"Gak, jangan berterima kasih saat gue merasa jika sedang mengkhianati janji gue pada Ale"
"Hp nya gak aktif dan ButiQ nya tutup" Beber Ryan seolah itu adalah salahnya.
Hari ini sudah berkali-kali Ryan mengunjungi ButiQ Alesha namun tutup. Sedangkan nomor hp gadis itu tidak aktif sampai sekarang.
"Ya mana gue tahu kenapa nomornya gak aktif sama ButiQ nya tutup" Jawab Siska seadanya.
"Lo gak ada info lain? Apapun itu gue mohon... Please"
Setelah mendapat kabar jika om Daniel bertemu dengan tante Anika dan Ara, Ryan pun langsung bergerak cepat mencari informasi pada Siska, Ryan baru mengetahui jika Siska adalah teman Alesha saat kuliah di London dulu.
Berarti selama beberapa tahun ini Alesha tinggal di London. Pantas saja ia dan om Daniel sangat sulit mencari mereka. Ditambah lagi seperti ada oknum yang cukup berkuasa yang menutupi jejak mereka, terbukti dengan sulitnya anak buah Ryan untuk mendapat informasi mengenai ButiQ Alesha waktu itu.
"Kalau alamat rumah Ale di London gue tahu. Tapi yang di Jakarta gue kurang tahu. Sumpah deh, lo tahu sendirikan gue baru beberapa bulan balik ke Indonesia"
Ryan menghela nafasnya pelan, seandainya saja ia tahu jika Siska mengenal Alesha, pasti sudah sejak dulu mereka akan bertemu kembali karena Ryan pun sudah lama mengenal Siska.
Namun karena Ryan dan juga Siska tidak begitu akrab hingga tak pernah sekali pun mereka berdua membicarakan hal pribadi termasuk tentang Alesha.
"Ale itu orangnya tertutup banget. Sewaktu kuliah pun kita hanya saling kenal, karena Ale walaupun seumuran sama gue dia termasuk senior gue di kampus"
Ryan masih diam mendengarkan dan dalam hati ia bersyukur karena mendengar jika Alesha baik-baik saja selama ini. Namun ia masih terganggu dengan apa yang dikatakan oleh Mila dan juga Bima waktu itu.
"Bahkan dulu, jika Alesha memilih matipun kita akan terima daripada melihatnya hidup tapi... Seperti orang mati"
"Apa pernah terjadi hal yang buruk kepada Alesha? Seingatku dulu dia bukan tipikal orang yang pendiam" Tanya Ryan penasaran.
"Gue juga kurang tahu cuman... gue pernah dengar rumor tentang Ale di kampus. Kalau dia itu psycho..." Ucapan Mila terhenti ketika melihat Ryan terkekeh tidak percaya.
"Jangan ngarang deh" Ucap Ryan menggelengkan kepalanya.
"Beneran. Gue pernah lihat beberapa kali ditangan Ale tuh kadang-kadang ada luka, rumornya sih itu karena korbannya yang balik membalas Ale tapi... balik lagi itu cuman rumor" Ucap Siska karena kurang nyaman menggosipkan teman yang telah banyak membantunya itu.
" Mungkin yang dikatakan sahabatnya waktu itu adalah sebuah rumor juga" Gumam Ryan yang dapat didengar oleh Siska.
"Setahu gue dia punya tiga orang sahabat dari Indonesia yang sering berkunjung saat liburan tapi... Gue yakin lo pun yang ngaku kenal dari kecil dengan Ale pasti kenal dengan mereka juga kan" Jelas Sisk dan itu adalah info yang keberapa sudah ia berikan pada Ryan.
"Info yang satu itu percuma" Balas Ryan.
Ryan menghela nafas frustasi, kembali berurusan dengan ketiga sahabat nya Alesha sama saja dengan ia tidak akan mendapat info apapun, walau ia memiliki nomor Hp mereka sekalipun.
"Social Media? I*******m, F******k, Twitter atau apapun?" Tanya Ryan lagi.
"Dia punya I*******m sih tapi, Ale jarang banget uplod Foto. Sekalinya uplod cuman gambar desain dan pemandangan. Itupun instagramnya diprivate. Mau liat?"
Ryan menggelengkan kepalanya, percuma saja jika gadisnya tidak aktif di social media.
"Tapi ngomong-ngomong Ale Itu nama panggilannya?" Tanya Ryan yang baru menyadari jika Siska juga memanggil Alesha dengan sebutan Ale.
"Bukannya itu nama panggilannya sejak kecil?" Tanya balik Siska. Ryan hanya menggeleng.
"Gue pernah sekali panggil dia Alesha cuman ekspresinya waktu itu..." Ucap Siska seraya mengingat bagaimana raut tidak suka Alesha saat dipanggil begitu dulu.
"Oke soal itu nanti aja kita bicarakan lagi, sekarang masalahnya. Siska gue mohon... Lo pasti punya nomornya Ara kan?"
Siska terdiam yang berarti ia memilikinya namun enggan memberikannya kepada Ryan.
"Anggap aja lo bantuin om Daniel, kasian beliau sampai masuk rumah sakit karena kelelahan mencari keluarganya" Tambah Ryan setelah melihat raut enggan di wajah Siska.
Namun yang dikatakan Ryan benar adanya, kemarin setelah kepergian Anika dan Ara, Daniel langsung mencoba mengejar mobil mereka namun ia gagal dan kembali kehilangan jejak.
Hal itulah yang membuat lelaki tua itu mengelilingi kota Jakarta semalaman suntuk, hingga akhirnya om Daniel yang sebetulnya sedang kelelahan akibat banyaknya pekerjaan dikantor menjadi drop hingga mengalami kecelakaan karena pingsan didalam mobilnya.
Mendengar itu membuat Siska sedikit merasa bersalah, sebetulnya ia memiliki nomor hp Ara, namun ia sudah berjanji pada Alesha. Apa yang harus ia lakukan batinnya benar-benar bimbang sekarang.
Melihat kegelisahan Siska memunculkan kecurigaan Ryan, lelaki itu yakin jika siska menyembunyikan sesuatu.
Sepertinya ia harus benar-benar membuat siska merasa bersalah agar ia mau buka suara.
"Siska, bagaimana jika ini adalah satu-satunya kesempatan terakhir om Daniel untuk bertemu keluarganya. Gue gak mau lo nanti akan sangat merasa bersalah, dan jatuh dalam penyesalan jika semua sudah terlambat. Gue mengatakan ini sebagai seseorang yang masih merasakan perasaan itu"
Siska menghembus nafasnya lemah, ia yakin Alesha akan marah padanya karena melanggar janjinya, tapi ini akan ia lakukan demi Ara. Karena kemarin Siska bisa melihat tatapan kerinduan dari gadis cantik itu pada Ayahnya. Semoga nanti Alesha bisa mengerti akan tindakannya ini.
"Datang ke acara nikahan kakak gue besok. Gue gak bisa memastikan jika Ale datang. Tapi seharusnya ia datang karena Ale perancang gaun pengantin kakak gue"
Senyum mulai terbit disudut bibir Ryan.
"Makasih Siska, Thank you so much"
"Gak, jangan berterima kasih saat gue merasa jika sedang mengkhianati janji gue pada Ale"
~~~
Kelelahan dan kurangnya asupan makan serta cairan menyebabakan Alesha terbaring lemah diatas ranjang rumah sakit sekarang. Wajah Alesha yang terpejam benar-benar sangat pucat.
Di luar Bayu terdiam dan menundukkan kepalanya kebawah, Setelah pingsannya Alesha, Bayu pun merasa sangat bersalah karena terlalu menekan Alesha. Seharusnya ia bisa menahan dirinya, dasar kakak yang tidak berguna sesalnya dalam hati.
"Ale pingsan bukan karena kamu Bayu, ia hanya kelelahan" Ucap Bunda Anika menenangkan Bayu.
"Iya bang, lagian Ale emang ada-ada aja. Bayangkan aja Jakarta Surabaya dan balik lagi ditempuh hanya sehari semalam, siapapun juga bakal pingsan kalau begitu" Sahut Bima yang duduk dihadapannya.
Bayu dan Samuel masih terdiam. Jujur melihat Alesha pingsan membuat mereka sedikit ketakutan, apalagi jika mengingat ucapan terakhir gadis itu sebelum dirinya pingsan.
"Orang itu... Apa benar-benar orang itu? Kalau benar berarti Ale...?" Tanya Samuel.
"Kita harus mencarinya..." Sahut Bunda Anika, ia harus menghentikan ketakutan Putrinya dengan menemukan orang itu dan membuatnya membayar segala perbuatannya.
"Dengan memaksa Ale lagi?" Lirih Bayu, ia sebetulnya sedih melihat Alesha yang sudah Bayu anggap sebagai adiknya sendiri ditekan habis-habisan dengan sedemikian rupa olehnya.
"Jika hanya itu caranya, bukankah harus dicoba. Jangan sampai kita kehilangan seseorang lagi" Ucap Samuel memejamkan matanya.
"Gue gak mau nasib Ale sama seperti dia..." Tambahnya dan membuat suasana menjadi sunyi.
Flashback
Alesha masih menangis sesenggukan, bahkan saat kedua mayat wanita tadi sudah diseret orang itu keluar dan meninggalkan bekas darah disepanjang jalan.
Alesha masih memukuli kepalanya mencoba untuk mengeyahkan segala yang ia lihat tapi sulit, semakin ia ingin melupakan kejadian itu, semakin Alesha mengingatnya dengan baik dan cukup jelas.
"Eveline..." Gumam wanita yang sedari tadi duduk dan menatapnya.
"Lara..." Sambungnya.
"Nama mereka Eveline dan Lara"
"Jika kamu selamat, cari keluarga mereka dan katakan jika mereka berdua sudah mati"
"Dan aku namaku Zivana, jika kamu selamat katakan pada orangtuaku dan kedua saudaraku, Bayu dan Samuel. Aku minta maaf"
Flashback End
Samuel menatap langit melalui jendela ruang inapnya Alesha, terlihat sudah mulai menggelap karena menjelang malam. Hari ini begitu melelahkan, tapi Samuel sangat lega karena mereka tidak kehilangan Alesha.
Bayu menatap Alesha dengan sendu yang masih terbaring lemah dengan raut wajah sangat pucat, hingga sebuah elusan lembut ditangannya menyadarkan dirinya, Mila memberikan senyuman dan hal itu memberikannya sedikit kekuatan untuk menyelesaikan semua masalah.
"Tenang aja, kita gak akan biarin Ale pergi ninggalin kita seperti Zivana" Ucap Mila.
"Tentu, Nasib Zivana dan Ale harus berbeda" Ucapan tegas Samuel membuat Mila sedikit tertegun sedangkan Bayu masih diam.
Sedangkan Ara diam-diam mendapat sebuh pesan dari Siska, sedikit ragu ia pun mulai mengambil keputusan dan mengirim balasan "Iya, Ara akan datang"
Dirumah sakit yang sama Daniel juga terbaring lemah mendapat kunjungan dari Ryan, pemuda itu tersenyum senang dan bahagia. Ia seperti tidak sabar untuk memberikan kabar gembira pada Daniel dan yang lainnya.
"Om, kita sebentar lagi bakal ketemu dengan keluarga om. Jadi om secepatnya harus cepat sembuh" Ucap Ryan seraya tersenyum lebar.
"Benarkah itu?" Tanya Raya yang juga antusias mendengar kabar bahagia tersebut.
"Siska bilang, Ara akan membawa Bundanya dan kedua saudaranya ke acara pernikahan kakaknya Siska besok"
Mendengar itu membuat Daniel terduduk tidak percaya. Wajahnya benar-benar diliputi kebahagiaan.
"Ayah... akhirnya" Sambut Nayla bahagia. Tentu saja ia bahagia jika Ayahnya menemukan kebahagiannya.
"Dan kak Ryan, akhirnya kakak bisa bertemu dengan kak Alesha. Nayla senang mendengarnya" Ucapnya Tulus. Raya yang melihat itu mengelus pelan rambut anaknya. Anaknya sudah dewasa sekarang.
Raya hanya berharap karma yang didapatnya nanti tidak berimbas pada kedua anaknya. Cukup nanti biar dia yang menanggung semuanya.
Dan akan Raya pastikan, untuk membuat semuanya kembali ketempat nya dulu sebelum ia datang dan menghancurkan semuanya. Ia berjanji akan memperbaiki semuanya.
~~~
Katakanlah Ara lemah, tapi jika pada dasarnya ia adalah seorang yang mudah memaafkan seperti Bundanya, maka semarah apapun Ara pada akhirnya hatinya akan mudah luluh juga. Tanpa sepengetahuan Bunda dan Ari, Ara pun nekat datang sendirian untuk menghadiri acara pernikahan kakaknya Siska. Ara tidak ingin keluarganya tahu jika dirinya datang untuk menemui Ayahnya. Ara takut mereka akan melarangnya, padahal ia hanya ingin memastikan keadaan Ayahnya saja. Ara masih ingat kemarin Kak Siska mengiriminya pesan jika Ayahnya jatuh sakit dan berharap bisa bertemu dengannya lagi. Ara sempat ragu, tapi kerinduannya pada sosok sang Ayah mengalahkan segala keraguannya itu. Apalagi jika teringat kata-kata kasar nya waktu itu, pasti sangat menyakiti hati Ayahnya. Katakanlah Ara lemah, tapi jika pada dasarnya ia adalah seorang yang mudah memaafkan seperti Bun
"Kak... Ayah Kak..." Ucap seorang gadis kecil menangis sesenggukan. Alesha yang baru pulang dari sekolah langsung memeluk Adiknya untuk menenangkan, batinya penuh tanya apa yang membuat Adiknya ini menangis. "Kamu kenapa Ara?" Tanyanya lembut. "Hiks... Ayah kak hiks... Ayah mau pergi... Pergi kak... Ninggalin kita hiks" Tangisnya membuat Ara terbata-bata menjawab pertanyaan sang Kakak. BRAK PRANG BRAK Suara benda yang jatuh lalu diikuti suara piring pecah membuat Alesha terkejut, Ara pun semakin menangis kencang di pelukannya. Kini kedua matanya menatap ke arah dapur dengan hati yang gelisah. Alesha mendesis lirih dalam tidurn
Perjumpaan ini bagaikan sebuah pengulangan. Bagi gadisnya untuk pergi meninggalkan dirinya. Seperti yang pernah ia lakukan dulu, pada Aleshanya. Mohon perhatian, Kepada para penumpang pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA328 tujuan Surabaya dipersilahkan masuk melalui pintu A12, Terima Kasih. Ryan melangkah kan kakinya dengan lesu, dia dan Nayla baru saja kembali ke Jakarta setelah 2 hari berada di Surabaya. Gerak-gerik Ryan yang lesu pun tidak luput dari perhatian Nayla yang tanpa sadar terus memandangi lelaki disampingnya itu. Bahkan banyaknya suara dan blitz kamera pun sampai tidak di hiraukan oleh pemuda itu yang masih menampilkan raut lelah namun masih memancarkan kesan dingin di wajahnya. Jangan heran jika banyak suara kamera dan blitz disekitar mereka berdua,
"Karena aku pernah diposisi itu sebelumnya dan berharap agar siapa pun tidak akan pernah mengalaminya, bahkan termasuk orang itu" Your Attention Please, Passengers of Garuda Indonesia on Flight number GA328 to Surabaya Please Boarding From Door A12, Thank You. Alesha melangkahkan kakinya dengan pelan, ia baru saja keluar dari pintu kedatangan di Bandara Soekarno Hatta. Di depannya sekitar satu meter jauhnya ada adiknya Ara dan juga Samuel, sahabatnya yang sedang berjalan beriringan dengan riang. Kombinasi adik dan sahabatnya itu sangatlah cocok sekali, sama-sama cerewet menurut Ari, yaitu kembarannya Ara. Bahkan saking asyiknya berbicara satu sama lain, mereka tidak sadar jika Alesha sudah jauh tertinggal dibelakang. Ada alasan kenapa Alesha berjalan perlahan, karena entah kenapa saat berada di bandara ia selalu saja teringat akan ke
Ryan harus menemukannya dan berusaha agar gadisnya bisa kembali padanya bagaimana pun caranya. Bahkan walau harus dengan cara teregois sekalipun. Daniel Hatmaja lelaki yang sebentar lagi berumur 45 tahun, masih sibuk dengan setumpuk berkas di atas meja kerjanya. Membaca dan menandatangani banyak berkas membuatnya seolah berada di dunia lain. Sejenak Daniel memandang kalender yang menunjukkan tahun 2020, lalu menghela nafasnya lemah. Kini sepuluh tahun sudah Daniel berpisah dengan keluarganya, karena kesalahan fatal yang diperbuatnya dulu. Penyesalan, bagaikan kawan hidupnya kini. Jadi jangan salahkan lelaki itu jika ia lebih memilih menghabiskan waktunya untuk bekerja dan terus bekerja, semua hanya untuk mengalihkan pikirannya yang selalu merindu pada anak-anaknya dan juga mantan istrinya. Dan hanya sebuah foto lama yang keadaannya
Ada yang bilang luka yang menganga lebih baik dari luka yang tak terlihat. Namun bagaimana jika kedua luka itu datang di saat bersamaan? Itu adalah hal yang mengerikan bagi Alesha yang terus mengalaminya sampai saat ini. "Ale, lo denger gak sih?!!" Cekik Mila sambil berdecak pinggang. Dirinya sudah berbicara panjang kali lebar plus tinggi, tapi sang pendengar seperti tidak mendengar apapun. Membuat Mila menjadi geregetan dengan tingkahnya yang sok cool, padahal dalam hati ia mengakui jika Alesha yang sekarang memang sangatlah dingin. Alesha pun menghela nafas lelah kemudian di tatapnya sang sahabat yang berdiri tepat di depan meja kerjanya. "Iya gue dengar, Mila" Jawabnya pelan. "Astaga Ale, kalau denger ya jawab dong pertanyaan gue!" "Jangan diem-diem aja" Kesal Mila, biarlah kata orang ia bawahan kurang ajar kare
"Maka saya akan merebutnya dan membuatnya kembali mencintai saya. Katakanlah saya egois karena Alesha harus menjadi milik saya, hanya saya. Bukan orang lain" Berita pertunangan antara dirinya dan Nayla sukses membuat Ryan kalang kabut dan tidak tenang. Padahal sekarang Ryan memiliki rapat yang sangat penting tapi ia lebih memilih membatalkannya. Bagaimanapun dirinya harus menyelesaikan berita tidak benar itu terlebih dahulu. Saat ini Ryan sudah berada di kediaman keluarga Hatmaja. Bersama kedua orangtuanya, Ryan pun ingin meminta penjelasan karena berita tidak benar itu datang dari pihak orang dalam di perusahaan Hatmaja. "Saya dan Nayla tidak memiliki hubungan yang mengarah ke sana. kami hanya sebatas kakak adik! Jadi saya mohon jangan menyebar kan berita yang tidak benar" Ucap lantang Ryan kepada seluruh keluarga Hatmaja, tidak di pedulikannya kesopanan karena ini masalah ya
Tapi sebagai sahabat walaupun harus menjadi setan untuk menentang hubungan di antara Ryan dan Alesha, akan ia lakukan. Benar-benar Mila tak terima jika sahabatnya pada akhirnya harus berdampingan lagi dengan cowok itu. "Gue bingung kenapa setiap minggu gue harus lihat muka lo lagi... Muka lo lagi" Ujar Bima menunjuk muka Mila yang berada di seberang mejanya, mereka sedang berada di Restoran milik Samuel dan Alesha. Mila pun menunjuk dirinya sendiri lalu tertawa sinis. "Hah!? Eh monyet kalau lo gak mau lihat muka gue lagi... Ngapain datang" Sinis Mila menyilang kan kedua tangannya dan di dukung dengan pelototan mautnya kepada Bima. "Karena gue menghargai persahabatan kita selama 23 tahun ini" "23 tahun? Cih ! Lo kira kita udah temenan dari orok" "Benarkan bahkan sebelum kita masuk sekolah. Play Group, TK, SD, SMP, SMA sampai
Katakanlah Ara lemah, tapi jika pada dasarnya ia adalah seorang yang mudah memaafkan seperti Bundanya, maka semarah apapun Ara pada akhirnya hatinya akan mudah luluh juga. Tanpa sepengetahuan Bunda dan Ari, Ara pun nekat datang sendirian untuk menghadiri acara pernikahan kakaknya Siska. Ara tidak ingin keluarganya tahu jika dirinya datang untuk menemui Ayahnya. Ara takut mereka akan melarangnya, padahal ia hanya ingin memastikan keadaan Ayahnya saja. Ara masih ingat kemarin Kak Siska mengiriminya pesan jika Ayahnya jatuh sakit dan berharap bisa bertemu dengannya lagi. Ara sempat ragu, tapi kerinduannya pada sosok sang Ayah mengalahkan segala keraguannya itu. Apalagi jika teringat kata-kata kasar nya waktu itu, pasti sangat menyakiti hati Ayahnya. Katakanlah Ara lemah, tapi jika pada dasarnya ia adalah seorang yang mudah memaafkan seperti Bun
"Gak, jangan berterima kasih saat gue merasa jika sedang mengkhianati janji gue pada Ale" "Gue udah bilang kan, selain alamat ButiQ dan nomor hp nya Ale. Gue gak tau lagi hal lainnya mengenai Ale" Ucap Siska lelah karena terus di tanyai prihal Alesha dan keluarganya. Ia kesal bercampur marah karena ini sudah yang ke lima kalinya ia di teror oleh seorang Ryan hari ini. "Hp nya gak aktif dan ButiQ nya tutup" Beber Ryan seolah itu adalah salahnya. Hari ini sudah berkali-kali Ryan mengunjungi ButiQ Alesha namun tutup. Sedangkan nomor hp gadis itu tidak aktif sampai sekarang. "Ya mana gue tahu kenapa nomornya gak aktif sama ButiQ nya tutup" Jawab Siska seadanya. "Lo gak ada info lain? Apapun itu gue mohon... Please" Setelah mendapat kabar jika om Daniel bertemu dengan tante Anika dan Ara, Ryan pun langsung bergerak cepat mencari
"Semakin hari aku semakin sulit mengenali yang mana sebuah kenyataan dan yang mana sebuah hayalan" Alesha memarkirkan mobilnya di depan toko CakeBakery yang terlihat sudah tutup begitupula dengan toko Florist padahal biasanya toko akan tutup sekitar jam 9 malam. Banyaknya mobil di depan rumahnya pun seakan menjawab semua pertanyannya saat ini. Alesha hanya berharap mereka semua tidak mencercanya dengan berbagai pertanyaan dan nasehat karena ia sudah sangat kelelahan dan tak ingin memikirkan apapun lagi. Memejamkan mata adalah hal yang sangat Alesha butuhkan sekarang, sebenarnya bisa saja dirinya tidur di dalam mobil tapi ia memilih menahannya sejenak agar dapat bertemu dengan ranjangnya dan bisa terlelap di sana. Sekarang waktu sudah menunjukan jam 18.17 di dasbor mobilnya. Kepalanya berdenyut sangat sakit dan matanya terasa perih setelah tidak tidur selama l
Alesha terpaku, ia telah kehilangan ayahnya. Kini ia juga kehilangan cinta pertamanya. Delapan jam lebih sudah Alesha mengendarai mobilnya di jalanan, matanya masih fokus menyetir dengan kecepatan rata-rata. Yang berarti sudah delapan jam jugalah ia menghilang tanpa memberi kabar kepada siapapun. Padahal waktu sudah menunjukan jam sembilan malam. Baterai Hpnya pun menunjukkan angka 1% akibat banyaknya mendapat panggilan telepon dan Chat dari banyak orang. Hingga sebuah panggilan yang diberi nama Bunda menjadi panggilan terakhir yang terhubung sebelum Hpnya mati total akibat kehabisan daya. Dan Alesha masih terus melajukan mobilnya,, matanya tidak lelah dan pikirannya sangat terjaga bahkan sanggup untuk menyetir tanpa istirahat hingga sampai ketempat tujuan nya. Flashback Alesha yang tampak kusut berjalan kearah rumah seseorang y
"Aku memaafkan mu mas. Jadi sekarang mas harus mendapatkan maaf dari anak-anak. Aku tidak ingin seumur hidup mereka mendendam pada ayahnya sendiri" Seusai acara, saat semua orang sudah pergi dan hanya menyisakan beberapa staf serta Daniel sekeluarga yang sedari tadi kukuh untuk bertemu dengan salah seorang model. Bahkan sebelum acara itu berakhir Daniel sudah berada dibelakang panggung agar bisa bertemu dengan model tersebut, siapa lagi jika bukan putrinya, Ara. Anika pun sudah menghilang dari tempat duduknya saat matanya tadi terfokus pada Ara. Sepertinya Anika enggan untuk bertemu dengan Daniel, sedangkan sedari tadi putrinya menolak dengan keras walaupun beberapa staf terus membujuknya agar mau bertemu dengan sang Ayah. "Gimana yah Om, Ara nya gak mau" Siska buka suara, bagaimanapun dirinya tidak bisa memaksa karena Ara adalah adik temannya.
Suara itu... Orang itu... Ketakutan itu... Masih menghantuinya, dan jujur ia belum siap menghadapinya. "Astaga Ale. Kenapa pintu lo kunci segala sih?" Marah Mila, namun kekhawatir lebih mendominasi dirinya. Alesha hanya menatap sahabatnya dengan santai kemudian kembali ke tempat duduknya. Sedangkan Mila ingin menangis sekarang, ia takut terjadi apa-apa dengan sahabatnya. Bayangkan saja, karena sejak sejam yang lalu Alesha mengurung diri di ruangannya tanpa sedikitpun merespon panggilan nya. Mata Mila menatap Televisi yang menayangkan kartun Spongebob dalam hati ia bertanya apakah tadi Alesha menonton Berita tentang Ayahnya yang mencari anak-anaknya dan juga mantan isrinya. Melihat Mila yang termenung seraya menatap televisi, sudah cukup untuk membuat Alesha tahu apa isi pikiran sahabatnya saat ini. "Gue nonton tadi beritany
Maka untuk pertama kalinya Alesha belajar untuk melepaskan, tapi kenapa? Untuk melepaskan, ia yang harus lebih terluka? Daniel langsung mengerahkan seluruh anak buahnya untuk mulai melakukan pencarian kepada keluarganya yang bisa di pastikan berada di Jakarta. Ia harus segera menemukan mereka dan menebus kesalahannya walaupun ia yakin itu akan sangat sulit apalagi setelah pertemuannya dengan Ari waktu itu. Daniel bisa merasakan kebencian putranya itu. Dan ia harus siap dengan kebencian dan kemarahan yang akan datang dari Anika, Alesha dan juga Ara. "Untuk apa lagi kau mencari mereka yang tidak ingin bertemu denganmu hah?" Bentak Ian yang mendengar perihal Ari yang hampir saja menghajar Daniel, ditambah lagi Ian begitu ngeri melihat wajah Dany yang sangat babak belur. "Bukan urusan anda" Jawab Daniel dingin. "Apa kau benar-benar ingin di haja
"Saking marahnya aku bahkan bingung, apa aku masih punya perasaan yang lain" Alesha seperti biasa sedang menggambar di buku sketsanya saat Mila masuk dan langsung duduk di hadapannya. Alesha memandang sahabatnya sejenak lalu kembali meneruskan pekerjaannya. Mila yang melihat sang Boss sedang dalam mode serius bekerja semakin bingung bagaimana mengatkannya. Kini sekitar 15 menit sudah berlalu, Alesha merasa ada yang aneh dengan sahabatnya itu, Karena tidak biasanya Mila diam tanpa berkata apa-apa seperti sekarang. "Kenapa?" Tanya Alesha langsung menatap mata sahabat nya dan meninggalkan apa yang sedang di kerjakannya. Mila meneguk ludahnya berat. Lalu tersenyum aneh. Sangat mencurigakan pikir Alesha. "Enggak gue cuman merasa kalau sahabat gue ini kok bisa cantik luar biasa" Alesha mengerutkan dahinya bingun
"Dengarkan ini baik-baik. Bahkan jika anda mati pun, tidak akan membuat saya lebih baik. Karena anda harus hidup, agar benar-benar merasakan apa itu neraka dunia dan saya sendiri yang akan membuat anda merasakan itu!" Selepas melakukan check up di rumah sakit dengan di temani oleh Nayla, mereka pun menuju salah satu pusat pembelanjaan untuk menemui Dany yang hari ini mengajak mereka untuk makan siang bersama. "Ayah denger kan apa kata Dokter Ilham" Kata Nayla pelan seraya menggandeng lengan Ayah tirinya itu. Melihat Daniel yang diam dan terlihat lesu membuat Nayla menghela nafasnya pelan. "Ayah..." Panggil Nayla menyadarkan Daniel dari lamunannya. "Maaf nak Ayah cuman lagi kepikiran sesuatu" Jawab Daniel dengan tersenyum simpul. "Nayla ngerti kok yah... Tapi coba deh Ayah pikir, gimana kalau keadaan Ayah drop, pasti Ayah ga