Katakanlah Ara lemah, tapi jika pada dasarnya ia adalah seorang yang mudah memaafkan seperti Bundanya, maka semarah apapun Ara pada akhirnya hatinya akan mudah luluh juga.
Ara takut mereka akan melarangnya, padahal ia hanya ingin memastikan keadaan Ayahnya saja.
Ara masih ingat kemarin Kak Siska mengiriminya pesan jika Ayahnya jatuh sakit dan berharap bisa bertemu dengannya lagi. Ara sempat ragu, tapi kerinduannya pada sosok sang Ayah mengalahkan segala keraguannya itu.
Apalagi jika teringat kata-kata kasar nya waktu itu, pasti sangat menyakiti hati Ayahnya.
Katakanlah Ara lemah, tapi jika pada dasarnya ia adalah seorang yang mudah memaafkan seperti Bundanya, maka semarah apapun Ara pada akhirnya hatinya akan mudah luluh juga.
Dulu Ara dan Ayahnya Daniel sangatlah dekat, apalagi banyak sekali kenangan bahagia yang diberikan Ayanya pada Ara. Dan jujur ia merindukan itu semua.
Selama ini Ara ragu untuk menceritakan isi hati dan pikirannya pada kedua saudaranya, terlebih pada kakaknya Alesha. Karena ia yakin mereka tidak akan mengerti akan perasaan rindu dihatinya.
Dan saat ini Ara sedang memasuki lift untuk menuju Ballroom tempat acara pernikahan kakanya Siska dilaksanakan, namun entah kenapa ia merasa sangat bersalah. Pasti ini karena ia telah berbohong dengan berpura-pura pamit kepada Bundanya jika dirinya hendak ketempat temannya untuk kerja kelompok.
"Maaf Bunda" Batin Ara.
Tapi disatu sisi, Ara merasa kurang nyaman dan takut. Karena saat didalam lift hanya ada dia dan seorang lelaki yang sedari tadi tidak lepas memandangi nya.
Bulu kuduknya meremang karena dipandangi sedemikian rupa dari belakang, Ara bisa melihat itu dari pantulan kaca di pintu lift.
Syukurnya saat Ara merasa semakin tidak nyaman, lift pun berhenti dilantai yang ia tuju.
Dan pada saat ia hendak melangkah kan kakinya untuk keluar dari lift sebuah tangan menariknya kembali masuk. Ara pun berteriak kencang.
~~~
"Bunda kenapa?" Tanya Ari seraya meyendok nasi goreng ke mulutnya, saat ini ia dan Bundanya sedang berada di kantin rumah sakit.
Alesha? Ada Samuel yang menjaganya, pemuda itu jugalah yang menyuruh Anika dan Ari untuk makan dikantin.
"Bunda" Panggil Ari sekali lagi saat sang Bunda tak kunjung menjawab pertanyaannya.
"Ini loh Ara... Dari tadi belum membalas Chatnya Bunda..." Ucap Bunda Anika yang masih memperhatikan Chat terakhir Putrinya yang mengatakan jika ia masih dijalan.
Ari mengerutkan dahinya, mengingat-ingat perkataan Ara tadi yang katanya mau ke rumah Rere. Tapi bukankah jika dari rumah sakit paling tidak memakan waktu sekitar 20 menitan untuk kesana dan ini sudah satu jam lebih Ara belum mengabari Bundanya.
Jangan bilang kembarannya itu mengikuti jejek sang kakak yang tiba-tiba saja menghilang kemarin. Ari pun langsung menghentikan melahap makanannya dan mengambil Hp di kantong bajunya. Ari hendak melakukan panggilan telepon kepada kembarannya itu, namun Ara tak kunjung menjawab panggilannya.
Tidak habis akal Ari pun mengetikan chat di beberapa Grup whatsAppnya.
"Biar Ari tanyain ke group, siapa tau aja salah satu teman Ari punya nomornya Rere" Bunda Anika pun hanya mengangguk mengiyakan.
Saat Ari masih sibuk dengan hpnya, sebuah panggilan di Hp Bundanya atas nama Mila menghentikan kegiatan Ari, ia kira Ara yang menelpon ternyata bukan.
Namun Ari sedikit penasaran, sahabat kakaknya satu itu jarang-jarang menelpon Bundanya.
"Kenapa Kak Mila Bun?" Tanya Ari.
Anika hanya menggeleng, lalu mengangkat panggilan itu. Entah kenapa sebelum mengangkat panggilan telepon itu perasaan nya sudah tidak enak.
"Iya, Halo Mila?"
Hening raut wajah Anika langsung berubah menjadi gelisah dan tegang.
"Apa... Apa yang terjadi... bagaimana bisa Ara...?"
Ari mengerutkan dahinya saat melihat raut wajah Bundanya. Dan saat panggilan itu berakhir Bundanya langsung luruh kelantai sontak hal itu membuat Ari bingung dan juga terkejut.
"Astaga Bun... Bunda" Teriak Ari lalu memeluk Bundanya.
Anika menangis dan membuat Ari bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi.
"Bunda kenapa? Ara... kenapa sama Ara?" Tanya Ari, yang juga mendengar nama Ara tadi disebut-sebut
"Ara..." Ujar Bunda Anika lalu bangkit berdiri kemudian berlari dan dikejar oleh Ari dengan penuh Tanya dikepalanya.
---
"Buka matamu atau dia akan ku bunuh!!"
Alesha tidak bisa bernafas dengan tenang mendengar itu, namun perkataan Orang itu selanjutnya membuat Alesha merasa tidak bisa bernafas lagi.
"Aaaaa... Aku tahu, kamu pasti juga menginginkannya kan... Alesha? Hahaha sabarlah waktumu juga akan tiba" Ucapannya bagaikan sebuah janji dan langsung membangkitkan ketakutan luar biasa pada Alesha.
Alesha tiba-tiba membuka kedua matanya . Nafasnya terenga-engah, ia memimpikan hal itu lagi. Namun itu bukan hal yang baru karena setiap malam ia selalu saja memimpikan masa lalunya.
Alesha pun mengedarkan matanya mengamati ruangan yang ia duga adalah kamar inap di rumah sakit. Badannya masih sangat lemah saat ia mencoba untuk duduk bersandar. Saat Alesha kembali mengamati sekelilingnya ia sadar jika dirinya sedang sendirian.
Alesha pun melihat Hp nya yang sedang bercharger berada diatas nakas, entah siapa yang meletakkannya di sana. Dilihatnya jam dinding sudah menunjukkan jam 7 malam yang berarti lebih dari 24 jam ia tidak sadarkan diri, mungkin.
Padahal Alesha sudah tertidur selama dua hari di rumah sakit.
Pekerjaan nya batinnya saat teringat akan hal itu, lalu menghidupkan Hpnya yang semula mati dan mulai mengecek jadwal di memonya. Alesha membaca di memonya jika hari ini adalah hari pernikahan kakaknya Siska, semoga saja Mila bisa menggantikannya dengan baik.
"Dua hari kah" Gumam Alesha yang baru menyadari berapa hari ia tidak sadarkan diri.
Saat kembali mengecek Hpnya ia menemukan banyaknya Chat dan panggilan di aplikasi Whatsappnya, tapi matanya tertuju dengan Chat yang baru saja masuk sekitar 5 menit yang lalu dari Siska dan juga beberapa panggilan yang juga dari siska.
Alesha membuka chat siska dan karena itulah ia langsung berdiri beranjak dari tempat tidurnya kemudian mengambil sebuah dompet yang sedari tadi ada diatas nakas.
---
Sesampainya disana Ari langsung masuk, pemuda itu berlari sangat kencang hingga tak dihiraukannya Bundanya yang tertinggal dibelakang. Ia sangat marah sekarang, setelah mendengar apa yang terjadi pada Ara.
Ari mengepalkan tangannya, ia akan membunuhnya... Batinnya bekobar ancaman.
Jika tidak, maka Ari akan menghancurkan orang itu tekadnya.
Kemudian ketika Ari sudah masuk ke dalam Ballroom Hotel tempat acara pernikahan yang datangi Ara ia pun mengedarkan pandangannya dan mendapati Ara dalam pelukan seseorang, orang itu geramnya dan menghampiri mereka.
Ari tanpa basa basi langsung menarik Ara dari Ayahnya, matanya menatap tajam penuh kemarahan pada sang ayah.
"Mana orang bangsat itu" Teriaknya pada Daniel yang terkejut karena kehadiran Ari di sini.
Namun tidak ada yang menjawab sehingga pemuda itu mengedarkan pandanganya kesegala arah dan saat itulah ia menatap seorang lelaki yang sudah babak belur terduduk dilantai.
Ari pun mengepalkan tangannya dengan penuh emosi.
Dan tanpa basa basi Ari langsung menghampiri dan menghajar lelaki itu yang sudah mencoba melecehkan Ara. Anika yang baru saja tiba tentu terkejut mendapati keluarga mantan suaminya ada disini serta melihat Ari sedang menghajar seseorang dan Ara putrinya menangis meraung-raung meminta saudaranya untuk berhenti.
Anika langsung memeluk putrinya yang sudah menangis melihat kedatangan Bundanya.
"Ariii!!!!! Ara....." Teriak Bunda Anika
"Bunda Ara takut" Sungguknya.
"Bunda disini... Jangan takut" ya Tuhan hampir saja kejadian buruk lagi-lagi menimpa putrinya.
Disis lain Daniel pun mencoba menghentikan putranya, pelaku itu sudah di ambang batas kehidupan dan tak akan ia biarkan putranya menjadi seorang pembunuh .
Ryan yang juga berada disana sedikit tertegun melihat betapa miripnya Ari dengan Om Daniel. Tapi ia lebih terkejut melihat perubahan sikap Ari yang kasar.
"LEPAS. GARA-GARA ANDA ARA HAMPIR AJA....." Ari tak sanggup melanjutkan ucapannya. Ia pun langsung mendorong Danile hingga lelaki tua ia jatuh dan Ari langsung meluncurkan tamparan kewajah Ayahnya.
"ARI..." Teriak Bunda Anika shock melihat anaknya memukul Ayahnya sendiri.
"SEMUA MASALAH YANG ADA DI HIDUP KAMI. SEMUA KARENA ANDA. BERENGSEK" Teriak Ari dengan tangan yang masih memukul Daniel
Mila yang sedari tadi sudah ada ditempat kejadian karena mengurus gaun pengantin kakaknya siska pun langsung mendekati Ari dan mencoba menghentikan pemuda tersebut yang masih saja melemparkan tamparan pada Ayahnya sendiri. Namun malah ia jatuh tersungkur karena didorong oleh Ari.
"Ya Tuhan... Ari sadar" Teriak Mila yang kembali berdiri untuk ikut menarik Ari dari Ayahnya sendiri.
Bahkan beberapa orang termasuk Ryan dan Dany pun gagal untuk menghentikan Ari yang tenaganya tidaklah main-main. Seketika Anika benar-benar menyesal mengikuti kan Ari bela diri jika akhirnya akan seperti ini
"Ari... stop..." Ucap Bunda Anika lemah menahan tangan anaknya namun ditepis Ari, anaknya sudah tidak sadar akan apa yang dilakukannya.
Alesha yang baru saja tiba langsung menyangga kan tubuhnya ke dinding. Tubuhnya sekarang benar-benar tidak ada tenaga sama sekali. Setelah mendapat Chat dari Siska tentang apa yang terjadi kepada adiknya, Alesha yang tanpa peduli dengan keadaannya sendiri langsung menuju kesana.
Dan disinilah dia, dengan wajah pucat dan baju yang acak-acakkan Alesha berdiri mengamati apa yang sedang terjadi.
Atau mengamati kelakuan kelewat batas Ari yang sudah lama tidak dilihatnya. Dan dengan berjalan tergepoh-gepoh Alesha mengambil sebuah gelas kaca yang kosong diatas meja.
Hingga jangan ditanya untuk apa jika tiba-tiba sebuah gelas kaca menghantam kepala Ari sampai gelas itu pecah dan sontak pemuda itu langsung jatuh pingsan.
Kini semua orang mengarahkan pandangan mereka pada sang pelaku yang menghantam gelas ke kepala Ari.
Dan orang itu adalah Alesha yang berdiri dengan tenang seolah yang dia lakukan bukan hal yang besar. Kemudian Alesha menatap Ara kecewa, kecewa dengan pilihan sang adik hingga hampir saja kejadian buruk menimpanya
Hingga sebuah suara memutuskan tatapannya pada sang adik.
"Alesha?" Ucapa dua suara bersamaan, dari Ayahnya dan juga Ryan.
~~~
"Kak... Ayah Kak..." Ucap seorang gadis kecil menangis sesenggukan. Alesha yang baru pulang dari sekolah langsung memeluk Adiknya untuk menenangkan, batinya penuh tanya apa yang membuat Adiknya ini menangis. "Kamu kenapa Ara?" Tanyanya lembut. "Hiks... Ayah kak hiks... Ayah mau pergi... Pergi kak... Ninggalin kita hiks" Tangisnya membuat Ara terbata-bata menjawab pertanyaan sang Kakak. BRAK PRANG BRAK Suara benda yang jatuh lalu diikuti suara piring pecah membuat Alesha terkejut, Ara pun semakin menangis kencang di pelukannya. Kini kedua matanya menatap ke arah dapur dengan hati yang gelisah. Alesha mendesis lirih dalam tidurn
Perjumpaan ini bagaikan sebuah pengulangan. Bagi gadisnya untuk pergi meninggalkan dirinya. Seperti yang pernah ia lakukan dulu, pada Aleshanya. Mohon perhatian, Kepada para penumpang pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA328 tujuan Surabaya dipersilahkan masuk melalui pintu A12, Terima Kasih. Ryan melangkah kan kakinya dengan lesu, dia dan Nayla baru saja kembali ke Jakarta setelah 2 hari berada di Surabaya. Gerak-gerik Ryan yang lesu pun tidak luput dari perhatian Nayla yang tanpa sadar terus memandangi lelaki disampingnya itu. Bahkan banyaknya suara dan blitz kamera pun sampai tidak di hiraukan oleh pemuda itu yang masih menampilkan raut lelah namun masih memancarkan kesan dingin di wajahnya. Jangan heran jika banyak suara kamera dan blitz disekitar mereka berdua,
"Karena aku pernah diposisi itu sebelumnya dan berharap agar siapa pun tidak akan pernah mengalaminya, bahkan termasuk orang itu" Your Attention Please, Passengers of Garuda Indonesia on Flight number GA328 to Surabaya Please Boarding From Door A12, Thank You. Alesha melangkahkan kakinya dengan pelan, ia baru saja keluar dari pintu kedatangan di Bandara Soekarno Hatta. Di depannya sekitar satu meter jauhnya ada adiknya Ara dan juga Samuel, sahabatnya yang sedang berjalan beriringan dengan riang. Kombinasi adik dan sahabatnya itu sangatlah cocok sekali, sama-sama cerewet menurut Ari, yaitu kembarannya Ara. Bahkan saking asyiknya berbicara satu sama lain, mereka tidak sadar jika Alesha sudah jauh tertinggal dibelakang. Ada alasan kenapa Alesha berjalan perlahan, karena entah kenapa saat berada di bandara ia selalu saja teringat akan ke
Ryan harus menemukannya dan berusaha agar gadisnya bisa kembali padanya bagaimana pun caranya. Bahkan walau harus dengan cara teregois sekalipun. Daniel Hatmaja lelaki yang sebentar lagi berumur 45 tahun, masih sibuk dengan setumpuk berkas di atas meja kerjanya. Membaca dan menandatangani banyak berkas membuatnya seolah berada di dunia lain. Sejenak Daniel memandang kalender yang menunjukkan tahun 2020, lalu menghela nafasnya lemah. Kini sepuluh tahun sudah Daniel berpisah dengan keluarganya, karena kesalahan fatal yang diperbuatnya dulu. Penyesalan, bagaikan kawan hidupnya kini. Jadi jangan salahkan lelaki itu jika ia lebih memilih menghabiskan waktunya untuk bekerja dan terus bekerja, semua hanya untuk mengalihkan pikirannya yang selalu merindu pada anak-anaknya dan juga mantan istrinya. Dan hanya sebuah foto lama yang keadaannya
Ada yang bilang luka yang menganga lebih baik dari luka yang tak terlihat. Namun bagaimana jika kedua luka itu datang di saat bersamaan? Itu adalah hal yang mengerikan bagi Alesha yang terus mengalaminya sampai saat ini. "Ale, lo denger gak sih?!!" Cekik Mila sambil berdecak pinggang. Dirinya sudah berbicara panjang kali lebar plus tinggi, tapi sang pendengar seperti tidak mendengar apapun. Membuat Mila menjadi geregetan dengan tingkahnya yang sok cool, padahal dalam hati ia mengakui jika Alesha yang sekarang memang sangatlah dingin. Alesha pun menghela nafas lelah kemudian di tatapnya sang sahabat yang berdiri tepat di depan meja kerjanya. "Iya gue dengar, Mila" Jawabnya pelan. "Astaga Ale, kalau denger ya jawab dong pertanyaan gue!" "Jangan diem-diem aja" Kesal Mila, biarlah kata orang ia bawahan kurang ajar kare
"Maka saya akan merebutnya dan membuatnya kembali mencintai saya. Katakanlah saya egois karena Alesha harus menjadi milik saya, hanya saya. Bukan orang lain" Berita pertunangan antara dirinya dan Nayla sukses membuat Ryan kalang kabut dan tidak tenang. Padahal sekarang Ryan memiliki rapat yang sangat penting tapi ia lebih memilih membatalkannya. Bagaimanapun dirinya harus menyelesaikan berita tidak benar itu terlebih dahulu. Saat ini Ryan sudah berada di kediaman keluarga Hatmaja. Bersama kedua orangtuanya, Ryan pun ingin meminta penjelasan karena berita tidak benar itu datang dari pihak orang dalam di perusahaan Hatmaja. "Saya dan Nayla tidak memiliki hubungan yang mengarah ke sana. kami hanya sebatas kakak adik! Jadi saya mohon jangan menyebar kan berita yang tidak benar" Ucap lantang Ryan kepada seluruh keluarga Hatmaja, tidak di pedulikannya kesopanan karena ini masalah ya
Tapi sebagai sahabat walaupun harus menjadi setan untuk menentang hubungan di antara Ryan dan Alesha, akan ia lakukan. Benar-benar Mila tak terima jika sahabatnya pada akhirnya harus berdampingan lagi dengan cowok itu. "Gue bingung kenapa setiap minggu gue harus lihat muka lo lagi... Muka lo lagi" Ujar Bima menunjuk muka Mila yang berada di seberang mejanya, mereka sedang berada di Restoran milik Samuel dan Alesha. Mila pun menunjuk dirinya sendiri lalu tertawa sinis. "Hah!? Eh monyet kalau lo gak mau lihat muka gue lagi... Ngapain datang" Sinis Mila menyilang kan kedua tangannya dan di dukung dengan pelototan mautnya kepada Bima. "Karena gue menghargai persahabatan kita selama 23 tahun ini" "23 tahun? Cih ! Lo kira kita udah temenan dari orok" "Benarkan bahkan sebelum kita masuk sekolah. Play Group, TK, SD, SMP, SMA sampai
"Bahkan dulu, jika Alesha memilih matipun kita akan terima daripada melihatnya hidup tapi... Seperti orang mati" "Hm... Iya, gue mau langsung ketempat Ara, sekalian jemput dia" Alesha pun memandang ke luar jendela seraya terus mendengarkan suara di ujung teleponnya. "Iya Mila... Kalau gak kemalaman, gue mampir" Ucap Alesha, kemudian mematikan panggilan telepon tersebut setelah mendengar jawaban dari yang bersangkutan kemudian meletakkan Hpnya di atas meja. Alesha berjalan menghampiri sisi ruangan yang lain dan langsung membuka jendela ruangannya, memandang langit yang sudah mulai gelap, karena jam telah menunjukan pukul 6 malam. Alesha pun bisa merasakan segelintir angin yang berhembus lumayan kencang, sepertinya malam ini akan turun hujan. Ia menghela nafasnya lelah, Seharusnya sekarang dirinya menemani Ara untuk gladi bersih tapi pekerjaan
Katakanlah Ara lemah, tapi jika pada dasarnya ia adalah seorang yang mudah memaafkan seperti Bundanya, maka semarah apapun Ara pada akhirnya hatinya akan mudah luluh juga. Tanpa sepengetahuan Bunda dan Ari, Ara pun nekat datang sendirian untuk menghadiri acara pernikahan kakaknya Siska. Ara tidak ingin keluarganya tahu jika dirinya datang untuk menemui Ayahnya. Ara takut mereka akan melarangnya, padahal ia hanya ingin memastikan keadaan Ayahnya saja. Ara masih ingat kemarin Kak Siska mengiriminya pesan jika Ayahnya jatuh sakit dan berharap bisa bertemu dengannya lagi. Ara sempat ragu, tapi kerinduannya pada sosok sang Ayah mengalahkan segala keraguannya itu. Apalagi jika teringat kata-kata kasar nya waktu itu, pasti sangat menyakiti hati Ayahnya. Katakanlah Ara lemah, tapi jika pada dasarnya ia adalah seorang yang mudah memaafkan seperti Bun
"Gak, jangan berterima kasih saat gue merasa jika sedang mengkhianati janji gue pada Ale" "Gue udah bilang kan, selain alamat ButiQ dan nomor hp nya Ale. Gue gak tau lagi hal lainnya mengenai Ale" Ucap Siska lelah karena terus di tanyai prihal Alesha dan keluarganya. Ia kesal bercampur marah karena ini sudah yang ke lima kalinya ia di teror oleh seorang Ryan hari ini. "Hp nya gak aktif dan ButiQ nya tutup" Beber Ryan seolah itu adalah salahnya. Hari ini sudah berkali-kali Ryan mengunjungi ButiQ Alesha namun tutup. Sedangkan nomor hp gadis itu tidak aktif sampai sekarang. "Ya mana gue tahu kenapa nomornya gak aktif sama ButiQ nya tutup" Jawab Siska seadanya. "Lo gak ada info lain? Apapun itu gue mohon... Please" Setelah mendapat kabar jika om Daniel bertemu dengan tante Anika dan Ara, Ryan pun langsung bergerak cepat mencari
"Semakin hari aku semakin sulit mengenali yang mana sebuah kenyataan dan yang mana sebuah hayalan" Alesha memarkirkan mobilnya di depan toko CakeBakery yang terlihat sudah tutup begitupula dengan toko Florist padahal biasanya toko akan tutup sekitar jam 9 malam. Banyaknya mobil di depan rumahnya pun seakan menjawab semua pertanyannya saat ini. Alesha hanya berharap mereka semua tidak mencercanya dengan berbagai pertanyaan dan nasehat karena ia sudah sangat kelelahan dan tak ingin memikirkan apapun lagi. Memejamkan mata adalah hal yang sangat Alesha butuhkan sekarang, sebenarnya bisa saja dirinya tidur di dalam mobil tapi ia memilih menahannya sejenak agar dapat bertemu dengan ranjangnya dan bisa terlelap di sana. Sekarang waktu sudah menunjukan jam 18.17 di dasbor mobilnya. Kepalanya berdenyut sangat sakit dan matanya terasa perih setelah tidak tidur selama l
Alesha terpaku, ia telah kehilangan ayahnya. Kini ia juga kehilangan cinta pertamanya. Delapan jam lebih sudah Alesha mengendarai mobilnya di jalanan, matanya masih fokus menyetir dengan kecepatan rata-rata. Yang berarti sudah delapan jam jugalah ia menghilang tanpa memberi kabar kepada siapapun. Padahal waktu sudah menunjukan jam sembilan malam. Baterai Hpnya pun menunjukkan angka 1% akibat banyaknya mendapat panggilan telepon dan Chat dari banyak orang. Hingga sebuah panggilan yang diberi nama Bunda menjadi panggilan terakhir yang terhubung sebelum Hpnya mati total akibat kehabisan daya. Dan Alesha masih terus melajukan mobilnya,, matanya tidak lelah dan pikirannya sangat terjaga bahkan sanggup untuk menyetir tanpa istirahat hingga sampai ketempat tujuan nya. Flashback Alesha yang tampak kusut berjalan kearah rumah seseorang y
"Aku memaafkan mu mas. Jadi sekarang mas harus mendapatkan maaf dari anak-anak. Aku tidak ingin seumur hidup mereka mendendam pada ayahnya sendiri" Seusai acara, saat semua orang sudah pergi dan hanya menyisakan beberapa staf serta Daniel sekeluarga yang sedari tadi kukuh untuk bertemu dengan salah seorang model. Bahkan sebelum acara itu berakhir Daniel sudah berada dibelakang panggung agar bisa bertemu dengan model tersebut, siapa lagi jika bukan putrinya, Ara. Anika pun sudah menghilang dari tempat duduknya saat matanya tadi terfokus pada Ara. Sepertinya Anika enggan untuk bertemu dengan Daniel, sedangkan sedari tadi putrinya menolak dengan keras walaupun beberapa staf terus membujuknya agar mau bertemu dengan sang Ayah. "Gimana yah Om, Ara nya gak mau" Siska buka suara, bagaimanapun dirinya tidak bisa memaksa karena Ara adalah adik temannya.
Suara itu... Orang itu... Ketakutan itu... Masih menghantuinya, dan jujur ia belum siap menghadapinya. "Astaga Ale. Kenapa pintu lo kunci segala sih?" Marah Mila, namun kekhawatir lebih mendominasi dirinya. Alesha hanya menatap sahabatnya dengan santai kemudian kembali ke tempat duduknya. Sedangkan Mila ingin menangis sekarang, ia takut terjadi apa-apa dengan sahabatnya. Bayangkan saja, karena sejak sejam yang lalu Alesha mengurung diri di ruangannya tanpa sedikitpun merespon panggilan nya. Mata Mila menatap Televisi yang menayangkan kartun Spongebob dalam hati ia bertanya apakah tadi Alesha menonton Berita tentang Ayahnya yang mencari anak-anaknya dan juga mantan isrinya. Melihat Mila yang termenung seraya menatap televisi, sudah cukup untuk membuat Alesha tahu apa isi pikiran sahabatnya saat ini. "Gue nonton tadi beritany
Maka untuk pertama kalinya Alesha belajar untuk melepaskan, tapi kenapa? Untuk melepaskan, ia yang harus lebih terluka? Daniel langsung mengerahkan seluruh anak buahnya untuk mulai melakukan pencarian kepada keluarganya yang bisa di pastikan berada di Jakarta. Ia harus segera menemukan mereka dan menebus kesalahannya walaupun ia yakin itu akan sangat sulit apalagi setelah pertemuannya dengan Ari waktu itu. Daniel bisa merasakan kebencian putranya itu. Dan ia harus siap dengan kebencian dan kemarahan yang akan datang dari Anika, Alesha dan juga Ara. "Untuk apa lagi kau mencari mereka yang tidak ingin bertemu denganmu hah?" Bentak Ian yang mendengar perihal Ari yang hampir saja menghajar Daniel, ditambah lagi Ian begitu ngeri melihat wajah Dany yang sangat babak belur. "Bukan urusan anda" Jawab Daniel dingin. "Apa kau benar-benar ingin di haja
"Saking marahnya aku bahkan bingung, apa aku masih punya perasaan yang lain" Alesha seperti biasa sedang menggambar di buku sketsanya saat Mila masuk dan langsung duduk di hadapannya. Alesha memandang sahabatnya sejenak lalu kembali meneruskan pekerjaannya. Mila yang melihat sang Boss sedang dalam mode serius bekerja semakin bingung bagaimana mengatkannya. Kini sekitar 15 menit sudah berlalu, Alesha merasa ada yang aneh dengan sahabatnya itu, Karena tidak biasanya Mila diam tanpa berkata apa-apa seperti sekarang. "Kenapa?" Tanya Alesha langsung menatap mata sahabat nya dan meninggalkan apa yang sedang di kerjakannya. Mila meneguk ludahnya berat. Lalu tersenyum aneh. Sangat mencurigakan pikir Alesha. "Enggak gue cuman merasa kalau sahabat gue ini kok bisa cantik luar biasa" Alesha mengerutkan dahinya bingun
"Dengarkan ini baik-baik. Bahkan jika anda mati pun, tidak akan membuat saya lebih baik. Karena anda harus hidup, agar benar-benar merasakan apa itu neraka dunia dan saya sendiri yang akan membuat anda merasakan itu!" Selepas melakukan check up di rumah sakit dengan di temani oleh Nayla, mereka pun menuju salah satu pusat pembelanjaan untuk menemui Dany yang hari ini mengajak mereka untuk makan siang bersama. "Ayah denger kan apa kata Dokter Ilham" Kata Nayla pelan seraya menggandeng lengan Ayah tirinya itu. Melihat Daniel yang diam dan terlihat lesu membuat Nayla menghela nafasnya pelan. "Ayah..." Panggil Nayla menyadarkan Daniel dari lamunannya. "Maaf nak Ayah cuman lagi kepikiran sesuatu" Jawab Daniel dengan tersenyum simpul. "Nayla ngerti kok yah... Tapi coba deh Ayah pikir, gimana kalau keadaan Ayah drop, pasti Ayah ga