Usai mendapatkan Kedondong yang diinginkan Gina, Gifran dan Tayo bergegas menuju mobil melanjutkan perjalanan mereka kembali ke rumah. Kebetulan hari sudah sore, maka mereka memutuskan untuk kembali ke rumah saja.
"Untung saja, Bapak tadi berbaik hati menyerahkan kedondongnya, coba kalau tidak, bisa kewalahan kita seharian penuh ke sana ke mari mencari penjual kendondong tanpa alamat yang jelas. Eh, Kayak lirik lagu Tuan. hehehe maaf," ucap Tayo yang kembali fokus menyetir.
Gifran tidak menanggapi ucapan asistennya itu. "Nanti kamu pesankan Pak Raja asinan kedondong kualitas terbaik di toko 'Selera Manis' titah Gifran.
"Baik Tuan!"
Mobil yang dikemudikan Tayo memasuki gerbang besi setinggi tiga meter, mengelilingi rumah utama keluarga Castanyo. Rumah dengan halaman yang luas, ditanami aneka jenis bunga-bunga seperti Anggrek, Mawar, Melati, Lili, Daisy dan sebaginya. Serta beberapa jenis pohon yang ditanam membuat udara di halaman terasa sejuk dan segar. Turun dari mobil, Gifran lekas masuk ke dalam rumah mencari keberadaan Gina sang adik, dengan sejuta kemauan yang harus dituruti. Salah seorang asisten rumah tangga menghampiri Gifran.
"Sudah pulang Tuan?" tanya Bi Ira.
"Iya Bi, Gina dimana?" tanyanya memberikan jasnya kepada Bi Ira.
"Di taman belakang sama Nyonya," jawab Bi Ira yang menaruh jas Gifran di lengannya lalu lekas berlalu dari hadapan taunnya.
Setelah mendapat jawaban dari Bi Ira, lekas Gifran mengayungkan langkah menuju taman.
Di taman belakang Gina dan Mama Lusi sedang berbincang.
Duduk di kursi rotan bersama mamanya, Gina berkata "Mah, aku sebel banget sama Ka Gifran, masa aku minta tolong buat dibeliin kedondong aja, dia nggak mau! Padahalkan ini kemauan calon ponakannya yang secara khusus, harus dari tangan Kakak," keluh Gina.
Dengan lihai tangannya merajut topi untuk sang cucu nanti, mama Lusi pun buka suara "Kamu itu kayak gak pernah tau aja sikap dan sifat Kakakmu yang seperti bunglon, kadang serius, santai, dan gak ketebak. Badannya aja tuh yang gede, kekar, tapi buktinya aja sampai sekarang gak ada tuh cewek yang mau dekatin dia. Mama heran dengan Kakakmu, sudah dianugerahi wajah tampan nan rupawan laksana bidadara surga (jiwa pujian selangit lusi mulai keluar) tapi, jodoh belum ada. Jangankan jodoh, pacar saja tidak ada. Sungguh miris sekali." sambung Lusi sambil melanjutkan rajutannya.
Mengelus perutnya yang sudah buncit, Gina kembali berkata " Mana ada cewek yang mau sama laki-laki modelan Kakak. Coba ada, mungkin sejak dulu Kakak sudah bawa ke rumah memperkenalkannya. Aku heran, para fans Kakak kenapa bisa mengidolakannya. Padahal bukan selebriti atau atlet nasional. Sungguh heran aku."
"Hm... ternyata aku jadi bahan gibahan yah selama berada di luar," celetuk Gifran yang muncul dari pintu samping.
Berbalik menolehkan kepalanya ke samping Gina mendapati Kakaknya berdiri di bingkai pintu. "Tentu saja, apa lagi topiknya kalau bukan Kak Gifran si Manusia bunglon," timpal Gina seraya mengerucutkan bibirnya.
Mendaratkan tubuhnya di kursi depan mamanya Gifran angkat bicara "Eh,eh, eh... "berani sekali yah ngejelekin orang di depannya langsung," ujar Gifran sambil memencet hidung minimalis Gina.
"Ish....nyebelin banget sih! Ya iyyala, Kakak baru nyadar, atau masih butuh cermin buat ngaca! Kak, aku tuh kecewa sama Kak Gifran hari ini tau. Si Baby apa lagi, udah ngambek dari tadi di php-in sama Uncle bunglonnya!" omel Gina sambil mengusap hidung minimalis yang kemerahan.
"Yah maaf. Tapi bener kok aku tadi pergi ke pasar. Pas sampai sana pasarnya udah keburu tutup. Kalau nggak percaya tanyakan saja pada si Tayo," terang Gifran sambil meraih bolu yang ada di atas meja lalu memasukkan ke dalam mulut.
"Kakak, kan tau aku maunya saat itu, bukan siang apa lagi sore. Pantas saja pasarnya tutup, kalau Kak Gifran baru ke sana pas bubar!" omel Gina lagi.
Gina benar-benar sangat marah pada kakaknya. Jika saja dia tidak hamil, mungkin dirinya bisa bebas ke pasar menjelajahi tempat-tempat yang menjual kedondong.
Mama Lusi yang sedari tadi diam mendengar kedua anaknya saling mengejek satu sama lain, sudah tidak tahan mendengarnya. Dia pun harus turun tangan saat ini jika mereka sudah melewati batas. "Sudah-sudah, nggak usah berdebat kalian bukan anak kecil lagi. Nggak cocok dengan usia kalian yang sudah sama-sama dewasa! Nanti malah diketawain sama anak kecil kalau diliat." tegur Lusi yang sedari tadi memperhatikan kedua anaknya bederbat.
"Tayo.... Hay Tayo.... Hay Tayo.... teriak Gifran seolah bernyayi soundtrack dari belakang rumah."
"I-iya Tuan, ada apa?" jawab Tayo yang datang tergopoh-gopoh.
"Mana kedondong tadi? bawa kesini!" titah Gifran.
"Ini Tuan." sahut Tayo sambil menyerahkan kresek hitam yang didalamnya terdapat kedondong.
"Nih, asal kamu tau adiku sayang yang bawel, cerewet, nggak ada duanya, aku sama si Tayo berkeliling mencari kedondong, sampai Kakak mengalamai kejadian tak mengenakan, dan kami berdebat dengan Ibu-Ibu yang mengatakan kalau menginginkan kedondong ini, terlebih dahulu harus meminta izin kepada suaminya. Terpaksa kami menuruti dan mengikuti sampai ke rumahnya. Hingga akhirnya, si Suami Ibu tadi berbaik hati menyerahkan kedondong itu untuk kami. Ini semua kulakukan demi Babymu, calon ponakanku!" tutur Gifran panjang kali lebar.
Mendengat penuturan Sang Kakak, Gina berpindah posisi meraih Gifran menghamburkan pelukan kepada Kakak bunglon tersayangnya.
"Aku terharu Kak." ucap Gina masih dalam posisi memeluk Gifran.
"Ya sudah, tuh kedondongnya mau diapain?" tanya Gifran yang mengelus kepala Gina
"Kakak buatin rujak yah!" ucap Gina sambil menatap Gifran memohon
Gifran menghembuskan nafasnya secara kasar, lagi-lagi ia dikerjain oleh sang adik bawel yang tak henti-hentinya membuat dirinya kerepotan.
"Kak, Gifran mau kan?" tanya Gina
"I-iya... tunggu aja disini." jawab Gifran meraih kresek hitam dibawa ke dapur.
"Bi..." teriak Gifran yang kecipratan bumbu rujak saat mengulek
"Aduh Tuan, kenapa bisa begini sih? Kalau butuh sesuatu, beritahu Bibi saja." ucap Bi Ira
"Ini permintaan Gina Bi, harus aku yang buatin rujak kedondong, katanya Babynya yang minta." sahutnya saat mencuci matanya dengan air keran di wastafle
"Owalah... beruntung sekali Tuan Sony, suami Non Gina nggak repot nurutin permintaan istrinya. Justru yang di repotkan Kakaknya sendiri. Kata orang dulu Tuan, nanti anak dari Non Gina kalau udah lahir akan lebih dekat ke Om nya karena secara tidak langsung mereka ikut berkomunikasi selama dalam kandungan. Dalam hal ini, Tuan selalu menuruti permintaan aneh Non Gina." tutur Bi Ira memberi penjelasan.
Mendengar penjelasan Bi Ira Gifran, tersenyum cerah seperti mentari bersinar.
"Semoga yah Bi, ucap Gifran keluar dari dapur membawa rujak hasil kreasinya ke Gina.
Pagi ini Serena bersiap ke toko cake milik keluarganya. Gadis itu seperti biasa memakai setelan baju kaos putih polos, dipadukan dengan sweater hitam berbahan katun. Dan celana jeans warna senada. Dengan rambut di kuncir kuda, menjadi ciri khas gadis bekulit putih itu. Serena tak menampik, walau hanya dengan polesan bedak baby dan pelembab bibir yang ia berikan ke kulit wajah dan bibir mungil miliknya, kecantikannya tidak berkurang sedikit pun. Ia lantas bercermin memperhatikan penampilannya seraya tersenyum "Sungguh Maha Karya Ciptaan Tuhan." gumamnya setinggi langit."Serena Paulina Geum Jan Di, kamun sudah siap ?" teriak Ratu di balik pintu kamarnya."Iya Mama Ratuku sejagad Raya, anakmu ini sudah selesai." sahut Serena di dalam kamar sambil meraih sepatu sneaker putih polos miliknya. Usai terpasang dikedua kakinya, ia lekas meraih pintu dan keluar menuju meja makan, ikut bergabung sarapan bersama kedua orang tuanya.
Serena memasuki cafe 'Cidaha' ia mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Lela. Ternyata, sahabatnya itu berada di sudut ruangan dekat jendela kaca yang menghadap ke arah jalan. Lela yang melihat kehadiran Serena pun melambaikan tangan."Sorry telat. Kamu tahu nggak sih, di jalan gue bertemu dua laki-laki kedondong penyebab geu celaka." terangnya ketika mendaratkan diri di kursi kayu seraya menyeruput minuman yang ada di depannya.lela hanya menggeleng kepala melihat tampilan sahabatnya itu yang kacau. Ia memastikan pasti kejadian itu membuatnya naik pitam."Lo seperti pengembara yang baru menemukan air di tengah padang pasir tahu nggak."Apa yang diucapkanLela memang benar. Ia butuh minuman dingin untuk meredakan emosinya yang bergejolak."Haahhh...." Serena melipat kedua tangannya ke atas meja seraya menundukkan kepalanya.Melihat Serena yang tidak ceria seperti biasanya, Lela sebagai sahabat hanya memberikannya supp
Sebelum kembali ke kamarnya untuk mengistirahatkan tubuhnya yang kaku akibat perjalanan yang singkat, Antoni kembali menyambangi Gifran di ruangan kerja.Sedang Gifran yang masih duduk termenung di sofa, kaget. Papanya kembali masuk ke ruangan itu lansung duduk di hadapan Gifran."Apa masih ada yang mau diomongin Pa?" tanya Gifran. Ia tentu tahu, jika papanya kembali lagi, pasti ada sesuatu yang penting mau dibahas.Antoni masih diam menatap Gifran di hadapannya."Papa ingin kamu menemukan gadis itu. Bawa ke hadapan Papa!"Sontak, Gifran membulatkan matanya. Terkejut akan permintaan papanya yang belum tentu ia penuhi. Dalam hati Gifran, ia tidak mengerti apa maksud papanya menyuruhnya mencari gadis itu. Apakah gadis itu akan dimintai pertanggung jawaban atau malah disalahkan atas kejadian ini. Karena sudah barani menghajar CEO G&B."Untuk apa Papa bertemu dengan gadis yang sudah membuat masalah denganku?""
Matahari mulai menelisik dibalik jendela kamar Serena. Gadis yang menjadi viral itu masih setia bergelung di balik selimut. Di dalam mimpinya, ia bertemu dengan seorang Pangeran berkuda putih yang sangat tampan. Dengan gagah berani, Pangeran itu mengangkatnya dan membawanya naik ke Kuda yang ditunggangi bersama. Dengan posisi yang intim Pangeran memeluk Serena dari belakang, membantu menarik tali kekang kuda agar menuruti perintah sang majikan.Keduanya sangat bahagia, jalan-jalan sembari menunggang kuda merupakan hal yang romantis. Di saat keduanya berhenti di sebuah hamparan sabana yang luas, Pangeran turun, dan membantu Serena dengan mengulurkan tangan. Serena dengan senang hati menyambut uluran tangan Pangeran, akan tetapi ia tidak fokus karena terus memandangi wajah nan rupawan ciptaan Tuhan dihadapannya, sehingga ia jatuh ke tanah dengan dengan posisi berada diatas Pangeran.Keduanya merasa canggung saat wajah Pangeran makin maju mendekati hidung dan bibir Serena
Serena dan Gifran masih dalam posisi saling berdiri dan saling menatap. Diantara keduanya tidak ada satupun kalimat yang keluar dari mulut mereka. Hingga Bi Ira datang, menghentikan aksi mereka."Tuan dan Nona silahkan ke ruang tengah, Tuan besar sudah menunggu di sana." ucap Bi Ira."Baik Bi, terima kasih." balas Gifran berbalik melangkah menuju ruang tengah tanpa mengajak Serena.Sedang Serena, gadis itu masih terpaku di tempatnya. Berdiri bak patung di Madame Tussauds yang dipajang. Pikirannya mulai berkelana macam-macam. Memikirkan nasib dirinya yang sudah diujung tanduk. Entah apa yang akan keluarga mereka lakukan terhadapnya, yang jelas posisi Serena saat ini serba salah. Ia mengutuk kelakuannya sendiri saat meninju CEO G&B. dan sekarang, saat ini dirinya tengah berada di kandang harimau.***Di ruang tengah, dimana Antoni, Lusi, Gina dan Sony sudah duduk diatas sofa, yang terbuat dari bulu domba, di rancang kh
Mama Lusi terus berusaha menyadarkan Serena. Semua bagian indra yang melekat pada tubuh gadis itu, tak luput diberi aromatherapi. Serena perlahan mengerjap, kelopak mata yang tadi tertutup akhirnya sedikit mulai terbuka. pandangannya masih sedikit kabur. Ia berusaha mengingat kejadian sebelum dirinya pingsan. Matanya menelusuri ruangan yang di tempatinya, jelas terlihat berbeda. Di sudut kamar itu terdapat dua buah sofa abu-abu. Lukisan klasik bertengger di dinding, serta ranjang empuk yang menyenangkan. Lampu kristal menggantung sempurna di langit-langit kamar. Serena meyakini pintu sebelah kanannya merupakan walkin closet yang bersatu dengan kamar mandi. Ia yakin dirinya berada di salah satu kamar di kediaman keluarga Castanyo. Melirik ke samping, Serena melihat wajah cemas wanita paruh baya yang usianya tidak lagi muda, tapi masih terlihat cantik."Ta-tante." Aku dimana sekarang?" tanya Serena berusaha bangun.Mama Lusi senang melihat Serena bangun. Dan
Menjelang sore, Serena bersiap-siap pulang. Usai mengecek laporan harian, ia lekas mengambil tas dan meraih gawainya yang tergeletak di atas meja. Melangkah keluar ruangan, ia berpapasan dengan karyawannya yang membersihkan ruangan. "Semuanya aku duluan yah," sapanya lalu lekas melangkah menuju keluar, ojek online yang telah dipesan tadi sudah tiba.Untung dia memesan ojek online. Sehingga dengan cepat sampai di rumah. Tidak perlu repot-repot mengantri lama menunggu kendaraan bergerak satu sama lain.Duduk di depan teras rumah sore hari sembari menikmati cemilan pisang goreng dengan teh hangat, Ratu melihat anaknya turun dari ojek online. "Kamu dibawa kemana tadi sama pengawal keluarga Castanyo? Kamu nggak diapa-apainkan sama mereka ? Terus diantar sampai ke toko jugakan?" tanya Ratu kepo. Mengikuti dari belakang saat Serena tiba menapakkan kakinya di atas lantai rumahBerbalik menghadap ke arah mamanya Serena pun angkat bicara, "Mama Ratuku
Jarum jam menunjukkan pukul sebelas malam, manik mata coklat milik Serena belum juga menampakkan tanda-tanda sayup kelelahan. Bergeliat ke kanan dan ke kiri mencari posisi tidur yang nyaman, tidak membuatnya terlelap juga. Memikirkan ucapan Tuan Antoni yang terus berputar di kepalanya membuatnya gelisah, galau, merana. Seperti mau sidang skripsi saja. Pikir Serena. Merasa bingung dan butuh seseorang mendengarkan curahan hatinya, tangannya bergerak meraih gawai yang terletak di atas nakas, samping ranjangnya. Kemudian mencari nomor sahabat seperjuangannya sejak SMA. ["Hm, halo ada apa Paulina?"] tanya Lela di seberang sana dengan suara serak khas tidur. ["Tumben lo tidurnya cepat banget. Biasanya jugakan lo begadang sampai pagi.] seloroh Serena dengan lembut. ["Ya ampun Serena Paulina Geum Jan Di! Menurut kamu. Ini sudah jam tidur tau! Masih nanya aja! Ada apa? Nggak biasanya kamu nelfon malam-malam begini?"] omel Lela di ujung ponsel.