Ada yang bilang luka yang menganga lebih baik dari luka yang tak terlihat. Namun bagaimana jika kedua luka itu datang di saat bersamaan? Itu adalah hal yang mengerikan bagi Alesha yang terus mengalaminya sampai saat ini.
Dirinya sudah berbicara panjang kali lebar plus tinggi, tapi sang pendengar seperti tidak mendengar apapun. Membuat Mila menjadi geregetan dengan tingkahnya yang sok cool, padahal dalam hati ia mengakui jika Alesha yang sekarang memang sangatlah dingin.
Alesha pun menghela nafas lelah kemudian di tatapnya sang sahabat yang berdiri tepat di depan meja kerjanya.
"Iya gue dengar, Mila" Jawabnya pelan.
"Astaga Ale, kalau denger ya jawab dong pertanyaan gue!"
"Jangan diem-diem aja" Kesal Mila, biarlah kata orang ia bawahan kurang ajar karena posisi mereka sekarang saat berada di ButiQ adalah atasan dan bawahan, tapi yang paling lama kan posisinya sebagai sahabatnya Alesha.
Alesha pun bersandar ke kursinya sembari mengetuk-ketukkan pensilnya di atas buku sketsanya, seolah sedang memikirkan sesuatu dengan sangat serius.
"Hm" Jawab Alesha kemudian.
Sontak jawaban Alesha yang ambigu itu membuat Mila memicingkan matanya.
"Lo tahu gak jawaban lo ambigu banget?" Ucap Mila mengutarakan pikirannya.
Alesha menyentuh tengkuknya lelah, ia yakin sebentar lagi sahabatnya ini pasti akan mengeluarkan kata-kata puitis, bijak dan mutiara juga skill acting yang tidak main-main.
"Bahkan lo sama sekali gak ada usaha untuk mencari jawabannya" Mila menggeleng-gelengkan kepalanya dengan penuh drama.
"Gue gak nyangka sahabat gue yang pintar ini bakal menyerah dan lebih memilih buat gak jawab pertanyaan gue, seorang sahabat dari orok" Tambahnya di dramatisir.
Alesha menyangga tangannya di meja. Menyaksikan seni drama di hadapannya dengan serius.
"Gue gak nyangka sahabat gue hiks... Sahabat terbaik gue..." Ucapnya dengan penuh penghayatan layaknya seorang aktris sinetron.
Lagi-lagi yang dilakukan Alesha hanya menghela nafasnya karena ia tidak tahu harus bereaksi seperti apa jika Mila sudah menyajikan drama panggungnya itu.
"Dan sekarang, jawab pertanyaan gue yang tadi, dan jangan bilang gak mau. Titik" Ucap Mila tiba-tiba serius dan juga menyangga tangannya di meja kerja Alesha agar pandangannya langsung ke mata sang sahabat.
"Gue gak bilang gak mau jawab. Seperti yang lo bilang..." Ucap Alesha kemudian terdiam seolah sedang memikirkan sesuatu.
"Karena gue pintar jadi jawabannya harus dipikirkan dulu, bahkan jawaban yang salah sekalipun" Tambahan nya
Mila speechless kemudian tertawa lebih ke tertawa kekalahan, inilah sebabnya kenapa ia selalu kalah dengan Alesha. Karena gadis itu sudah pintar ralat jenius sejak lahir.
"Sabar Mila sabar... Orang sabar di sayang pacar" Ucapnya seraya mengelus dadanya sendiri.
Sedangkan Alesha dengan tenang meneruskan pekerjaannya, yaitu menggambar sketsa.
Mila pun mulai menenangkan diri sekali lagi, sahabat nya ini benar-benar menguji kesabaran nya. Lalu ia menghembuskan nafasnya kasar dan mencoba tersenyum. Dan mulai merangkai kata agar perkataannya kali ini bisa membuat Alesha mengerti.
"Bunda lo nelpon Bang Bayu, dan karena beberapa hari ini.... Bukan... Bukan beberapa hari... karena setelah kepulangan lo dari Bali lo langsung mengurung diri didalam kamar selama seminggu full, fix kita semua khawatir" Jeda Mila lalu menarik nafas.
"Jadi wahai sahabatku Ale, karena lo udah satu tahun lebih menghindar buat ketemu sama Bang Bayu, tak bisakah gue saranin untuk sekali aja ketemuan di Café mungkin, biar suasananya nyaman gitu... Baikan sama Bang Bayu gih" Tambahnya.
"Tapi kok jadi aneh ya... Seolah sama aja gue nyaranin lo buat ketemuan sama Bang Bayu yang notabennya cowok gue, tapi statusnya juga sebagai dokter keluarga lo jadi gak papa lah" Gumam Mila yang masih bisa di dengar oleh Alesha.
Astaga desah Alesha, sahabat nya satu ini sangat lah cerewet. Juga perkataannya yang tadi dan yang sekarang sama saja tidak ada bedanya. Bisa di katakan Mila hanya mengulangi kata-katanya, perbedaannya hanya pada intonasi cewek itu saat mengucapkannya.
Dan juga, dokter macam apa yang setiap berjumpa selalu saja membuatnya berakhir di rumah sakit?
"Bang Bayu? Hah... Oke gue bakal ketemu sama dia. Asalakan..." Ucapan Alesha awalanya di hadiahi senyuman oleh Mila namun mendengar sebuah kata 'Alaskan' senyuman itu langsung luntur.
"Jangan ngajak berantem" Tambahnya dan senyum yang tadi sempat hilang kini muncul lagi dari bibir Mila.
"Siap itu sih mudah banget. Tapi... ngomong-ngomong nih yah, lo seminggu kemaren ngapain sih ngurung diri di kamar" Tambahan pertanyaan ini adalah dari Bunda Anika yang di teruskn oleh Mila.
"Menyelesaikan pekerjaan" Uacapanya namun entah karena reflek atau apa tiba-tiba Alesha memandangi lengannya yang tertutup bajunya, dan gerak gerik Alesha pun tak luput dari perhatian Mila.
Mila tahu mengungkit hal itu malah akan memperparah keadaan yang ada dan untuk itu ia memilih diam dan menahan diri untuk tak mengeluarkan isi pikirannya sekarang.
"Jadi... Kapan nih rencana nya lo mau ketemu sama bang Bayu?" Tanya Mila ingin mengalihkan perhatian Alesha.
Alesha langsung mengalihkan perhatiannya dari lengannya sendiri dan berkata "Nanti"
Mila tertawa putus asa.
Definisi Alesha tentang nanti itu adalah tidak akan pernah. Jadi lebih baik jika cewek di depannya ini mengatakan akan kupikirkan daripada bilang Nanti.
"Astaga Ale...Gak ada gunanya tadi pembicaraan kita kalau jawaban akhir lo adalah nanti" ucap Mila mengutarkan segala pikirannya kepada Alesha.
Sedangkan Alesha tanpa mempedulikan Mila dengan santai menggambar di buku sketsanya.
Mila tidak akan menyerah, ia akan menggempur Alesha dengan pertanyaan kapan itu nanti. Tapi sebelum itu terjadi siaran Televisi yang sedari tadi menayangkan Film kartun Monster inc kesukaan Alesha telah selesai hingga acara gossip menggantikan slot tayang berikutnya.
"Kabar bahagia datang dari seorang aktris sekaligus putri konglomerat Nayla Alexandria dengan seorang pengusaha muda, Ryan Dermawan Bramastya. Akhirnya mereka memberikan jawaban pasti prihal status hubungan diantara keduanya. Dari salah seorang narasumber berkata jika keduanya kini sedang menyiapkan pertunangan mereka yang akan....."
Piiiiippppp
Mila langsung mematikan Televisi tersebut tanpa persetujuan Alesha. Ia kini menatap Alesha cemas.
Di sisi lain, Alesha yang mendengar berita itu tanpa sadar tangannya berhenti menggambar. Dan tanpa melihat kearah Televisi, gadis itu seolah berkonsentrasi melihat sketsa di bukunya.
Kemudian ia tersadar, Alesha pun langsung melanjutkan menggambarnya, seolah tidak peduli dengan apa yang di beritakan.
"Ale, are you okay?" Tanya Mila khawatir, karena dapat merasakan perubahan suasana dari raut wajah Alesha, walau tidak begitu ditampakkan sahabatnya ini.
"Gak usah parno gitu" Balasnya tanpa memandang Mila sedikitpun.
"Bukan gitu gue cuman..." Jujur Mila tidak tahu harus mengatakan apa.
Kini keheningan menyelimuti mereka. Mila tidak tahu harus menjawab apa. Gadis itu hanya diam berdiri di hadapan Alesha.
"Sudah waktunya istirahat makan siang. Lo makan duluan aja sama yang lain. Gue mau menyelesaikan ini dulu"
Mila hanya mengangguk-anggukkan kepalanya paham tanpa banyak tanya, lalu berjalan keluar dari ruangan Alesha. Sebelum itu diam-diam ia mengambil gunting, jarum dan benda-benda tajam lainnya yang selalu Alesha letak kan didalam kotak khusus di atas meja.
Sebelum keluar ruangan boss nya ini Mila menatap Alesha sekali lagi memastikan, namun sama seperti tadi Alesha masih terlihat sibuk menggambar.
Saat keluar ruangan Mila menyuruh pegawai lain untuk istirahat duluan, sedangkan dirinya akan menunggu Alesha.
Karena dari pengalaman-pengalaman sebelumnya mengenai Alesha, jika sahabatnya itu berbicara panjang dan seolah mengusir jangan pernah tinggalkan cewek itu sendiri. Dan jauhkan dirinya dari benda-benda tajam terutama pisau, karena itu benda terlarang bagi Alesha.
Mila kemudian berdiri di depan pintu ruangan Alesha. Menyentuh pelan ganggang pintu ruangan sahabatnya itu. Ia sedikit cemas jika teringat masa itu, masa yang tidak akan pernah ia lupakan, yang melibatkan Alesha dan sebuah pisau.
"Astaga Ale!!!" Teriak Mila.
"Lo jangan main-main itu pisau!" Tambahnya mencoba merebut pisau yang ada di tangan Alesha. Namun Alesha dengan mudahnya semakin mencengkram pisau itu hingga bau anyir langsung masuk ke indra penciuman Mila.
Mila seketika merinding dan takut jika mengingat kembali kenangan itu, sahabatnya terkadang bisa tidak sadar dengan apa yang ia lakukan.
"Mudahan aja gak papa, semua yang tajam udah gue keluarin" Pikirnya.
Tapi Mila lupa satu hal mengenai benda tajam lainnya. Karena sesaat setelah Mila keluar dari ruangannya, Alesha benar-benar menghentikan aktivitasnya.
Di cengkeramnya kuat pensil di tangan kanannya. Ujung pensil yang lancip tanpa sadar telah menebus permukaan kulit telapak tangannya.
Jangan salah, ia bukan merasa sedih karena berita pertunangan Ryan, perasaannya pada lelaki itu bisa dikatakan tidak ada lagi. Ia hanya sedikit teringat dengan Berita pernikahan Ayahnya dulu.
Berita pernikahan Ayahnya yang secara tidak langsung menjadi penyesalannya di kemudian hari.
"Akhirnya Daniel Hatmaja melepas masa lajangnya setelah..." Suara di televisi membuat Alesha berlari keluar rumahnya.
"ALESHA" Tak dihiraukannya teriakan seseorang yang terus memanggil namanya.
"Ayah... Kenapa yah?" Tangis Alesha dengan masih berlari hingga ia pun terduduk jatuh di jalan.
Alesha masih menangis meraung tidak terima dengan apa yang terjadi. Hingga Bunda Anika, Ari dan Ara datang langsung memeluknya. Kini ia harus sadar, Ayahnya benar-benar memilih untuk meninggalkan mereka. Dan Alesha, tidak bisa menerima itu semua.
Kini setetes darah sudah mewarnai telapak tangannya. Alesha kemudian berjalan kearah jendela. Dan dari lantai dua ruangannya, ia menatap langit lalu memejamkan matanya. Merasakan hangatnya sinar mentari.
Entah kenapa, Alesha selalu mengikuti saran Dokter tua itu. Atau tanpa sadar saat melihat langit biru di atas sana ia mengingat perasaan itu.
Dan perlahan Alesha menjatuhkan pensilnya. Darah masih mengalir dari telapak tangan nya. Lalu ia mendengus kasar, lagi-lagi ia melakukannya.
Ada yang bilang luka yang menganga lebih baik dari luka yang tak terlihat. Namun bagaimana jika kedua luka itu datang di saat bersamaan? Itu adalah hal yang mengerikan bagi Alesha yang terus mengalaminya sampai saat ini.
~~~
Ada ruang hatiku yang kau temukan... Kok gue malah nyanyi ? Hehehe Oh iia makasih sudah menyempatkan diri untuk membaca cerita ini
"Maka saya akan merebutnya dan membuatnya kembali mencintai saya. Katakanlah saya egois karena Alesha harus menjadi milik saya, hanya saya. Bukan orang lain" Berita pertunangan antara dirinya dan Nayla sukses membuat Ryan kalang kabut dan tidak tenang. Padahal sekarang Ryan memiliki rapat yang sangat penting tapi ia lebih memilih membatalkannya. Bagaimanapun dirinya harus menyelesaikan berita tidak benar itu terlebih dahulu. Saat ini Ryan sudah berada di kediaman keluarga Hatmaja. Bersama kedua orangtuanya, Ryan pun ingin meminta penjelasan karena berita tidak benar itu datang dari pihak orang dalam di perusahaan Hatmaja. "Saya dan Nayla tidak memiliki hubungan yang mengarah ke sana. kami hanya sebatas kakak adik! Jadi saya mohon jangan menyebar kan berita yang tidak benar" Ucap lantang Ryan kepada seluruh keluarga Hatmaja, tidak di pedulikannya kesopanan karena ini masalah ya
Tapi sebagai sahabat walaupun harus menjadi setan untuk menentang hubungan di antara Ryan dan Alesha, akan ia lakukan. Benar-benar Mila tak terima jika sahabatnya pada akhirnya harus berdampingan lagi dengan cowok itu. "Gue bingung kenapa setiap minggu gue harus lihat muka lo lagi... Muka lo lagi" Ujar Bima menunjuk muka Mila yang berada di seberang mejanya, mereka sedang berada di Restoran milik Samuel dan Alesha. Mila pun menunjuk dirinya sendiri lalu tertawa sinis. "Hah!? Eh monyet kalau lo gak mau lihat muka gue lagi... Ngapain datang" Sinis Mila menyilang kan kedua tangannya dan di dukung dengan pelototan mautnya kepada Bima. "Karena gue menghargai persahabatan kita selama 23 tahun ini" "23 tahun? Cih ! Lo kira kita udah temenan dari orok" "Benarkan bahkan sebelum kita masuk sekolah. Play Group, TK, SD, SMP, SMA sampai
"Bahkan dulu, jika Alesha memilih matipun kita akan terima daripada melihatnya hidup tapi... Seperti orang mati" "Hm... Iya, gue mau langsung ketempat Ara, sekalian jemput dia" Alesha pun memandang ke luar jendela seraya terus mendengarkan suara di ujung teleponnya. "Iya Mila... Kalau gak kemalaman, gue mampir" Ucap Alesha, kemudian mematikan panggilan telepon tersebut setelah mendengar jawaban dari yang bersangkutan kemudian meletakkan Hpnya di atas meja. Alesha berjalan menghampiri sisi ruangan yang lain dan langsung membuka jendela ruangannya, memandang langit yang sudah mulai gelap, karena jam telah menunjukan pukul 6 malam. Alesha pun bisa merasakan segelintir angin yang berhembus lumayan kencang, sepertinya malam ini akan turun hujan. Ia menghela nafasnya lelah, Seharusnya sekarang dirinya menemani Ara untuk gladi bersih tapi pekerjaan
Nayla menutup matanya, haruskah sekarang ia benar-benar melepaskan Ryan? Untuk menebus semua kesalahannya. Sekarang Ryan sedang berada di kediaman keluarga Hatmaja. Dirinya mendapat panggilan telepon dari Om Daniel yang memintanya untuk datang ke rumah. Padahal tadi ia berniat ingin mengikuti wanita yang keluar dari Ale ButiQ. Jika kalian bertanya apakah Ryan sempat melihat wajah wanita itu maka ia akan menjawab, Tidak. Hujan deras yang masih membasahi ibukota sangat menyulitkan nya untuk melihat wajahnya. "Benar tadi kamu dan Nayla bertemu dengan sahabatnya Alesha?" Tanya Daniel yang duduk tepat di hadapan Ryan, di sebelah lelaki itu ada Nayla terduduk diam dan juga Tante Raya, ibunya Nayla. Ryan menatap Nayla, pasti dia yang memberitahu Om Daniel dan menceritakan semuanya. Ryan pun hanya mengangguk karena ini bukanlah hal yang harus di rah
Dan pukulan nya ini tidak ada artinya jika mengingat apa yang sudah mereka lakukan kepada keluarganya. Sepulang sekolah Ari dan Ilham teman nya sedang jalan-jalan di salah satu pusat pembelanjaan yang berada tidak jauh dari rumah mereka dan tanpa mengganti seragam sekolah terlebih dahulu. Mereka mengunjungi toko yang menjual berbagai macam peralatan video game. Ari sama seperti anak muda lainnya yang benar-benar sangat menyukai bermain game saat memiliki waktu luang ralat setiap hari. Bahkan dihari Free nya yaitu hari minggu ia bisa mengurung diri seharian di dalam kamar, untung saja Bunda Anika dan Alesha tidak pernah protes dengan hobinya selama tidak mengganggu aktivitas belajar nya dan yang pasti kesehatan nya sendiri. "Pokonya gue harus masuk 3 besar di Olimpiade kali ini" Tekad Ari yang sedang memandang salah satu perlengkapan video game yang s
"Dengarkan ini baik-baik. Bahkan jika anda mati pun, tidak akan membuat saya lebih baik. Karena anda harus hidup, agar benar-benar merasakan apa itu neraka dunia dan saya sendiri yang akan membuat anda merasakan itu!" Selepas melakukan check up di rumah sakit dengan di temani oleh Nayla, mereka pun menuju salah satu pusat pembelanjaan untuk menemui Dany yang hari ini mengajak mereka untuk makan siang bersama. "Ayah denger kan apa kata Dokter Ilham" Kata Nayla pelan seraya menggandeng lengan Ayah tirinya itu. Melihat Daniel yang diam dan terlihat lesu membuat Nayla menghela nafasnya pelan. "Ayah..." Panggil Nayla menyadarkan Daniel dari lamunannya. "Maaf nak Ayah cuman lagi kepikiran sesuatu" Jawab Daniel dengan tersenyum simpul. "Nayla ngerti kok yah... Tapi coba deh Ayah pikir, gimana kalau keadaan Ayah drop, pasti Ayah ga
"Saking marahnya aku bahkan bingung, apa aku masih punya perasaan yang lain" Alesha seperti biasa sedang menggambar di buku sketsanya saat Mila masuk dan langsung duduk di hadapannya. Alesha memandang sahabatnya sejenak lalu kembali meneruskan pekerjaannya. Mila yang melihat sang Boss sedang dalam mode serius bekerja semakin bingung bagaimana mengatkannya. Kini sekitar 15 menit sudah berlalu, Alesha merasa ada yang aneh dengan sahabatnya itu, Karena tidak biasanya Mila diam tanpa berkata apa-apa seperti sekarang. "Kenapa?" Tanya Alesha langsung menatap mata sahabat nya dan meninggalkan apa yang sedang di kerjakannya. Mila meneguk ludahnya berat. Lalu tersenyum aneh. Sangat mencurigakan pikir Alesha. "Enggak gue cuman merasa kalau sahabat gue ini kok bisa cantik luar biasa" Alesha mengerutkan dahinya bingun
Maka untuk pertama kalinya Alesha belajar untuk melepaskan, tapi kenapa? Untuk melepaskan, ia yang harus lebih terluka? Daniel langsung mengerahkan seluruh anak buahnya untuk mulai melakukan pencarian kepada keluarganya yang bisa di pastikan berada di Jakarta. Ia harus segera menemukan mereka dan menebus kesalahannya walaupun ia yakin itu akan sangat sulit apalagi setelah pertemuannya dengan Ari waktu itu. Daniel bisa merasakan kebencian putranya itu. Dan ia harus siap dengan kebencian dan kemarahan yang akan datang dari Anika, Alesha dan juga Ara. "Untuk apa lagi kau mencari mereka yang tidak ingin bertemu denganmu hah?" Bentak Ian yang mendengar perihal Ari yang hampir saja menghajar Daniel, ditambah lagi Ian begitu ngeri melihat wajah Dany yang sangat babak belur. "Bukan urusan anda" Jawab Daniel dingin. "Apa kau benar-benar ingin di haja
Katakanlah Ara lemah, tapi jika pada dasarnya ia adalah seorang yang mudah memaafkan seperti Bundanya, maka semarah apapun Ara pada akhirnya hatinya akan mudah luluh juga. Tanpa sepengetahuan Bunda dan Ari, Ara pun nekat datang sendirian untuk menghadiri acara pernikahan kakaknya Siska. Ara tidak ingin keluarganya tahu jika dirinya datang untuk menemui Ayahnya. Ara takut mereka akan melarangnya, padahal ia hanya ingin memastikan keadaan Ayahnya saja. Ara masih ingat kemarin Kak Siska mengiriminya pesan jika Ayahnya jatuh sakit dan berharap bisa bertemu dengannya lagi. Ara sempat ragu, tapi kerinduannya pada sosok sang Ayah mengalahkan segala keraguannya itu. Apalagi jika teringat kata-kata kasar nya waktu itu, pasti sangat menyakiti hati Ayahnya. Katakanlah Ara lemah, tapi jika pada dasarnya ia adalah seorang yang mudah memaafkan seperti Bun
"Gak, jangan berterima kasih saat gue merasa jika sedang mengkhianati janji gue pada Ale" "Gue udah bilang kan, selain alamat ButiQ dan nomor hp nya Ale. Gue gak tau lagi hal lainnya mengenai Ale" Ucap Siska lelah karena terus di tanyai prihal Alesha dan keluarganya. Ia kesal bercampur marah karena ini sudah yang ke lima kalinya ia di teror oleh seorang Ryan hari ini. "Hp nya gak aktif dan ButiQ nya tutup" Beber Ryan seolah itu adalah salahnya. Hari ini sudah berkali-kali Ryan mengunjungi ButiQ Alesha namun tutup. Sedangkan nomor hp gadis itu tidak aktif sampai sekarang. "Ya mana gue tahu kenapa nomornya gak aktif sama ButiQ nya tutup" Jawab Siska seadanya. "Lo gak ada info lain? Apapun itu gue mohon... Please" Setelah mendapat kabar jika om Daniel bertemu dengan tante Anika dan Ara, Ryan pun langsung bergerak cepat mencari
"Semakin hari aku semakin sulit mengenali yang mana sebuah kenyataan dan yang mana sebuah hayalan" Alesha memarkirkan mobilnya di depan toko CakeBakery yang terlihat sudah tutup begitupula dengan toko Florist padahal biasanya toko akan tutup sekitar jam 9 malam. Banyaknya mobil di depan rumahnya pun seakan menjawab semua pertanyannya saat ini. Alesha hanya berharap mereka semua tidak mencercanya dengan berbagai pertanyaan dan nasehat karena ia sudah sangat kelelahan dan tak ingin memikirkan apapun lagi. Memejamkan mata adalah hal yang sangat Alesha butuhkan sekarang, sebenarnya bisa saja dirinya tidur di dalam mobil tapi ia memilih menahannya sejenak agar dapat bertemu dengan ranjangnya dan bisa terlelap di sana. Sekarang waktu sudah menunjukan jam 18.17 di dasbor mobilnya. Kepalanya berdenyut sangat sakit dan matanya terasa perih setelah tidak tidur selama l
Alesha terpaku, ia telah kehilangan ayahnya. Kini ia juga kehilangan cinta pertamanya. Delapan jam lebih sudah Alesha mengendarai mobilnya di jalanan, matanya masih fokus menyetir dengan kecepatan rata-rata. Yang berarti sudah delapan jam jugalah ia menghilang tanpa memberi kabar kepada siapapun. Padahal waktu sudah menunjukan jam sembilan malam. Baterai Hpnya pun menunjukkan angka 1% akibat banyaknya mendapat panggilan telepon dan Chat dari banyak orang. Hingga sebuah panggilan yang diberi nama Bunda menjadi panggilan terakhir yang terhubung sebelum Hpnya mati total akibat kehabisan daya. Dan Alesha masih terus melajukan mobilnya,, matanya tidak lelah dan pikirannya sangat terjaga bahkan sanggup untuk menyetir tanpa istirahat hingga sampai ketempat tujuan nya. Flashback Alesha yang tampak kusut berjalan kearah rumah seseorang y
"Aku memaafkan mu mas. Jadi sekarang mas harus mendapatkan maaf dari anak-anak. Aku tidak ingin seumur hidup mereka mendendam pada ayahnya sendiri" Seusai acara, saat semua orang sudah pergi dan hanya menyisakan beberapa staf serta Daniel sekeluarga yang sedari tadi kukuh untuk bertemu dengan salah seorang model. Bahkan sebelum acara itu berakhir Daniel sudah berada dibelakang panggung agar bisa bertemu dengan model tersebut, siapa lagi jika bukan putrinya, Ara. Anika pun sudah menghilang dari tempat duduknya saat matanya tadi terfokus pada Ara. Sepertinya Anika enggan untuk bertemu dengan Daniel, sedangkan sedari tadi putrinya menolak dengan keras walaupun beberapa staf terus membujuknya agar mau bertemu dengan sang Ayah. "Gimana yah Om, Ara nya gak mau" Siska buka suara, bagaimanapun dirinya tidak bisa memaksa karena Ara adalah adik temannya.
Suara itu... Orang itu... Ketakutan itu... Masih menghantuinya, dan jujur ia belum siap menghadapinya. "Astaga Ale. Kenapa pintu lo kunci segala sih?" Marah Mila, namun kekhawatir lebih mendominasi dirinya. Alesha hanya menatap sahabatnya dengan santai kemudian kembali ke tempat duduknya. Sedangkan Mila ingin menangis sekarang, ia takut terjadi apa-apa dengan sahabatnya. Bayangkan saja, karena sejak sejam yang lalu Alesha mengurung diri di ruangannya tanpa sedikitpun merespon panggilan nya. Mata Mila menatap Televisi yang menayangkan kartun Spongebob dalam hati ia bertanya apakah tadi Alesha menonton Berita tentang Ayahnya yang mencari anak-anaknya dan juga mantan isrinya. Melihat Mila yang termenung seraya menatap televisi, sudah cukup untuk membuat Alesha tahu apa isi pikiran sahabatnya saat ini. "Gue nonton tadi beritany
Maka untuk pertama kalinya Alesha belajar untuk melepaskan, tapi kenapa? Untuk melepaskan, ia yang harus lebih terluka? Daniel langsung mengerahkan seluruh anak buahnya untuk mulai melakukan pencarian kepada keluarganya yang bisa di pastikan berada di Jakarta. Ia harus segera menemukan mereka dan menebus kesalahannya walaupun ia yakin itu akan sangat sulit apalagi setelah pertemuannya dengan Ari waktu itu. Daniel bisa merasakan kebencian putranya itu. Dan ia harus siap dengan kebencian dan kemarahan yang akan datang dari Anika, Alesha dan juga Ara. "Untuk apa lagi kau mencari mereka yang tidak ingin bertemu denganmu hah?" Bentak Ian yang mendengar perihal Ari yang hampir saja menghajar Daniel, ditambah lagi Ian begitu ngeri melihat wajah Dany yang sangat babak belur. "Bukan urusan anda" Jawab Daniel dingin. "Apa kau benar-benar ingin di haja
"Saking marahnya aku bahkan bingung, apa aku masih punya perasaan yang lain" Alesha seperti biasa sedang menggambar di buku sketsanya saat Mila masuk dan langsung duduk di hadapannya. Alesha memandang sahabatnya sejenak lalu kembali meneruskan pekerjaannya. Mila yang melihat sang Boss sedang dalam mode serius bekerja semakin bingung bagaimana mengatkannya. Kini sekitar 15 menit sudah berlalu, Alesha merasa ada yang aneh dengan sahabatnya itu, Karena tidak biasanya Mila diam tanpa berkata apa-apa seperti sekarang. "Kenapa?" Tanya Alesha langsung menatap mata sahabat nya dan meninggalkan apa yang sedang di kerjakannya. Mila meneguk ludahnya berat. Lalu tersenyum aneh. Sangat mencurigakan pikir Alesha. "Enggak gue cuman merasa kalau sahabat gue ini kok bisa cantik luar biasa" Alesha mengerutkan dahinya bingun
"Dengarkan ini baik-baik. Bahkan jika anda mati pun, tidak akan membuat saya lebih baik. Karena anda harus hidup, agar benar-benar merasakan apa itu neraka dunia dan saya sendiri yang akan membuat anda merasakan itu!" Selepas melakukan check up di rumah sakit dengan di temani oleh Nayla, mereka pun menuju salah satu pusat pembelanjaan untuk menemui Dany yang hari ini mengajak mereka untuk makan siang bersama. "Ayah denger kan apa kata Dokter Ilham" Kata Nayla pelan seraya menggandeng lengan Ayah tirinya itu. Melihat Daniel yang diam dan terlihat lesu membuat Nayla menghela nafasnya pelan. "Ayah..." Panggil Nayla menyadarkan Daniel dari lamunannya. "Maaf nak Ayah cuman lagi kepikiran sesuatu" Jawab Daniel dengan tersenyum simpul. "Nayla ngerti kok yah... Tapi coba deh Ayah pikir, gimana kalau keadaan Ayah drop, pasti Ayah ga