"Semakin hari aku semakin sulit mengenali yang mana sebuah kenyataan dan yang mana sebuah hayalan"
Alesha hanya berharap mereka semua tidak mencercanya dengan berbagai pertanyaan dan nasehat karena ia sudah sangat kelelahan dan tak ingin memikirkan apapun lagi.
Memejamkan mata adalah hal yang sangat Alesha butuhkan sekarang, sebenarnya bisa saja dirinya tidur di dalam mobil tapi ia memilih menahannya sejenak agar dapat bertemu dengan ranjangnya dan bisa terlelap di sana.
Sekarang waktu sudah menunjukan jam 18.17 di dasbor mobilnya. Kepalanya berdenyut sangat sakit dan matanya terasa perih setelah tidak tidur selama lebih dari 24 jam.
Tentu saja Alesha menyalahkan dirinya sendiri akan sakit yang diterimanya saat ini.
Perjalanan dari Jakarta ke Surabaya dan sebaliknya yang dilakukannya tanpa istirahat sama sekali baru saja berefek sekarang. Bahkan rasa perih di lambungnya mengingatkannya jika ia hanya makan sebungkus roti dan meminum sebotol air mineral yang dibelinya di minimarket saat di Pom Bensin.
Dengan sedikit kekuatan yang tersisa, Alesha berjalan memasuki rumahnya. Ia sangat yakin pasti semua orang akan mulai menceramahi nya, termasuk orang itu yang sudah Alesha hindari lebih selama setahun ini.
Biarlah pikirnya dan tanpa ragu Alesha memasuki rumahnya dan langsung disambut pekikan nyaring oleh Mila dan Dira yang sedang duduk di ruang tamu.
"ALEEEEEE" Teriak Mila dan Dira yang langsung berdiri dari tempat duduk mereka lalu menghampiri Alesha.
"Astaga Ale lo... Lo bener-bener deh, gak mikirin Bunda apa!!" Bentak Mila, ia benar-benar tak habis pikir dengan sahabatnya satu ini. Marah bercampur khawatir telah membuat mereka tidak bisa tidur semalaman terutama Bunda Anika.
"Lo gak papa kan? Lo ngapain sih pake acara ke surabaya segala, kita udah mikir lo diculik lagi atau semacamnya tau " Tambah Dira yang sedang memeluk Alesha, air mata mengalir deras diwajahnya.
"Gue sampai datang ke jakarta lo ternyata malah ke Surabaya" Tangis Dira, perempuan itu memang tinggal di Surabaya namun setiap seminggu sekali berkunjung ke Jakarta.
Nyaris saja mereka melaporkan kehilangan Alesha ke polisi, namun mereka batalkan karena mendapat kabar langsung dari gadis itu jika Alesha ada di Surabaya dan akan segera pulang secepatnya.
"Ale, lo gak kenapa-napa kan. Gak terjadi sesuatu kan?" Teriak Bima yang tiba-tiba muncul dan tak kalah khawatir sembari mengamati Alesha dari atas ke bawah, memeriksa adakah luka di sahabatnya ini.
"Ale, aku hampir mau nyusul kamu ke Surabaya" Ucap Samuel seraya berdecak pinggang yang juga terlihat sangat khawatir dengan Alesha.
"Lain kali ya aku mohon kemanapun kamu pergi. Please ajak aku. Aku bakal temenin kamu kemanapun kamu mau" Tambahnya sembari meraih tangan Alesha agar dapat ia genggam.
Alesha masih diam sedang mencerna rentetan perkataan dari semua orang, rasanya kepalanya tambah sakit saat mendengar semuanya namun ia harus menahannya.
"Ale" Panggil Bunda Anika lemah,
Mendengar suara Bundanya Alesha pun menatapa sang Bunda yang bisa dilihatnya jika Bunda nya pasti menangis semalaman karena mata yang sembab juga kantung mata yang sangat terlihat jelas. Ara dan Ari juga menyambutnya dalam diam, kedua adiknya menatapnya dengan mata berkaca-kaca.
"Jangan seperti ini lagi nak" Ucap Bunda Anika kemudian memeluk anaknya yang masih terdiam.
Perlahan Alesha menyambut lemah pelukan Bundanya dan menutup kedua matanya. Ternyata ia telah membuat kegemparan pada keluarganya dan para sahabatnya.
Sakit di kepalanya kembali menghantam Alesha dan dengan terpaksa ia melepaskan pelukan Bundanya. "Ale ke kamar dulu Bun" Ucapnya lemah.
"Kamu gak apa-apa nak?" Tanya Bunda Anika menyentuh wajah putri sulungnya yang terlihat pucat.
Alesha menggelengkan kepalanya "Hanya ngantuk" Jawabnya.
"Yaudah kak, istirahat nanti Bunda bangunin yah, kamu harus makan" Ucap Bunda Anika mencoba memaklumi keadaan Alesha walaupun dalam hati ia sangat penasaran ada angin apa putrinya ini ke Surabaya.
Alesha hanya tersenyum kemudian beranjak dari tempatnya berdiri untuk menuju kamarnya.
"Mau kemana kamu meninggalkan kami tanpa alasan hah?" Sebuah suara menginterupsi langkah Alesha yang hendak melangkahkan kakinya menaiki tangga untuk menuju kamarnya.
"Udah Nak Bayu, biar Ale istirahat dulu" Ucap Bunda Anika kepada Bayu, kakaknya Samuel.
"Bunda, kita gak bisa biarin dia seenaknya terus. Dia bukan anak kecil lagi yang belum tahu apa yang salah dan yang benar" Ucap Bayu, seseorang yang akhir-akhir ini sangat Alesha hindari.
Alesha memejamkan matanya dan menghela nafas lelah.
"Kita bicara nanti" Alesha mengeluarkan suaranya.
"SEKARANG. ALESHA" Bentak Bayu.
Alesha membeku saat namanya disebut seperti itu dan menatap tajam Bayu.
Alesha kini benar-benar lelah dan juga marah pada Bayu yang seenaknya memanggil namanya. Ini akan panjang urusannya jika ia meladeni orang keras kepala itu.
Tiba-tiba Alesha teringat dengan pertemuan terakhir mereka sekitar 3 bulan yang lalu. Pertemuan yang berakhir di rumah sakit.
Saat itu Bayu, Mila dan Alesha berada didalam mobil. Dengan Alesha yang menyetir dengan penuh emosi. Bagaimana tidak emosi, saat lelaki bernama Bayu itu terus mencampuri urusannya dan mengatur hidupnya seenaknya.
"Kamu paham ALESHA" Bentak Bayu.
"BANG!!!" Bentak Mila lebih nyaring, ia yang duduk dibelakang takut-takut melihat emosi Alesha yang sedang memuncak.
"Pokonya kita pergi kesana sekarang, ALESHA" Tak dihiraukannya peringatan Mila. Sedangkan Mila sedikit tertegun melihat pacarnya yang selalu ramah kini sangat terbawa emosi.
Alasan mereka bertengkar karena Bayu yang baru mengetahui, jika selama sepuluh tahun terakhir ini Ryan dan juga Om Daniel terus mencari keberadaan Alesha dan keluarganya. Bayu pikir Alesha egois karena mengabaikan itu semua. Sehingga menyuruh gadis itu untuk menemui Ryan ataupun Om Daniel.
Alesha semakin menancapkan gasnya "ALESHA?" Beo Alesha tergagu dengan nafas terengah-engah.
"ALE AWAS" Teriak Mila saat ia melihat mobil yang ditumpangi mereka berjalan keluar jalur dan langsung menabrak trotoar.
Kembali ke masa kini, Alesha masih terdiam. Sesaat ia teringat apa yang terjadi 3 bulan yang lalu. Dan ia tak ingin itu terulang kembali.
"Nanti akan ku jelaskan semua, tapi bukan sekarang" Karena ia lelah sekali sambung Alesha dalam hati.
Dan kembali berjalan menaiki tangga rumahnya.
"Nanti definisi kamu itu tidak akan pernah, Alesha" Ucapnya, mencoba memprovokasi Alesha agar mau berbicara, dengan terus menyebut namanya.
Alesha mengepalkan tangannya, sudah cukup orang ini mengatur hidupnya ia sudah tahu apa yang diinginkan Bayu dan ia tak akan terjebak lagi.
Alesha menghembuskan nafasnya kasar, tahan... bukankah selama ini ia sanggup menahannya, menahan semuanya!
"Jangan ditahan"
"ALESHA HATMAJA"
Semua yang mendengar sedikit takut, sudah lama nama itu tidak mereka dengar ataupun ucapkan.
"Bang" Peringat Mila yang kini ada di sebelah Bayu. Namun seolah tuli Bayu malah semakin menantang Alesha.
"Ingin lari lagi Alesha Hatmaja yang sok dewasa?" Ucap Bayu dengan setiap kata penuh penekanan.
Samuel memijit kepalanya perlahan, ia sakit kepala melihat Bayu dan juga Alesha yang sama-sama keras kepala. Sedangkan Anika terduduk lemas, ia sudah tahu jika akhir dari semua ini adalah pertengkaran antara Alesha dan Bayu.
"Bisakah berhenti memanggilku seperti itu?" Tanya Alesha yang masih membelakangi semua orang, ia benar-benar tidak suka dipanggil Alesha apalagi Alesha Hatmaja. Ia merasa jijik.
"Tentu, asal kau jelaskan apa yang terjadi hingga kamu nekat ke Surabaya?"
"Jelaskan semuanya... Jangan dipendam sendiri, biarkan kami membantumu... Jangan merasa kamu menjadi pusat dunia hanya karena pernah mengalami hal buruk di masa lalu!" Tambahnya.
"Bang ..." Peringat Samuel pada Bayu yang merasa ucapan kakaknya sekarang keterlaluan.
Sedangkan semua orang tertegun, mereka tahu jika Alesha bertemu Bayu maka ketegangan akan melingkupi keduanya.
Alesha terdiam, terlihat ia mulai mengetu-ngetuk kan jarinya, pertanda jika ia mencoba untuk menahan sesuatu.
"Bisakah berhenti..." Ucap Alesha dengan menahan marahnya.
"Kau dan kalian semua meliputi setiap aspek hidupku selama ini. Dan tak ada yang luput dari perhatian kalian"
"Tapi tak bisakah aku memastikan sesuatu sendiri? Tanpa kalian tahu" Ucap Alesha yang kini sangat lah tenang namun di dadanya masih tersimpan amarah.
"Memastikan apa Alesha? Memastikan kebencian mu pada orang-orang itu?" Tekan Bayu.
"Sok tahu sekali" Ucap Alesha.
"Bagaimana kami tahu kalau kau bahkan tanpa pernah memberitahu kami?" Jawab Bayu tidak mau kalah.
"Kalian ingin tahu aku ke Surabaya untuk memastikan apa?" Ucap Alesha, nada suaranya terdengar sangat lemas.
"Memastikan jika orang itu nyata... Memastikan jika suara yang kudengar kemarin adalah benar suaranya... Memastikan jika kejadian sepuluh tahun yang lalu memang sebuah kenyataan... Memastikan jika semua yang terjadi padaku nyata bukan hanya sebuah delusi semata walau aku berharap itu hanyalah khayalanku... Mimpi buruk ku"
"Memastikan ketakutan ku pada orang itu nyata"
"Dan hanya aku sendiri yang bisa memastikannya, karena selama 30 hari itu hanya aku tanpa kalian yang berada disana dan merasakannya langsung"
"Semakin hari aku semakin sulit mengenali yang mana sebuah kenyataan dan yang mana sebuah hayalan"
"Untuk itu aku mohon tetaplah berada di sampingku walau aku tak pernah mengucapkan apapun yang membuat kalian merasa sulit dan lelah. Asal kalian tahu aku juga lelah dengan hidupku. Tapi takkan kubiarkan berhenti sampai orang itu mendapat hukumannya"
Semua yang mendengar terdiam. Selama sepuluh tahun terakhir itu adalah kalimat terpanjang yang pernah diucapkannya.
Namun Apa maksud Alesha jika ia bertemu dengan orang itu? Mereka semua pun sadar jika kalimat itu berarti Alesha telah bertemu kembali dengan orang itu. Membuat mereka menatap Alesha dengan penuh tanya untuk memastikan.
Tapi sebelum mereka mendapat jawabannya, Alesha merasa matanya semakin menggelap dengan sakit kepala yang mulai menghantamnya lebih parah, ia pun jatuh pingsan.
Semua yang berada disana berteriak dan langsung menghampiri Alesha.
Mereka lupa jika Alesha baru saja melakukan perjalanan panjang tanpa istirahat sama sekali dan makan yang cukup, gadis itu benar-benar mencapai batasnya sekarang.
~~~
"Gak, jangan berterima kasih saat gue merasa jika sedang mengkhianati janji gue pada Ale" "Gue udah bilang kan, selain alamat ButiQ dan nomor hp nya Ale. Gue gak tau lagi hal lainnya mengenai Ale" Ucap Siska lelah karena terus di tanyai prihal Alesha dan keluarganya. Ia kesal bercampur marah karena ini sudah yang ke lima kalinya ia di teror oleh seorang Ryan hari ini. "Hp nya gak aktif dan ButiQ nya tutup" Beber Ryan seolah itu adalah salahnya. Hari ini sudah berkali-kali Ryan mengunjungi ButiQ Alesha namun tutup. Sedangkan nomor hp gadis itu tidak aktif sampai sekarang. "Ya mana gue tahu kenapa nomornya gak aktif sama ButiQ nya tutup" Jawab Siska seadanya. "Lo gak ada info lain? Apapun itu gue mohon... Please" Setelah mendapat kabar jika om Daniel bertemu dengan tante Anika dan Ara, Ryan pun langsung bergerak cepat mencari
Katakanlah Ara lemah, tapi jika pada dasarnya ia adalah seorang yang mudah memaafkan seperti Bundanya, maka semarah apapun Ara pada akhirnya hatinya akan mudah luluh juga. Tanpa sepengetahuan Bunda dan Ari, Ara pun nekat datang sendirian untuk menghadiri acara pernikahan kakaknya Siska. Ara tidak ingin keluarganya tahu jika dirinya datang untuk menemui Ayahnya. Ara takut mereka akan melarangnya, padahal ia hanya ingin memastikan keadaan Ayahnya saja. Ara masih ingat kemarin Kak Siska mengiriminya pesan jika Ayahnya jatuh sakit dan berharap bisa bertemu dengannya lagi. Ara sempat ragu, tapi kerinduannya pada sosok sang Ayah mengalahkan segala keraguannya itu. Apalagi jika teringat kata-kata kasar nya waktu itu, pasti sangat menyakiti hati Ayahnya. Katakanlah Ara lemah, tapi jika pada dasarnya ia adalah seorang yang mudah memaafkan seperti Bun
"Kak... Ayah Kak..." Ucap seorang gadis kecil menangis sesenggukan. Alesha yang baru pulang dari sekolah langsung memeluk Adiknya untuk menenangkan, batinya penuh tanya apa yang membuat Adiknya ini menangis. "Kamu kenapa Ara?" Tanyanya lembut. "Hiks... Ayah kak hiks... Ayah mau pergi... Pergi kak... Ninggalin kita hiks" Tangisnya membuat Ara terbata-bata menjawab pertanyaan sang Kakak. BRAK PRANG BRAK Suara benda yang jatuh lalu diikuti suara piring pecah membuat Alesha terkejut, Ara pun semakin menangis kencang di pelukannya. Kini kedua matanya menatap ke arah dapur dengan hati yang gelisah. Alesha mendesis lirih dalam tidurn
Perjumpaan ini bagaikan sebuah pengulangan. Bagi gadisnya untuk pergi meninggalkan dirinya. Seperti yang pernah ia lakukan dulu, pada Aleshanya. Mohon perhatian, Kepada para penumpang pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA328 tujuan Surabaya dipersilahkan masuk melalui pintu A12, Terima Kasih. Ryan melangkah kan kakinya dengan lesu, dia dan Nayla baru saja kembali ke Jakarta setelah 2 hari berada di Surabaya. Gerak-gerik Ryan yang lesu pun tidak luput dari perhatian Nayla yang tanpa sadar terus memandangi lelaki disampingnya itu. Bahkan banyaknya suara dan blitz kamera pun sampai tidak di hiraukan oleh pemuda itu yang masih menampilkan raut lelah namun masih memancarkan kesan dingin di wajahnya. Jangan heran jika banyak suara kamera dan blitz disekitar mereka berdua,
"Karena aku pernah diposisi itu sebelumnya dan berharap agar siapa pun tidak akan pernah mengalaminya, bahkan termasuk orang itu" Your Attention Please, Passengers of Garuda Indonesia on Flight number GA328 to Surabaya Please Boarding From Door A12, Thank You. Alesha melangkahkan kakinya dengan pelan, ia baru saja keluar dari pintu kedatangan di Bandara Soekarno Hatta. Di depannya sekitar satu meter jauhnya ada adiknya Ara dan juga Samuel, sahabatnya yang sedang berjalan beriringan dengan riang. Kombinasi adik dan sahabatnya itu sangatlah cocok sekali, sama-sama cerewet menurut Ari, yaitu kembarannya Ara. Bahkan saking asyiknya berbicara satu sama lain, mereka tidak sadar jika Alesha sudah jauh tertinggal dibelakang. Ada alasan kenapa Alesha berjalan perlahan, karena entah kenapa saat berada di bandara ia selalu saja teringat akan ke
Ryan harus menemukannya dan berusaha agar gadisnya bisa kembali padanya bagaimana pun caranya. Bahkan walau harus dengan cara teregois sekalipun. Daniel Hatmaja lelaki yang sebentar lagi berumur 45 tahun, masih sibuk dengan setumpuk berkas di atas meja kerjanya. Membaca dan menandatangani banyak berkas membuatnya seolah berada di dunia lain. Sejenak Daniel memandang kalender yang menunjukkan tahun 2020, lalu menghela nafasnya lemah. Kini sepuluh tahun sudah Daniel berpisah dengan keluarganya, karena kesalahan fatal yang diperbuatnya dulu. Penyesalan, bagaikan kawan hidupnya kini. Jadi jangan salahkan lelaki itu jika ia lebih memilih menghabiskan waktunya untuk bekerja dan terus bekerja, semua hanya untuk mengalihkan pikirannya yang selalu merindu pada anak-anaknya dan juga mantan istrinya. Dan hanya sebuah foto lama yang keadaannya
Ada yang bilang luka yang menganga lebih baik dari luka yang tak terlihat. Namun bagaimana jika kedua luka itu datang di saat bersamaan? Itu adalah hal yang mengerikan bagi Alesha yang terus mengalaminya sampai saat ini. "Ale, lo denger gak sih?!!" Cekik Mila sambil berdecak pinggang. Dirinya sudah berbicara panjang kali lebar plus tinggi, tapi sang pendengar seperti tidak mendengar apapun. Membuat Mila menjadi geregetan dengan tingkahnya yang sok cool, padahal dalam hati ia mengakui jika Alesha yang sekarang memang sangatlah dingin. Alesha pun menghela nafas lelah kemudian di tatapnya sang sahabat yang berdiri tepat di depan meja kerjanya. "Iya gue dengar, Mila" Jawabnya pelan. "Astaga Ale, kalau denger ya jawab dong pertanyaan gue!" "Jangan diem-diem aja" Kesal Mila, biarlah kata orang ia bawahan kurang ajar kare
"Maka saya akan merebutnya dan membuatnya kembali mencintai saya. Katakanlah saya egois karena Alesha harus menjadi milik saya, hanya saya. Bukan orang lain" Berita pertunangan antara dirinya dan Nayla sukses membuat Ryan kalang kabut dan tidak tenang. Padahal sekarang Ryan memiliki rapat yang sangat penting tapi ia lebih memilih membatalkannya. Bagaimanapun dirinya harus menyelesaikan berita tidak benar itu terlebih dahulu. Saat ini Ryan sudah berada di kediaman keluarga Hatmaja. Bersama kedua orangtuanya, Ryan pun ingin meminta penjelasan karena berita tidak benar itu datang dari pihak orang dalam di perusahaan Hatmaja. "Saya dan Nayla tidak memiliki hubungan yang mengarah ke sana. kami hanya sebatas kakak adik! Jadi saya mohon jangan menyebar kan berita yang tidak benar" Ucap lantang Ryan kepada seluruh keluarga Hatmaja, tidak di pedulikannya kesopanan karena ini masalah ya
Katakanlah Ara lemah, tapi jika pada dasarnya ia adalah seorang yang mudah memaafkan seperti Bundanya, maka semarah apapun Ara pada akhirnya hatinya akan mudah luluh juga. Tanpa sepengetahuan Bunda dan Ari, Ara pun nekat datang sendirian untuk menghadiri acara pernikahan kakaknya Siska. Ara tidak ingin keluarganya tahu jika dirinya datang untuk menemui Ayahnya. Ara takut mereka akan melarangnya, padahal ia hanya ingin memastikan keadaan Ayahnya saja. Ara masih ingat kemarin Kak Siska mengiriminya pesan jika Ayahnya jatuh sakit dan berharap bisa bertemu dengannya lagi. Ara sempat ragu, tapi kerinduannya pada sosok sang Ayah mengalahkan segala keraguannya itu. Apalagi jika teringat kata-kata kasar nya waktu itu, pasti sangat menyakiti hati Ayahnya. Katakanlah Ara lemah, tapi jika pada dasarnya ia adalah seorang yang mudah memaafkan seperti Bun
"Gak, jangan berterima kasih saat gue merasa jika sedang mengkhianati janji gue pada Ale" "Gue udah bilang kan, selain alamat ButiQ dan nomor hp nya Ale. Gue gak tau lagi hal lainnya mengenai Ale" Ucap Siska lelah karena terus di tanyai prihal Alesha dan keluarganya. Ia kesal bercampur marah karena ini sudah yang ke lima kalinya ia di teror oleh seorang Ryan hari ini. "Hp nya gak aktif dan ButiQ nya tutup" Beber Ryan seolah itu adalah salahnya. Hari ini sudah berkali-kali Ryan mengunjungi ButiQ Alesha namun tutup. Sedangkan nomor hp gadis itu tidak aktif sampai sekarang. "Ya mana gue tahu kenapa nomornya gak aktif sama ButiQ nya tutup" Jawab Siska seadanya. "Lo gak ada info lain? Apapun itu gue mohon... Please" Setelah mendapat kabar jika om Daniel bertemu dengan tante Anika dan Ara, Ryan pun langsung bergerak cepat mencari
"Semakin hari aku semakin sulit mengenali yang mana sebuah kenyataan dan yang mana sebuah hayalan" Alesha memarkirkan mobilnya di depan toko CakeBakery yang terlihat sudah tutup begitupula dengan toko Florist padahal biasanya toko akan tutup sekitar jam 9 malam. Banyaknya mobil di depan rumahnya pun seakan menjawab semua pertanyannya saat ini. Alesha hanya berharap mereka semua tidak mencercanya dengan berbagai pertanyaan dan nasehat karena ia sudah sangat kelelahan dan tak ingin memikirkan apapun lagi. Memejamkan mata adalah hal yang sangat Alesha butuhkan sekarang, sebenarnya bisa saja dirinya tidur di dalam mobil tapi ia memilih menahannya sejenak agar dapat bertemu dengan ranjangnya dan bisa terlelap di sana. Sekarang waktu sudah menunjukan jam 18.17 di dasbor mobilnya. Kepalanya berdenyut sangat sakit dan matanya terasa perih setelah tidak tidur selama l
Alesha terpaku, ia telah kehilangan ayahnya. Kini ia juga kehilangan cinta pertamanya. Delapan jam lebih sudah Alesha mengendarai mobilnya di jalanan, matanya masih fokus menyetir dengan kecepatan rata-rata. Yang berarti sudah delapan jam jugalah ia menghilang tanpa memberi kabar kepada siapapun. Padahal waktu sudah menunjukan jam sembilan malam. Baterai Hpnya pun menunjukkan angka 1% akibat banyaknya mendapat panggilan telepon dan Chat dari banyak orang. Hingga sebuah panggilan yang diberi nama Bunda menjadi panggilan terakhir yang terhubung sebelum Hpnya mati total akibat kehabisan daya. Dan Alesha masih terus melajukan mobilnya,, matanya tidak lelah dan pikirannya sangat terjaga bahkan sanggup untuk menyetir tanpa istirahat hingga sampai ketempat tujuan nya. Flashback Alesha yang tampak kusut berjalan kearah rumah seseorang y
"Aku memaafkan mu mas. Jadi sekarang mas harus mendapatkan maaf dari anak-anak. Aku tidak ingin seumur hidup mereka mendendam pada ayahnya sendiri" Seusai acara, saat semua orang sudah pergi dan hanya menyisakan beberapa staf serta Daniel sekeluarga yang sedari tadi kukuh untuk bertemu dengan salah seorang model. Bahkan sebelum acara itu berakhir Daniel sudah berada dibelakang panggung agar bisa bertemu dengan model tersebut, siapa lagi jika bukan putrinya, Ara. Anika pun sudah menghilang dari tempat duduknya saat matanya tadi terfokus pada Ara. Sepertinya Anika enggan untuk bertemu dengan Daniel, sedangkan sedari tadi putrinya menolak dengan keras walaupun beberapa staf terus membujuknya agar mau bertemu dengan sang Ayah. "Gimana yah Om, Ara nya gak mau" Siska buka suara, bagaimanapun dirinya tidak bisa memaksa karena Ara adalah adik temannya.
Suara itu... Orang itu... Ketakutan itu... Masih menghantuinya, dan jujur ia belum siap menghadapinya. "Astaga Ale. Kenapa pintu lo kunci segala sih?" Marah Mila, namun kekhawatir lebih mendominasi dirinya. Alesha hanya menatap sahabatnya dengan santai kemudian kembali ke tempat duduknya. Sedangkan Mila ingin menangis sekarang, ia takut terjadi apa-apa dengan sahabatnya. Bayangkan saja, karena sejak sejam yang lalu Alesha mengurung diri di ruangannya tanpa sedikitpun merespon panggilan nya. Mata Mila menatap Televisi yang menayangkan kartun Spongebob dalam hati ia bertanya apakah tadi Alesha menonton Berita tentang Ayahnya yang mencari anak-anaknya dan juga mantan isrinya. Melihat Mila yang termenung seraya menatap televisi, sudah cukup untuk membuat Alesha tahu apa isi pikiran sahabatnya saat ini. "Gue nonton tadi beritany
Maka untuk pertama kalinya Alesha belajar untuk melepaskan, tapi kenapa? Untuk melepaskan, ia yang harus lebih terluka? Daniel langsung mengerahkan seluruh anak buahnya untuk mulai melakukan pencarian kepada keluarganya yang bisa di pastikan berada di Jakarta. Ia harus segera menemukan mereka dan menebus kesalahannya walaupun ia yakin itu akan sangat sulit apalagi setelah pertemuannya dengan Ari waktu itu. Daniel bisa merasakan kebencian putranya itu. Dan ia harus siap dengan kebencian dan kemarahan yang akan datang dari Anika, Alesha dan juga Ara. "Untuk apa lagi kau mencari mereka yang tidak ingin bertemu denganmu hah?" Bentak Ian yang mendengar perihal Ari yang hampir saja menghajar Daniel, ditambah lagi Ian begitu ngeri melihat wajah Dany yang sangat babak belur. "Bukan urusan anda" Jawab Daniel dingin. "Apa kau benar-benar ingin di haja
"Saking marahnya aku bahkan bingung, apa aku masih punya perasaan yang lain" Alesha seperti biasa sedang menggambar di buku sketsanya saat Mila masuk dan langsung duduk di hadapannya. Alesha memandang sahabatnya sejenak lalu kembali meneruskan pekerjaannya. Mila yang melihat sang Boss sedang dalam mode serius bekerja semakin bingung bagaimana mengatkannya. Kini sekitar 15 menit sudah berlalu, Alesha merasa ada yang aneh dengan sahabatnya itu, Karena tidak biasanya Mila diam tanpa berkata apa-apa seperti sekarang. "Kenapa?" Tanya Alesha langsung menatap mata sahabat nya dan meninggalkan apa yang sedang di kerjakannya. Mila meneguk ludahnya berat. Lalu tersenyum aneh. Sangat mencurigakan pikir Alesha. "Enggak gue cuman merasa kalau sahabat gue ini kok bisa cantik luar biasa" Alesha mengerutkan dahinya bingun
"Dengarkan ini baik-baik. Bahkan jika anda mati pun, tidak akan membuat saya lebih baik. Karena anda harus hidup, agar benar-benar merasakan apa itu neraka dunia dan saya sendiri yang akan membuat anda merasakan itu!" Selepas melakukan check up di rumah sakit dengan di temani oleh Nayla, mereka pun menuju salah satu pusat pembelanjaan untuk menemui Dany yang hari ini mengajak mereka untuk makan siang bersama. "Ayah denger kan apa kata Dokter Ilham" Kata Nayla pelan seraya menggandeng lengan Ayah tirinya itu. Melihat Daniel yang diam dan terlihat lesu membuat Nayla menghela nafasnya pelan. "Ayah..." Panggil Nayla menyadarkan Daniel dari lamunannya. "Maaf nak Ayah cuman lagi kepikiran sesuatu" Jawab Daniel dengan tersenyum simpul. "Nayla ngerti kok yah... Tapi coba deh Ayah pikir, gimana kalau keadaan Ayah drop, pasti Ayah ga