Share

11. Boss Galak

"Apa maksudmu kirim pesan begitu?"

Pertanyaan Sandra dibarengi tatapan dingin wanita cantik itu tepat di mata Jo. Sang suami santai duduk bersandar ke tumpukan bantal, bahkan tidak melihat ke arah Sandra, sibuk dengan ponselnya.

Geram bukan main hati Sandra melihat ulah suaminya itu. Setelah membaca pesan yang dikirim oleh Jo, Sandra meninggalkan teman-temannya begitu saja dan langsung mencari Jo.

"Jelaskan, Jo!" pekik Sandra membahana. Jo baru melirik istrinya, membalas tatapan tajam Sandra padanya.

"Apa itu masih kurang jelas? Aku mau bercerai. Itu saja maksudku."

"Apa ini karena pe la cur itu?"

Jo menegakkan duduk, ponselnya ia letakkan di nakas.

"Kau selalu bilang begitu. Pe la cur mana yang kau maksud?"

"Perempuan yang kau bawa ke kantor dan kau bilang itu sekretarismu, pengganti Liana!"

Jo tahu yang dimaksud Sandra adalah Evi.

"Dia wanita baik-baik, bukan pe la cur!" bentak Jo. Sandra malah jadi tambah murka. Ia tam par pipi kiri Jo.

"Aku jadi makin yakin ini semua karena perempuan itu. Siapa namanya?"

"Besok kita ke pengadilan agama, kita urus secepatnya."

"Siapa nama perempuan itu, Jo?"

"Mulutmu tidak layak menyebut namanya. Keluar kau, aku mau tidur sendiri." Jo menggeser posisinya menjadi berbaring. Ia tarik selimut menutupi tubuhnya sampai ke leher. Sandra menarik selimut Jo hingga terbuka.

"Bangun! Kita harus tuntaskan masalah ini! Jangan jadi ban ci, kau!"

"Masalah apa? Gak ada masalah apa-apa, kan?"

"Bangun!!"

Jo beranjak bangun menuruti bentakan Sandra. Tubuh tingginya hanya tertutup celana piyama, dadanya terbuka tanpa mengenakan pakaian. Sandra mendongak menatap mata suaminya.

"Aku gak mau bercerai!" bentak Sandra lagi. Jo berdecak jengkel.

"Bisa gak sih kamu ngomong biasa aja, gak pake jerit-jeritan begitu? Pusing aku dengarnya!"

"Pokoknya aku gak mau bercerai! Aku akan mengadu pada Papamu dan Ayahku! Biar mereka yang memberi hukuman untukmu!"

"Silakan. Mereka akan melakukan apa padaku? Aku dipecat? Dicoret dari daftar pewaris? Aku gak takut. Aku capek pura-pura terus, San! Kau juga berhak bahagia, kan? Bahagiamu bukan denganku!"

"Aku bahagia di sini, Jo!"

"Di sini. Bukan denganku. Aku tahu kau berpacaran dengan Seno, direktur PT. Berjaya Samudera yang jualan ikan laut itu. Iya, kan? Lanjutkan, aku baik-baik saja."

"Beraninya kau fitnah aku! Kau yang kecanduan perempuan malam!"

Sopiah berdiri di muka kamar sang boss. Perdebatan di dalam terdengar jelas olehnya. Sopiah sudah biasa dengar suara keras macam itu karena dia sudah bekerja di rumah itu sejak Sandra dan Jo menikah. Ia melangkah pergi, tak jadi melanjutkan niatnya semula untuk mengundang makan.

Malam itu Ibu minta tidur dengan Evi. Eda tidur sendiri. Ibu menyampaikan semua kegelisahannya pada Evi.

"Sampai kapan kita di sini, Vi?"

"Ibu gak betah di sini? Ibu mau kita cari rumah lain?"

"Ibu tahu boss Jo itu cinta sama kamu. Ibu takut lihat dia, Vi. Mukanya sadis banget."

Wajah Evi bersemu merah. Ucapan Ibu membuat hatinya berbunga-bunga.

"Ibu sok tahu. Masa iya Jo cinta sama aku, Bu?"

"Buat apa dia menampung kita di sini, belikan ini itu, baik sama kita, kalau bukan karena dia cinta sama kamu? Dia bujangan?"

"Sudah punya istri, Bu," sahut Evi pelan. Ibu terlonjak kaget.

"Nah! Apa yang Ibu takutkan ternyata kenyataan! Ayo kita pergi dari sini secepatnya!"

Evi kaget juga mendengar ucapan Ibu tadi.

"Kita mau kemana, Bu? Aku takut ketahuan Erman!"

Kening Ibu mengernyit.

"Memang Erman kenapa? Kenapa kau takut pada kakakmu?"

"Dia bukan kakakku, Bu! Erman itu selalu kasar. Dia gak sopan sama Ibu!"

Dan dia merenggut kehormatanku dengan keji, Bu! Evi melanjutkan teriakannya dalam hati. Pedih rasanya ia harus menyembunyikan kenyataan sepahit itu dari Ibu.

"Mungkin itu karena usianya, Vi. Lelaki itu punya masa pemberontakan. Nanti semakin dewasa, Erman pasti berubah!"

Hidupku sebagai wanita penghibur tidak akan berubah, Bu, bisik hati Evi. Ia tidak tahu lagi bagaimana meyakinkan Ibu bahwa Erman bukan orang baik.

"Kita cari kontrakan saja, Vi. Kecil dan jelek gak apa-apa, yang penting kamu jauh dari boss Jo!" kata Ibu sambil menutup matanya.

Evi diam sampai terdengar dengkur halus Ibu. Ia bingung harus bagaimana. Menjauh dari Jo itu tidak mungkin untuk sekarang. Ia butuh Jo untuk sandaran selama ia belum bisa membawa Ibu dan Eda ke tempat yang lebih aman.

Evi juga tidak bisa jauh dari Jo. Ia harus melihat lelaki itu setiap hari, sekedar memastikan Jo baik-baik saja dan masih ingat padanya. Entah sejak kapan tapi yang pasti hari ini Jo adalah manusia penting bagi Evi. Ia menginginkan Jo.

*****

Erman sudah tahu rumah tinggal Jo dan Sandra. Ia juga tahu alamat kantor Jo. Riska tahu banyak tentang klien yang bisa dijadikan sumber uang. Dari catatan Riska, Erman melihat terakhir kali Jo  membooking Evi selama 24 jam dengan tarif 40 juta Rupiah! Erman bergidik membayangkan pelayanan apa yang dilakukan Evi untuk Jo yang membayar sangat mahal itu. Secara fisik, Jo punya tubuh tinggi besar, kelihatan kalau dia rajin olahraga membentuk badan. Sedangkan Evi adalah gadis bertubuh ramping kecil. Bisakah Evi mengimbangi Jo?

"Kamu tahu apa lagi tentang si Jonathan ini, Sayang?" tanya Erman pada Riska. Mereka sedang duduk berdua di sebuah kafe sore itu, minum kopi dan makan donat. Riska mengangkat kedua bahu dengan cuek.

"Dia orangnya tertutup banget, Man. Aku cuma tahu kantornya di PT. Setiadi, rumahnya di komplek elite Permata Regency. Istrinya namanya Sandra, selebgram terkenal yang kontennya tentang tas mahal."

"Istri? Jonathan punya istri?" Mata Erman membulat. Riska menatapnya heran.

"Kenapa surprise begitu? Memangnya kau pikir para hidung belang itu semua bujangan? Lelaki liar itu kebanyakan sudah mapan dan beristri!"

Erman tertawa terkekeh. Ia punya satu senjata lagi.

Sejak semalam Erman mencoba menghubungi nomor Evi tapi sudah tidak aktif lagi. Erman sudah menduganya. Evi sudah ada di depan mata, tinggal cari cara untuk mengambilnya lagi saja!

"Kamu gak ngontak Evi lagi? Fans dia pasti sudah antri, kan?" tanya Erman.

"Aku gak bisa hubungi dia, Man. Nomor lamanya tidak aktif. Katamu, kau tahu dimana Evi sekarang, coba suruh dia datang ke tempatku!"

Alarm di kepala Erman berdering. Ia tahu sekarang apa rencana Evi. Gadis itu ingin lari dari hidupnya yang lama, dengan cara menghilang setelah kasus kebakaran rumahnya. Erman bisa kehilangan sumber uang kalau Evi tidak kembali pada Mami  Riska! Ini tidak boleh dibiarkan.

"Kau kenal istrinya Jonathan, Ris?"

"Kenal pribadi sih enggak. Aku tahu Sandra Setiadi dari konten-kontennya di TikTak. Coba saja tonton di sana, dia sering shooting di rumahnya."

"Tolong carikan informasi soal Sandra Setiadi ini, Ris. Apa dia wanita karir? Dimana kantornya?"

"Sepertinya Sandra Setiadi gak berkarir kantoran. Kerjanya cuma bikin konten saja, shopping, arisan, begitulah. Uang Ayah dan suaminya gak akan habis ia hamburkan."

"Aku harus kenal dia, Ris. Aku pengen kasih tahu si Sandra Setiadi ini bahwa suaminya menggoda adikku."

*****

Evi menyukai ruangan kubikelnya. Orang yang mengantarnya bernama Kenzi, pegawai bagian HRD.

"Ini kursimu. Sesuai arahan Pak CEO langsung padaku, kau ditugaskan jadi anggota team marketing. Kepala divisinya bernama Bu Maria, ruangannya di jejeran ruang eksekutif, di sebelah kanan lift. Tentang apa saja tugasmu, semua ada di buku panduan itu," kata Kenzi sambil menunjuk sebuah buku tebal yang tergeletak di atas meja Evi, calon meja, tepatnya. Evi mengangguk.

"Iya, Pak. Terima kasih arahannya," sahut Evi.

"Diluar jam kerja, kau boleh panggil aku Ken saja. Dari resume yang aku baca, usiaku cuma lebih tua dua bulan dari kau," kata Ken tersenyum. Evi pun membalas senyum lelaki muda yang wajahnya teduh itu.

"Baiklah."

"Selamat bergabung dengan PT. Setiadi, Nona Evita Maharani. Silakan beradaptasi." Ken undur diri dan pergi meninggalkan Evi.

Perlahan Evi duduk di kursi putar dan mengamati mejanya. Jo mengatur agar Evi duduk di tempat paling sudut di bagian divisi marketing. Tugas Evi adalah melobi klien di lapangan dan punya target deal setiap bulannya. Setelah beberapa lama menikmati meja kerjanya dengan bangga, Evi baru sadar bahwa di sebelah kirinya ada meja lain dan penghuni meja itu sedang menatapnya tajam. Ia seorang gadis cantik berpakaian setelan resmi berwarna abu-abu.

"Selamat pagi. Nama saya Evita," kata Evi memberi senyum manisnya pada gadis itu.

"Pagi. Nama saya Olivia."

"Salam kenal. Mohon bimbingannya." Evi mengangguk sopan pada Olivia.

Belum sempat Olivia menjawab, muncul Jo entah dari mana, mengejutkan kedua gadis itu. Olivia sempat beradu pandang dengan Jo dan segera menunduk sopan.

"Hai, Jo!" sapa Evi. Mata Jo yang melotot tajam menyadarkan Evi, juga tatapan heran dari Olivia sempat ia lihat. "Oh, maaf, maksud saya, selamat pagi, Pak Jonathan."

"Siapa yang suruh kau duduk santai? Saya menunggu laporan lobi kemarin dengan CEO PT. Asahan Permata! Apa setiap butuh laporan saya harus datang ke meja marketing seperti ini? Bisa kerja apa tidak sih, kalian!"

Evi kaget luar biasa menerima makian Jo itu. Nyalinya ciut. Ternyata Jo bukan jenis boss yang mudah dilayani. Jo pergi setelah menggebrak dinding kubikel Evi dan meminta laporan yang dimintanya segera dibawa ke ruangan CEO.

Dinginnya sikap Jo tadi bukannya membuat Evi gentar, ia malah tambah gemas!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status