Sebelum kembali ke kamarnya untuk mengistirahatkan tubuhnya yang kaku akibat perjalanan yang singkat, Antoni kembali menyambangi Gifran di ruangan kerja.
Sedang Gifran yang masih duduk termenung di sofa, kaget. Papanya kembali masuk ke ruangan itu lansung duduk di hadapan Gifran.
"Apa masih ada yang mau diomongin Pa?" tanya Gifran. Ia tentu tahu, jika papanya kembali lagi, pasti ada sesuatu yang penting mau dibahas.
Antoni masih diam menatap Gifran di hadapannya.
"Papa ingin kamu menemukan gadis itu. Bawa ke hadapan Papa!"
Sontak, Gifran membulatkan matanya. Terkejut akan permintaan papanya yang belum tentu ia penuhi. Dalam hati Gifran, ia tidak mengerti apa maksud papanya menyuruhnya mencari gadis itu. Apakah gadis itu akan dimintai pertanggung jawaban atau malah disalahkan atas kejadian ini. Karena sudah barani menghajar CEO G&B.
"Untuk apa Papa bertemu dengan gadis yang sudah membuat masalah denganku?"
"Apa kamu tidak berpikir, jika kamu membawa gadis itu ke hadapan Papa, bukankah masalah akan cepat selesai. Papa tidak mau tahu. Pokoknya kamu membawa gadis itu ke hadapan Papa secepat mungkin!" serunya.
Antoni segera berlalu dari ruangan Gifran, kembali menuju kamarnya mengistirahatkan tubuhnya.
Tak lama setelah Tuan Antoni keluar, Tayo pun masuk kembali ke ruang kerja atasannya.
"Cari tau gadis bar-bar itu, Papa ingin bertemu dengannya. Kalau perlu, minta CCTV area disana untuk memudahkan. Itu membantu kita tahu nomor kendaraannya!" titah Gifran.
Tayo sudah menebak, jika saat ini Tuan besar sedang marah besar kepada atasannya. Ia pun akan berusaha mengerahkan seluruh kemampuannya untuk mencari gadis yang terlibat dengan bosnya itu.
"Iya Tuan!"
"Lobi juga para investor, yakinkan mereka kalau video tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan mereka, dan tidak akan berdampak buruk dengan kerja sama yang terjalin!"
"Baik Tuan! Tapi bagaimaan dengan memar di wajah anda?" Apa sebaiknya saya menelpon Dokter untuk datang memeriksa kondisi anda?" tanya Tayo khawatir yang sedari tadi melihat atasannya tidak dalam kondisi baik-baik saja.
"Kamu kira aku cengeng seperti anak kecil yang sedikit-sedikit memanggil Dokter? Tidak usah khawatir, ini cuma memar kecil, dikompres dengan es lalu diberi salep akan sembuh kok. Kamu kembalilah, aku berharap besok, berita itu sudah hilang." harap Gifran.
"Baik Tuan, jaga kesehatan anda, saya pamit undur diri." ucap Tayo meninggalkan ruang kerja Gifran.
"Cih, kamu kira aku sekarat apa!" Dasar Tayo, Tayo." sembur Gifran.
***
Makan malam di kediaman Castanyo kali ini berbeda dari biasanya. Saat mereka berkumpul di meja makan, biasanya di selingi obrolan yang membuat suasana menjadi hangat. Akan tetapi, kali ini semua orang yang duduk di kursi, tidak ada yang berani membuka suara untuk memulai perbincangan. Hingga bepindah ke ruang keluarga, mereka hanya sibuk dengan aktivitas masing-masing, Gina dan Sony sibuk mengajak bayi mereka berbicara yang masih di dalam perut buncitnya, Lusi yang sibuk membolak-balikan majalah fashion, Gifran yang fokus dengan benda pipih yang menjadi pegangan wajib sejuta umat, serta Antoni sendiri fokus membaca koran.
Celetukan Gina membuat semuan orang menoleh ke arahnya.
"Aduh, Mas anak kita menendang-nendang kayaknya dia sibuk bermain bola di dalam." ucap Gina terharu saat merasakan pergerakan bayinya.
"Kondisi Cucu Papa baik-baik saja kan?" tanya Antoni menoleh ke arah Gina seraya meletakkan koran ke atas meja.
"Iya Papa. Cucu Papa baik kok. Hanya saja, Gina tidak melanjutkan kalimatnya, ia terlihat ragu menatap Gifran yang fokus dengan ponselnya.
Antoni yang melihat sang anak tak melanjutkan kalimatnya pun ikut khawatir.
"Kenapa, hanya apa?" tanya Antoni.
"Babynya mau di elus oleh si gadis yang udah nonjok Kak Gifran." ujar Gina lirih, dengan tatapan sendu ke arah Antoni, tapi masih jelas terdengar oleh semua orang yang ada di ruangan itu.
"Apa! Kamu nggak salah sayang?" tanya Sony terkejut.
"Nggak, justru itu, aku mau Ka Gifran mencari tahu perempuan itu dan membawanya ke mari, supaya perutku di elus-elus sama dia. Kan bisa nular sikap keberaniannya kepada anak kita nanti, kalau permintaannya dituruti." Gina beralih menatap Gifran sendu.
Yang ditatap tidak menanggapi ocehan Gina, yang mulai berakting dengan netranya yang berkaca-kaca.
Lusi yang sejak tadi sibuk membolak-balikan majalah, mendengar permintaan anaknya itu tidak ditanggapi Gifran, ia malah melemparkan majalah itu ke wajah sang anak yang gagah nan rupawan. Gifran yang tadi serius dengan ponselnya, perhatiannya pun teralihkan.
"Ada apa sih Mah, Pah?" tanya Gifran serius memperhatikan kedua orang tuanya yang sedang menatapnya tajam.
"Kamu benar-benar nggak peka Gifran!" Dari tadi adikmu ngomong ke kamu, malah kamu cuekin! Pantas saja jodohmu di hempas angin, karena kamu tidak sungguh-sungguh menangkap dan memperjuangakannya, apa lagi mencarinya! Keburu diambil orang baru tau rasa!" omel Lusi.
"Mama kalau jodoh itu nggak usah di cari, akan datang sendiri kok, Kalau saya mau saya bisa membeli bebas perempuan di Kelabu Malam!" ucap Gifran.
"Kalau kamu berani membawa perempuan seperti itu ke dalam rumah, Mama tidak segan-segan akan memotong burung bangaumu! Ingat itu!" ancam Lusi.
Mendengar ncaman mamanya yang tidak main-main, Gifran pun lekas berkata,
"Kok, Mama tega sih, nanti aku nggak bisa dong kasi Cucu yang turunan dari seorang bidadara surga nan rupawan (jiwa sombongnya keluar dengan tingkat ke PD-an level 10). Ini saja masih premium alias alami, belum tercemar polusi lingkungan wanita-wanita." ucapnya sambil menutup pusaka burung bangaunya.
Antoni malas mendengar banyolan aneh yang keluar mulut anak laki-lakinya.
"Berani kamu bermain api, Papa akan mengirimmu ke Antartika, biar kamu disana dikerumuni Pinguin!" timpal Antoni.
Telinga Gifran memanas mendengar omelan dari kedua orang tuanya. "Oke-oke, baiklah aku akan membawa gadis bar-bar itu ke hadapan kalian besok, Tayo sudah mengetahui keberadaannya." sahut Gifran berlalu menuju ke kamarnya.
Gina yang sedari tadi diam, kembali senang usai mendengar permintaan konyolnya akan dikabulkan lagi oleh sang Kakak.
"Terima kasih Ma, Pa. Kalian memang terbaik diajak bersekutu menghadapi Kak Gifran." tukas Gina tersenyum bahagia memeluk kedua orang tuanya.
Lain Gina yang senang permintaannya akan dikabulkan oleh kakanya. Soni sang suami Gina tidak bisa berbuat banyak menghentikan aksi sandiwara istrinya yang selalu merepotkan abangnya. Walaupun mereka adik kakak. Tapi status Sony sebagai suami merasa tidak terlalu direpotkan oleh istrinya semenjak hamil.
"Saya merasa bersalah kepada Bang Gifran yang selalu direpotkan Gina Ma, Pa," sahut Sony mengelus tengkuk lehernya.
"Tidak apa-apa sayang, yang penting Gina senang. Mama, Papa akan membantu. Yang jelas Cucu kami baik-baik saja," tutur Lusi seraya mengelus perut Gina.
"Yang dikatakan Mamamu benar, tidak usah khawatirkan Gifran. Ia selalu memenuhi permintaan Gina sejak kecil yang manja. Karena bagaimana pun, ia sangat menyayangi adiknya dan tentu juga calon ponakannya." sahut Antoni.
"Sebaiknya kamu istirahat sayang, Ibu hamil tidak boleh tidur terlalu malam."
Gina yang sedari kecil mendapat perhatian penuh dari kedua orang tuanya, tentu ia sangat bahagia. Walaupun ia sudah menikah, tapi kasih sayang mama dan papanya tidak pernah berubah semenjak statusnya sekarang sudah menjadi istri.
"Papa dan Mama juga, kalian beristirahatlah, kan mau menggendong Cucunya nanti, Jadi kalian harus sehat." pesan Gina berpamitan kedua orang tuanya.
"Kamu juga masuklah, susul istrimu istirahat. Pasti kamu lelah setelah perjalanan bisnis di Singapura!" ujar Antoni menepuk bahu Sony seraya melangkah menuju kamar di ikuti Lusi.
"Iya Pa, Ma. Selamat malam."
Semua anggota keluarga Castanyo kembali ke kamar mereka masing-masing untuk mengistirahatkan tubuhnya yang lelah dan bersiap menyambut hari esok.
.
Matahari mulai menelisik dibalik jendela kamar Serena. Gadis yang menjadi viral itu masih setia bergelung di balik selimut. Di dalam mimpinya, ia bertemu dengan seorang Pangeran berkuda putih yang sangat tampan. Dengan gagah berani, Pangeran itu mengangkatnya dan membawanya naik ke Kuda yang ditunggangi bersama. Dengan posisi yang intim Pangeran memeluk Serena dari belakang, membantu menarik tali kekang kuda agar menuruti perintah sang majikan.Keduanya sangat bahagia, jalan-jalan sembari menunggang kuda merupakan hal yang romantis. Di saat keduanya berhenti di sebuah hamparan sabana yang luas, Pangeran turun, dan membantu Serena dengan mengulurkan tangan. Serena dengan senang hati menyambut uluran tangan Pangeran, akan tetapi ia tidak fokus karena terus memandangi wajah nan rupawan ciptaan Tuhan dihadapannya, sehingga ia jatuh ke tanah dengan dengan posisi berada diatas Pangeran.Keduanya merasa canggung saat wajah Pangeran makin maju mendekati hidung dan bibir Serena
Serena dan Gifran masih dalam posisi saling berdiri dan saling menatap. Diantara keduanya tidak ada satupun kalimat yang keluar dari mulut mereka. Hingga Bi Ira datang, menghentikan aksi mereka."Tuan dan Nona silahkan ke ruang tengah, Tuan besar sudah menunggu di sana." ucap Bi Ira."Baik Bi, terima kasih." balas Gifran berbalik melangkah menuju ruang tengah tanpa mengajak Serena.Sedang Serena, gadis itu masih terpaku di tempatnya. Berdiri bak patung di Madame Tussauds yang dipajang. Pikirannya mulai berkelana macam-macam. Memikirkan nasib dirinya yang sudah diujung tanduk. Entah apa yang akan keluarga mereka lakukan terhadapnya, yang jelas posisi Serena saat ini serba salah. Ia mengutuk kelakuannya sendiri saat meninju CEO G&B. dan sekarang, saat ini dirinya tengah berada di kandang harimau.***Di ruang tengah, dimana Antoni, Lusi, Gina dan Sony sudah duduk diatas sofa, yang terbuat dari bulu domba, di rancang kh
Mama Lusi terus berusaha menyadarkan Serena. Semua bagian indra yang melekat pada tubuh gadis itu, tak luput diberi aromatherapi. Serena perlahan mengerjap, kelopak mata yang tadi tertutup akhirnya sedikit mulai terbuka. pandangannya masih sedikit kabur. Ia berusaha mengingat kejadian sebelum dirinya pingsan. Matanya menelusuri ruangan yang di tempatinya, jelas terlihat berbeda. Di sudut kamar itu terdapat dua buah sofa abu-abu. Lukisan klasik bertengger di dinding, serta ranjang empuk yang menyenangkan. Lampu kristal menggantung sempurna di langit-langit kamar. Serena meyakini pintu sebelah kanannya merupakan walkin closet yang bersatu dengan kamar mandi. Ia yakin dirinya berada di salah satu kamar di kediaman keluarga Castanyo. Melirik ke samping, Serena melihat wajah cemas wanita paruh baya yang usianya tidak lagi muda, tapi masih terlihat cantik."Ta-tante." Aku dimana sekarang?" tanya Serena berusaha bangun.Mama Lusi senang melihat Serena bangun. Dan
Menjelang sore, Serena bersiap-siap pulang. Usai mengecek laporan harian, ia lekas mengambil tas dan meraih gawainya yang tergeletak di atas meja. Melangkah keluar ruangan, ia berpapasan dengan karyawannya yang membersihkan ruangan. "Semuanya aku duluan yah," sapanya lalu lekas melangkah menuju keluar, ojek online yang telah dipesan tadi sudah tiba.Untung dia memesan ojek online. Sehingga dengan cepat sampai di rumah. Tidak perlu repot-repot mengantri lama menunggu kendaraan bergerak satu sama lain.Duduk di depan teras rumah sore hari sembari menikmati cemilan pisang goreng dengan teh hangat, Ratu melihat anaknya turun dari ojek online. "Kamu dibawa kemana tadi sama pengawal keluarga Castanyo? Kamu nggak diapa-apainkan sama mereka ? Terus diantar sampai ke toko jugakan?" tanya Ratu kepo. Mengikuti dari belakang saat Serena tiba menapakkan kakinya di atas lantai rumahBerbalik menghadap ke arah mamanya Serena pun angkat bicara, "Mama Ratuku
Jarum jam menunjukkan pukul sebelas malam, manik mata coklat milik Serena belum juga menampakkan tanda-tanda sayup kelelahan. Bergeliat ke kanan dan ke kiri mencari posisi tidur yang nyaman, tidak membuatnya terlelap juga. Memikirkan ucapan Tuan Antoni yang terus berputar di kepalanya membuatnya gelisah, galau, merana. Seperti mau sidang skripsi saja. Pikir Serena. Merasa bingung dan butuh seseorang mendengarkan curahan hatinya, tangannya bergerak meraih gawai yang terletak di atas nakas, samping ranjangnya. Kemudian mencari nomor sahabat seperjuangannya sejak SMA. ["Hm, halo ada apa Paulina?"] tanya Lela di seberang sana dengan suara serak khas tidur. ["Tumben lo tidurnya cepat banget. Biasanya jugakan lo begadang sampai pagi.] seloroh Serena dengan lembut. ["Ya ampun Serena Paulina Geum Jan Di! Menurut kamu. Ini sudah jam tidur tau! Masih nanya aja! Ada apa? Nggak biasanya kamu nelfon malam-malam begini?"] omel Lela di ujung ponsel.
Di dalam cafe Cidaha, terdapat dua manusia berbeda jenis kelamin yang duduk saling berhadapan. Dibatasi meja bermaterial kayu jati sebagai penyekat antara keduanya. Makanan dan minuman yang sejak tiga puluh menit yang lalu, telah tersaji di atas meja, belum tersentuh juga oleh keduanya.Baik Gifran maupun Serena belum ada yang memulai obrolan tersebut. Hingga bunyi ponsel Serena mengalihkan perhatiannya. Ia meraih gawai yang terletak di atas meja. Lalu menggeser ikon hijau mengangkat panggilan itu.["Ada apa cinta?"] tanya Serena usai mendekatkan benda pipih itu ke telinganya.["Teman Kakak, Kak Lela datang mencari ke toko."] jawab Cinta di seberang sana.["Oh Baiklah. Katakan padanya untuk menunggu di dalam ruanganku. Tiga puluh menit lagi aku ke sana."] usai mengakhiri panggilan itu, Serena kembali meletakkan gawainya ke atas meja."Situasi macam apa ini. Oh Tuhan," gumam Serena dalam hati.&nb
Serena ngedumel usai kepergian Usai kepergian Gifran yang seenak jidatnya meninggalkannya sendirian di atas rooftop. Lekas Serena melangkah turun ke parkiran melajukan motornya menuju toko kue milik keluarganya. Membelah jalanan di siang hari, dengan berjuang melawan debu dan polusi hanya agara bisa sampai di toko keunya. Serena turun dari motor usai memarkirkan di bawah pohon yang ada di sudut parkiran. Kemudian masuk ke dalam toko mencari keberadaan Lela sahabatnya."Lela mana?" tanyanya pada Cinta saat berpapasan di depan etalase kue."Dalam di ruangan Kakak!" jawab Cinta sambil memasukkan kue baru yang matang, ke dalam etalase.Serena melangkah menuju ruangannya. Sampai di depan pintu kayu jati berwarna putih tulang, ia membuka dan mendapati Lela yang tengah tiduran di atas sofa."Ck! Nih anak kebiasaan banget tiduran di ruang kerja orang," gerutunya sambil meletakkan tasnya ke atas meja.Meraih gelas yang ada di dispenser sambil menuangk
Sampai di rumahnya semalaman Serena langsung merebahkan tidurnya karena sudah terlanjur kecewa dengan laki-laki kedondong itu. Hari ini, gadis itu bangun pagi-pagi sekali. Ia lekas keluar kamarnya menghampiri si 'Belen' kesayangannnya. Berdiri dengan sedikit membungkuk, Serena memberikan makanan untuk Ikan hias kesayangannya berjenis Platy Blue Mickey Mouse, yang sudah ia beli dari penjual ikan hias di Pasar seharga Lima belas ribu per ekor. Jenis ikan ini memiliki warna yang cukup menarik, dan bisa menyala seperti halnya ikan neon tetra.©"Bel, menurut kamu, apa aku harus mengatakannya kepada duo Raja Ratu, kalau Tuan Antoni menginginkanku bertunangan dan menikah dengan anak kedondongnya itu, orang yang sama sekali belum ku kenal?" curhat Serena terpaku menatap aquarium."Nggak mungkinkan Bel. Membayangkan bersanding dengan si kedondong membuatku merinding saja. Siapa juga yang tahan dengan sikap dingin laki-laki seperti itu. Bahkan, sifatnya yang jutek mem