Nayla menutup matanya, haruskah sekarang ia benar-benar melepaskan Ryan? Untuk menebus semua kesalahannya.
Jika kalian bertanya apakah Ryan sempat melihat wajah wanita itu maka ia akan menjawab, Tidak. Hujan deras yang masih membasahi ibukota sangat menyulitkan nya untuk melihat wajahnya.
"Benar tadi kamu dan Nayla bertemu dengan sahabatnya Alesha?" Tanya Daniel yang duduk tepat di hadapan Ryan, di sebelah lelaki itu ada Nayla terduduk diam dan juga Tante Raya, ibunya Nayla.
Ryan menatap Nayla, pasti dia yang memberitahu Om Daniel dan menceritakan semuanya.
Ryan pun hanya mengangguk karena ini bukanlah hal yang harus di rah
Dan pukulan nya ini tidak ada artinya jika mengingat apa yang sudah mereka lakukan kepada keluarganya. Sepulang sekolah Ari dan Ilham teman nya sedang jalan-jalan di salah satu pusat pembelanjaan yang berada tidak jauh dari rumah mereka dan tanpa mengganti seragam sekolah terlebih dahulu. Mereka mengunjungi toko yang menjual berbagai macam peralatan video game. Ari sama seperti anak muda lainnya yang benar-benar sangat menyukai bermain game saat memiliki waktu luang ralat setiap hari. Bahkan dihari Free nya yaitu hari minggu ia bisa mengurung diri seharian di dalam kamar, untung saja Bunda Anika dan Alesha tidak pernah protes dengan hobinya selama tidak mengganggu aktivitas belajar nya dan yang pasti kesehatan nya sendiri. "Pokonya gue harus masuk 3 besar di Olimpiade kali ini" Tekad Ari yang sedang memandang salah satu perlengkapan video game yang s
"Dengarkan ini baik-baik. Bahkan jika anda mati pun, tidak akan membuat saya lebih baik. Karena anda harus hidup, agar benar-benar merasakan apa itu neraka dunia dan saya sendiri yang akan membuat anda merasakan itu!" Selepas melakukan check up di rumah sakit dengan di temani oleh Nayla, mereka pun menuju salah satu pusat pembelanjaan untuk menemui Dany yang hari ini mengajak mereka untuk makan siang bersama. "Ayah denger kan apa kata Dokter Ilham" Kata Nayla pelan seraya menggandeng lengan Ayah tirinya itu. Melihat Daniel yang diam dan terlihat lesu membuat Nayla menghela nafasnya pelan. "Ayah..." Panggil Nayla menyadarkan Daniel dari lamunannya. "Maaf nak Ayah cuman lagi kepikiran sesuatu" Jawab Daniel dengan tersenyum simpul. "Nayla ngerti kok yah... Tapi coba deh Ayah pikir, gimana kalau keadaan Ayah drop, pasti Ayah ga
"Saking marahnya aku bahkan bingung, apa aku masih punya perasaan yang lain" Alesha seperti biasa sedang menggambar di buku sketsanya saat Mila masuk dan langsung duduk di hadapannya. Alesha memandang sahabatnya sejenak lalu kembali meneruskan pekerjaannya. Mila yang melihat sang Boss sedang dalam mode serius bekerja semakin bingung bagaimana mengatkannya. Kini sekitar 15 menit sudah berlalu, Alesha merasa ada yang aneh dengan sahabatnya itu, Karena tidak biasanya Mila diam tanpa berkata apa-apa seperti sekarang. "Kenapa?" Tanya Alesha langsung menatap mata sahabat nya dan meninggalkan apa yang sedang di kerjakannya. Mila meneguk ludahnya berat. Lalu tersenyum aneh. Sangat mencurigakan pikir Alesha. "Enggak gue cuman merasa kalau sahabat gue ini kok bisa cantik luar biasa" Alesha mengerutkan dahinya bingun
Maka untuk pertama kalinya Alesha belajar untuk melepaskan, tapi kenapa? Untuk melepaskan, ia yang harus lebih terluka? Daniel langsung mengerahkan seluruh anak buahnya untuk mulai melakukan pencarian kepada keluarganya yang bisa di pastikan berada di Jakarta. Ia harus segera menemukan mereka dan menebus kesalahannya walaupun ia yakin itu akan sangat sulit apalagi setelah pertemuannya dengan Ari waktu itu. Daniel bisa merasakan kebencian putranya itu. Dan ia harus siap dengan kebencian dan kemarahan yang akan datang dari Anika, Alesha dan juga Ara. "Untuk apa lagi kau mencari mereka yang tidak ingin bertemu denganmu hah?" Bentak Ian yang mendengar perihal Ari yang hampir saja menghajar Daniel, ditambah lagi Ian begitu ngeri melihat wajah Dany yang sangat babak belur. "Bukan urusan anda" Jawab Daniel dingin. "Apa kau benar-benar ingin di haja
Suara itu... Orang itu... Ketakutan itu... Masih menghantuinya, dan jujur ia belum siap menghadapinya. "Astaga Ale. Kenapa pintu lo kunci segala sih?" Marah Mila, namun kekhawatir lebih mendominasi dirinya. Alesha hanya menatap sahabatnya dengan santai kemudian kembali ke tempat duduknya. Sedangkan Mila ingin menangis sekarang, ia takut terjadi apa-apa dengan sahabatnya. Bayangkan saja, karena sejak sejam yang lalu Alesha mengurung diri di ruangannya tanpa sedikitpun merespon panggilan nya. Mata Mila menatap Televisi yang menayangkan kartun Spongebob dalam hati ia bertanya apakah tadi Alesha menonton Berita tentang Ayahnya yang mencari anak-anaknya dan juga mantan isrinya. Melihat Mila yang termenung seraya menatap televisi, sudah cukup untuk membuat Alesha tahu apa isi pikiran sahabatnya saat ini. "Gue nonton tadi beritany
"Aku memaafkan mu mas. Jadi sekarang mas harus mendapatkan maaf dari anak-anak. Aku tidak ingin seumur hidup mereka mendendam pada ayahnya sendiri" Seusai acara, saat semua orang sudah pergi dan hanya menyisakan beberapa staf serta Daniel sekeluarga yang sedari tadi kukuh untuk bertemu dengan salah seorang model. Bahkan sebelum acara itu berakhir Daniel sudah berada dibelakang panggung agar bisa bertemu dengan model tersebut, siapa lagi jika bukan putrinya, Ara. Anika pun sudah menghilang dari tempat duduknya saat matanya tadi terfokus pada Ara. Sepertinya Anika enggan untuk bertemu dengan Daniel, sedangkan sedari tadi putrinya menolak dengan keras walaupun beberapa staf terus membujuknya agar mau bertemu dengan sang Ayah. "Gimana yah Om, Ara nya gak mau" Siska buka suara, bagaimanapun dirinya tidak bisa memaksa karena Ara adalah adik temannya.
Alesha terpaku, ia telah kehilangan ayahnya. Kini ia juga kehilangan cinta pertamanya. Delapan jam lebih sudah Alesha mengendarai mobilnya di jalanan, matanya masih fokus menyetir dengan kecepatan rata-rata. Yang berarti sudah delapan jam jugalah ia menghilang tanpa memberi kabar kepada siapapun. Padahal waktu sudah menunjukan jam sembilan malam. Baterai Hpnya pun menunjukkan angka 1% akibat banyaknya mendapat panggilan telepon dan Chat dari banyak orang. Hingga sebuah panggilan yang diberi nama Bunda menjadi panggilan terakhir yang terhubung sebelum Hpnya mati total akibat kehabisan daya. Dan Alesha masih terus melajukan mobilnya,, matanya tidak lelah dan pikirannya sangat terjaga bahkan sanggup untuk menyetir tanpa istirahat hingga sampai ketempat tujuan nya. Flashback Alesha yang tampak kusut berjalan kearah rumah seseorang y
"Semakin hari aku semakin sulit mengenali yang mana sebuah kenyataan dan yang mana sebuah hayalan" Alesha memarkirkan mobilnya di depan toko CakeBakery yang terlihat sudah tutup begitupula dengan toko Florist padahal biasanya toko akan tutup sekitar jam 9 malam. Banyaknya mobil di depan rumahnya pun seakan menjawab semua pertanyannya saat ini. Alesha hanya berharap mereka semua tidak mencercanya dengan berbagai pertanyaan dan nasehat karena ia sudah sangat kelelahan dan tak ingin memikirkan apapun lagi. Memejamkan mata adalah hal yang sangat Alesha butuhkan sekarang, sebenarnya bisa saja dirinya tidur di dalam mobil tapi ia memilih menahannya sejenak agar dapat bertemu dengan ranjangnya dan bisa terlelap di sana. Sekarang waktu sudah menunjukan jam 18.17 di dasbor mobilnya. Kepalanya berdenyut sangat sakit dan matanya terasa perih setelah tidak tidur selama l
Katakanlah Ara lemah, tapi jika pada dasarnya ia adalah seorang yang mudah memaafkan seperti Bundanya, maka semarah apapun Ara pada akhirnya hatinya akan mudah luluh juga. Tanpa sepengetahuan Bunda dan Ari, Ara pun nekat datang sendirian untuk menghadiri acara pernikahan kakaknya Siska. Ara tidak ingin keluarganya tahu jika dirinya datang untuk menemui Ayahnya. Ara takut mereka akan melarangnya, padahal ia hanya ingin memastikan keadaan Ayahnya saja. Ara masih ingat kemarin Kak Siska mengiriminya pesan jika Ayahnya jatuh sakit dan berharap bisa bertemu dengannya lagi. Ara sempat ragu, tapi kerinduannya pada sosok sang Ayah mengalahkan segala keraguannya itu. Apalagi jika teringat kata-kata kasar nya waktu itu, pasti sangat menyakiti hati Ayahnya. Katakanlah Ara lemah, tapi jika pada dasarnya ia adalah seorang yang mudah memaafkan seperti Bun
"Gak, jangan berterima kasih saat gue merasa jika sedang mengkhianati janji gue pada Ale" "Gue udah bilang kan, selain alamat ButiQ dan nomor hp nya Ale. Gue gak tau lagi hal lainnya mengenai Ale" Ucap Siska lelah karena terus di tanyai prihal Alesha dan keluarganya. Ia kesal bercampur marah karena ini sudah yang ke lima kalinya ia di teror oleh seorang Ryan hari ini. "Hp nya gak aktif dan ButiQ nya tutup" Beber Ryan seolah itu adalah salahnya. Hari ini sudah berkali-kali Ryan mengunjungi ButiQ Alesha namun tutup. Sedangkan nomor hp gadis itu tidak aktif sampai sekarang. "Ya mana gue tahu kenapa nomornya gak aktif sama ButiQ nya tutup" Jawab Siska seadanya. "Lo gak ada info lain? Apapun itu gue mohon... Please" Setelah mendapat kabar jika om Daniel bertemu dengan tante Anika dan Ara, Ryan pun langsung bergerak cepat mencari
"Semakin hari aku semakin sulit mengenali yang mana sebuah kenyataan dan yang mana sebuah hayalan" Alesha memarkirkan mobilnya di depan toko CakeBakery yang terlihat sudah tutup begitupula dengan toko Florist padahal biasanya toko akan tutup sekitar jam 9 malam. Banyaknya mobil di depan rumahnya pun seakan menjawab semua pertanyannya saat ini. Alesha hanya berharap mereka semua tidak mencercanya dengan berbagai pertanyaan dan nasehat karena ia sudah sangat kelelahan dan tak ingin memikirkan apapun lagi. Memejamkan mata adalah hal yang sangat Alesha butuhkan sekarang, sebenarnya bisa saja dirinya tidur di dalam mobil tapi ia memilih menahannya sejenak agar dapat bertemu dengan ranjangnya dan bisa terlelap di sana. Sekarang waktu sudah menunjukan jam 18.17 di dasbor mobilnya. Kepalanya berdenyut sangat sakit dan matanya terasa perih setelah tidak tidur selama l
Alesha terpaku, ia telah kehilangan ayahnya. Kini ia juga kehilangan cinta pertamanya. Delapan jam lebih sudah Alesha mengendarai mobilnya di jalanan, matanya masih fokus menyetir dengan kecepatan rata-rata. Yang berarti sudah delapan jam jugalah ia menghilang tanpa memberi kabar kepada siapapun. Padahal waktu sudah menunjukan jam sembilan malam. Baterai Hpnya pun menunjukkan angka 1% akibat banyaknya mendapat panggilan telepon dan Chat dari banyak orang. Hingga sebuah panggilan yang diberi nama Bunda menjadi panggilan terakhir yang terhubung sebelum Hpnya mati total akibat kehabisan daya. Dan Alesha masih terus melajukan mobilnya,, matanya tidak lelah dan pikirannya sangat terjaga bahkan sanggup untuk menyetir tanpa istirahat hingga sampai ketempat tujuan nya. Flashback Alesha yang tampak kusut berjalan kearah rumah seseorang y
"Aku memaafkan mu mas. Jadi sekarang mas harus mendapatkan maaf dari anak-anak. Aku tidak ingin seumur hidup mereka mendendam pada ayahnya sendiri" Seusai acara, saat semua orang sudah pergi dan hanya menyisakan beberapa staf serta Daniel sekeluarga yang sedari tadi kukuh untuk bertemu dengan salah seorang model. Bahkan sebelum acara itu berakhir Daniel sudah berada dibelakang panggung agar bisa bertemu dengan model tersebut, siapa lagi jika bukan putrinya, Ara. Anika pun sudah menghilang dari tempat duduknya saat matanya tadi terfokus pada Ara. Sepertinya Anika enggan untuk bertemu dengan Daniel, sedangkan sedari tadi putrinya menolak dengan keras walaupun beberapa staf terus membujuknya agar mau bertemu dengan sang Ayah. "Gimana yah Om, Ara nya gak mau" Siska buka suara, bagaimanapun dirinya tidak bisa memaksa karena Ara adalah adik temannya.
Suara itu... Orang itu... Ketakutan itu... Masih menghantuinya, dan jujur ia belum siap menghadapinya. "Astaga Ale. Kenapa pintu lo kunci segala sih?" Marah Mila, namun kekhawatir lebih mendominasi dirinya. Alesha hanya menatap sahabatnya dengan santai kemudian kembali ke tempat duduknya. Sedangkan Mila ingin menangis sekarang, ia takut terjadi apa-apa dengan sahabatnya. Bayangkan saja, karena sejak sejam yang lalu Alesha mengurung diri di ruangannya tanpa sedikitpun merespon panggilan nya. Mata Mila menatap Televisi yang menayangkan kartun Spongebob dalam hati ia bertanya apakah tadi Alesha menonton Berita tentang Ayahnya yang mencari anak-anaknya dan juga mantan isrinya. Melihat Mila yang termenung seraya menatap televisi, sudah cukup untuk membuat Alesha tahu apa isi pikiran sahabatnya saat ini. "Gue nonton tadi beritany
Maka untuk pertama kalinya Alesha belajar untuk melepaskan, tapi kenapa? Untuk melepaskan, ia yang harus lebih terluka? Daniel langsung mengerahkan seluruh anak buahnya untuk mulai melakukan pencarian kepada keluarganya yang bisa di pastikan berada di Jakarta. Ia harus segera menemukan mereka dan menebus kesalahannya walaupun ia yakin itu akan sangat sulit apalagi setelah pertemuannya dengan Ari waktu itu. Daniel bisa merasakan kebencian putranya itu. Dan ia harus siap dengan kebencian dan kemarahan yang akan datang dari Anika, Alesha dan juga Ara. "Untuk apa lagi kau mencari mereka yang tidak ingin bertemu denganmu hah?" Bentak Ian yang mendengar perihal Ari yang hampir saja menghajar Daniel, ditambah lagi Ian begitu ngeri melihat wajah Dany yang sangat babak belur. "Bukan urusan anda" Jawab Daniel dingin. "Apa kau benar-benar ingin di haja
"Saking marahnya aku bahkan bingung, apa aku masih punya perasaan yang lain" Alesha seperti biasa sedang menggambar di buku sketsanya saat Mila masuk dan langsung duduk di hadapannya. Alesha memandang sahabatnya sejenak lalu kembali meneruskan pekerjaannya. Mila yang melihat sang Boss sedang dalam mode serius bekerja semakin bingung bagaimana mengatkannya. Kini sekitar 15 menit sudah berlalu, Alesha merasa ada yang aneh dengan sahabatnya itu, Karena tidak biasanya Mila diam tanpa berkata apa-apa seperti sekarang. "Kenapa?" Tanya Alesha langsung menatap mata sahabat nya dan meninggalkan apa yang sedang di kerjakannya. Mila meneguk ludahnya berat. Lalu tersenyum aneh. Sangat mencurigakan pikir Alesha. "Enggak gue cuman merasa kalau sahabat gue ini kok bisa cantik luar biasa" Alesha mengerutkan dahinya bingun
"Dengarkan ini baik-baik. Bahkan jika anda mati pun, tidak akan membuat saya lebih baik. Karena anda harus hidup, agar benar-benar merasakan apa itu neraka dunia dan saya sendiri yang akan membuat anda merasakan itu!" Selepas melakukan check up di rumah sakit dengan di temani oleh Nayla, mereka pun menuju salah satu pusat pembelanjaan untuk menemui Dany yang hari ini mengajak mereka untuk makan siang bersama. "Ayah denger kan apa kata Dokter Ilham" Kata Nayla pelan seraya menggandeng lengan Ayah tirinya itu. Melihat Daniel yang diam dan terlihat lesu membuat Nayla menghela nafasnya pelan. "Ayah..." Panggil Nayla menyadarkan Daniel dari lamunannya. "Maaf nak Ayah cuman lagi kepikiran sesuatu" Jawab Daniel dengan tersenyum simpul. "Nayla ngerti kok yah... Tapi coba deh Ayah pikir, gimana kalau keadaan Ayah drop, pasti Ayah ga