"Carlos Daniel.... Go Jun Pyo...." ucap Ibu dan anak itu bersamaan. "Wah, apakah ini mimpi Serena paulina Geum Jan Di? Atau bisa jadi, inilah jawaban disetiap doa yang kupanjatkan kepada Tuhan. Mempunyai calon menantu rupawan, dengan ketampanan yang hakiki diatas rata-rata." seloroh Ratu dengan mata tak berkedip.
Mendengar ucapan mamanya yang terkesan lebay, Serena kemudian mencubit lengan Ratu untuk menyadarkannya.
"Aw! apa-apan kamu ini. Merusak suasana hati Mama aja kamu!" bisik Mama Ratu menoleh ke anaknya.
Orang-orang di sekeliling merekapun tak kalah terkejutnya. Bagaikan suatu anugerah melihat wajah ganteng nan rupawan sekelas artis secara gratis. Sehingga, tak sedikit dari mereka yang diam-diam mengambil gambar laki-laki yang berdiri di hadapan mereka.
Setelah menjauhkan baju laknat itu dari wajah atasannya, Tayo berucap, "Maaf Tuan, ini kesalahan saya, seharusnya saya yang langsung turun tangan mencari pesanan Nona muda!"
"Sudahlah. Tidak apa-apa. Lagian sudah terlanjur. Ayo tinggalkan tempat sial ini!" perintahnya sembari melangkahkan kakinya diikuti Tayo di belakangnya.
Semua mata masih tertuju kepada Gifran yang berlalu seperti model catwalk.
Dua jam yang lalu.
Bunyi ponsel mengalihkan perhatian Gifran yang sibuk memeriksa dokumen. Matanya melirik ke arah benda pipih yang tergeletak di atas meja. Lalu diraihnya benda itu usai melihat nama yang menelfon. "Kakak, aku punya permintaan dan harus dipenuhi oleh Kakak sendiri!" sembur sang adik langsung tanpa basa-basi. "Ini bukan kemauanku, tapi si jabang baby merengek menginginkan sesuatu dari unclenya. Kalau tidak dipenuhi, ponakan Kakak nanti ileran loh! Kan, yang malu nanti Kakak sendiri. Gara-gara Unclenya tidak menyanggupi permintaan si baby. Apa Kakak tega melihat anakku nanti ngences terus!" terang Gina yang mulai melancarkan aksi aktingnya layaknya artis papan atas.
"Hallo Kak, Kak Gifran masih denger kan?" tanya Gina diujung telepon.
"Cepat katakan, apa permintaanmu!" seru Gifran memijit pelipisnya. Ia membayangkan perintah aneh dari sang adik yang terus membual demi mengatasnamakan ngidam. Aneh memang, bukannya suami diperintah ke sana kemari, ini malah Gifran yang jadi sasarannya. Wanita hamil memang juara, tidak ada tandingannya! begitu pikirnya.
"Belikan aku Kedondong di Pasar tradisional. Inget yah Kak, Kedondong yang dibeli dan dipegang langsung oleh tangan Kakak. Bukan dari tangan Tayo! Apalagi dari tangan orang lain!" titahnya penuh penekanan.
Gifran masih memegang pelipisnya. Dugaannya benar, adiknya itu selalu membuatnya kerepotan.
"Iya! Tunggu Kakak pulang kantor. Nanti aku beli."
"Jadi keburu habis dong! Pasarnya udah tutup sore nanti! Kan, aku maunya Kak Gifran beli di Pasar Tradisional. Bukan di supermarket. Aku maunya sekarang Kak bukan nanti sore! Si Baby udah nggak tahan, mau makan Kedondong dari tangan berkualitas Unclenya! rengek Gina dibalik telepon seraya mengusap perut buncitnya.
***
Maka disinilah Gifran berada di Pasar Tradisional. Entah kesialan apa yang menimpa dirinya hari ini, hingga dihadapkan dengan situasi yang rumit dihadapannya.
Melihat Baju lingering miliknya dibuang ke dalam tong sampah, si penjual baju laknat hanya melongos usai Tayo membuangnya di tempat sampah dan berlalu begitu saja.
Gifran berjalan melewati Ibu dan Anak, yang melemparkan baju laknat ke wajahnya. Ia hanya melirik dengan tatapan dingin penuh kemarahan.
"Wah, si Carlos Daniel Go Jun Pyo keren banget, cocok jadi menantu idaman yang dirindukan." Mama doakan kamu dipertemukan laki-laki itu lagi!" ucap Ratu seraya tersenyum ketika melihat Gifran berlalu.
Tak mau kalah, Serena ikut menimpali ucapan Mamanya, "Apa lagi kalau jadi suamiku, pasti jadi suami idaman yang mendadak jadi aktor telenovela," gumam Serena membayangkannya senyum-senyum sendiri.
Lamunan kedua perempuan beda usia itu buyar, tatkala penjual baju laknat menghampiri mereka untuk meminta pertanggung jawaban.
Beridiri di hadapan Ibu dan Anak itu, lekas si penjual baju laknat berkata, "Ibu dan Nona, harus ganti rugi baju yang diambil tadi."
Ratu dan Serena menatap si penjual baju, kemudian membalasnya, "Eh Mas, kami tidak membelinya. Jadi, buat apa saya ganti rugi!" balas Ratu tak mau kalah berdebat.
"Tapi kan, gara-gara Ibu dan Nona yang memperebutkan lingering tadi."
"Iya kami tahu dari awal kami ambil. Tapi, ujung-ujungnya nggak jadi ambil juga, malah dibuang oleh si ganteng tadi!" tutur Ratu.
"Pokoknya saya tidak mau tahu Ibu dan Mba harus ganti rugi dua kali lipat, gara-gara anda berdua baju lingering itu dibuang!" tekan penjual baju laknat.
"Yehh..." Itu bukan salah kami! Kalau anda minta ganti rugi, minta sama Carlos Daniel Go Jun Pyo! Semua orang juga melihat kalau bukan kami yang membuangnya! Iya kan ibu-ibu?" gerutu Serena seolah mengumpulkan dukungan.
"Iya benar itu Pak, kedua laki-laki tampan tadi yang membuangnya!" celetuk salah seorang Ibu-ibu berbadan gemuk dengan gincu merah.
Mendengar ocehan para Ibu-Ibu yang yang notabene disebut the power of emak-emak , membuat si penjual baju laknat tak bisa berkutip lagi. Ia tidak mampu melawan mulut cabe Ibu-ibu yang memakai gincu merah merona di hadapannya. "Ya sudah, kalian pada bubar-bubar ngapain tinggal disini!" usir si penjual baju laknat.
Mereka membubarkan diri usai diusir dari lapak penjual baju laknat. "Kita juga meningan balik deh Mah. Nggak ada yang bisa dibeli. Para pedagang sudah pada bubar." ujar Serena memutar badannya.
Mereka berdua pulang tanpa membawa apa-apa. Walaupun pulang dengan tangan kosong, tapi setidaknya mata mereka tidak pulang dengan tatapan kosong. Yang ada Malah, Ratu dan Serena menikmati mahakarya ciptaan Tuhan dengan pahatan yang sempurna pada sosok laki-laki tadi.
Di sepanjang perjalanan, Gifran kembali memikirkan kata-kata adiknya. "Ah.. benar-benar menyebalkan!" gerutunya.
Tayo yang menyetir di depan, sesaat melirik ke cermin gantung memperhatikan atasannya.
"Kenapa Tuan?" tanya Tayo. Bukannya menjawab, Gifran malah menanyakan sesuatu.
Menoleh ke arah jendela mobil sambil memangku tangannya ke atas paha, Gifran berkata,
"Dimana ada penjual kedondong yang berkualitas?" tanyanya yang masih memperhatikan jalanan.
"Biasanya ada di Pasar Tuan dan supermarket," jawabnya dengan fokus mengemudi.
Jawaban tentang pasar membuat Gifran, mengingat kejadian beberapa saat yang lalu di pasar. Membuatnya menghembuskan nafasnya berat. "Hari ini benar-benar sial!" gumamnya.
Detik kemudian, bunyi ponsel menampilkan nama sang adik. Antara ragu dan malas mengangkat. Tapi dering ponselnya terus berbunyi dan mengganggunya, membuatnya terpaksa mengangkat. "Kakak, di mana sekarang? Sudah dapat kedondong kualitas premium?" tanya Gina tanpa spasi dibalik telfon.
"Belum, ta-" ucapan Gifran terpotong tatkala Gina sudah mengomel lebih dulu.
"Kakak, memang nggak peduli sama aku lagi! Kakak kurang peka! Biarin aja kalau nanti ponakan Kakak ngences ileran. Unclenya aja kurang peka dan perhatian. Yang diutamakan hanya kerja, kerja dan kerja. Kakak nikah aja sama pekerjaan Kakak sendiri! Gak usah peduli sama aku lagi! Pantas saja sampai sekarang Kakak jomblo. Sifat Kak Gifran kurang peka, tidak mencerminkan Kemanusiaan yang adil dan beradab, apa lagi menunjukkan sifat keadilan sosial bagi seluruh keluarga Indonesia!" cecar Gina panjang lebar.
"Aku kecewa sama Kakak!" ucap Gina mematikan ponsel sepihak tanpa memberi kesempatan Gifran berbicara.
Gifran hanya melempar ponselnya ke samping jok mobil sambil memijit pelipisnya usai mendapat ceramah singkat dari sang adik.
Tayo melirik sang atasan dari balik cermin menampilkan wajah kusut. "Tuan dari Nona Gina yah?" tanyanya hati-hati.
"Cepat carikan buah kedondong. Pokonya hari ini harus dapat walaupun harus berkeliling!" ucapnya
"Baik Tuan!"
Usaha demi mencari buah kedondong kualitas premium merupakan perkara sulit bagi seorang Gifran Aleandro Castanyo, dibanding bertemu klien mempresentasekan kerja sama yang sangat mudah baginya mendapatkan kontrak. Sebagai seorang CEO Glow & Bright yang cerdas dan berkharisma, tentu harga dirinya dipertaruhkan demi sebuah permintaan konyol dari sang adik. Bila tidak dipenuhi, Gina tentu saja merengek sepanjang hari seperti anak kecil. Dengan mengatasnamakan apa lagi kalau bukan ngidam senjata utamanya.Mobik yang dikemudikan Tayo berhenti di perempatan lampu merah. Matanya melirik ke arah jendela, seketika ia melihat penjual kedondong diseberang jalan. "Kita putar arah!" titahnya pada Tayo"Kita akan melanggar Tuan! Di depan ada pos polisi." ujar Tayo.Iya tahu jawabannya kali ini, bukan jawaban yang diharapkan dari atasannya."Ck!" Pokoknya cari cara supaya bisa putar arah! Di seberang sana aku lihat ada penjual
Usai mendapatkan Kedondong yang diinginkan Gina, Gifran dan Tayo bergegas menuju mobil melanjutkan perjalanan mereka kembali ke rumah. Kebetulan hari sudah sore, maka mereka memutuskan untuk kembali ke rumah saja. "Untung saja, Bapak tadi berbaik hati menyerahkan kedondongnya, coba kalau tidak, bisa kewalahan kita seharian penuh ke sana ke mari mencari penjual kendondong tanpa alamat yang jelas. Eh, Kayak lirik lagu Tuan. hehehe maaf," ucap Tayo yang kembali fokus menyetir. Gifran tidak menanggapi ucapan asistennya itu. "Nanti kamu pesankan Pak Raja asinan kedondong kualitas terbaik di toko 'Selera Manis' titah Gifran. "Baik Tuan!" Mobil yang dikemudikan Tayo memasuki gerbang besi setinggi tiga meter, mengelilingi rumah utama keluarga Castanyo. Rumah dengan halaman yang luas, ditanami aneka jenis bunga-bunga seperti Anggrek, Mawar, Melati, Lili, Daisy dan sebaginya. Serta beberapa jenis pohon yang ditanam membuat udara di halaman terasa sejuk da
Pagi ini Serena bersiap ke toko cake milik keluarganya. Gadis itu seperti biasa memakai setelan baju kaos putih polos, dipadukan dengan sweater hitam berbahan katun. Dan celana jeans warna senada. Dengan rambut di kuncir kuda, menjadi ciri khas gadis bekulit putih itu. Serena tak menampik, walau hanya dengan polesan bedak baby dan pelembab bibir yang ia berikan ke kulit wajah dan bibir mungil miliknya, kecantikannya tidak berkurang sedikit pun. Ia lantas bercermin memperhatikan penampilannya seraya tersenyum "Sungguh Maha Karya Ciptaan Tuhan." gumamnya setinggi langit."Serena Paulina Geum Jan Di, kamun sudah siap ?" teriak Ratu di balik pintu kamarnya."Iya Mama Ratuku sejagad Raya, anakmu ini sudah selesai." sahut Serena di dalam kamar sambil meraih sepatu sneaker putih polos miliknya. Usai terpasang dikedua kakinya, ia lekas meraih pintu dan keluar menuju meja makan, ikut bergabung sarapan bersama kedua orang tuanya.
Serena memasuki cafe 'Cidaha' ia mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Lela. Ternyata, sahabatnya itu berada di sudut ruangan dekat jendela kaca yang menghadap ke arah jalan. Lela yang melihat kehadiran Serena pun melambaikan tangan."Sorry telat. Kamu tahu nggak sih, di jalan gue bertemu dua laki-laki kedondong penyebab geu celaka." terangnya ketika mendaratkan diri di kursi kayu seraya menyeruput minuman yang ada di depannya.lela hanya menggeleng kepala melihat tampilan sahabatnya itu yang kacau. Ia memastikan pasti kejadian itu membuatnya naik pitam."Lo seperti pengembara yang baru menemukan air di tengah padang pasir tahu nggak."Apa yang diucapkanLela memang benar. Ia butuh minuman dingin untuk meredakan emosinya yang bergejolak."Haahhh...." Serena melipat kedua tangannya ke atas meja seraya menundukkan kepalanya.Melihat Serena yang tidak ceria seperti biasanya, Lela sebagai sahabat hanya memberikannya supp
Sebelum kembali ke kamarnya untuk mengistirahatkan tubuhnya yang kaku akibat perjalanan yang singkat, Antoni kembali menyambangi Gifran di ruangan kerja.Sedang Gifran yang masih duduk termenung di sofa, kaget. Papanya kembali masuk ke ruangan itu lansung duduk di hadapan Gifran."Apa masih ada yang mau diomongin Pa?" tanya Gifran. Ia tentu tahu, jika papanya kembali lagi, pasti ada sesuatu yang penting mau dibahas.Antoni masih diam menatap Gifran di hadapannya."Papa ingin kamu menemukan gadis itu. Bawa ke hadapan Papa!"Sontak, Gifran membulatkan matanya. Terkejut akan permintaan papanya yang belum tentu ia penuhi. Dalam hati Gifran, ia tidak mengerti apa maksud papanya menyuruhnya mencari gadis itu. Apakah gadis itu akan dimintai pertanggung jawaban atau malah disalahkan atas kejadian ini. Karena sudah barani menghajar CEO G&B."Untuk apa Papa bertemu dengan gadis yang sudah membuat masalah denganku?""
Matahari mulai menelisik dibalik jendela kamar Serena. Gadis yang menjadi viral itu masih setia bergelung di balik selimut. Di dalam mimpinya, ia bertemu dengan seorang Pangeran berkuda putih yang sangat tampan. Dengan gagah berani, Pangeran itu mengangkatnya dan membawanya naik ke Kuda yang ditunggangi bersama. Dengan posisi yang intim Pangeran memeluk Serena dari belakang, membantu menarik tali kekang kuda agar menuruti perintah sang majikan.Keduanya sangat bahagia, jalan-jalan sembari menunggang kuda merupakan hal yang romantis. Di saat keduanya berhenti di sebuah hamparan sabana yang luas, Pangeran turun, dan membantu Serena dengan mengulurkan tangan. Serena dengan senang hati menyambut uluran tangan Pangeran, akan tetapi ia tidak fokus karena terus memandangi wajah nan rupawan ciptaan Tuhan dihadapannya, sehingga ia jatuh ke tanah dengan dengan posisi berada diatas Pangeran.Keduanya merasa canggung saat wajah Pangeran makin maju mendekati hidung dan bibir Serena
Serena dan Gifran masih dalam posisi saling berdiri dan saling menatap. Diantara keduanya tidak ada satupun kalimat yang keluar dari mulut mereka. Hingga Bi Ira datang, menghentikan aksi mereka."Tuan dan Nona silahkan ke ruang tengah, Tuan besar sudah menunggu di sana." ucap Bi Ira."Baik Bi, terima kasih." balas Gifran berbalik melangkah menuju ruang tengah tanpa mengajak Serena.Sedang Serena, gadis itu masih terpaku di tempatnya. Berdiri bak patung di Madame Tussauds yang dipajang. Pikirannya mulai berkelana macam-macam. Memikirkan nasib dirinya yang sudah diujung tanduk. Entah apa yang akan keluarga mereka lakukan terhadapnya, yang jelas posisi Serena saat ini serba salah. Ia mengutuk kelakuannya sendiri saat meninju CEO G&B. dan sekarang, saat ini dirinya tengah berada di kandang harimau.***Di ruang tengah, dimana Antoni, Lusi, Gina dan Sony sudah duduk diatas sofa, yang terbuat dari bulu domba, di rancang kh
Mama Lusi terus berusaha menyadarkan Serena. Semua bagian indra yang melekat pada tubuh gadis itu, tak luput diberi aromatherapi. Serena perlahan mengerjap, kelopak mata yang tadi tertutup akhirnya sedikit mulai terbuka. pandangannya masih sedikit kabur. Ia berusaha mengingat kejadian sebelum dirinya pingsan. Matanya menelusuri ruangan yang di tempatinya, jelas terlihat berbeda. Di sudut kamar itu terdapat dua buah sofa abu-abu. Lukisan klasik bertengger di dinding, serta ranjang empuk yang menyenangkan. Lampu kristal menggantung sempurna di langit-langit kamar. Serena meyakini pintu sebelah kanannya merupakan walkin closet yang bersatu dengan kamar mandi. Ia yakin dirinya berada di salah satu kamar di kediaman keluarga Castanyo. Melirik ke samping, Serena melihat wajah cemas wanita paruh baya yang usianya tidak lagi muda, tapi masih terlihat cantik."Ta-tante." Aku dimana sekarang?" tanya Serena berusaha bangun.Mama Lusi senang melihat Serena bangun. Dan