Perjumpaan ini bagaikan sebuah pengulangan. Bagi gadisnya untuk pergi meninggalkan dirinya. Seperti yang pernah ia lakukan dulu, pada Aleshanya.
Ryan melangkah kan kakinya dengan lesu, dia dan Nayla baru saja kembali ke Jakarta setelah 2 hari berada di Surabaya.
Gerak-gerik Ryan yang lesu pun tidak luput dari perhatian Nayla yang tanpa sadar terus memandangi lelaki disampingnya itu.
Bahkan banyaknya suara dan blitz kamera pun sampai tidak di hiraukan oleh pemuda itu yang masih menampilkan raut lelah namun masih memancarkan kesan dingin di wajahnya.
Jangan heran jika banyak suara kamera dan blitz disekitar mereka berdua, karena Nayla adalah seorang aktris yang sedang naik daun. Apalagi lelaki disebelahnya merupakan seorang pengusaha muda yang sangat sukses, hingga menimbulkan banyak keingintahuan orang-orang akan bagaimana hubungan mereka yang sebenarnya.
Mungkin sebagian orang menyangka bahwa mereka memiliki hubungan istimewa, apalagi fans fanatik Nayla selalu saja menjodohkannya dengan Ryan di karenakan moment-mement yang sebenarnya biasa saja menjadi luar biasa di kamera mereka.
Namun kenyataannya sangatlah jauh dari yang orang-orang pikirkan. Karena lelaki di sampingnya ini tidak pernah sekalipun memberikan kesempatan padanya.
Ryan selalu saja mengingatkan Nayla jika hubungan mereka hanyalah sebatas saudara dan tidak akan pernah berubah sampai kapan pun.
Apalagi kini sepuluh tahun sudah berlalu, seorang Ryan Dermawan Bramastya selalu melakukan pencarian ke Surabaya tiap bulannya. Hanya untuk satu tujuan yaitu mencari seorang gadis. Namun nihil karena keberadaan nya bagaikan hilang tanpa jejak.
Jika boleh jujur, Nayla berharap suatu saat laki-laki disampingnya bisa membuka hati untuknya. Tapi harapan itu semakin terkikis saat melihat bagaimana perjuangan Ryan untuk bisa bertemu kembali dengan gadis itu, hingga membuat Nayla mencoba melupakan rasa cintanya walaupun sulit hingga saat ini.
Tapi tak bolehkah, seperti halnya Ryan yang tetap setia menunggu dan mencari selama 10 tahun, dirinya juga melakukan hal yang sama dengan terus berada di samping lelaki itu.
Nayla akui terkadang ia merasa jahat, karena setiap kali mereka kembali dengan tangan kosong, dia merasa lega dan senang. Seperti ada sebuah harapan untuk dirinya bisa terus bisa bersama Ryan.
Hati kecilnya mengatakan, bukankah seseorang yang dicintai pada akhirnya akan kalah pada yang selalu menemani?
"Pasti deh setiap balik dari Surabaya selalu murung" Ucap Nayla, mencoba untuk memulai pembicaraan dengan lelaki yang lebih tua lima tahun darinya itu.
Ryan hanya tersenyum sendu kemudian menggelengkan kepalanya, ia merasa hampa karena lagi-lagi gagal untuk mendapat informasi sekecil apapun tentang gadisnya. Keluarga besar gadis nya tidak pernah memberikan celah sedikit pun padanya. Bahkan para anak buahnya angkat tangan menyerah karena sang gadis bagaikan hilang tanpa jejak.
"Bagaiaman bisa seseorang menghilang seperti ini. Kecuali jika ia benar-benar berniat untuk tidak pernah di temukan" Lirihnya.
Ryan kemudian mengeluarkan Hpnya dan terlihat jelas wallpaper lelaki itu adalah foto gadisnya saat masih berumur 10 tahun. Ryan sedikit tersenyum melihat foto itu dan bertanya-tanya bagaimanakah keadaan gadis manis berambut pendek dengan gaya premannya saat ini.
Memikirkannya saja sudah membangkitkan kenangan akan kebersamaan mereka dulu. Namun hatinya sedikit terusik, mengingat bagaimana Ryan kehilangan gadisnya karena ulahnya sendiri.
Disisi lain, Nayla yang tidak sengaja melihat wallpaper Hp Ryan pun merasa sangat sakit, ia cemburu dan juga iri ketika melihat senyuman tulus yang di berikan Ryan pada sebuah foto. Tapi Nayla tetap tersenyum, bagaimanapun ia ingin selalu menjadi penyemangat untuk lelaki disebelahnya.
"Semangat, kan masih ada bulan-bulan berikutnya..."
"Nayla yakin kok... Pasti bakal ketemu suatu saat...Nanti" Tambahnya walaupun hatinya berat mengucapkan itu.
Munafik bukan? Iya, Nayla menyadari itu.
Mendengar perkataan Nayla membuat Ryan kembali bersemangat. Ia senang jika banyak orang yang mendoakannya seperti itu. Lalu di pandangnya Nayla hingga membuat jantung gadis di sebelahnya itu berdebar tidak karuan.
"Iya, Akan kucari dan kutunggu...Dia..."
"Alesha" Ucapnya pelan bersamaan dengan suara laki-laki yang yang cukup keras nyaris seperti berteriak, juga memanggil nama "ALESHA".
Ryan yang mendengar itu sontak mengedarkan pandangannya, mencari sosok yang dipanggil Alesha. Ia pun tanpa sadar mulai berlari menembus barikade orang-orang yang sedari tadi terus mengambil fotonya dan juga Nayla.
Ryan mulai mendekati wanita yang berambut pendek ataupun bergaya tomboi, entahlah ia pikir Aleshanya masih menyukai gaya itu. Tapi tak ada satupun yang merupakan gadis yang di carinya.
Ryan kemudian menghubungi seseorang.
"Dimana?" Tanyanya nyaris berteriak seraya terus mengedarkan pandangannya ke sana kemari.
Jawaban orang di ujung telepon terlihat tidak memuaskan Ryan hingga aura dingin di pancarkan lelaki iitu.
"Ke sini sekarang dan bawa semua anak buah mu. Juga suruh mereka untuk melacak seseorang bernama Alesha Hatmaja apakah ada melakukan penerbangan hari ini" Ucapnya setelah memberikan perintah langsung mematikan panggilan tersebut lalu langsung mengejar salah seorang gadis berambut pendek di hadapannya.
Nayla yang melihat Ryan berlari ke sana-kemari jelas bingung, namun tak dapat dipungkiri jika ia juga mendengar seseorang memanggil nama Alesha. Dan walaupun sedikit kesusahan karena harus menyeret dua koper Nayla terus mengikuti Ryan, sembari memanggil lelaki itu berkali-kali.
"Kakak kenapa? Bisa aja kan itu bukan Kak Alesha" Ucap Nayla mencoba menghentikan Ryan dari hal yang tengah di lakukan lelaki itu.
"Alesha? Oh maaf" Ucap Ryan setelah membalik seorang gadis berambut pendek, namun bukan lah gadisnya.
"Alesha... Nayla, Kakak yakin dia ada disini... Aku yakin... Kakak bisa merasakannya. Perasaan saat dia ada di sekitarku. Seperti dulu..." Lalu mulai mencari dan mengedarkan pandangannya sekali lagi, berharap ia menemukan apa yang dicarinya.
Dan saat itulah ia melihat seorang gadis berjalan menjauh membelakanginya. Gadis itu mengenakan long dress lengan panjang berwarna putih dengan sedikit bermotif bunga dan jangan lupakan rambut hitam indahnya dengan panjang sepunggung sanggup membuat Ryan sedikit terpana hingga kakinya serasa lumpuh tidak bisa di gerak kan.
"Alesha" Ucap Ryan dengan suara tercekat, entah kenapa saat melihat punggung gadis itu jantungnya berdetak cepat, sangat cepat hingga dirinya tak bisa berpikir jernih.
"ALESHA" Panggilnya dengan lebih nyaring agar gadis itu mendengarnya.
Namun gadis itu, yang ia yakini adalah Alesha masih berjalan menjauhinya seolah-olah mengabaikan semua panggilannya.
Ryan pun ingin berlari mengejarnya, namun Nayla menahannya. Terlihat Nayla khawatir dengan tingkah pemuda berumur 25 tahun ini.
"Kak, ingat banyak yang memperhatikan" Bisik Nayla pelan mencoba menyadarkannya.
Karena di dunia mereka, hal sekecil apapun bisa menjadi berita yang aneh-aneh untuk segelintir orang, apalagi sekarang ada beberapa wartawan.
Tidak seperti Nayla yang sibuk mengkhawatirkan sekitarnya, sedari tadi mata dan pikiran Ryan masih menatap lurus gadis itu yang sedang membuka pintu mobil Toy*ta Agya merah yang terparkir tepat diseberang jalan sana.
Dan tidak ingin membuang kesempatan, Ryan pun meneriakkan sesuatu sehingga ia yakin jika semua orang terutama gadis itu bisa mendengarnya.
"ALESHA BRAMASTYA" Teriaknya menggelegar menghentikan gadis itu saat hendak masuk kedalam mobilnya.
Nayla melotot kan matanya terkejut mendengar teriakkan Ryan. Dan sontak semua orang yang berada di sana juga bertanya-tanya siapakah Alesha Bramastya, terutama para wartawan yang haus akan berita.
Ryan langsung menghempaskan tangan Nayla darinya lalu berlari seperti orang gila saat gadis itu memiringkan wajahnya sedikit kesamping.
Jujur, jantungnya kini masih berdetak sangat kencang saat menatap wajah yang sudah dewasa itu dan tidak salah lagi gadis itu adalah Aleshanya.
Tentu saja Ryan masih ingat pipi, bibir, dan juga mata itu walau belum sepenuhnya wajah cantiknya menoleh padanya.
Sialnya sebuah Bus berhenti di hadapan Ryan untuk menurunkan dan menaikan beberapa penumpang. Namun masalah kecil itu tetap tidak melunturkan senyum bahagianya karena akhirnya ia bisa berjumpa kembali dengan Alesha
Apalagi Alesha berhenti saat Ryan memanggil namanya dengan nama belakang yang selalu gadisnya inginkan, yaitu nama belakangnya. Dan ia berjanji akan mewujudkan impian itu untuk menjadikan Alesha sebagai Nyonya Bramastya.
Tidak ingin membuang waktu Ryan pun berjalan memutari bus yang berhenti di hadapannya tapi Aleshanya sudah masuk kedalam mobil itu.
Ryan yang melihat itu seketika mulai berlari dan tidak di hiraukannya teriakan orang-orang yang kesal karena beberapa kali dirinya menabrak orang yang berlalu-lalang.
Ryan terus berlari, mengejar mobil yang terus melaju dihadapannya sembari memanggil nama Alesha berkali-kali.
Tidak! ia tak bisa kehilangan lagi batinnya berteriak.
Namun keadaan berkata lain, disaat Ryan terus mengejar mobil yang di naiki gadisnya, ia teringat akan masa itu. Dan mulai kehilangan tenaganya untuk terus berlari, hingga Ryan pun tertunduk di jalanan.
Dengan nafas yang masih terengah-engah, ingatan akan masa lalu pun menghampirinya.
"Lo apa-apan sih" Bentak Ryan.
"Kak... Aku kan jagain wajah kakak biar gak di sentuh cewek genit itu" Jawabnya santai sambil terus mengekori Ryan.
Ryan menutup matanya lelah dengan sikap Alesha.
"Bisa gak sih stop ngejar gue?" Ucap Ryan benar-benar lelah melihat tingkah gadis di belakangnya.
"Makanya jangan lari, berjalan perlahan aja. Agar kita bisa berjalan beriringan." Gombalan Alesha yang sudah sangat sering Ryan dengar, hingga membuat pemuda itu merasa jengah.
"Kakak gak tahu sih gimana lelahnya mengejar, tapi aku harap kakak gak akan pernah merasakannya" Sambungnya seraya tersenyum tulus.
Begini kah rasanya? Kalau begitu, dulu ia benar-benar manusia paling berengsek.
"Kak... Kakak gak apa-apa?" Tanya Nayla yang juga ikut terduduk di jalan, ia memang sedari tadi mengejar Ryan terlihat dari nafasnya yang tidak teratur karena berlari tadi.
Gadis itu terlihat khwatir kepada Ryan lalu tanpa di komando tangannya menyetuh wajah pucat lelaki di hadapannya namun Ryan langsung memalingkan wajahnya, bagaimanapun ia masih sadar jika tidak ada yang boleh menyetuh wajahnya selain Alesha nya.
Ryan menatap kepergian Alesha dengan penuh rasa bersalah di dadanya.
Perjumpaan ini bagaikan sebuah pengulangan. Bagi gadisnya untuk pergi meninggalkan dirinya. Seperti yang pernah ia lakukan dulu, pada Aleshanya.
"DAN JANGAN PERNAH MUNCUL DI HADAPANKU LAGI!"
Ryan memejamkan matanya, saat ucapannya dulu pada Alesha kembali teringat dengan jelas di kepalanya. Saat pertemuan terakhir mereka sekitar 10 tahun yang lalu, bagaimana dengan tak ber perasaannya ia terus membiarkan Alesha berlari mengejarnya tanpa memperdulikan gadis itu.
Tubuhnya gemetar, Ryan merasakan hantaman kuat di relung hatinya. Betapa dulu ia begitu melukai gadisnya. Dan Ryan sangat menyesal telah mengucapkan itu karena gadisnya seperti menuruti ucapannya agar jangan pernah muncul lagi dihadapannya.
~~~
Hai Guysss Nyapa doang hehehe Selamat membaca yaa Terima kasih sudah mampir
"Karena aku pernah diposisi itu sebelumnya dan berharap agar siapa pun tidak akan pernah mengalaminya, bahkan termasuk orang itu" Your Attention Please, Passengers of Garuda Indonesia on Flight number GA328 to Surabaya Please Boarding From Door A12, Thank You. Alesha melangkahkan kakinya dengan pelan, ia baru saja keluar dari pintu kedatangan di Bandara Soekarno Hatta. Di depannya sekitar satu meter jauhnya ada adiknya Ara dan juga Samuel, sahabatnya yang sedang berjalan beriringan dengan riang. Kombinasi adik dan sahabatnya itu sangatlah cocok sekali, sama-sama cerewet menurut Ari, yaitu kembarannya Ara. Bahkan saking asyiknya berbicara satu sama lain, mereka tidak sadar jika Alesha sudah jauh tertinggal dibelakang. Ada alasan kenapa Alesha berjalan perlahan, karena entah kenapa saat berada di bandara ia selalu saja teringat akan ke
Ryan harus menemukannya dan berusaha agar gadisnya bisa kembali padanya bagaimana pun caranya. Bahkan walau harus dengan cara teregois sekalipun. Daniel Hatmaja lelaki yang sebentar lagi berumur 45 tahun, masih sibuk dengan setumpuk berkas di atas meja kerjanya. Membaca dan menandatangani banyak berkas membuatnya seolah berada di dunia lain. Sejenak Daniel memandang kalender yang menunjukkan tahun 2020, lalu menghela nafasnya lemah. Kini sepuluh tahun sudah Daniel berpisah dengan keluarganya, karena kesalahan fatal yang diperbuatnya dulu. Penyesalan, bagaikan kawan hidupnya kini. Jadi jangan salahkan lelaki itu jika ia lebih memilih menghabiskan waktunya untuk bekerja dan terus bekerja, semua hanya untuk mengalihkan pikirannya yang selalu merindu pada anak-anaknya dan juga mantan istrinya. Dan hanya sebuah foto lama yang keadaannya
Ada yang bilang luka yang menganga lebih baik dari luka yang tak terlihat. Namun bagaimana jika kedua luka itu datang di saat bersamaan? Itu adalah hal yang mengerikan bagi Alesha yang terus mengalaminya sampai saat ini. "Ale, lo denger gak sih?!!" Cekik Mila sambil berdecak pinggang. Dirinya sudah berbicara panjang kali lebar plus tinggi, tapi sang pendengar seperti tidak mendengar apapun. Membuat Mila menjadi geregetan dengan tingkahnya yang sok cool, padahal dalam hati ia mengakui jika Alesha yang sekarang memang sangatlah dingin. Alesha pun menghela nafas lelah kemudian di tatapnya sang sahabat yang berdiri tepat di depan meja kerjanya. "Iya gue dengar, Mila" Jawabnya pelan. "Astaga Ale, kalau denger ya jawab dong pertanyaan gue!" "Jangan diem-diem aja" Kesal Mila, biarlah kata orang ia bawahan kurang ajar kare
"Maka saya akan merebutnya dan membuatnya kembali mencintai saya. Katakanlah saya egois karena Alesha harus menjadi milik saya, hanya saya. Bukan orang lain" Berita pertunangan antara dirinya dan Nayla sukses membuat Ryan kalang kabut dan tidak tenang. Padahal sekarang Ryan memiliki rapat yang sangat penting tapi ia lebih memilih membatalkannya. Bagaimanapun dirinya harus menyelesaikan berita tidak benar itu terlebih dahulu. Saat ini Ryan sudah berada di kediaman keluarga Hatmaja. Bersama kedua orangtuanya, Ryan pun ingin meminta penjelasan karena berita tidak benar itu datang dari pihak orang dalam di perusahaan Hatmaja. "Saya dan Nayla tidak memiliki hubungan yang mengarah ke sana. kami hanya sebatas kakak adik! Jadi saya mohon jangan menyebar kan berita yang tidak benar" Ucap lantang Ryan kepada seluruh keluarga Hatmaja, tidak di pedulikannya kesopanan karena ini masalah ya
Tapi sebagai sahabat walaupun harus menjadi setan untuk menentang hubungan di antara Ryan dan Alesha, akan ia lakukan. Benar-benar Mila tak terima jika sahabatnya pada akhirnya harus berdampingan lagi dengan cowok itu. "Gue bingung kenapa setiap minggu gue harus lihat muka lo lagi... Muka lo lagi" Ujar Bima menunjuk muka Mila yang berada di seberang mejanya, mereka sedang berada di Restoran milik Samuel dan Alesha. Mila pun menunjuk dirinya sendiri lalu tertawa sinis. "Hah!? Eh monyet kalau lo gak mau lihat muka gue lagi... Ngapain datang" Sinis Mila menyilang kan kedua tangannya dan di dukung dengan pelototan mautnya kepada Bima. "Karena gue menghargai persahabatan kita selama 23 tahun ini" "23 tahun? Cih ! Lo kira kita udah temenan dari orok" "Benarkan bahkan sebelum kita masuk sekolah. Play Group, TK, SD, SMP, SMA sampai
"Bahkan dulu, jika Alesha memilih matipun kita akan terima daripada melihatnya hidup tapi... Seperti orang mati" "Hm... Iya, gue mau langsung ketempat Ara, sekalian jemput dia" Alesha pun memandang ke luar jendela seraya terus mendengarkan suara di ujung teleponnya. "Iya Mila... Kalau gak kemalaman, gue mampir" Ucap Alesha, kemudian mematikan panggilan telepon tersebut setelah mendengar jawaban dari yang bersangkutan kemudian meletakkan Hpnya di atas meja. Alesha berjalan menghampiri sisi ruangan yang lain dan langsung membuka jendela ruangannya, memandang langit yang sudah mulai gelap, karena jam telah menunjukan pukul 6 malam. Alesha pun bisa merasakan segelintir angin yang berhembus lumayan kencang, sepertinya malam ini akan turun hujan. Ia menghela nafasnya lelah, Seharusnya sekarang dirinya menemani Ara untuk gladi bersih tapi pekerjaan
Nayla menutup matanya, haruskah sekarang ia benar-benar melepaskan Ryan? Untuk menebus semua kesalahannya. Sekarang Ryan sedang berada di kediaman keluarga Hatmaja. Dirinya mendapat panggilan telepon dari Om Daniel yang memintanya untuk datang ke rumah. Padahal tadi ia berniat ingin mengikuti wanita yang keluar dari Ale ButiQ. Jika kalian bertanya apakah Ryan sempat melihat wajah wanita itu maka ia akan menjawab, Tidak. Hujan deras yang masih membasahi ibukota sangat menyulitkan nya untuk melihat wajahnya. "Benar tadi kamu dan Nayla bertemu dengan sahabatnya Alesha?" Tanya Daniel yang duduk tepat di hadapan Ryan, di sebelah lelaki itu ada Nayla terduduk diam dan juga Tante Raya, ibunya Nayla. Ryan menatap Nayla, pasti dia yang memberitahu Om Daniel dan menceritakan semuanya. Ryan pun hanya mengangguk karena ini bukanlah hal yang harus di rah
Dan pukulan nya ini tidak ada artinya jika mengingat apa yang sudah mereka lakukan kepada keluarganya. Sepulang sekolah Ari dan Ilham teman nya sedang jalan-jalan di salah satu pusat pembelanjaan yang berada tidak jauh dari rumah mereka dan tanpa mengganti seragam sekolah terlebih dahulu. Mereka mengunjungi toko yang menjual berbagai macam peralatan video game. Ari sama seperti anak muda lainnya yang benar-benar sangat menyukai bermain game saat memiliki waktu luang ralat setiap hari. Bahkan dihari Free nya yaitu hari minggu ia bisa mengurung diri seharian di dalam kamar, untung saja Bunda Anika dan Alesha tidak pernah protes dengan hobinya selama tidak mengganggu aktivitas belajar nya dan yang pasti kesehatan nya sendiri. "Pokonya gue harus masuk 3 besar di Olimpiade kali ini" Tekad Ari yang sedang memandang salah satu perlengkapan video game yang s
Katakanlah Ara lemah, tapi jika pada dasarnya ia adalah seorang yang mudah memaafkan seperti Bundanya, maka semarah apapun Ara pada akhirnya hatinya akan mudah luluh juga. Tanpa sepengetahuan Bunda dan Ari, Ara pun nekat datang sendirian untuk menghadiri acara pernikahan kakaknya Siska. Ara tidak ingin keluarganya tahu jika dirinya datang untuk menemui Ayahnya. Ara takut mereka akan melarangnya, padahal ia hanya ingin memastikan keadaan Ayahnya saja. Ara masih ingat kemarin Kak Siska mengiriminya pesan jika Ayahnya jatuh sakit dan berharap bisa bertemu dengannya lagi. Ara sempat ragu, tapi kerinduannya pada sosok sang Ayah mengalahkan segala keraguannya itu. Apalagi jika teringat kata-kata kasar nya waktu itu, pasti sangat menyakiti hati Ayahnya. Katakanlah Ara lemah, tapi jika pada dasarnya ia adalah seorang yang mudah memaafkan seperti Bun
"Gak, jangan berterima kasih saat gue merasa jika sedang mengkhianati janji gue pada Ale" "Gue udah bilang kan, selain alamat ButiQ dan nomor hp nya Ale. Gue gak tau lagi hal lainnya mengenai Ale" Ucap Siska lelah karena terus di tanyai prihal Alesha dan keluarganya. Ia kesal bercampur marah karena ini sudah yang ke lima kalinya ia di teror oleh seorang Ryan hari ini. "Hp nya gak aktif dan ButiQ nya tutup" Beber Ryan seolah itu adalah salahnya. Hari ini sudah berkali-kali Ryan mengunjungi ButiQ Alesha namun tutup. Sedangkan nomor hp gadis itu tidak aktif sampai sekarang. "Ya mana gue tahu kenapa nomornya gak aktif sama ButiQ nya tutup" Jawab Siska seadanya. "Lo gak ada info lain? Apapun itu gue mohon... Please" Setelah mendapat kabar jika om Daniel bertemu dengan tante Anika dan Ara, Ryan pun langsung bergerak cepat mencari
"Semakin hari aku semakin sulit mengenali yang mana sebuah kenyataan dan yang mana sebuah hayalan" Alesha memarkirkan mobilnya di depan toko CakeBakery yang terlihat sudah tutup begitupula dengan toko Florist padahal biasanya toko akan tutup sekitar jam 9 malam. Banyaknya mobil di depan rumahnya pun seakan menjawab semua pertanyannya saat ini. Alesha hanya berharap mereka semua tidak mencercanya dengan berbagai pertanyaan dan nasehat karena ia sudah sangat kelelahan dan tak ingin memikirkan apapun lagi. Memejamkan mata adalah hal yang sangat Alesha butuhkan sekarang, sebenarnya bisa saja dirinya tidur di dalam mobil tapi ia memilih menahannya sejenak agar dapat bertemu dengan ranjangnya dan bisa terlelap di sana. Sekarang waktu sudah menunjukan jam 18.17 di dasbor mobilnya. Kepalanya berdenyut sangat sakit dan matanya terasa perih setelah tidak tidur selama l
Alesha terpaku, ia telah kehilangan ayahnya. Kini ia juga kehilangan cinta pertamanya. Delapan jam lebih sudah Alesha mengendarai mobilnya di jalanan, matanya masih fokus menyetir dengan kecepatan rata-rata. Yang berarti sudah delapan jam jugalah ia menghilang tanpa memberi kabar kepada siapapun. Padahal waktu sudah menunjukan jam sembilan malam. Baterai Hpnya pun menunjukkan angka 1% akibat banyaknya mendapat panggilan telepon dan Chat dari banyak orang. Hingga sebuah panggilan yang diberi nama Bunda menjadi panggilan terakhir yang terhubung sebelum Hpnya mati total akibat kehabisan daya. Dan Alesha masih terus melajukan mobilnya,, matanya tidak lelah dan pikirannya sangat terjaga bahkan sanggup untuk menyetir tanpa istirahat hingga sampai ketempat tujuan nya. Flashback Alesha yang tampak kusut berjalan kearah rumah seseorang y
"Aku memaafkan mu mas. Jadi sekarang mas harus mendapatkan maaf dari anak-anak. Aku tidak ingin seumur hidup mereka mendendam pada ayahnya sendiri" Seusai acara, saat semua orang sudah pergi dan hanya menyisakan beberapa staf serta Daniel sekeluarga yang sedari tadi kukuh untuk bertemu dengan salah seorang model. Bahkan sebelum acara itu berakhir Daniel sudah berada dibelakang panggung agar bisa bertemu dengan model tersebut, siapa lagi jika bukan putrinya, Ara. Anika pun sudah menghilang dari tempat duduknya saat matanya tadi terfokus pada Ara. Sepertinya Anika enggan untuk bertemu dengan Daniel, sedangkan sedari tadi putrinya menolak dengan keras walaupun beberapa staf terus membujuknya agar mau bertemu dengan sang Ayah. "Gimana yah Om, Ara nya gak mau" Siska buka suara, bagaimanapun dirinya tidak bisa memaksa karena Ara adalah adik temannya.
Suara itu... Orang itu... Ketakutan itu... Masih menghantuinya, dan jujur ia belum siap menghadapinya. "Astaga Ale. Kenapa pintu lo kunci segala sih?" Marah Mila, namun kekhawatir lebih mendominasi dirinya. Alesha hanya menatap sahabatnya dengan santai kemudian kembali ke tempat duduknya. Sedangkan Mila ingin menangis sekarang, ia takut terjadi apa-apa dengan sahabatnya. Bayangkan saja, karena sejak sejam yang lalu Alesha mengurung diri di ruangannya tanpa sedikitpun merespon panggilan nya. Mata Mila menatap Televisi yang menayangkan kartun Spongebob dalam hati ia bertanya apakah tadi Alesha menonton Berita tentang Ayahnya yang mencari anak-anaknya dan juga mantan isrinya. Melihat Mila yang termenung seraya menatap televisi, sudah cukup untuk membuat Alesha tahu apa isi pikiran sahabatnya saat ini. "Gue nonton tadi beritany
Maka untuk pertama kalinya Alesha belajar untuk melepaskan, tapi kenapa? Untuk melepaskan, ia yang harus lebih terluka? Daniel langsung mengerahkan seluruh anak buahnya untuk mulai melakukan pencarian kepada keluarganya yang bisa di pastikan berada di Jakarta. Ia harus segera menemukan mereka dan menebus kesalahannya walaupun ia yakin itu akan sangat sulit apalagi setelah pertemuannya dengan Ari waktu itu. Daniel bisa merasakan kebencian putranya itu. Dan ia harus siap dengan kebencian dan kemarahan yang akan datang dari Anika, Alesha dan juga Ara. "Untuk apa lagi kau mencari mereka yang tidak ingin bertemu denganmu hah?" Bentak Ian yang mendengar perihal Ari yang hampir saja menghajar Daniel, ditambah lagi Ian begitu ngeri melihat wajah Dany yang sangat babak belur. "Bukan urusan anda" Jawab Daniel dingin. "Apa kau benar-benar ingin di haja
"Saking marahnya aku bahkan bingung, apa aku masih punya perasaan yang lain" Alesha seperti biasa sedang menggambar di buku sketsanya saat Mila masuk dan langsung duduk di hadapannya. Alesha memandang sahabatnya sejenak lalu kembali meneruskan pekerjaannya. Mila yang melihat sang Boss sedang dalam mode serius bekerja semakin bingung bagaimana mengatkannya. Kini sekitar 15 menit sudah berlalu, Alesha merasa ada yang aneh dengan sahabatnya itu, Karena tidak biasanya Mila diam tanpa berkata apa-apa seperti sekarang. "Kenapa?" Tanya Alesha langsung menatap mata sahabat nya dan meninggalkan apa yang sedang di kerjakannya. Mila meneguk ludahnya berat. Lalu tersenyum aneh. Sangat mencurigakan pikir Alesha. "Enggak gue cuman merasa kalau sahabat gue ini kok bisa cantik luar biasa" Alesha mengerutkan dahinya bingun
"Dengarkan ini baik-baik. Bahkan jika anda mati pun, tidak akan membuat saya lebih baik. Karena anda harus hidup, agar benar-benar merasakan apa itu neraka dunia dan saya sendiri yang akan membuat anda merasakan itu!" Selepas melakukan check up di rumah sakit dengan di temani oleh Nayla, mereka pun menuju salah satu pusat pembelanjaan untuk menemui Dany yang hari ini mengajak mereka untuk makan siang bersama. "Ayah denger kan apa kata Dokter Ilham" Kata Nayla pelan seraya menggandeng lengan Ayah tirinya itu. Melihat Daniel yang diam dan terlihat lesu membuat Nayla menghela nafasnya pelan. "Ayah..." Panggil Nayla menyadarkan Daniel dari lamunannya. "Maaf nak Ayah cuman lagi kepikiran sesuatu" Jawab Daniel dengan tersenyum simpul. "Nayla ngerti kok yah... Tapi coba deh Ayah pikir, gimana kalau keadaan Ayah drop, pasti Ayah ga