Share

3. Dendam Sang Kakak

Evi masih melotot melihat ke arah Jo. Pria tampan itu tertawa melihat ekspresi Evi.

"Jangan mendelik begitu. Kau jadi tambah cantik!" kata Jo sambil melambaikan tangan di depan wajah Evi.

"Eh, maaf," sahut Evi salah tingkah. Ia mencoba tersenyum untuk menutupi kegugupannya. "Aku pikir kau bujangan."

"Kadang aku merasa masih bujangan. Dulu aku menikah karena dijodohkan. Demi kelanjutan bisnis ayahku."

"Oh, begitu. Seperti cerita dalam film, ya? Kau pasti gak cinta sama istrimu dan begitu juga sebaliknya. Benar begitu?"

"Analisamu tajam. Bagaimana kalau kau jadi sekretaris pribadiku?"

"Apa kamu sanggup kasih aku gaji gede?" Evi mengerling jenaka. Jo gemas sekali melihatnya.

"Berapa yang kau minta?"

"Seratus juta sebulan."

"Boleh, tapi kau jangan pulang, tinggal bersamaku di apartemenku."

Evi tertawa lagi. Sudah cukup bercandanya, ucapnya dalam hati. Jo menatap tajam seolah menebak seberapa serius Evi tadi.

"Kemana tujuan pertama kita?"

"Ayo ke kantorku di lantai tiga puluh. Aku perlu bersiap-siap sebelum pergi ke tempat rapat di resort, jam sebelas."

Kantor Jo bernama PT. Setiadi Buana. Usahanya di bidang perdagangan hasil kebun ke seluruh dunia. Itu yang Evi lihat dari sebuah dokumen berpigura yang dipajang di dinding ruang tamu. Ia menunggu Jo yang entah sedang apa di ruang kerjanya.

Ruang tamu perusahaan itu punya desain mewah. Sepertinya perusahaan ini lumayan bonafid. Dari tulisan dalam pigura itu, Evi juga tahu bahwa PT. Setiadi Buana adalah anak perusahaan dari PT. Setiadi Siaga Jaya yang menangani pengelolaan kebun kelapa sawit dan hasilnya. Entahlah Evi tidak paham dunia bisnis.

Ia duduk di sofa mewah merah marun. Pandangannya berkeliling. Ruang tamu itu dibatasi dinding dan pintu kaca transparan yang tembus ke dinding kaca lain di depannya. Isi ruangan di depan itu adalah kantor besar berisi ratusan kubikel area kerja karyawan. Orang-orang tampak sibuk di sana. Semuanya berpakaian rapi dan resmi.

Ibu mengira aku bekerja seperti mereka, gumam Evi dalam hati. Ibu tak pernah tahu bahwa Evi bekerja di dunia hitam yang mengerikan. Setiap kali berangkat, Evi selalu mengenakan pakaian kantoran lengkap dengan tas dan high heels yang resmi. Kadang Evi terus saja mengenakan pakaian itu untuk menemui klien tapi kadang ia mampir ke tempat Mami Riska untuk berganti pakaian jika klien menginginkan kostum tertentu.

Dengan pendidikan sampai SMA, Evi tahu ia bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Bukan karena ia tak pernah mencoba keluar dari dunia gelap yang sudah mengurungnya selama tujuh tahun ini. Sering ia mengajukan pengunduran diri pada Mami Riska. Mami selalu mengizinkan tapi selalu Erman mengetahui niat Evi. Hubungan dekat Mami dan Erman membuat Evi tidak bisa kabur walaupun Mami seperti membebaskannya. Erman adalah kekasih gelap Mami Riska.

Suatu ketika Evi menerima tawaran bekerja di sebuah toko dari seorang teman. Gajinya UMR dan Evi bersedia bekerja jadi staf gudang di sana. Pekerjaan halal, itu poin utamanya. Ia pamit pada Mami.

"Sudah kau pikirkan baik-baik, Vi?" tanya Mami. "Sama Mami di sini, kamu sudah jadi idola, lho. Kamu primadona. Kerja di toko begitu, berapa gajinya? Sebulan empat juta? Kamu bisa dapat uang segitu hanya dengan menggoyang satu klien di sini!"

Evi tersenyum. Niatnya sudah kuat. Ia tetap minta izin pada Mami Riska untuk berhenti menjadi wanita panggilan. Akhirnya Mami Riska bilang bahwa ia mengizinkan Evi pergi. Bukan main lega hati Evi.

Dua hari Evi merasakan bahagia bekerja jadi staf gudang toko grosir itu. Di hari ketiga, saat pulang kerja, ia tidak melihat Eda di rumah. Ibu menangis sendirian di kamar.

"Eda kemana, Bu? Ini kan sudah malam. Ibu kenapa?" Evi mulai panik. Saat itu pukul sebelas malam.

"Tadi siang waktu Eda pulang sekolah, Erman datang, Vi. Dia maksa ajak Eda ikut, katanya mau diajak makan siang di luar. Eda sudah menolak, Ibu juga melarang, tapi Erman tarik dia keluar. Katanya Eda mau diajak jalan-jalan juga karena dia kasihan lihat Eda di rumah terus. Ibu khawatir karena sudah jam segini Eda belum dibawa pulang sama Erman!"

Alarm di otak Evi berdering keras. Ia segera menelpon Eda. Ponsel adiknya itu tidak aktif lalu ia menelpon Erman.

"Baru sadar lu kalau si Eda hilang? Darimana aja lu? Kerja di toko? Hebat!" Suara Erman nyaring di telinga Evi.

"Dimana Eda?" bentak Evi. Erman tertawa.

"Eda lagi gua ajak hepi di sini. Di apartemen gua. Kalau lu mau dia pulang masih hidup, besok lu datang ke tempat Riska lagi."

"Bawa pulang Eda sekarang juga, Man. Ini urusan lu sama gua. Jangan ajak Eda, dia gak tahu apa-apa. Kalau sampai Eda luka sedikit saja, gua kejar lu sampai kemanapun."

"Kaga gitu aturannya. Gua tunggu sampai lu datang lagi dan kerja di tempat Riska. Kalau lu udah balik ke sana lagi, baru Eda gua pulangin ke emak lu."

"Mau lu apa sih, Man?"

"Pake nanya segala. Mau gua ya duit! Lu pikir berapa gaji lu kerja di toko? Bandingin sama duit lu kalau kerja di Riska! Paling gede lu dapat empat atau lima juta sebulan kalau lu kerja di toko atau di PT! Duit segitu sama kayak bayaran lu ngelayanin satu tamu dalam semalam di Riska, be go! Kalau lu kuat layani tiga tamu dalam semalam, hitung sendiri berapa duitnya!"

Hati Evi bagai dicabik-cabik mendengar ucapan Erman. Lelaki itu seharusnya jadi kakaknya. Walau bukan berasal dari rahim yang sama tapi sejak kecil Erman sudah tinggal bersama Ibu. Tumbuh besar bersama dirinya dan Eda. Waktu kecil, Erman sangat pendiam. Tidak pernah mau menjawab semua ucapan Ibu padanya. Sampai saat itu Evi mengira Erman adalah kakak kandungnya.

Ayah mereka meninggal karena sakit ketika Erman lulus SMA dan Evi baru saja masuk SMA di sekolah yang sama. Pada saat itulah hidup nyaman yang Evi jalani mulai berubah menjadi rangkaian nasib tragis. Diawali dari cerita Ibu tentang siapa Erman. Ternyata Erman bukan siapa-siapa bagi Evi dan Eda. Lelaki itu adalah anak dari seorang wanita bersuami yang selingkuh dengan Ayah. Satu tahun ibu kandung Erman hidup bahagia dengan Ayah setelah bercerai dengan bapak kandung Erman. Hingga suatu ketika, Ayah bertemu Ibunda Evi dan berpindah hati padanya. Ayah meninggalkan ibu Erman begitu saja dan menikahi Ibunda Evi. Ibu Erman jatuh sakit karena stress dan sebelum meninggal, ia menyerahkan Erman pada Ayah. Erman lalu diasuh oleh Ibu, dibesarkan seperti anak sendiri tanpa membedakan dengan Evi dan Eda, tapi itu tidak mengubah perasaan Erman yang ternyata sudah tahu asal usul dirinya entah siapa yang menceritakan padanya.

Suatu malam, setelah kisah kelam itu terkuak, Erman mengajak Evi pergi ke suatu tempat. Evi tidak curiga sedikitpun karena ia masih menganggap Erman adalah kakaknya. Ternyata Erman membawanya ke sebuah losmen dan menggagahinya di sana. Saat itu Erman bilang bahwa ia akan membalaskan dendam almarhum ibunya lewat Evi dan Eda.

"Bertahun-tahun gua simpan sendiri dendam Mama dalam hati. Gua nunggu kapan bisa balas nyakitin lu, emak lu dan adik lu. Bokap udah gak ada, udah gak ada yang gua takutin. Lu sama keluarga lu harus bayar apa yang udah kalian lakukan ke Mama gua."

Balas dendam yang konyol. Ibu benar-benar menyayangi Erman seperti anak sendiri. Evi dan Eda bahkan tidak tahu kalau Erman bukan kakak kandung mereka. Bagaimana bisa Erman menyimpan dendam? Belakangan baru Evi tahu bahwa penyebabnya adalah ketergantungan Erman pada obat terlarang. Erman butuh uang untuk beli obat.

Perbuatan ja hat Erman pada Evi bukan hanya sekali itu saja. Setiap ada kesempatan saat Ibu belum pulang kerja dan Eda pergi main keluar rumah, Erman selalu melampiaskan naf su nya pada Evi. Sampai tiba di hari sial saat Ibu harus diamputasi dan kehilangan pekerjaan. Sejak itu Ibu terus berada di rumah.

Karena Ibu tidak bekerja lagi, terpaksa Evi tidak melanjutkan sekolah dan harus bekerja. Erman yang memaksanya bekerja pada Mami Riska. Sampai sekarang.

"Ayo berangkat," kata Jo mengagetkan Evi. Lelaki itu membawa sebuah tas besar. Mereka baru akan melangkah keluar ketika seorang wanita datang dan berdiri menatap mereka dari luar dinding kaca. Matanya penuh kemarahan!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status