Sebuah istana megah tampak berdiri dengan kokoh. Pepohonan dan semak belukar tampak menghiasi istana tersebut di semua sisinya.
Ada yang berbeda, semuanya tampak gelap, begitu pula dengan langit yang gelap seolah mendung yang tak berakhir. Istana itu di bangun dengan menggunakan batu hitam, begitu pula pepohonan yang berwarna hitam pula.Aneh? Tentu saja tidak, karena ini bukan berada di suatu tempat di dunia ini, dunia tempat manusia berada.Tak jauh dari istana tampak sebuah sungai yang mengalir berwarna merah. Jika manusia biasa pasti akan bergidik ngeri saat melihatnya.Nampak pula dua buah patung berbentuk hewan yang mengerikan dengan tiga ekor kepala dalam satu tubuh dengan gigi yang begitu runcing dan dapat merobek apapun di depan gerbang istana tersebut. Tampak seolah sedang duduk dengan siaga menjaga istana.Mereka adalah anjing nereka yang biasa di sebut Ceberus. Iria dan Ambroz.Iria dan Ambroz bukan hanya patung biasa, mereka akan hidup saat mereka merasakan akan adanya serangan ke pada istana tempat Tuan mereka berada.Seorang pria dengan rambut hitam kelam dan netra merahnya duduk dengan santai di singgasananya.Tatapannya begitu dingin dan penuh intimidasi, di sertai aura yang mencekam menguar dari dari tubuhnya dan mempengaruhi suasana sekitarnya, hingga seluruh ruangan.Tampak beberapa pengikutnya berdiri di hadapannya. Diam dan khusyuk menunggu Tuan mereka mengeluarkan suara.Tangan kanannya memegang sebuah gelas berkaki yang terbuat dari perak murni dan tampak sangat mengkilat.Rambut hitam panjangnya terurai begitu indah, bak malam yang sangat kelam. Kulit putihnya begitu kontras dengan warna rambutnya, hidungnya begitu mancung dan bibir yang merah.Terlihat sangat tampan dan penuh pesona. Mahluk mana-pun pasti akan berdecak kagum saat melihat kesempurnaan yang dimilikinya.Dia lah penguasa dunia bawah, dunia yang begitu gelap, dunia yang sangat di takuti oleh semua mahluk yang bernyawa.Dia lah pangeran kegelapan Dyrroth Atreo Leocadio. Salah satu dari empat Penguasa Neraka. Utara Neraka merupakan wilayah kekuasaannya.***"Aw...." ringisnya kesakitan saat ia sedang membersihkan luka di sikutnya.Wajahnya tampak memerah menahan perih saat cairan antiseptik itu bekerja dilukanya."Menyebalkan, hiks..." lirihnya sambil terisak.Luka yang ia dapatkan berasal dari perundungan yang ia terima. Bodoh memang, ia sudah 19 tahun namun ia tak mampu melawan.Karena terlalu sering di rundung ia kerap membawa kotak p3k di tas nya.Arkeyna gadis manis dengan mata abunya kerap mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari tiga teman sekelasnya.Brakk… brak...Terdengar pintu kamar mandinya di ketuk dari luar.Keyna sedikit tersentak, karena ia takut mereka kembali datang dan merundungnya lagi.Kini ia bersembunyi di dalam kamar mandi kampus di lantai 7, di mana tempat ini jarang didatangi mahasiswa dan mahasiswi yang lain."Key... Buka, aku tahu kamu di dalam. Cepat buka pintunya!" teriak seseorang dari luar sambil menggedor kembali pintu kamar mandi di mana Keyna berada."Aline..." Gumam Keyna pelan, kemudian menyeka air matanya dan segera beranjak untuk membuka pintu kamar mandi.Tampak Aline yang merupakan sahabatnya sudah berdiri di depan pintu dengan wajah yang begitu khawatir."Kau tak apa-apa?" tanyanya seraya menelisik seluruh tubuh Keyna dan menemukan beberapa luka di sana."Ck!!" Aline berdecak kesal."Kenapa kau tak melawan saja sih, Key!!" seru Aline kesal.Tentu saja ia sangat kesal, karena Keyna kerap mendapatkan perlakuan yang seperti ini."Aku sudah melawan mereka, tapi... Mereka malah semakin menjadi," lirih Keyna."Brengsek!!" pekik Aline emosi.Sebenarnya Keyna adalah gadis yang periang dan energik, namun semenjak Clarissa dan teman-temannya mengetahui Keyna menaruh hari pada Xavier. Membuat Keyna menjadi korban perundungan mereka.Aline kerap membantu Keyna melawan. Namun kali ini mereka melakukannya saat Aline tak ada bersama Keyna.Sedari tadi Aline menunggu Keyna di kantin. Ia sudah menelepon ponsel Keyna puluhan kali, hingga ia mendengar beberapa mahasiswa bergosip dan mengatakan bahwa Clarissa dan geng nya sedang merundung seseorang. Aline langsung tahu jika Keyna lah yang menjadi korban dan segera menyusulnya ke sini.Namun sayangnya Clarissa dan teman-temannya sudah tak ada. Jika masih ada pasti Aline membuat perhitungan dengannya saat ini juga. Minimal menghajar dengan tangannya sendiri, untuk membalas apa yang sudah dilakukannya pada Keyna."Baju mu kotor, Key!" seru Aline saat melihat kemeja yang di kenakan Keyna tampak lusuh dan kotor. Aline merasa kasian pada Keyna."Iya, tadi aku terjatuh di lantai," jawab Keyna seraya menepuk-nepuk pakaiannya untuk mengurangi kotor. Tentu saja Keyna terjatuh, karena saat Clarissa dan teman-temannya mendorong Keyna hingga terjatuh ke lantai."Biar aku bantu," ujar Aline kemudian membantu menepuk-nepuk punggung Keyna yang kotor.Rasanya Aline ingin menghujat dan menghajar Clarissa dan teman-temannya jika ia tak sayang beasiswa yang di dapatnya.Clarissa bukanlah orang sembarangan. Ia berasal dari keluar kaya yang memberikan sumbangan pada kampus ini. Hingga tak ada dosen yang berani menegur kelakuan semena-menanya.Sudah terlalu banyak korbannya, namun tak ada yang berani melawannya. Percuma untuk melapor pada pihak kampus, karena tidak pernah ditanggapi. Jika pun ditanggapi Clarissa hanya mendapatkan teguran ringan saja.Setelah itu Clarissa kembali berulah, dan semakin menjadi. Bahkan tak segan membalas orang yang melaporkannya dua kali lipat. Clarissa tak pernah merasa puas untuk menyiksa setiap korbannya.Mengapa Keyna bisa sampai menjadi korban Clarissa, itulah permasalah awalnya. Bodohnya, Keyna menaruh hati pada pria incaran Clarissa hingga ia terus diganggu olehnya.Clarissa mengetahuinya, hingga ia terus-terusan mengganggu Keyna dengan kerap membully-nya.Selain itu, Keyna terlalu baik, hingga ia tak berani melawan. Meskipun sesekali ia kerap melawan saat Clarissa dan teman-temannya bersikap berlebihan."Bajumu terlalu kotor, Key. Pakailah jaketku!" tawar Aline."Hmm... Baiklah Al, terima kasih!" ujar Keyna saat mematut dirinya di hadapan cermin, melihat pakaiannya yang masih saja kotor.Aline segera menyerahkan jaketnya untuk di gunakan Keyna. Sebentar lagi mereka ada kelas. Jadi tak mungkin Keyna akan berpakaian kotor seperti ini.'Andai saja aku memiliki kekuatan dan keberanian untuk melawan, tapi sayangnya aku tidak memilikinya sama sekali…' gumam lirih Keyna dalam hati saat ia mulai melangkahkan kakinya keluar dari kamar mandi bersama Aline.Di kampus, hanya ada Aline yang menjadi teman dekatnya, Keyna hanya memiliki beberapa teman saja. Namun hanya Aline-lah paling dekat dengannya.Tidak lama kemudian akhirnya Keyna dan Aline sampai di depan kelas mereka dan mulai masuk ke dalam kelas yang sudah diisi beberapa orang teman-teman sekelasnya.Keyna duduk di samping Aline dan mulai membuka tasnya, untuk mengeluarkan buku-buku dan peralatan tulis yang ia butuhkan.-To be continue-"Toko buku?" Arkeyna mengernyitkan keningnya. Keyna melihat sebuah toko buku yang tidak jauh dari halte. Toko buku tersebut terlihat seperti toko buku lama dan tua. Seakan sudah lama berada disana."Sejak kapan ada di sini? Perasaanakubaru lihatsekarang…" gumamnya bingung.Setiap hari ia melewati jalan ini, karena ini rute biasa yang ia lalui untuk pulang dari kampus menuju halte bis yang menuju rumahnya. Maka dari,itu ia sedikit kebingungan, karena ini kali pertamanya melihat toko buku tersebut.Hari ini ia pulang terlambat dari biasanya dan tidak bersama Aline. Karena rumah mereka memang tidak searah. Selain itu Keyna harus mencari buku di perpustakaan di kampusnya untuk referensi tugasnya.Keyna berjalan menuju toko tersebut, suatu kebetulandan seperti ada energi yang menariknya untuk masuk ke dalam toko tersebut. Selain itu,ada beberapa buku yang tidak didapatnya di perpustakaan kampus untuk tugasnya.
Keyna membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. "Oh…ini sungguh nyamannnn," gumamnya. Bagaimana tidak ia sudah mandi untuk menyegarkan dirinya, dan kini ia bersiap untuk tidur mengistirahatkan seluruh tubuhnya dan pikirannya setelah seharian ia berada di kampus dan mengerkan tugasnya. Bukan hanya itu, ia juga harus menghadapi perundungan yang dilakukan oleh Clarissa.Ia sudah lelah karena jadwal kuliah yang padat hari ini. Ditambah tugas yang menumpuk. Oh…ini sangat menyebalkan…Belum lagi pembullyan yang dilakukan Clarissa dan teman-temannya."Bodoh, kenapa aku tak bisa melawan mereka?" lirihnya. Bukan Keyna tak berani, ia pernah mencobanya dan mereka membalasnya berlipat-lipat.Itu sungguh membuatnya tersiksa."Lebih baik aku tidur saja sekarang." Keyna kembali bergumam.Namun sesaat akan memejamkan mata Keyna teringat buku yang tadi di berikan oleh wanita pemilik toko itu. I
Keyna tak mampu bergerak, bahkan membuka mulutnya saja sangat sulit untuk dilakukan."Ya..Tu..han..ka..u siapa, bagaimana..kau bisa masukk?!" tanya Keyna terbatasusah payah dengan mulut yang seakan terkunci, ia sangat ketakutan, tubuhnya bergetar hebat.Ia takut pria tersebut rampok yang masuk ke dalam rumahnya, dan akan memperkosanya, oh...ya ampun ini gilaa…Batin Keyna berkata."Aku bukan manusia menjijikkan seperti yang ada di pikiranmu!" ucapnya datar dan dingin. Sama seperti wajahnya.Pria itu tinggi menjulang di hadapan Keyna, bahkan kini Keyna masih berdiri terpaku di tempatnya tak melangkah sedikitolpun, ia harus mendongakkan wajahnya membuat tengkuknya pegal."Ya Tuhan!!" pekik Keynadengan suara tercekat.Mata merah itu nyalang menatap Keyna. "Jangan sebut nama itu di hadapanku!!" Kini dalam suaranya terdengar amarah. Bahkan ia sedikit meng
Cahaya matahari pagi membangunkan Keyna dari tidurnya. Begitu matanya terbuka ia segera menyentakkan tubuhnya untuk segera duduk."Astagaaa, mimpi yang buruk!" pekiknya begitu ia teringat dengan kejadian semalam yang ternyata hanyalah sebuahmimpi.Keyna menyentuh dadanya, yang nampak masih berdebar ketakutan seperti semalam. "Hanya mimpi Key!" Keyna berusaha menyadarkan dirinya.Kemudian ia terkekeh dan segera mengecek keadaan piyama nya yang masih utuh tidak seperti dalam mimpinya yang sudah terkoyak. Bahkan sakit di punggung dan kepalanya pun tidak ada. Keyna tertawa seperti orang bodoh."Benar-benar mimpi yang terasa nyata!" gumamnya, kini Keyna menyentuh bibirnya dengan jarinya. Namun kecupan yang ia dapat dalam mimpi seolah benar-benar nyata, bahkan rasanya masih bisa ia rasakan ketika bibir dingin namun lembut itu menyentuh bibirnya."Bodohhh Key... itu hanya mimpi!!" Keyna mengacak rambutnya yang sudah acak-ac
Keyna terus menggerutu sepanjang perjalanannya menuju kampus, bagaimana tidak Drey alias mahluk mengerikan bernama Dyrroth masih terus bersamanya bahkan di dalam bus. Sebisa mungkin Keyna menjaga jarak dengan mahluk aneh dan menyeramkan itu.Begitu sampai di kampus ia masih terus mengikuti Keyna kemanapun ia berada.Keyna berusaha untuk tidak memperdulikan kehadiran mahluk itu. Ia tidak peduli.Keyna lega saat mahluk itu memasuki ruang tata usaha untuk mengurus dokumen-dokumen kepindahannya.'Apa mahluk seperti itu mempunyai identitas juga heh?!' batin Keyna bingung.’Tidak,tidak jangan pedulikan itu Key’. Dengan cepat ia bergegas menuju kantin kampus untuk mencari temannya. Ia duduk di salah satu bangku kosong dan mengedarkan pandangannya. Ia harus bersama Aline agar kejadian kemarin tidak terulang lagi.Namun, ia tidak menemukan keberadaan temannya itu. Menyebalkan.Kini ia k
Semenjak kehadiran Dyrroth atau pun sebut saja Drey, Keyna jarang keluar dari kamarnya ketika berada di rumah. Ia berusaha untuk menjauh dari Drey, jika bisa mungkin ia akan pergi sangat jauh.Drey tidak melakukan apapun pada Keyna, tapi tatapan matanya saja sudah membuat Keyna amat sangat ketakutan, ok di luar wajah tampannya ya.Meskipun kini sudah larut malam namun Keyna tidak bisa memejamkan matanya. Di pikirannya hanya ada Dyrroth…Dyrroth…Drey…Drey…Keyna mendesah pelan. "Apa ia sudah memanipulasi pikiranku juga?"gumamnya perlahan."Argghhh, bagaimana aku bisa lepas dari mahluk itu ya Tuhan! Aku ingin hidup normal kembali," umamnya putus asa.Keyna mencoba untuk mencari pembatalan ritual tersebut, dan berencana untuk mengembalikan Drey ke asalnya. Namun saat Keyna membuka buku tersebut, alangkah terkejutnya dia saat melihat semua halaman di buku itu telah kosong. Tak ada yang bisa dibaca meskipun itu sebuah titik kecil.
Perkataan Drey mengenai Xavier terus terngiang di kepala Keyna. Apa yang Keyna lewatkan dari sosok Xavier? Tidak ada. Xavier begitu sempurna di matanya, tidak cela sedikitpun."Dia tidak sesempurna itu Key." Lagi-lagi Dyrroth membaca pikiran Keyna."Diam kau iblis, kau tahu apa?!" geram Keyna sudah tak tahan lagi."Ck! Dasar manusia!" Dyrroth berdecak tak suka."Kau perlu tahu Key, iblis memang jahat, namun tak pernah menutupinya dan berbohong. Tapi manusia bisa berpura-pura baik di depan saja. Di belakang? Who knows..." seru Drey mengangkat kedua bahunya."Brengsek kau Drey!! Kembalilah ke asalmu!!" pekik Keyna yang entah dari mana ia mendapat keberanian untuk mengumpat dan membentak mahluk mengerikan seperti Drey yang sayangnya sangat tampan. Ehh...waitt lupakan bagian itu ok."Hmm, kau sudah berani rupanya, gadis kecil!!" Dyrroth menatap Keyna dengan tajam, seketika itu juga Keyna tidak bisa mengeluarkan suar
Keyna memeluk lututnya di sudut kamarnya. Kepalanya tertunduk, dan matanya menatap kosong pada lantai kayu di bawahnya. Perasaan aneh yang ia rasakan sejak beberapa hari terakhir membuatnya sulit tidur. Kehadiran Dyrroth di sisinya selalu menimbulkan sensasi yang bercampur aduk antara takut, bingung, dan... sesuatu yang lain yang ia tak mampu definisikan.“Kenapa aku bahkan memikirkannya?” gumamnya pelan.Dyrroth. Sosok yang sejak awal ia anggap sebagai ancaman dan kutukan kini berubah menjadi teka-teki yang membingungkan. Ada saat-saat di mana ia merasa Dyrroth adalah makhluk paling menakutkan yang pernah ia temui, namun di lain waktu, ia melihat sisi yang berbeda dari iblis itu—sisi yang membuat hatinya berdebar.Keyna menggelengkan kepalanya dengan keras, mencoba mengusir pikirannya. Namun, ingatan tentang apa yang terjadi kemarin malam membuat usahanya sia-sia. Lagi-lagi dyrroth menyentuh tubuhnya. Meski sekuat tenaga melawan, tapi dirinya bukanlah lawan bagi Dyrroth. Bagi Dyrroth
Di dunia yang sangat jauh dari dunia manusia, di mana langit selalu kelabu dan awan menggantung berat seperti pertanda kehancuran, berdirilah sebuah istana megah berwarna obsidian. Menjulang tinggi di atas tanah tandus yang dipenuhi pepohonan hitam tanpa kehidupan, istana itu bagaikan simbol kekuasaan yang tak tergoyahkan.Di dalam singgasana yang berlapis emas hitam dan dihiasi ukiran kuno, Dyrroth duduk dengan ekspresi dingin dan penuh perhitungan. Kedua matanya yang berwarna merah darah menyala samar, mencerminkan amarah yang selama ini ia pendam. Rambut hitamnya panjangnya tergerai, dengan tanduk tinggi menjulang di kepalanya serta menggunakan jubah hitam kebesarannya.Di hadapannya, para bawahannya berdiri dengan penuh hormat. Salah satu dari mereka, seorang iblis bertubuh tinggi dengan tanduk melengkung dan mata menyala keunguan, melangkah maju.“Pangeran, pasukan kita telah berhasil memukul mundur mereka di wilayah timur. Wilayah itu kini kembali berada dalam kendali kita.”Dyr
Satu hari setelah Dyrroth pergi… segalanya terasa biasa saja.Keyna menjalani harinya tanpa hambatan, mengikuti kelas seperti biasa, berbicara dengan teman-temannya, dan pulang ke rumah tanpa gangguan. Tidak ada lagi sosok menyeramkan dengan tatapan tajam yang mengawasinya dari sudut ruangan. Tidak ada suara mengejek yang menyebutnya "manusia lemah."Tiga hari setelah Dyrroth pergi… ia masih merasa baik-baik saja.Tidak ada yang berubah. Kehidupannya berjalan seperti biasanya. Ia bahkan mulai berpikir bahwa kepergian Dyrroth dan Harrith memang keputusan terbaik.Namun, satu minggu setelah Dyrroth pergi… semuanya mulai terasa aneh.Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya, meskipun ia tak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata.Saat duduk di kelas, Keyna menyadari sesuatu yang ganjil.Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, mengamati teman-temannya yang tengah sibuk mencatat atau sekadar mendengarkan dosen berbicara.Tidak ada yang menanyakan keberadaan Drey.Padahal, sudah satu minggu kakak se
Dyrroth menatap bayangannya sendiri di cermin besar di kamarnya, matanya yang merah menyala terlihat meredup. Kata-katanya sendiri tadi malam masih terngiang-ngiang di pikirannya."Aku harus melakukannya dengan perlahan, agar dia sendiri yang menyerahkannya."Namun, benarkah itu hanya sekadar strategi?Kenapa saat ia mengucapkannya, ada keraguan yang muncul dalam dirinya?Dyrroth mendecakkan lidahnya, tidak menyukai ketidakpastian yang menyelinap dalam pikirannya. Namun, ketika mengingat wajah Keyna—tatapan matanya yang ketakutan namun tetap berani, keteguhan hatinya meski ia begitu lemah—ada sesuatu yang berbeda.Ia menghela napas. Tidak ada gunanya memikirkan itu sekarang.Yang lebih penting adalah satu hal: Xavier.***Keesokan harinya, seperti yang sudah diduga, Xavier kembali mendekati Keyna.Dari kejauhan, Dyrroth melihat bagaimana pria itu berbicara dengan lembut pada gadis itu, mengajarkannya doa-doa dan kata-kata bijak tentang kebaikan.Dyrroth mengepalkan tangannya.Bukan ha
Angin malam berembus lembut saat Dyrroth mendarat di sebuah bukit yang sunyi, jauh dari kebisingan kota.Di bawah mereka, kelap-kelip lampu kota terlihat bagaikan bintang yang bertaburan, membentuk lautan cahaya yang begitu indah.Keyna tertegun.Ia tidak pernah melihat pemandangan seperti ini sebelumnya.Entah bagaimana, keindahan ini berhasil mengusir sebagian kecil ketakutan yang masih melekat di hatinya.Tanpa sadar, bibirnya melengkung dalam sebuah senyuman kecil.Dyrroth, yang berdiri di sampingnya, memperhatikan ekspresinya dengan tatapan yang sulit diartikan."Akhirnya kau tersenyum," katanya, suaranya terdengar lebih lembut dari biasanya.Keyna langsung sadar dan berusaha menyembunyikan senyumnya, tapi Dyrroth sudah melihatnya.Ia hanya mendengus kecil sebelum melangkah mendekati sebuah pohon besar yang berdiri kokoh di tepi bukit.Di bawahnya, akar-akar yang menonjol membentuk tempat duduk alami."Duduklah di sini," ujar Dyrroth, menepuk salah satu akar pohon dengan tanganny
Pagi itu, Keyna terbangun dengan mata sembab.Kepalanya masih terasa berat, tetapi setidaknya ia bisa bernapas lebih tenang.Untuk sesaat, ia menatap langit-langit kamarnya, mencoba mengumpulkan pikirannya.Semua yang terjadi semalam masih terasa seperti mimpi buruk—tapi kenyataannya, ia masih di sini.Ia masih hidup.Dan seseorang telah menyelamatkannya.Dyrroth…Nama itu terlintas di pikirannya, membuat hatinya terasa rumit.Biasanya, ia akan langsung berusaha menghindarinya, menjaga jarak sejauh mungkin dari pria itu.Namun, hari ini berbeda.Bukan karena ia tidak takut lagi, tetapi karena…Ia tidak bisa mengabaikan apa yang telah dilakukan Dyrroth untuknya.Dengan sedikit ragu, Keyna bangkit dari tempat tidur dan bersiap menjalani harinya seperti biasa.Namun, ketika ia keluar dari kamarnya, langkahnya langsung terhenti.Di ujung lorong, berdiri seseorang yang begitu familiar baginya.Dyrroth.Pria itu bersandar pada dinding, matanya yang tajam langsung menangkap sosoknya begitu i
Keyna merasakan angin malam menerpa wajahnya saat tubuhnya terangkat dari tanah.Untuk pertama kalinya, ia berada dalam pelukan Dyrroth tanpa ada niat untuk melawan.Biasanya, ia akan berusaha melepaskan diri, tetapi kali ini… tubuhnya terlalu lemah.Ia masih gemetar ketakutan karena kejadian barusan, napasnya belum sepenuhnya stabil.Dyrroth membawanya terbang, tetapi ia tidak melesat cepat seperti biasanya.Ia sadar Keyna hanyalah manusia biasa—tubuhnya tidak akan mampu menahan kecepatan luar biasa yang biasa ia gunakan.Jadi, ia memilih untuk terbang perlahan.Keyna merasakan dadanya naik turun seiring napas Dyrroth yang stabil. Tangannya secara refleks mencengkeram erat kain bajunya, takut jatuh.Dyrroth menyadari itu.Ia melirik sekilas ke wajah Keyna, yang masih tampak pucat dengan bekas air mata di pipinya."Takut?" tanyanya dengan nada datar.Keyna tidak menjawab, tetapi genggamannya semakin erat.Dyrroth menghela napas, lalu tanpa berkata apa-apa, lengannya yang memeluk pingg
Xavier kini tahu satu hal yang pasti—Keyna adalah target Pangeran Kegelapan.Dia mungkin bukan gadis dengan kekuatan tersembunyi atau keturunan istimewa, tetapi justru karena itulah Dyrroth tertarik padanya. Xavier tidak bisa membiarkan itu terjadi.Dan yang lebih buruknya lagi, Dyrroth telah menyusup ke dalam kehidupan Keyna.Sebagai kakak sepupunya—Drey.Keyna duduk di kantin, mengaduk minumannya dengan malas. Ia ingat kejadian tadi malam saat Dyrroth kembali memaksanya dengan menggunakan ibunya untuk mengancamnya. Itu membuatnya sangat marah.Sejak ia bangun hingga ia di kampus, ia sama sekali tidak menggubris Dyrroth. Meski iblis itu sempat ada di dekatnya ia mengganggapnya tidak ada.Dia memang harus menjauh darinya. Menghindar.Ia mengangkat kepalanya dan mendapati Xavier berdiri di depannya."Keyna," ucapnya dengan nada tenang.Keyna sedikit terkejut dengan kehadirannya. Sejak kapan pria ini mulai memperhatikannya?"Ada apa?" tanyanya, berusaha tetap santai.Xavier menatapnya d
Di tempat lain, Xavier duduk sendirian di sudut ruangan. Matanya menerawang, pikirannya terjebak dalam pusaran tanda tanya yang tak kunjung terjawab.Hari ini di kampus terasa berbeda. Ada sesuatu yang mengusik pikirannya—sesuatu yang tidak kasat mata, tetapi begitu nyata.Di kantin tadi siang, ia merasakan getaran aneh. Bukan sekadar firasat, melainkan keberadaan kekuatan yang kelam. Energi itu merayap di sekelilingnya, menyentuh indranya seperti bisikan yang nyaris tak terdengar.Tapi tidak ada yang aneh di sana. Tak ada pertarungan, tak ada kejadian besar. Hanya keramaian mahasiswa yang bercakap-cakap seperti biasa.Lalu ada Keyna.Xavier mengernyit, mengingat bagaimana gadis itu tampak berbeda dari yang lain. Bukan hanya karena tatapan matanya yang kosong seolah menyimpan beban yang terlalu berat, tetapi juga karena ada sesuatu yang mengitarinya—sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh orang biasa.Semakin ia mencoba mengabaikan perasaan itu, semakin rasa penasarannya tumbuh."Siapa s
Keyna masih terjebak dalam belenggu tak kasat mata. Napasnya memburu, ketakutan merayapi dirinya, tetapi di balik ketakutan itu, ada bara kecil yang mulai menyala—tekad untuk tidak menyerah begitu saja.Dyrroth mendekat, sorot matanya tajam seperti belati yang siap menembus pertahanannya. "Kau bisa memilih, Keyna... menyerah atau kehilangan segalanya," bisiknya dengan nada penuh ancaman.Keyna menggigit bibirnya, menahan gemetar. "Kau salah jika mengira aku akan tunduk padamu," desisnya, suaranya terdengar lebih kuat daripada yang ia rasakan di dalam hatinya.Dyrroth menyeringai, seolah menikmati perlawanan kecil itu. Dengan satu gerakan tangannya, cengkeraman tak kasat mata yang menahannya semakin erat, membuat tubuh Keyna terasa seakan dipaksa berlutut.“Bukankah kau tahu, perlawananmu akan berakhir dengan sia-sia?”“Aku tidak akan menyerahkan diriku padamu!” ujar Keyna.“Oh, baiklah kita buktikan saja.”Dengan gerakan jarinya yang ringan, pakaian yang dikenakan oleh Keyna saat ini