadis itu berjalan mendekati Leonardo dan mengelus pelan lengan pria itu."Datanglah ke pernikahan itu, Daddy bilang ia sudah memaafkanmu. Ia bilang kita harus melupakan kakak ipar.""Apa maksudmu?""Daddy bilang, sampai saat ini seluruh anak buah Daddy juga belum menemukan keberadaan kak Florence," cicit Fiorella."Jadi selama ini Daddy juga mencarinya?""Ya, terutama Mommy yang terpukul karena kepergian Kak Florence.""Astaga, ku kira Daddy yang menyembunyikan Florence," lirih Leonardo menangkup wajahnya."Daddy tak tau apa-apa kak, yang jelas teman Kak Florence juga menghilang." Leonardo membuang kasar napasnya dan berdiri dari duduknya. "Dimana pernikahannya?""Di R
Fiorella berjalan dengan mengapit lengan Christian. Sebenarnya mereka ikut menyaksikan Leonardo saat pria itu mengucap janji suci di ujung altar, namun mereka ingin membuat kejutan untuk pria itu."Kau lapar?" tanya Christian seraya membelai pelipis Fiorella lembut. "Aku belum lapar.""Kau ingin kita ke sana?""Ya." Fiorella menatap Charlotte sekilas, ia mengangkat satu alisnya. "Charlotte kau mau ke sana?""Tidak, aku disini saja.""Kau yakin?""Ya, aku akan mengambil makanan saat aku lapar nanti.""Baiklah, aku dan Christian pergi dulu.""Ya, hati-hati." Fiorella tersenyum manis, sedangkan Christian mendekati Liam. "Pastikan semuanya berjalan dengan lancar, jangan ada satupun diantara mereka yang mengenali kita. Aku tak ingin ini kacau, dan ya. Kau di sini saja, temani Charlotte. Akan mencurigakan jika kita terus bersama.""Baik tuan." Liam mengangguk patuh dengan ucapan Christian. Christian dan Fiorella berjalan beriringan mendekati keluarga De Lavega yang berkumpul tepat di tenga
Two weeks later...Fiorella menatap pantulan dirinya di dalam cermin, gadis itu menyunggingkan senyum manisnya hingga terdengar bunyi bell yang menggema di dalam apartemen. Dan siapa lagi jika bukan Christian. Fiorella menjalankan kakinya dan membukakan pintu menemukan Christian dengan balutan blazer berwarna maroon yang dipadukan dengan turtleneck serta celana kain berwarna maroon, ada dasi kupu-kupu yang mencekik lehernya tak lupa hiasan di saku tepat di dada kanannya. "Ready for it?""I'm ready if that with you.""Of course." Christian membuka lengannya memberi akses untuk Fiorella membelitkan lengannya pada pria itu. Fiorella terus mengukir senyumnya yang menawan, Christian yang gemas pun segera mencuri ciuman singkat di pipi gadis itu.Mereka berjalan beriringan menuju mobil Ferrari Paninfarina Sergio milik pria itu. Sesampainya di mobil Fiorella menatap Christian dari samping. Pria itu menyalakan mesin mobilnya dan mulai menjalankan mobil itu. Mereka bergerak menuju salah satu