Tapi sebagai sahabat walaupun harus menjadi setan untuk menentang hubungan di antara Ryan dan Alesha, akan ia lakukan. Benar-benar Mila tak terima jika sahabatnya pada akhirnya harus berdampingan lagi dengan cowok itu.
Mila pun menunjuk dirinya sendiri lalu tertawa sinis.
"Hah!? Eh monyet kalau lo gak mau lihat muka gue lagi... Ngapain datang" Sinis Mila menyilang kan kedua tangannya dan di dukung dengan pelototan mautnya kepada Bima.
"Karena gue menghargai persahabatan kita selama 23 tahun ini"
"23 tahun? Cih ! Lo kira kita udah temenan dari orok"
"Benarkan bahkan sebelum kita masuk sekolah. Play Group, TK, SD, SMP, SMA sampai Universitas pun kita sama. Kecuali Ale dan Dira" kata Bima sambil menghitung menggunakan jarinya.
"Iya juga sih.... Tapi dibandingkan sama yang lain, gue paling Eneg lihat muka lo... Gak cuman gue Dira sama Ale juga"
Bima terkekeh sinis.
"Harusnya kalian berterima kasih, punya temen ganteng macem gue"
"Haiii ngaca! Perlu gue pinjamin kaca"
"Dibandingkan lo sama bang Bayu mah lo gak ada apa-apanya, apalagi sama bang Sam huuu... Lo bagaikan sebutir debu kasar" Tambah Mila.
"Hey jangan bawa-bawa Pacar dan Bang Sam yah kalau membandingkan, ya kalah telak GUE!!" Teriak Bima di akhir kalimatnya.
"GAK USAH TERIAK JUGA KALI!" Teriak balik Mila.
"Kayak cewek aja teriak-teriak" Tambah Mila. Untungnya semua pegawai di sini sudah biasa melihat keributan dan teriakan yang di sebabkan oleh sahabat boss mereka.
Semua pekerja di sini sudah menganggap jika itu adalah aktivitas rutin antara Bima, Mila dan juga Dira.
Dan Pertengkaran mereka berdua pun masih berlanjut dan semakin memanas. Kalau Bima dan Mila bertemu maka perang dunia ke 1 akan langsung dimulai.
Bersyukurlah Dira tidak bisa datang karena masih di Surabaya. Karena kalau sampai cewek itu ikut bergabung maka Perang Dunia ke 2 sudah pasti mengikuti di belakang. Alesha? Ia hanya pendengar dan penengah jika suasana tidak terkendali.
Tentu saja, mana mau Alesha ikut terlibat dalam perkelahian antar bocah.
Tidak jauh dari mereka berdua terlihat Ryan, Nayla dan beberapa orang baru keluar dari salah satu ruangan VIP. Mereka baru saja menyelesaikan meeting termasuk Nayla yang juga adalah model iklan yang dipilih untuk produk baru mereka.
Sebenarnya Ryan enggan untuk menjadikan Nayla sebagai model karena ia takut rumor lain akan muncul. Tapi kontrak Nayla sudah di tanda tangani bahkan sebelum berita pertunangan itu muncul.
Ryan pun kini bertekad untuk menjaga jarak dari Nayla, ini demi kebaikan gadis itu sendiri.
Kembali kepada Ryan berjalan keluar sambil terus memperhatikan Hpnya dan beriringan dengan beberapa oramg termasuk Nayla yang sedari tadi diam-diam mengamati Ryan, ia merasa jika lelaki itu mulai memberi jarak diantara mereka.
Sedih? Tentu saja itulah yang di rasakan Nayla kini.
Ryan pun tanpa sengaja melihat dua orang yang menurutnya tidak asing sedang mengobrol dengan cukup berisik. Seketika dia teringat, bukankah mereka adalah sahabat Alesha dari kecil, yang dulu ia namakan Geng cabe giling.
Dulu ia namankan mereka geng cabe giling karena ucapan mereka sangatlah pedas menusuk hati, apalagi di tambah dengan sikap preman mereka di sekolah dulu.
Ryan pun tanpa ragu menghampiri mereka berdua. Karena kemungkinan besar kedua orang itu masih berhubungan dengan Alesha dan sudah pasti tahu di mana keberadaan Alesha sekarang. Seorang Ryan tidak akan mensia-siakan sebuah kesempatan jika itu berhubungan dengan gadisnyya.
"Untuk urusan yang lain silahkan hubungi sekretaris saya, permisi" Ucap Ryan ke beberapa koleganya dan di angguki oleh mereka.
Melihat Ryan berjalan bukan kearah pintu keluar Restoran membuat Nayla sedikit penasaran "Kak mau kemana?" Tanya Nayla.
Ryan tidak menjawab, lelaki itu seperti mengabaikan kehadiran Nayla. Ryan pun berjalan mendekati dua orang yang di yakininya sebagai sahabat Alesha.
Tanpa sadar ia diikuti oleh Nayla. Bima lah yang pertama menyadari kehadiran Ryan dan langsung menghela nafas kesal.
"Ryan" Ucap Bima lalu menunjuk Ryan dengan kepalanya. Mila pun langsung menoleh kebelakang.
"Wah sial banget!" Gumam Mila sinis.
"Hai" Sapa Ryan, yang hanya dihadiahi pelototan oleh Mila dan di acuhkan oleh Bima yang langsung mengeluarkan Hpnya.
"Dari sekian banyaknya restoran di muka bumi ini kenapa gue harus bertemu mereka ya Tuhan" Ucap Mila mengabaikan sapaan Ryan.
Ryan yang mendengar itu hanya tersenyum, ia harus memaklumikan jika tabiat sahabat gadisnya ini masih sama semenjak SMA.
"Gue cuman..." Ucapan Ryan terputus karena Mila langsung menyela perkataannnya.
"Ngapain sih? Bukannya lo bilang alergi sama cabe giling. Btw thanks berkat lo kita jadi punya nama geng" Tembak Mila langsung, ia males berbasa-basi dengan dua orang terkutuk di hadapannya.
Ryan menghela nafasnya pelan mencoba menahan diri, ia sudah tahu jika respon mereka tentang dirinya sangatlah buruk jika mengingat masa lalu mereka.
"Oh iya btw congrats yah buat pertunangan kalian" Sindir Mila tak tahan.
"Berita itu cuman gossip! Gue udah klarifiasi" Jawab Ryan langsung dengan tegas.
"Oh... Bukannya gosip itu kenyataan yang tertunda" Balas Mila seraya memutar kedua matanya seolah mengejek. Sedangkan Bima diam-diam mendengarkan tapi matanya seolah fokus ke Hp.
"Padahal si cewek ngarep banget tuh. Nikahin gih..." Celetuk Mila memandang tajam Nayla yang berdiri di samping Ryan.
Nayla langsung menundukkan kepalnya, jujur ia masih takut dengan sahabat Alesha yang dulu sempat membully nya.
"Gak usah sok polos, lo juga jadi laki jangan sok kenal sama kita. Najis" Sembur Mila.
"Mila..." lagi-lagi Ryan tak bisa menyelesaikan perkataannya karena Mila langsung memotongnya.
"Duh... jangan panggil nama gue, jijik gue dengernya" Ucap Mila sambil mereba bulu romanya yang benar-benar merinding.
"Kak Mila kan? Seperti yang dikatakan kak Ryan, kita gak ada hubungan apa-apa selain kakak adik" Ucap Nayla lembut ingin mencairkan suasana.
"TERSERAH" Dengus Mila, Bukankah dulu Ayah Alesha dan ibunya cewek ini ngakunya kakak adik tapi.... Iiisss mulut Mila serasa gatal sekali ingin menghujat maklum jiwa netizen.
"Alesha tahu?" Tanya Ryan tiba-tiba.
Mila tertawa meremehkan.
"Sahabat gue tahu ataupun enggak juga dia gak peduli... Santai aja lo bebas mau nikah sama siapa aja. Atau kawin aja malam ini langsung..." Jawab Mila lalu menyilang kan tangannya di dada.
Ryan menghela nafasnya kasar, lalu menyugar rambutnya kebelakang.
"Mila berapa kali gue harus bilang. Gak ada hubungan apa-apa sama Nayla" Ryan mau tidak mau harus menjelaskan kepada Mila. Ia tidak ingin jika nanti Mila ketemu dengan Alesha, cewek itu mengatakan hal yang tidak-tidak.
"Heh... Udah gue bilang kan. I Don't Care"
"Lagipula cowok berengsek macam lo gak pantes buat sahabat gue" Tambahnya lalu tertawa meremehkan.
Terlihat Ryan mengepalkan tangannya.
"Bukannya kata-kata kalian agak keterlaluan? Kenapa ngomong gak sopan gitu sama kak Ryan? Kak Ryan aja nanyanya baik-baik kok" Ucap Nayla akhirnya menunjukan keberaniannya, ia tidak tahan melihat bagaiman mereka memperlakukan Ryan seperti itu.
Mila mengepalkan tangannya marah, ia benci sekali dengan tipikal cewek seperti Nayla. Diam-diam tapi menghayutkan, jujur ia tidak begitu suka dengan orang baik yang lemah lembut seolah selalu meminta perlindungan, tidak bisa mengatasi permasalahannya sendiri, menyebalkan dengusnya.
Lihat setelah mengatkan itu Nayla langsung menyembunyikan dirinya kebelakang Ryan.
"Lo siapa yah? Gue rasa lo gak selevel nimbrung di pembicaraan ini" Ucap Mila dengan muka jahatnya.
"Lagian lo gak usah ikut-ikutan deh sih baik hati. Denger yah kata-kata kita tuh gak sebanding sama apa yang cowok ini lakuin dan juga akibat pelakor kayak nyokap lo..." Kata Mila terpotong saat mendengar teriakan Nayla untuk berhenti mata gadis itu sudah berkaca-kaca.
Nayla tahu kesalahan mamanya, tapi tak bolehkan mamanya dimaafkan dan memperbaiki kesalahan yang dulu diperbuatnya.
Mamanya sekarang sudah berubah dan sangat menyesal.
Mila mendengus.
"Jangan ngeluarin air mata kalau lo gak pernah ngalamin penderitaannya. Simpati, Empati atau apapun itu sahabat gue gak butuh dari lo ataupun pelacur kayak nyokap lo!" Geram Mila.
"Terutama dari orang yang sudah melukainya dan berharap kembali. Gue selalu berdoa semoga lo bukan jodoh yang dipilih Tuhan untuk sahabat gue" Tambah Mila sembari memandang Ryan dengan sinis.
Ryan tertegun, jujur ia marah. Ia sangatlah tahu jika Tante Raya sudah berubah dan sangat menyeseali perbuatannya. Tapi yang paling membuatnya merasa marah adalah saat mendengar jika dia seolah tak pantas untuk Alesha. Memang siapa Mila, berani mengatakan jika dirinya dan Aleshnya tidak pantas bersama!
"Lo pernah dengar setiap orang tidak pernah luput dari kesalahan?" Ucap Ryan tajam, dia benar-benar marah sekarang.
"Gue benci banget dengan orang yang sudah berbuat salah selalu berlindung dengan kata-kata setiap orang tidak pernah luput dari kesalahn" Cibir Mila.
"Seperti yang lo bilang tadi, I don't care. Dan walaupun kesalahan gue gak bakal bisa di maafkan, gue juga gak peduli! Karena bagaimanapun caranya gue bakal menebus semua kesalahan yang sudah gue perbuat"
"Karena keputusan untuk memberikan maaf ada ditangan Alesha bukan lo " Tegas Ryan.
Mila hanya mendengus.
Iya, semua keputusan pada akhirnya ada ditangan Alesha.
Tapi sebagai sahabat walaupun harus menjadi setan untuk menentang hubungan di antara Ryan dan Alesha, akan ia lakukan. Benar-benar Mila tak terima jika sahabatnya pada akhirnya harus berdampingan lagi dengan cowok itu.
Drrrrttttttt
Hp Mila yang di atas meja memunculkan Chat atas nama Ale. Begitu pula Bima yang mendapat Chat atas nama Ale.
Ale
Kalian bikin keributan lagi?
Bukan hanya Mila yang melihat isi Chat yang langsung terpampang di Hpnya namun Ryan juga tidak sengaja melihatnya dan mengerutkan dahinya. Bima yang menyadari itu langsung menendang kaki Mila, seolah memperingatkan.
Ale? Pikir Ryan bertanya-tanya.
~~~
Dudududududududududu Terima kasih telah membaca cerita ini hehehe
"Bahkan dulu, jika Alesha memilih matipun kita akan terima daripada melihatnya hidup tapi... Seperti orang mati" "Hm... Iya, gue mau langsung ketempat Ara, sekalian jemput dia" Alesha pun memandang ke luar jendela seraya terus mendengarkan suara di ujung teleponnya. "Iya Mila... Kalau gak kemalaman, gue mampir" Ucap Alesha, kemudian mematikan panggilan telepon tersebut setelah mendengar jawaban dari yang bersangkutan kemudian meletakkan Hpnya di atas meja. Alesha berjalan menghampiri sisi ruangan yang lain dan langsung membuka jendela ruangannya, memandang langit yang sudah mulai gelap, karena jam telah menunjukan pukul 6 malam. Alesha pun bisa merasakan segelintir angin yang berhembus lumayan kencang, sepertinya malam ini akan turun hujan. Ia menghela nafasnya lelah, Seharusnya sekarang dirinya menemani Ara untuk gladi bersih tapi pekerjaan
Nayla menutup matanya, haruskah sekarang ia benar-benar melepaskan Ryan? Untuk menebus semua kesalahannya. Sekarang Ryan sedang berada di kediaman keluarga Hatmaja. Dirinya mendapat panggilan telepon dari Om Daniel yang memintanya untuk datang ke rumah. Padahal tadi ia berniat ingin mengikuti wanita yang keluar dari Ale ButiQ. Jika kalian bertanya apakah Ryan sempat melihat wajah wanita itu maka ia akan menjawab, Tidak. Hujan deras yang masih membasahi ibukota sangat menyulitkan nya untuk melihat wajahnya. "Benar tadi kamu dan Nayla bertemu dengan sahabatnya Alesha?" Tanya Daniel yang duduk tepat di hadapan Ryan, di sebelah lelaki itu ada Nayla terduduk diam dan juga Tante Raya, ibunya Nayla. Ryan menatap Nayla, pasti dia yang memberitahu Om Daniel dan menceritakan semuanya. Ryan pun hanya mengangguk karena ini bukanlah hal yang harus di rah
Dan pukulan nya ini tidak ada artinya jika mengingat apa yang sudah mereka lakukan kepada keluarganya. Sepulang sekolah Ari dan Ilham teman nya sedang jalan-jalan di salah satu pusat pembelanjaan yang berada tidak jauh dari rumah mereka dan tanpa mengganti seragam sekolah terlebih dahulu. Mereka mengunjungi toko yang menjual berbagai macam peralatan video game. Ari sama seperti anak muda lainnya yang benar-benar sangat menyukai bermain game saat memiliki waktu luang ralat setiap hari. Bahkan dihari Free nya yaitu hari minggu ia bisa mengurung diri seharian di dalam kamar, untung saja Bunda Anika dan Alesha tidak pernah protes dengan hobinya selama tidak mengganggu aktivitas belajar nya dan yang pasti kesehatan nya sendiri. "Pokonya gue harus masuk 3 besar di Olimpiade kali ini" Tekad Ari yang sedang memandang salah satu perlengkapan video game yang s
"Dengarkan ini baik-baik. Bahkan jika anda mati pun, tidak akan membuat saya lebih baik. Karena anda harus hidup, agar benar-benar merasakan apa itu neraka dunia dan saya sendiri yang akan membuat anda merasakan itu!" Selepas melakukan check up di rumah sakit dengan di temani oleh Nayla, mereka pun menuju salah satu pusat pembelanjaan untuk menemui Dany yang hari ini mengajak mereka untuk makan siang bersama. "Ayah denger kan apa kata Dokter Ilham" Kata Nayla pelan seraya menggandeng lengan Ayah tirinya itu. Melihat Daniel yang diam dan terlihat lesu membuat Nayla menghela nafasnya pelan. "Ayah..." Panggil Nayla menyadarkan Daniel dari lamunannya. "Maaf nak Ayah cuman lagi kepikiran sesuatu" Jawab Daniel dengan tersenyum simpul. "Nayla ngerti kok yah... Tapi coba deh Ayah pikir, gimana kalau keadaan Ayah drop, pasti Ayah ga
"Saking marahnya aku bahkan bingung, apa aku masih punya perasaan yang lain" Alesha seperti biasa sedang menggambar di buku sketsanya saat Mila masuk dan langsung duduk di hadapannya. Alesha memandang sahabatnya sejenak lalu kembali meneruskan pekerjaannya. Mila yang melihat sang Boss sedang dalam mode serius bekerja semakin bingung bagaimana mengatkannya. Kini sekitar 15 menit sudah berlalu, Alesha merasa ada yang aneh dengan sahabatnya itu, Karena tidak biasanya Mila diam tanpa berkata apa-apa seperti sekarang. "Kenapa?" Tanya Alesha langsung menatap mata sahabat nya dan meninggalkan apa yang sedang di kerjakannya. Mila meneguk ludahnya berat. Lalu tersenyum aneh. Sangat mencurigakan pikir Alesha. "Enggak gue cuman merasa kalau sahabat gue ini kok bisa cantik luar biasa" Alesha mengerutkan dahinya bingun
Maka untuk pertama kalinya Alesha belajar untuk melepaskan, tapi kenapa? Untuk melepaskan, ia yang harus lebih terluka? Daniel langsung mengerahkan seluruh anak buahnya untuk mulai melakukan pencarian kepada keluarganya yang bisa di pastikan berada di Jakarta. Ia harus segera menemukan mereka dan menebus kesalahannya walaupun ia yakin itu akan sangat sulit apalagi setelah pertemuannya dengan Ari waktu itu. Daniel bisa merasakan kebencian putranya itu. Dan ia harus siap dengan kebencian dan kemarahan yang akan datang dari Anika, Alesha dan juga Ara. "Untuk apa lagi kau mencari mereka yang tidak ingin bertemu denganmu hah?" Bentak Ian yang mendengar perihal Ari yang hampir saja menghajar Daniel, ditambah lagi Ian begitu ngeri melihat wajah Dany yang sangat babak belur. "Bukan urusan anda" Jawab Daniel dingin. "Apa kau benar-benar ingin di haja
Suara itu... Orang itu... Ketakutan itu... Masih menghantuinya, dan jujur ia belum siap menghadapinya. "Astaga Ale. Kenapa pintu lo kunci segala sih?" Marah Mila, namun kekhawatir lebih mendominasi dirinya. Alesha hanya menatap sahabatnya dengan santai kemudian kembali ke tempat duduknya. Sedangkan Mila ingin menangis sekarang, ia takut terjadi apa-apa dengan sahabatnya. Bayangkan saja, karena sejak sejam yang lalu Alesha mengurung diri di ruangannya tanpa sedikitpun merespon panggilan nya. Mata Mila menatap Televisi yang menayangkan kartun Spongebob dalam hati ia bertanya apakah tadi Alesha menonton Berita tentang Ayahnya yang mencari anak-anaknya dan juga mantan isrinya. Melihat Mila yang termenung seraya menatap televisi, sudah cukup untuk membuat Alesha tahu apa isi pikiran sahabatnya saat ini. "Gue nonton tadi beritany
"Aku memaafkan mu mas. Jadi sekarang mas harus mendapatkan maaf dari anak-anak. Aku tidak ingin seumur hidup mereka mendendam pada ayahnya sendiri" Seusai acara, saat semua orang sudah pergi dan hanya menyisakan beberapa staf serta Daniel sekeluarga yang sedari tadi kukuh untuk bertemu dengan salah seorang model. Bahkan sebelum acara itu berakhir Daniel sudah berada dibelakang panggung agar bisa bertemu dengan model tersebut, siapa lagi jika bukan putrinya, Ara. Anika pun sudah menghilang dari tempat duduknya saat matanya tadi terfokus pada Ara. Sepertinya Anika enggan untuk bertemu dengan Daniel, sedangkan sedari tadi putrinya menolak dengan keras walaupun beberapa staf terus membujuknya agar mau bertemu dengan sang Ayah. "Gimana yah Om, Ara nya gak mau" Siska buka suara, bagaimanapun dirinya tidak bisa memaksa karena Ara adalah adik temannya.
Katakanlah Ara lemah, tapi jika pada dasarnya ia adalah seorang yang mudah memaafkan seperti Bundanya, maka semarah apapun Ara pada akhirnya hatinya akan mudah luluh juga. Tanpa sepengetahuan Bunda dan Ari, Ara pun nekat datang sendirian untuk menghadiri acara pernikahan kakaknya Siska. Ara tidak ingin keluarganya tahu jika dirinya datang untuk menemui Ayahnya. Ara takut mereka akan melarangnya, padahal ia hanya ingin memastikan keadaan Ayahnya saja. Ara masih ingat kemarin Kak Siska mengiriminya pesan jika Ayahnya jatuh sakit dan berharap bisa bertemu dengannya lagi. Ara sempat ragu, tapi kerinduannya pada sosok sang Ayah mengalahkan segala keraguannya itu. Apalagi jika teringat kata-kata kasar nya waktu itu, pasti sangat menyakiti hati Ayahnya. Katakanlah Ara lemah, tapi jika pada dasarnya ia adalah seorang yang mudah memaafkan seperti Bun
"Gak, jangan berterima kasih saat gue merasa jika sedang mengkhianati janji gue pada Ale" "Gue udah bilang kan, selain alamat ButiQ dan nomor hp nya Ale. Gue gak tau lagi hal lainnya mengenai Ale" Ucap Siska lelah karena terus di tanyai prihal Alesha dan keluarganya. Ia kesal bercampur marah karena ini sudah yang ke lima kalinya ia di teror oleh seorang Ryan hari ini. "Hp nya gak aktif dan ButiQ nya tutup" Beber Ryan seolah itu adalah salahnya. Hari ini sudah berkali-kali Ryan mengunjungi ButiQ Alesha namun tutup. Sedangkan nomor hp gadis itu tidak aktif sampai sekarang. "Ya mana gue tahu kenapa nomornya gak aktif sama ButiQ nya tutup" Jawab Siska seadanya. "Lo gak ada info lain? Apapun itu gue mohon... Please" Setelah mendapat kabar jika om Daniel bertemu dengan tante Anika dan Ara, Ryan pun langsung bergerak cepat mencari
"Semakin hari aku semakin sulit mengenali yang mana sebuah kenyataan dan yang mana sebuah hayalan" Alesha memarkirkan mobilnya di depan toko CakeBakery yang terlihat sudah tutup begitupula dengan toko Florist padahal biasanya toko akan tutup sekitar jam 9 malam. Banyaknya mobil di depan rumahnya pun seakan menjawab semua pertanyannya saat ini. Alesha hanya berharap mereka semua tidak mencercanya dengan berbagai pertanyaan dan nasehat karena ia sudah sangat kelelahan dan tak ingin memikirkan apapun lagi. Memejamkan mata adalah hal yang sangat Alesha butuhkan sekarang, sebenarnya bisa saja dirinya tidur di dalam mobil tapi ia memilih menahannya sejenak agar dapat bertemu dengan ranjangnya dan bisa terlelap di sana. Sekarang waktu sudah menunjukan jam 18.17 di dasbor mobilnya. Kepalanya berdenyut sangat sakit dan matanya terasa perih setelah tidak tidur selama l
Alesha terpaku, ia telah kehilangan ayahnya. Kini ia juga kehilangan cinta pertamanya. Delapan jam lebih sudah Alesha mengendarai mobilnya di jalanan, matanya masih fokus menyetir dengan kecepatan rata-rata. Yang berarti sudah delapan jam jugalah ia menghilang tanpa memberi kabar kepada siapapun. Padahal waktu sudah menunjukan jam sembilan malam. Baterai Hpnya pun menunjukkan angka 1% akibat banyaknya mendapat panggilan telepon dan Chat dari banyak orang. Hingga sebuah panggilan yang diberi nama Bunda menjadi panggilan terakhir yang terhubung sebelum Hpnya mati total akibat kehabisan daya. Dan Alesha masih terus melajukan mobilnya,, matanya tidak lelah dan pikirannya sangat terjaga bahkan sanggup untuk menyetir tanpa istirahat hingga sampai ketempat tujuan nya. Flashback Alesha yang tampak kusut berjalan kearah rumah seseorang y
"Aku memaafkan mu mas. Jadi sekarang mas harus mendapatkan maaf dari anak-anak. Aku tidak ingin seumur hidup mereka mendendam pada ayahnya sendiri" Seusai acara, saat semua orang sudah pergi dan hanya menyisakan beberapa staf serta Daniel sekeluarga yang sedari tadi kukuh untuk bertemu dengan salah seorang model. Bahkan sebelum acara itu berakhir Daniel sudah berada dibelakang panggung agar bisa bertemu dengan model tersebut, siapa lagi jika bukan putrinya, Ara. Anika pun sudah menghilang dari tempat duduknya saat matanya tadi terfokus pada Ara. Sepertinya Anika enggan untuk bertemu dengan Daniel, sedangkan sedari tadi putrinya menolak dengan keras walaupun beberapa staf terus membujuknya agar mau bertemu dengan sang Ayah. "Gimana yah Om, Ara nya gak mau" Siska buka suara, bagaimanapun dirinya tidak bisa memaksa karena Ara adalah adik temannya.
Suara itu... Orang itu... Ketakutan itu... Masih menghantuinya, dan jujur ia belum siap menghadapinya. "Astaga Ale. Kenapa pintu lo kunci segala sih?" Marah Mila, namun kekhawatir lebih mendominasi dirinya. Alesha hanya menatap sahabatnya dengan santai kemudian kembali ke tempat duduknya. Sedangkan Mila ingin menangis sekarang, ia takut terjadi apa-apa dengan sahabatnya. Bayangkan saja, karena sejak sejam yang lalu Alesha mengurung diri di ruangannya tanpa sedikitpun merespon panggilan nya. Mata Mila menatap Televisi yang menayangkan kartun Spongebob dalam hati ia bertanya apakah tadi Alesha menonton Berita tentang Ayahnya yang mencari anak-anaknya dan juga mantan isrinya. Melihat Mila yang termenung seraya menatap televisi, sudah cukup untuk membuat Alesha tahu apa isi pikiran sahabatnya saat ini. "Gue nonton tadi beritany
Maka untuk pertama kalinya Alesha belajar untuk melepaskan, tapi kenapa? Untuk melepaskan, ia yang harus lebih terluka? Daniel langsung mengerahkan seluruh anak buahnya untuk mulai melakukan pencarian kepada keluarganya yang bisa di pastikan berada di Jakarta. Ia harus segera menemukan mereka dan menebus kesalahannya walaupun ia yakin itu akan sangat sulit apalagi setelah pertemuannya dengan Ari waktu itu. Daniel bisa merasakan kebencian putranya itu. Dan ia harus siap dengan kebencian dan kemarahan yang akan datang dari Anika, Alesha dan juga Ara. "Untuk apa lagi kau mencari mereka yang tidak ingin bertemu denganmu hah?" Bentak Ian yang mendengar perihal Ari yang hampir saja menghajar Daniel, ditambah lagi Ian begitu ngeri melihat wajah Dany yang sangat babak belur. "Bukan urusan anda" Jawab Daniel dingin. "Apa kau benar-benar ingin di haja
"Saking marahnya aku bahkan bingung, apa aku masih punya perasaan yang lain" Alesha seperti biasa sedang menggambar di buku sketsanya saat Mila masuk dan langsung duduk di hadapannya. Alesha memandang sahabatnya sejenak lalu kembali meneruskan pekerjaannya. Mila yang melihat sang Boss sedang dalam mode serius bekerja semakin bingung bagaimana mengatkannya. Kini sekitar 15 menit sudah berlalu, Alesha merasa ada yang aneh dengan sahabatnya itu, Karena tidak biasanya Mila diam tanpa berkata apa-apa seperti sekarang. "Kenapa?" Tanya Alesha langsung menatap mata sahabat nya dan meninggalkan apa yang sedang di kerjakannya. Mila meneguk ludahnya berat. Lalu tersenyum aneh. Sangat mencurigakan pikir Alesha. "Enggak gue cuman merasa kalau sahabat gue ini kok bisa cantik luar biasa" Alesha mengerutkan dahinya bingun
"Dengarkan ini baik-baik. Bahkan jika anda mati pun, tidak akan membuat saya lebih baik. Karena anda harus hidup, agar benar-benar merasakan apa itu neraka dunia dan saya sendiri yang akan membuat anda merasakan itu!" Selepas melakukan check up di rumah sakit dengan di temani oleh Nayla, mereka pun menuju salah satu pusat pembelanjaan untuk menemui Dany yang hari ini mengajak mereka untuk makan siang bersama. "Ayah denger kan apa kata Dokter Ilham" Kata Nayla pelan seraya menggandeng lengan Ayah tirinya itu. Melihat Daniel yang diam dan terlihat lesu membuat Nayla menghela nafasnya pelan. "Ayah..." Panggil Nayla menyadarkan Daniel dari lamunannya. "Maaf nak Ayah cuman lagi kepikiran sesuatu" Jawab Daniel dengan tersenyum simpul. "Nayla ngerti kok yah... Tapi coba deh Ayah pikir, gimana kalau keadaan Ayah drop, pasti Ayah ga