"Maka saya akan merebutnya dan membuatnya kembali mencintai saya. Katakanlah saya egois karena Alesha harus menjadi milik saya, hanya saya. Bukan orang lain"
Saat ini Ryan sudah berada di kediaman keluarga Hatmaja. Bersama kedua orangtuanya, Ryan pun ingin meminta penjelasan karena berita tidak benar itu datang dari pihak orang dalam di perusahaan Hatmaja.
"Saya dan Nayla tidak memiliki hubungan yang mengarah ke sana. kami hanya sebatas kakak adik! Jadi saya mohon jangan menyebar kan berita yang tidak benar" Ucap lantang Ryan kepada seluruh keluarga Hatmaja, tidak di pedulikannya kesopanan karena ini masalah yang sangat besar untuknya.
Oma Anaya hanya menghela nafas pelan, ia sudah tahu siapa dalang di balik gossip pertunangan Ryan dan Nayla.
"Tidak ada salahnya mencoba, kemungkinan nanti rasa sayangmu sebagai seorang kakak bisa berubah menjadi cinta" Jawab Dany santai, sebagai seorang kakak tidak salah kan ia membantu dengan kebahagiaan adiknya sendiri untuk mendapatkan cintanya.
Bahkan Dany dengan sukarela membantu Opa Ian untuk menyebarkan berita pertunangan tersebut. Sedangkan Nayla hanya tertunduk, ia malu terhadap Ryan akan tingkah keluarganya.
"Jika memang kebersamaan bisa membuat kami jatuh cinta, bukankah seharusnya itu telah terjadi sejak lama?" Tanya Ryan sekaligus membantah pernyataan Dany.
Mendengar itu Opa Ian terkekeh.
"Buktinya Nayla mencintaimu. Seandainya saja kau membuka sedikit saja hatimu bukankah akan ada kesempatan" Jawaban Opa Ian membuat Ryan menolehkan wajahnya kearah Nayla.
Ryan bukannya tak sadar akan perasaan gadis itu tapi sudah berulang kali juga ia mengatakan pada Nayla perasaannya pada Alesha tidak akan pernah bisa berubah.
Cintanya pada Alesha bahkan terus tumbuh dan sanggup untuk membuat dirinya menyerahkan hidupnya untuk gadisnya.
"Mamah rasa gak ada salahnya jika kamu mencoba untuk belajar mencintai Nayla" Ucap Mamah Fania, ia hanya merasa sedih jika harus melihat anaknya terus menunggu hal yang tak pasti.
Kini Ryan menatap Mamanya lalu menghela nafas kasar, seolah sangat tidak menyukai usulnya.
"Mamah" Ucap Ryan jengah kepada mamanya yang selalu saja menjodohkannya dengan Nayla.
"Saya pernah mencobanya. Bukan hanya sekali, tapi tetap saja perasaan saya tidak pernah berubah"
"Sedangkan dulu pada Alesha, tidak pernah sekalipun saya memberikannya kesempatan. Tapi ia berhasil membuat saya jatuh hati. Bahkan semakin kuatnya perasaan itu, hingga saya sanggup untuk menunggunya sampai kapanpun"
Perkataan Ryan sangat dipahami oleh Daniel. Kau terus mencintainya, bahkan tanpa tahu dimana dirinya sekarang. Begitulah perasaan Daniel pada Anika hingga sampai saat ini.
"Saya akan melakukan klarifikasi perihal berita pertunangan itu. Saya tidak ingin berita itu membuat saya semakin jauh dengan Alesha. Permisi" Ucap Ryan Final dan berdiri bangkit hendak meninggalkan semua orang.
Ian mendengus mendengar itu "Bagaimana jika dia sudah memiliki orang lain dan bahkan sudah melupakanmu?"
Sontak saat mendengar hal itu membuat Ryan sedikit marah pada Opa Ian.
"Tidak akan mungkin. Alesha mencintai saya" Ucap Ryan yakin jika jauh di lubuk hati Alesha yang terdalam walaupun ia membenci Ryan pasti masih ada cinta di hati gadisnya.
"Hahaha. Seperti yang kubilang tadi hati, bisa berubah kan" Ucap dany seolah mengejek.
"Maka saya akan merebutnya dan membuatnya kembali mencintai saya. Katakanlah saya egois karena Alesha harus menjadi milik saya, hanya saya. Bukan orang lain"
---
"Ale, lo udah baca belum sih berita Klarifikasi tentang pertunangan orang itu?" Tanya Mila yang semalaman tidak bisa tidur karena sangat penasaran.
Apalagi pagi-pagi saat Mila sampai di ButiQ ia langsung mendapati Alesha yang sudah duduk santai di meja tamu sambil menggambar di buku sketsanya.
Sebenarnya Mila sedikit meringis melihat luka di telapak tangan Alesha, luka kemarin tebaknya. Namun ia tidak akan membahasnya walau mulutnya sangat gatal sekali ingin menasehati sahabatnya ini.
"Hm" Dan lagi-lagi hanya itu yang keluar dari mulut Alesha. Kata itu sudah seperti ucapan andalan Alesha saja rutuk Mila.
"Terus gimana menurut lo?" Pancing Mila yang sangat penasaran bagaimana reaksi sahabatnya ini perihal gossip pertunangan tidak benar kemaren yang langsung diklarifikasi oleh Ryan dan menambahkan jika ia memiliki calonnya sendiri.
Tidak tanggung-tanggung lelaki itu bahkan menyebut nama Alesha Hatmaja.
Berita itu benar-benar membuat Grup chat mereka menjadi ribut.
"Apa gue juga harus bikin klarifikasi untuk bilang kalau itu bukan urusan gue" Jawabnya tanpa berhenti dari kegiatan menggambarnya.
Mila jadi geregetan sendiri, tapi sebelum ia melontarkan kata-kata 'ya jadi urusan lo lah secara nama lo yang disebut' sebuah suara lonceng di pintu masuk berbunyi menandakan ada yang datang.
"Ale" Panggil seorang wanita dengan paras cantik berambut keriting dan jangan lupakan lingkaran hitam di bawah matanya yang tak luput dari perhatian Alesha.
"Its Absolutly yes, and why I am here if Im looking for pillow" Kata- kata acak keluar dari mulut Siska yang langsung duduk di sebelah Alesha. Siska adalah teman kuliahnya saat di London dulu. Walaupun mereka seumuran namun Alesha termasuk seniornya di kampus.
Dan bukan hanya Siska, Alesha juga melihat kedatangan kakaknya Siska serta ayah, ibu dan keluarga lainnya. Hari ini adalah fitting terakhir kakaknya dan keluarga inti Siska untuk Gaun pernikahan serta baju lainnya.
"Mila, ajak anak-anak untuk fitting, sekalian untuk tante sama om nya" Ucap Alesha. Mila pun mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti. Bagaimana pun Mila cukup professional jika menyangkut soal pekerjaan.
Walaupun dalam hati ia masih kepo apa yang ada di pikiran sahabatnya ini perihal klarifikasi Ryan semalam.
"Punya nyokap bokap gue juga udah finishing?" Tanyanya takjub, memang tidak salah Siska minta tolong kepada temannya ini.
"Keluarga inti yang lain juga udah, sama sekalian nanti punya lo juga tinggal disesuaikan lagi" Ucap Alesha tanpa menoleh sedikitpun pada Siska.
Siska pun bertepuk tangan kagum lalu memberikan jempolnya kepada Alesha.
"Waah. Kalau gitu beberapa bagian gue di finishing, diserahin ke lo aja yah. Asisten-asisten gue kasian udah gak tidur berhari-hari, mana sebentar lagi hari H nya acara gue" Ucap Siska menggebu-gebu mencari kesempatan dalam kesempitan.
Sebenarnya Alesha cukup sibuk dengan beberapa pesanan yang lainnya, namun melihat raut kelelahan temannya membuat nya sedikit tidak tega.
Alesha pun mengangguk singkat menyetujui permintaan siska.
Siska senang bukan main. Akhirnya ia bisa bertemu dengan bantal erangnya. Benar-benar beruntung ia bisa bertemu dan berteman dengan anak genius seperti Alesha.
"Thank u so much. You are really my best buddy. You are my Hero. You are my sunshine the best deh"
"Lo tau kan, gue mau semuanya perfect buat peluncuran Brand gue. Dan ini adalah My First Fashion show terus tiba-tiba kakak gue mau nikah dan minta gue buat jadi perancang bajunya plus seluruh keluarga termasuk calon lakinya. Tuh cewek bisa banget milih tanggal yang berdekatan dengan acara penting gue" Adu Siska sekalian curhat kepada Alesha.
Alesha hanya menyimak perkataan cewek di sebelahnya seraya terus menggambar di sketsa. Tapi tiba-tiba Siska menarik tangan kanannya.
"Astaga ini tangan lo kenapa lagi sih?" Tanya Siska yang baru menyadari ada luka di telapak tangan Alesha yang sudah di obati.
"Bukan apa-apa" Jawabnya lalu menarik kembali tangannya yang di pegang oleh Siska untuk meneruskan menggambarnya.
Siska merasa aneh, selama mengenal Alesha ia terkadang mendapati luka-luka di tangan temannya ini. Sekali Siska pernah bertanya dan yang ia dapatkan adalah sebuah sikap dingin temannya itu.
Setelah itu Siska memilih untuk tidak begitu peduli. Karena setelah mengenal Alesha selama beberapa tahun, Siska bisa menangkap jika Alesha tipikal pendiam yang tidak membicarakan masalahnya. Jika pun bertanya lagi maka akan diabaikan.
Siska pun memilih mengalihkan pembicaraan.
"Oh iia, malam minggu besok gladi bersih terakhir. Jam 7 malam, harus udah stand by di sana. Di gedung nya langsung. Bilang sama Ara yaa"
Konsep yang diusung Siska untuk fashion show nya adalah remaja cewek, karena itu ia merasa jika adik Alesha cocok untuk menjadi salah satu modelnya.
"Hm" Hanya itu jawaban yang terlontar dari mulut Alesha, ia masih sibuk dengan sketsanya.
"Ooh ok" Keheningan mulai menyelimuti mereka berdua, sedangkan keluarga Siska yang lain sedang asyik berbincang satu sama lain seraya menunggu giliran mereka untuk fitting.
Siska pun berpikir keras topik pembicaraan apalagi yang akan dia bahas. Oh iya yang itu....
"Eh ngomong-ngomong, lo tau kan tadi malam ada berita yang membuat para wanita patah hati jilid 2? Yang pertama berita pertunangan yang bikin patah hati jilid 1 dengan sepupu gue padahal cuman gosip.... "
"Eh klarifikasi nya malah bikin sakit hati jilid 2 sampai terasa tertusuk tusuk karena langsung nyebutin nama calon aslinya, Alesha Hatmaja kalo gak salah..."
Alesha terdiam mencerna baik-baik apa yang di katakan temannya.
Sepupu? Apa Berarti Nayla sepupu Siska? Kenapa ia tidak tahu selama ini?
"Nayla itu anaknya Tante Raya, adiknya nyokap gue. Oh ia tante Raya jahit bajunya gak disini sih makanya lo gak tahu yah, soalnya katanya mereka punya langganan sendiri gitu" Tambah Siska.
Siska yang belum menyadari perubahan hati Alesha menyipitkan matanya sambil tersenyum jahil "Wait a second, Gue penasaran nih sebenarnya sama nama lo. Nama belakang lo kan Hatmaja kayak nama suaminya tante Raya. Jangan-jangan Alesha yang di sebut sama Ryan lo lagi, wah mantap kan ini."
"Kalo di jadi kan judul ftv. Tunangan sepupuku ternyata tunangannya temanku"
"Dan... masih ada Dan nya. Sepupuku adalah saudara nya temanku Hahaha"
Siska tertawa saat merangkai judul Ftv seperti di channel sebelah. Tapi melihat Alesha diam mematung membuat nya mengerutkan dahinya bingung.
"Hey Alesha, are you okey?" Tanya Siska pelan
Alesha menatap siska. Lebih kearah tatapan tegang.
"Boleh gue minta sesuatu?"
Siska hanya mengangguk bingung.
"Jika ada yang bertanya tentang gue ataupun keluarga gue. Jangan pernah untuk mengatakan apapun sebelum lo bertanya sama gue. Paham?"
~~~
Haiiiii
Tapi sebagai sahabat walaupun harus menjadi setan untuk menentang hubungan di antara Ryan dan Alesha, akan ia lakukan. Benar-benar Mila tak terima jika sahabatnya pada akhirnya harus berdampingan lagi dengan cowok itu. "Gue bingung kenapa setiap minggu gue harus lihat muka lo lagi... Muka lo lagi" Ujar Bima menunjuk muka Mila yang berada di seberang mejanya, mereka sedang berada di Restoran milik Samuel dan Alesha. Mila pun menunjuk dirinya sendiri lalu tertawa sinis. "Hah!? Eh monyet kalau lo gak mau lihat muka gue lagi... Ngapain datang" Sinis Mila menyilang kan kedua tangannya dan di dukung dengan pelototan mautnya kepada Bima. "Karena gue menghargai persahabatan kita selama 23 tahun ini" "23 tahun? Cih ! Lo kira kita udah temenan dari orok" "Benarkan bahkan sebelum kita masuk sekolah. Play Group, TK, SD, SMP, SMA sampai
"Bahkan dulu, jika Alesha memilih matipun kita akan terima daripada melihatnya hidup tapi... Seperti orang mati" "Hm... Iya, gue mau langsung ketempat Ara, sekalian jemput dia" Alesha pun memandang ke luar jendela seraya terus mendengarkan suara di ujung teleponnya. "Iya Mila... Kalau gak kemalaman, gue mampir" Ucap Alesha, kemudian mematikan panggilan telepon tersebut setelah mendengar jawaban dari yang bersangkutan kemudian meletakkan Hpnya di atas meja. Alesha berjalan menghampiri sisi ruangan yang lain dan langsung membuka jendela ruangannya, memandang langit yang sudah mulai gelap, karena jam telah menunjukan pukul 6 malam. Alesha pun bisa merasakan segelintir angin yang berhembus lumayan kencang, sepertinya malam ini akan turun hujan. Ia menghela nafasnya lelah, Seharusnya sekarang dirinya menemani Ara untuk gladi bersih tapi pekerjaan
Nayla menutup matanya, haruskah sekarang ia benar-benar melepaskan Ryan? Untuk menebus semua kesalahannya. Sekarang Ryan sedang berada di kediaman keluarga Hatmaja. Dirinya mendapat panggilan telepon dari Om Daniel yang memintanya untuk datang ke rumah. Padahal tadi ia berniat ingin mengikuti wanita yang keluar dari Ale ButiQ. Jika kalian bertanya apakah Ryan sempat melihat wajah wanita itu maka ia akan menjawab, Tidak. Hujan deras yang masih membasahi ibukota sangat menyulitkan nya untuk melihat wajahnya. "Benar tadi kamu dan Nayla bertemu dengan sahabatnya Alesha?" Tanya Daniel yang duduk tepat di hadapan Ryan, di sebelah lelaki itu ada Nayla terduduk diam dan juga Tante Raya, ibunya Nayla. Ryan menatap Nayla, pasti dia yang memberitahu Om Daniel dan menceritakan semuanya. Ryan pun hanya mengangguk karena ini bukanlah hal yang harus di rah
Dan pukulan nya ini tidak ada artinya jika mengingat apa yang sudah mereka lakukan kepada keluarganya. Sepulang sekolah Ari dan Ilham teman nya sedang jalan-jalan di salah satu pusat pembelanjaan yang berada tidak jauh dari rumah mereka dan tanpa mengganti seragam sekolah terlebih dahulu. Mereka mengunjungi toko yang menjual berbagai macam peralatan video game. Ari sama seperti anak muda lainnya yang benar-benar sangat menyukai bermain game saat memiliki waktu luang ralat setiap hari. Bahkan dihari Free nya yaitu hari minggu ia bisa mengurung diri seharian di dalam kamar, untung saja Bunda Anika dan Alesha tidak pernah protes dengan hobinya selama tidak mengganggu aktivitas belajar nya dan yang pasti kesehatan nya sendiri. "Pokonya gue harus masuk 3 besar di Olimpiade kali ini" Tekad Ari yang sedang memandang salah satu perlengkapan video game yang s
"Dengarkan ini baik-baik. Bahkan jika anda mati pun, tidak akan membuat saya lebih baik. Karena anda harus hidup, agar benar-benar merasakan apa itu neraka dunia dan saya sendiri yang akan membuat anda merasakan itu!" Selepas melakukan check up di rumah sakit dengan di temani oleh Nayla, mereka pun menuju salah satu pusat pembelanjaan untuk menemui Dany yang hari ini mengajak mereka untuk makan siang bersama. "Ayah denger kan apa kata Dokter Ilham" Kata Nayla pelan seraya menggandeng lengan Ayah tirinya itu. Melihat Daniel yang diam dan terlihat lesu membuat Nayla menghela nafasnya pelan. "Ayah..." Panggil Nayla menyadarkan Daniel dari lamunannya. "Maaf nak Ayah cuman lagi kepikiran sesuatu" Jawab Daniel dengan tersenyum simpul. "Nayla ngerti kok yah... Tapi coba deh Ayah pikir, gimana kalau keadaan Ayah drop, pasti Ayah ga
"Saking marahnya aku bahkan bingung, apa aku masih punya perasaan yang lain" Alesha seperti biasa sedang menggambar di buku sketsanya saat Mila masuk dan langsung duduk di hadapannya. Alesha memandang sahabatnya sejenak lalu kembali meneruskan pekerjaannya. Mila yang melihat sang Boss sedang dalam mode serius bekerja semakin bingung bagaimana mengatkannya. Kini sekitar 15 menit sudah berlalu, Alesha merasa ada yang aneh dengan sahabatnya itu, Karena tidak biasanya Mila diam tanpa berkata apa-apa seperti sekarang. "Kenapa?" Tanya Alesha langsung menatap mata sahabat nya dan meninggalkan apa yang sedang di kerjakannya. Mila meneguk ludahnya berat. Lalu tersenyum aneh. Sangat mencurigakan pikir Alesha. "Enggak gue cuman merasa kalau sahabat gue ini kok bisa cantik luar biasa" Alesha mengerutkan dahinya bingun
Maka untuk pertama kalinya Alesha belajar untuk melepaskan, tapi kenapa? Untuk melepaskan, ia yang harus lebih terluka? Daniel langsung mengerahkan seluruh anak buahnya untuk mulai melakukan pencarian kepada keluarganya yang bisa di pastikan berada di Jakarta. Ia harus segera menemukan mereka dan menebus kesalahannya walaupun ia yakin itu akan sangat sulit apalagi setelah pertemuannya dengan Ari waktu itu. Daniel bisa merasakan kebencian putranya itu. Dan ia harus siap dengan kebencian dan kemarahan yang akan datang dari Anika, Alesha dan juga Ara. "Untuk apa lagi kau mencari mereka yang tidak ingin bertemu denganmu hah?" Bentak Ian yang mendengar perihal Ari yang hampir saja menghajar Daniel, ditambah lagi Ian begitu ngeri melihat wajah Dany yang sangat babak belur. "Bukan urusan anda" Jawab Daniel dingin. "Apa kau benar-benar ingin di haja
Suara itu... Orang itu... Ketakutan itu... Masih menghantuinya, dan jujur ia belum siap menghadapinya. "Astaga Ale. Kenapa pintu lo kunci segala sih?" Marah Mila, namun kekhawatir lebih mendominasi dirinya. Alesha hanya menatap sahabatnya dengan santai kemudian kembali ke tempat duduknya. Sedangkan Mila ingin menangis sekarang, ia takut terjadi apa-apa dengan sahabatnya. Bayangkan saja, karena sejak sejam yang lalu Alesha mengurung diri di ruangannya tanpa sedikitpun merespon panggilan nya. Mata Mila menatap Televisi yang menayangkan kartun Spongebob dalam hati ia bertanya apakah tadi Alesha menonton Berita tentang Ayahnya yang mencari anak-anaknya dan juga mantan isrinya. Melihat Mila yang termenung seraya menatap televisi, sudah cukup untuk membuat Alesha tahu apa isi pikiran sahabatnya saat ini. "Gue nonton tadi beritany
Katakanlah Ara lemah, tapi jika pada dasarnya ia adalah seorang yang mudah memaafkan seperti Bundanya, maka semarah apapun Ara pada akhirnya hatinya akan mudah luluh juga. Tanpa sepengetahuan Bunda dan Ari, Ara pun nekat datang sendirian untuk menghadiri acara pernikahan kakaknya Siska. Ara tidak ingin keluarganya tahu jika dirinya datang untuk menemui Ayahnya. Ara takut mereka akan melarangnya, padahal ia hanya ingin memastikan keadaan Ayahnya saja. Ara masih ingat kemarin Kak Siska mengiriminya pesan jika Ayahnya jatuh sakit dan berharap bisa bertemu dengannya lagi. Ara sempat ragu, tapi kerinduannya pada sosok sang Ayah mengalahkan segala keraguannya itu. Apalagi jika teringat kata-kata kasar nya waktu itu, pasti sangat menyakiti hati Ayahnya. Katakanlah Ara lemah, tapi jika pada dasarnya ia adalah seorang yang mudah memaafkan seperti Bun
"Gak, jangan berterima kasih saat gue merasa jika sedang mengkhianati janji gue pada Ale" "Gue udah bilang kan, selain alamat ButiQ dan nomor hp nya Ale. Gue gak tau lagi hal lainnya mengenai Ale" Ucap Siska lelah karena terus di tanyai prihal Alesha dan keluarganya. Ia kesal bercampur marah karena ini sudah yang ke lima kalinya ia di teror oleh seorang Ryan hari ini. "Hp nya gak aktif dan ButiQ nya tutup" Beber Ryan seolah itu adalah salahnya. Hari ini sudah berkali-kali Ryan mengunjungi ButiQ Alesha namun tutup. Sedangkan nomor hp gadis itu tidak aktif sampai sekarang. "Ya mana gue tahu kenapa nomornya gak aktif sama ButiQ nya tutup" Jawab Siska seadanya. "Lo gak ada info lain? Apapun itu gue mohon... Please" Setelah mendapat kabar jika om Daniel bertemu dengan tante Anika dan Ara, Ryan pun langsung bergerak cepat mencari
"Semakin hari aku semakin sulit mengenali yang mana sebuah kenyataan dan yang mana sebuah hayalan" Alesha memarkirkan mobilnya di depan toko CakeBakery yang terlihat sudah tutup begitupula dengan toko Florist padahal biasanya toko akan tutup sekitar jam 9 malam. Banyaknya mobil di depan rumahnya pun seakan menjawab semua pertanyannya saat ini. Alesha hanya berharap mereka semua tidak mencercanya dengan berbagai pertanyaan dan nasehat karena ia sudah sangat kelelahan dan tak ingin memikirkan apapun lagi. Memejamkan mata adalah hal yang sangat Alesha butuhkan sekarang, sebenarnya bisa saja dirinya tidur di dalam mobil tapi ia memilih menahannya sejenak agar dapat bertemu dengan ranjangnya dan bisa terlelap di sana. Sekarang waktu sudah menunjukan jam 18.17 di dasbor mobilnya. Kepalanya berdenyut sangat sakit dan matanya terasa perih setelah tidak tidur selama l
Alesha terpaku, ia telah kehilangan ayahnya. Kini ia juga kehilangan cinta pertamanya. Delapan jam lebih sudah Alesha mengendarai mobilnya di jalanan, matanya masih fokus menyetir dengan kecepatan rata-rata. Yang berarti sudah delapan jam jugalah ia menghilang tanpa memberi kabar kepada siapapun. Padahal waktu sudah menunjukan jam sembilan malam. Baterai Hpnya pun menunjukkan angka 1% akibat banyaknya mendapat panggilan telepon dan Chat dari banyak orang. Hingga sebuah panggilan yang diberi nama Bunda menjadi panggilan terakhir yang terhubung sebelum Hpnya mati total akibat kehabisan daya. Dan Alesha masih terus melajukan mobilnya,, matanya tidak lelah dan pikirannya sangat terjaga bahkan sanggup untuk menyetir tanpa istirahat hingga sampai ketempat tujuan nya. Flashback Alesha yang tampak kusut berjalan kearah rumah seseorang y
"Aku memaafkan mu mas. Jadi sekarang mas harus mendapatkan maaf dari anak-anak. Aku tidak ingin seumur hidup mereka mendendam pada ayahnya sendiri" Seusai acara, saat semua orang sudah pergi dan hanya menyisakan beberapa staf serta Daniel sekeluarga yang sedari tadi kukuh untuk bertemu dengan salah seorang model. Bahkan sebelum acara itu berakhir Daniel sudah berada dibelakang panggung agar bisa bertemu dengan model tersebut, siapa lagi jika bukan putrinya, Ara. Anika pun sudah menghilang dari tempat duduknya saat matanya tadi terfokus pada Ara. Sepertinya Anika enggan untuk bertemu dengan Daniel, sedangkan sedari tadi putrinya menolak dengan keras walaupun beberapa staf terus membujuknya agar mau bertemu dengan sang Ayah. "Gimana yah Om, Ara nya gak mau" Siska buka suara, bagaimanapun dirinya tidak bisa memaksa karena Ara adalah adik temannya.
Suara itu... Orang itu... Ketakutan itu... Masih menghantuinya, dan jujur ia belum siap menghadapinya. "Astaga Ale. Kenapa pintu lo kunci segala sih?" Marah Mila, namun kekhawatir lebih mendominasi dirinya. Alesha hanya menatap sahabatnya dengan santai kemudian kembali ke tempat duduknya. Sedangkan Mila ingin menangis sekarang, ia takut terjadi apa-apa dengan sahabatnya. Bayangkan saja, karena sejak sejam yang lalu Alesha mengurung diri di ruangannya tanpa sedikitpun merespon panggilan nya. Mata Mila menatap Televisi yang menayangkan kartun Spongebob dalam hati ia bertanya apakah tadi Alesha menonton Berita tentang Ayahnya yang mencari anak-anaknya dan juga mantan isrinya. Melihat Mila yang termenung seraya menatap televisi, sudah cukup untuk membuat Alesha tahu apa isi pikiran sahabatnya saat ini. "Gue nonton tadi beritany
Maka untuk pertama kalinya Alesha belajar untuk melepaskan, tapi kenapa? Untuk melepaskan, ia yang harus lebih terluka? Daniel langsung mengerahkan seluruh anak buahnya untuk mulai melakukan pencarian kepada keluarganya yang bisa di pastikan berada di Jakarta. Ia harus segera menemukan mereka dan menebus kesalahannya walaupun ia yakin itu akan sangat sulit apalagi setelah pertemuannya dengan Ari waktu itu. Daniel bisa merasakan kebencian putranya itu. Dan ia harus siap dengan kebencian dan kemarahan yang akan datang dari Anika, Alesha dan juga Ara. "Untuk apa lagi kau mencari mereka yang tidak ingin bertemu denganmu hah?" Bentak Ian yang mendengar perihal Ari yang hampir saja menghajar Daniel, ditambah lagi Ian begitu ngeri melihat wajah Dany yang sangat babak belur. "Bukan urusan anda" Jawab Daniel dingin. "Apa kau benar-benar ingin di haja
"Saking marahnya aku bahkan bingung, apa aku masih punya perasaan yang lain" Alesha seperti biasa sedang menggambar di buku sketsanya saat Mila masuk dan langsung duduk di hadapannya. Alesha memandang sahabatnya sejenak lalu kembali meneruskan pekerjaannya. Mila yang melihat sang Boss sedang dalam mode serius bekerja semakin bingung bagaimana mengatkannya. Kini sekitar 15 menit sudah berlalu, Alesha merasa ada yang aneh dengan sahabatnya itu, Karena tidak biasanya Mila diam tanpa berkata apa-apa seperti sekarang. "Kenapa?" Tanya Alesha langsung menatap mata sahabat nya dan meninggalkan apa yang sedang di kerjakannya. Mila meneguk ludahnya berat. Lalu tersenyum aneh. Sangat mencurigakan pikir Alesha. "Enggak gue cuman merasa kalau sahabat gue ini kok bisa cantik luar biasa" Alesha mengerutkan dahinya bingun
"Dengarkan ini baik-baik. Bahkan jika anda mati pun, tidak akan membuat saya lebih baik. Karena anda harus hidup, agar benar-benar merasakan apa itu neraka dunia dan saya sendiri yang akan membuat anda merasakan itu!" Selepas melakukan check up di rumah sakit dengan di temani oleh Nayla, mereka pun menuju salah satu pusat pembelanjaan untuk menemui Dany yang hari ini mengajak mereka untuk makan siang bersama. "Ayah denger kan apa kata Dokter Ilham" Kata Nayla pelan seraya menggandeng lengan Ayah tirinya itu. Melihat Daniel yang diam dan terlihat lesu membuat Nayla menghela nafasnya pelan. "Ayah..." Panggil Nayla menyadarkan Daniel dari lamunannya. "Maaf nak Ayah cuman lagi kepikiran sesuatu" Jawab Daniel dengan tersenyum simpul. "Nayla ngerti kok yah... Tapi coba deh Ayah pikir, gimana kalau keadaan Ayah drop, pasti Ayah ga