"Bahkan dulu, jika Alesha memilih matipun kita akan terima daripada melihatnya hidup tapi... Seperti orang mati"
Alesha pun memandang ke luar jendela seraya terus mendengarkan suara di ujung teleponnya.
"Iya Mila... Kalau gak kemalaman, gue mampir" Ucap Alesha, kemudian mematikan panggilan telepon tersebut setelah mendengar jawaban dari yang bersangkutan kemudian meletakkan Hpnya di atas meja.
Alesha berjalan menghampiri sisi ruangan yang lain dan langsung membuka jendela ruangannya, memandang langit yang sudah mulai gelap, karena jam telah menunjukan pukul 6 malam.
Alesha pun bisa merasakan segelintir angin yang berhembus lumayan kencang, sepertinya malam ini akan turun hujan. Ia menghela nafasnya lelah, Seharusnya sekarang dirinya menemani Ara untuk gladi bersih tapi pekerjaannya benar-benar menumpuk. Di tambah lagi Alesha tidak tega membiarkan pegawainya harus lembur.
Alesha memijit pelipisnya pelan, sungguh melelahkan tapi ia juga harus bersyukur karena berkat pekerjaannya lah dirinya mampu mengalihkan segala pikiran buruknya.
Drrrrtttttt
Alesha pun menengok kebelakang karena mendengar suara panggilan masuk di Hpnya. Lalu ia berjalan kearah meja tempat di mana tadi ia meletakan Hpnya.
Setelah melihat nama yang tertera di Hpnya Alesha pun tanpa ragu langsung menggeser tombol hijau untuk mengangkat panggilan tersebut.
"Hm?"
Alesha mengerutkan keningnya mendengar penjelasan dari seseorang yang berada di ujung telepon sana, ia merasa kepalanya agak pusing saat mendengar apa yang di katakannya.
"Terima kasih infonya" Lalu langsung mematikan panggilan tersebut.
Lagi-lagi batinnya, kini mereka bahkan bertengkar dengan salah seorang pengunjung. Tidak bisakah mereka berkelahi satu sama lain saja tanpa membawa orang lain?
"Bima... Mila... Kalian ini... Benar-benar!" Gumam Alesha sedikit kesal kepada kedua sahabatnya itu.
Alesha pun langsung mengetik kan pesan di Hpnya.
~~~
Ale
Kalian bikin keributan lagi?
"Ngapain ngintip Chat orang!! Gak sopan banget deh"
"Dan juga apa tadi lo bilang? Kesalahan yah? Kalau gitu kita harus terima kasih. Berkat kesalahan itu Bunda jadi tukang masak, Ara dan Ari jadi tukang kebun terus Ale harus jadi tukang jahit. Kita mewakili Ale mengucapkan terima kasih sekali loh" Tekan Mila ingin membuat kedua orang itu merasa bersalah.
Nayla menutup mulutnya tidak percaya mendengar itu kemudian meneteskan air matanya, ia sedih mendengar kehidupan keluarga Ayah tirinya sekarang. Seberat apakah kehidupan yang di jalani mereka, hingga semua harus bekerja?
Bima benar-benar ingin tertawa mendengar kata ganti yang digunakan oleh Mila, jika Alesha tukang jahit berarti Mila apa? pembantu nya tukang jahit. Tapi Bima menutup mulutnya rapat.
Mila menendang kaki Bima dari bawah meja seakan memberi isyarat untuk jangan tertawa.
"Jangan mendramatisir..." Desis Ryan antara tidak yakin dengan yang di katakan Mila.
Mila membuang nafasnya kasar mendengar desisan Ryan.
"Dramatisir? Oke gue bisa menceritakan kehidupan sahabat gue dengan sangat dramatisir mau denger..." Ucap Mila yang akan memulai sebuah cerita dengan tangan berlipat di dada.
"Setelah ditinggalkan Ayahnya karena seorang pelakor" Uacap Mila lalu menatap tajam Nayla yang langsung mengalihkan pandangannya karena menangis.
"Dan juga di sebut murahan oleh seseorang yang di cintainya" Kemudian menatap Ryan dengan sinis.
"Dan setelah sepuluh tahun mereka kembali dengan sebuah alasan yaitu Penyesalan. Cuiiih..." kekeh Mila.
"Penyesalan? Jangan bikin gue ketawa deh. Lo bilang penyesalan tapi masih berhubungan baik dengan sebuah subjek yang buat kalian begini. Lo pikir aja apa yang ada di pikiran Ale?" Akhirnya Mila bisa mengutarakan isi pikirannya setelah sepuluh tahun lebih dan entah kenapa dadanya membuncah bahagia setelah mengatakan itu semua.
Ucapan Mila terasa menusuk hatinya. Semua yang dikatakan Mila benar, apa yang akan di pikirkan gadisnya jika selama ini dirinya masaih berhubungan baik dengan Nayla, sudah di jamin jika Alesha nya malah akan semakin membencinya.
Namun ditengah itu semua lagi-lagi Ryan dengan otak cerdasnya menangkap sesuatu dari ucapan Mila.
"Ale itu apakah Alesha?" Tanya Ryan tiba-tiba, setelah menyadari jika Mila memanggil Alesha dengan sebutan Ale, padahal seingatnya dulu panggilan Alesha bukan itu dan juga Chat tadi...
Mendengar Ryan menyebut nama panggilan Alesha yang baru, membuat Bima pun langsung buka suara untuk mengalihkan pembicaraan.
"Lo tahu gak? Bagaimana menderitanya Alesha dulu saat bokap nya ninggalin dia. Dan saat lo juga ninggalin dia? Bahkan gue rasa apa yang dia alami setelahnya seperti sebuah neraka dunia" Ucap Bima tenang akhirnya buka suara.
Sontak hal itu membuat Ryan menatap bingung pada Bima, Apa maksudnya?
"Bahkan dulu, jika Alesha memilih matipun kita akan terima daripada melihatnya hidup tapi... Seperti orang mati" Ucap Mila menyambung apa yang ingin di katakan oleh Bima.
"Dia masih bisa hidup sampai sekarang aja bagaikan sebuah keajaiban. Namun sampai saat ini gue yakin dia masih menderita" Sambung Mila dan menarik nafasnya pelan, dadanya seketika terasa sesak saat membicarakan masa lalu.
Bima kembali terdiam, mengingat masa lalu yang begitu buruk pernah terjadi pada Alesha. Beberapa tahun yang lalu adalah titik terpuruk sahabat nya. Tentu saja Bima tahu, karena ia berada di sana saat Alesha di temukan dan jika teringat tatapan sahabatnya dulu ia tidak yakin jika Alesha bisa bertahan.
"Kalian semua gak bakal paham apa yang Alesha alami. Karena kalian meninggalkannya dulu..." Ucap Bima kini ekspresinya berubah jadi dingin.
D sisi lain, Ryan dan Nayla yang mendengar kabar itu sontak tertegun. Dan rasa bersalah semakin menyesakkan dada Ryan.
"Untuk itu biarkan Alesha bahagia tanpa kalian, jangan pernah mengusik atau mencarinya. Katakan itu juga pada Tuan Daniel." Sambung Mila lalu berdiri dari kursinya dan di ikuti oleh Bima.
Tentu saja Mila dan Bima tidak ingin usaha Alesha untuk sembuh berubah sia-sia akibat kembalinya orang-orang dari masa lalunya, tidak akan mereka biarkan itu terjadi.
~~~
Ryan melajukan mobilnya kencang. Pikirannya kacau balau, karena setelah sekian lama akhirnya ia mendapat kabar prihal kabar akan kehidupan Alesha.
Ryan tidak tahu harus bersyukur atau apa, di satu sisi ia bahagia bisa mendengar sesuatu tentang hidup Alesha, namun tetap saja ia tidak tenang saat mendengar bagaimana menderitanya Alesha.
Seandainya dulu ia tidak mengatakan itu pada Alesha.
Seandainya dulu ia ada disaat Alesha membutuhkan dukungannya.
Ryan memberhentikan mobilnya dipinggir jalan dan langsung di sambut dengan hujan yang mengguyur lebat, pikirannya benar-benar kacau. Ia memukul stir mobilnya dan berteriak frustasi, marah akan dirinya sendiri.
"Alesha..." Lirih Ryan menyebut nama Alesha.
"Bahkan dulu, jika Alesha memilih matipun kita akan terima daripada melihatnya hidup tapi... Seperti orang mati"
Teringat dengan perkataan Mila, ia mulai bertanya-tanya bagiamana jika Aleshanya dulu lebih memilih mengakhiri hidupnya? Apa yang sebenarnya terjadi, seingatnya Alesha adalah gadis yang tidak pernah putus asa.
"Alesha apa yang sebenarnya terjadi padamu?" Ryan menutup matanya menahan setetes air mata yang sebentar lagi akan keluar dari pelupuk matanya.
"Kalian semua gak bakal paham apa yang Alesha alami. Karena kalian meninggalkannya dulu..."
"Maafkan aku Alesha... kumohon katakana apa yang bisa kulakukan untuk memperbaiki ini semua" Mohon Ryan sangat putus asa, juga kerinduan yang semakin membuncah di dadanya kepada gadisnya.
"Ale" Pikir Ryan tiba-tiba. Lalu ia teringat jika Mila bilang Ale jadi tukang jahit?
Tunggu, ini belum berakhir. Ia masih ada kesempatan selama nafasnya masih berhembus.
Ryan pun membuka pencarian di G****e.
Kata kunci pertama yang di masukannya Alesha, Ale, Tailor, Desainer, Jahit, Toko, Fashion, Butik.
Banyak pencarian yang muncul.
Cakupan wilayah terlalu besar. Ia menambah kan lagi kata kunci Surabaya, Jakarta.
Dan setelah mencari sekitar lima belas menit lebih ia mendapatkan satu, Ale ButiQ. Tiga puluh menit dari tempatnya sekarang. Setelah menimbang-nimbang akan hal konyol yang di lakukannya, ia pun memilih untuk menuju ButiQ tersebut.
Tidak sulit mencari nya karena ButiQ itu berada di tempat yang cukup strategis. Bahkan tanpa menggunakan g****e map sekalipun mudah untuk di temukan.
ButiQ berlantai 2 dengan nuansa putih yang lebih dominan. Namun sayangnya ButiQ itu sudah tutup, tapi masih terlihat ada satu mobil yang terparkir dan juga satpam yang duduk santai di depan ButiQ tersebut.
Ryan pun sempat berpikirr untuk pulang dan kembali esok, tapi entah kenapa perasaan nya mengatakan jika ia harus menunggu si pemilik mobil keluar.
Ryan memarkirkan mobilnya di samping ButiQ yang kebetulan ada sebuah ATM. Ia tak ingin terlalu kentara jika memarkirkan mobilnya di depan ButiQ.
Hujan masih mengguyur lebat dan udara dingin membuatnya harus mematikan AC mobilnya. Ryan menghela nafasnya frustasi! Apa yang sedang ia lakukan? Sudah setengah jam lebih Ryan menunggu sang pemilik mobil yang bahkan tak dikenalnya, konyol memang.
"Astaga apa yang kulakukan..." Rutuknya.
Tapi saat memikirkan kekonyolan nya itu, ia melihat seorang wanita keluar dari ButiQ lalu berbicara dengan satpam. Ryan tidak bisa melihatnya karena wanita itu membelakanginya dan hujan membuat jarak pandanganya agak kabur.
Wanita itu adalah Alesha. Ia keluar dengan membawa payungnya.
"Pak kunci ada pintu. Kalau dingin masuk aja kedalam. Ada air panas untuk buat minum" Ucap Alesha pada Satpam yang berjaga malam di ButiQ nya.
"Siap Mba" Balasnya dengan gaya memberi hormat.
Alesha yang melihat itu tersenyum simpul mengelengkan kepalanya.
"Hati-hati mbak" Ucap pak satpam saat di lihatnya sang pemilik butik membuka payungnya.
Dari sudut pandang Ryan, ia melihat wanita itu membuka payungnya dan berjalan mendekati mobil yang terparkir di depan ButiQ, hujan deras benar-benar membuatnya kesulitan mengenali wanita itu, apalagi payungnya membuat wajah wanita itu benar-benar tidak begitu kelihatan.
Ryan membuka dashbor mobilnya untuk mengambil kacamatanya, namun sialnya ketinggalan di kantor.
Kemudian saat wanita itu berada di samping pintu mobil, wanita itu mengangkat sedikit payungnya seolah hendak menyangga di bahunya. Dan saat itulah...
~~~
Nayla menutup matanya, haruskah sekarang ia benar-benar melepaskan Ryan? Untuk menebus semua kesalahannya. Sekarang Ryan sedang berada di kediaman keluarga Hatmaja. Dirinya mendapat panggilan telepon dari Om Daniel yang memintanya untuk datang ke rumah. Padahal tadi ia berniat ingin mengikuti wanita yang keluar dari Ale ButiQ. Jika kalian bertanya apakah Ryan sempat melihat wajah wanita itu maka ia akan menjawab, Tidak. Hujan deras yang masih membasahi ibukota sangat menyulitkan nya untuk melihat wajahnya. "Benar tadi kamu dan Nayla bertemu dengan sahabatnya Alesha?" Tanya Daniel yang duduk tepat di hadapan Ryan, di sebelah lelaki itu ada Nayla terduduk diam dan juga Tante Raya, ibunya Nayla. Ryan menatap Nayla, pasti dia yang memberitahu Om Daniel dan menceritakan semuanya. Ryan pun hanya mengangguk karena ini bukanlah hal yang harus di rah
Dan pukulan nya ini tidak ada artinya jika mengingat apa yang sudah mereka lakukan kepada keluarganya. Sepulang sekolah Ari dan Ilham teman nya sedang jalan-jalan di salah satu pusat pembelanjaan yang berada tidak jauh dari rumah mereka dan tanpa mengganti seragam sekolah terlebih dahulu. Mereka mengunjungi toko yang menjual berbagai macam peralatan video game. Ari sama seperti anak muda lainnya yang benar-benar sangat menyukai bermain game saat memiliki waktu luang ralat setiap hari. Bahkan dihari Free nya yaitu hari minggu ia bisa mengurung diri seharian di dalam kamar, untung saja Bunda Anika dan Alesha tidak pernah protes dengan hobinya selama tidak mengganggu aktivitas belajar nya dan yang pasti kesehatan nya sendiri. "Pokonya gue harus masuk 3 besar di Olimpiade kali ini" Tekad Ari yang sedang memandang salah satu perlengkapan video game yang s
"Dengarkan ini baik-baik. Bahkan jika anda mati pun, tidak akan membuat saya lebih baik. Karena anda harus hidup, agar benar-benar merasakan apa itu neraka dunia dan saya sendiri yang akan membuat anda merasakan itu!" Selepas melakukan check up di rumah sakit dengan di temani oleh Nayla, mereka pun menuju salah satu pusat pembelanjaan untuk menemui Dany yang hari ini mengajak mereka untuk makan siang bersama. "Ayah denger kan apa kata Dokter Ilham" Kata Nayla pelan seraya menggandeng lengan Ayah tirinya itu. Melihat Daniel yang diam dan terlihat lesu membuat Nayla menghela nafasnya pelan. "Ayah..." Panggil Nayla menyadarkan Daniel dari lamunannya. "Maaf nak Ayah cuman lagi kepikiran sesuatu" Jawab Daniel dengan tersenyum simpul. "Nayla ngerti kok yah... Tapi coba deh Ayah pikir, gimana kalau keadaan Ayah drop, pasti Ayah ga
"Saking marahnya aku bahkan bingung, apa aku masih punya perasaan yang lain" Alesha seperti biasa sedang menggambar di buku sketsanya saat Mila masuk dan langsung duduk di hadapannya. Alesha memandang sahabatnya sejenak lalu kembali meneruskan pekerjaannya. Mila yang melihat sang Boss sedang dalam mode serius bekerja semakin bingung bagaimana mengatkannya. Kini sekitar 15 menit sudah berlalu, Alesha merasa ada yang aneh dengan sahabatnya itu, Karena tidak biasanya Mila diam tanpa berkata apa-apa seperti sekarang. "Kenapa?" Tanya Alesha langsung menatap mata sahabat nya dan meninggalkan apa yang sedang di kerjakannya. Mila meneguk ludahnya berat. Lalu tersenyum aneh. Sangat mencurigakan pikir Alesha. "Enggak gue cuman merasa kalau sahabat gue ini kok bisa cantik luar biasa" Alesha mengerutkan dahinya bingun
Maka untuk pertama kalinya Alesha belajar untuk melepaskan, tapi kenapa? Untuk melepaskan, ia yang harus lebih terluka? Daniel langsung mengerahkan seluruh anak buahnya untuk mulai melakukan pencarian kepada keluarganya yang bisa di pastikan berada di Jakarta. Ia harus segera menemukan mereka dan menebus kesalahannya walaupun ia yakin itu akan sangat sulit apalagi setelah pertemuannya dengan Ari waktu itu. Daniel bisa merasakan kebencian putranya itu. Dan ia harus siap dengan kebencian dan kemarahan yang akan datang dari Anika, Alesha dan juga Ara. "Untuk apa lagi kau mencari mereka yang tidak ingin bertemu denganmu hah?" Bentak Ian yang mendengar perihal Ari yang hampir saja menghajar Daniel, ditambah lagi Ian begitu ngeri melihat wajah Dany yang sangat babak belur. "Bukan urusan anda" Jawab Daniel dingin. "Apa kau benar-benar ingin di haja
Suara itu... Orang itu... Ketakutan itu... Masih menghantuinya, dan jujur ia belum siap menghadapinya. "Astaga Ale. Kenapa pintu lo kunci segala sih?" Marah Mila, namun kekhawatir lebih mendominasi dirinya. Alesha hanya menatap sahabatnya dengan santai kemudian kembali ke tempat duduknya. Sedangkan Mila ingin menangis sekarang, ia takut terjadi apa-apa dengan sahabatnya. Bayangkan saja, karena sejak sejam yang lalu Alesha mengurung diri di ruangannya tanpa sedikitpun merespon panggilan nya. Mata Mila menatap Televisi yang menayangkan kartun Spongebob dalam hati ia bertanya apakah tadi Alesha menonton Berita tentang Ayahnya yang mencari anak-anaknya dan juga mantan isrinya. Melihat Mila yang termenung seraya menatap televisi, sudah cukup untuk membuat Alesha tahu apa isi pikiran sahabatnya saat ini. "Gue nonton tadi beritany
"Aku memaafkan mu mas. Jadi sekarang mas harus mendapatkan maaf dari anak-anak. Aku tidak ingin seumur hidup mereka mendendam pada ayahnya sendiri" Seusai acara, saat semua orang sudah pergi dan hanya menyisakan beberapa staf serta Daniel sekeluarga yang sedari tadi kukuh untuk bertemu dengan salah seorang model. Bahkan sebelum acara itu berakhir Daniel sudah berada dibelakang panggung agar bisa bertemu dengan model tersebut, siapa lagi jika bukan putrinya, Ara. Anika pun sudah menghilang dari tempat duduknya saat matanya tadi terfokus pada Ara. Sepertinya Anika enggan untuk bertemu dengan Daniel, sedangkan sedari tadi putrinya menolak dengan keras walaupun beberapa staf terus membujuknya agar mau bertemu dengan sang Ayah. "Gimana yah Om, Ara nya gak mau" Siska buka suara, bagaimanapun dirinya tidak bisa memaksa karena Ara adalah adik temannya.
Alesha terpaku, ia telah kehilangan ayahnya. Kini ia juga kehilangan cinta pertamanya. Delapan jam lebih sudah Alesha mengendarai mobilnya di jalanan, matanya masih fokus menyetir dengan kecepatan rata-rata. Yang berarti sudah delapan jam jugalah ia menghilang tanpa memberi kabar kepada siapapun. Padahal waktu sudah menunjukan jam sembilan malam. Baterai Hpnya pun menunjukkan angka 1% akibat banyaknya mendapat panggilan telepon dan Chat dari banyak orang. Hingga sebuah panggilan yang diberi nama Bunda menjadi panggilan terakhir yang terhubung sebelum Hpnya mati total akibat kehabisan daya. Dan Alesha masih terus melajukan mobilnya,, matanya tidak lelah dan pikirannya sangat terjaga bahkan sanggup untuk menyetir tanpa istirahat hingga sampai ketempat tujuan nya. Flashback Alesha yang tampak kusut berjalan kearah rumah seseorang y
Katakanlah Ara lemah, tapi jika pada dasarnya ia adalah seorang yang mudah memaafkan seperti Bundanya, maka semarah apapun Ara pada akhirnya hatinya akan mudah luluh juga. Tanpa sepengetahuan Bunda dan Ari, Ara pun nekat datang sendirian untuk menghadiri acara pernikahan kakaknya Siska. Ara tidak ingin keluarganya tahu jika dirinya datang untuk menemui Ayahnya. Ara takut mereka akan melarangnya, padahal ia hanya ingin memastikan keadaan Ayahnya saja. Ara masih ingat kemarin Kak Siska mengiriminya pesan jika Ayahnya jatuh sakit dan berharap bisa bertemu dengannya lagi. Ara sempat ragu, tapi kerinduannya pada sosok sang Ayah mengalahkan segala keraguannya itu. Apalagi jika teringat kata-kata kasar nya waktu itu, pasti sangat menyakiti hati Ayahnya. Katakanlah Ara lemah, tapi jika pada dasarnya ia adalah seorang yang mudah memaafkan seperti Bun
"Gak, jangan berterima kasih saat gue merasa jika sedang mengkhianati janji gue pada Ale" "Gue udah bilang kan, selain alamat ButiQ dan nomor hp nya Ale. Gue gak tau lagi hal lainnya mengenai Ale" Ucap Siska lelah karena terus di tanyai prihal Alesha dan keluarganya. Ia kesal bercampur marah karena ini sudah yang ke lima kalinya ia di teror oleh seorang Ryan hari ini. "Hp nya gak aktif dan ButiQ nya tutup" Beber Ryan seolah itu adalah salahnya. Hari ini sudah berkali-kali Ryan mengunjungi ButiQ Alesha namun tutup. Sedangkan nomor hp gadis itu tidak aktif sampai sekarang. "Ya mana gue tahu kenapa nomornya gak aktif sama ButiQ nya tutup" Jawab Siska seadanya. "Lo gak ada info lain? Apapun itu gue mohon... Please" Setelah mendapat kabar jika om Daniel bertemu dengan tante Anika dan Ara, Ryan pun langsung bergerak cepat mencari
"Semakin hari aku semakin sulit mengenali yang mana sebuah kenyataan dan yang mana sebuah hayalan" Alesha memarkirkan mobilnya di depan toko CakeBakery yang terlihat sudah tutup begitupula dengan toko Florist padahal biasanya toko akan tutup sekitar jam 9 malam. Banyaknya mobil di depan rumahnya pun seakan menjawab semua pertanyannya saat ini. Alesha hanya berharap mereka semua tidak mencercanya dengan berbagai pertanyaan dan nasehat karena ia sudah sangat kelelahan dan tak ingin memikirkan apapun lagi. Memejamkan mata adalah hal yang sangat Alesha butuhkan sekarang, sebenarnya bisa saja dirinya tidur di dalam mobil tapi ia memilih menahannya sejenak agar dapat bertemu dengan ranjangnya dan bisa terlelap di sana. Sekarang waktu sudah menunjukan jam 18.17 di dasbor mobilnya. Kepalanya berdenyut sangat sakit dan matanya terasa perih setelah tidak tidur selama l
Alesha terpaku, ia telah kehilangan ayahnya. Kini ia juga kehilangan cinta pertamanya. Delapan jam lebih sudah Alesha mengendarai mobilnya di jalanan, matanya masih fokus menyetir dengan kecepatan rata-rata. Yang berarti sudah delapan jam jugalah ia menghilang tanpa memberi kabar kepada siapapun. Padahal waktu sudah menunjukan jam sembilan malam. Baterai Hpnya pun menunjukkan angka 1% akibat banyaknya mendapat panggilan telepon dan Chat dari banyak orang. Hingga sebuah panggilan yang diberi nama Bunda menjadi panggilan terakhir yang terhubung sebelum Hpnya mati total akibat kehabisan daya. Dan Alesha masih terus melajukan mobilnya,, matanya tidak lelah dan pikirannya sangat terjaga bahkan sanggup untuk menyetir tanpa istirahat hingga sampai ketempat tujuan nya. Flashback Alesha yang tampak kusut berjalan kearah rumah seseorang y
"Aku memaafkan mu mas. Jadi sekarang mas harus mendapatkan maaf dari anak-anak. Aku tidak ingin seumur hidup mereka mendendam pada ayahnya sendiri" Seusai acara, saat semua orang sudah pergi dan hanya menyisakan beberapa staf serta Daniel sekeluarga yang sedari tadi kukuh untuk bertemu dengan salah seorang model. Bahkan sebelum acara itu berakhir Daniel sudah berada dibelakang panggung agar bisa bertemu dengan model tersebut, siapa lagi jika bukan putrinya, Ara. Anika pun sudah menghilang dari tempat duduknya saat matanya tadi terfokus pada Ara. Sepertinya Anika enggan untuk bertemu dengan Daniel, sedangkan sedari tadi putrinya menolak dengan keras walaupun beberapa staf terus membujuknya agar mau bertemu dengan sang Ayah. "Gimana yah Om, Ara nya gak mau" Siska buka suara, bagaimanapun dirinya tidak bisa memaksa karena Ara adalah adik temannya.
Suara itu... Orang itu... Ketakutan itu... Masih menghantuinya, dan jujur ia belum siap menghadapinya. "Astaga Ale. Kenapa pintu lo kunci segala sih?" Marah Mila, namun kekhawatir lebih mendominasi dirinya. Alesha hanya menatap sahabatnya dengan santai kemudian kembali ke tempat duduknya. Sedangkan Mila ingin menangis sekarang, ia takut terjadi apa-apa dengan sahabatnya. Bayangkan saja, karena sejak sejam yang lalu Alesha mengurung diri di ruangannya tanpa sedikitpun merespon panggilan nya. Mata Mila menatap Televisi yang menayangkan kartun Spongebob dalam hati ia bertanya apakah tadi Alesha menonton Berita tentang Ayahnya yang mencari anak-anaknya dan juga mantan isrinya. Melihat Mila yang termenung seraya menatap televisi, sudah cukup untuk membuat Alesha tahu apa isi pikiran sahabatnya saat ini. "Gue nonton tadi beritany
Maka untuk pertama kalinya Alesha belajar untuk melepaskan, tapi kenapa? Untuk melepaskan, ia yang harus lebih terluka? Daniel langsung mengerahkan seluruh anak buahnya untuk mulai melakukan pencarian kepada keluarganya yang bisa di pastikan berada di Jakarta. Ia harus segera menemukan mereka dan menebus kesalahannya walaupun ia yakin itu akan sangat sulit apalagi setelah pertemuannya dengan Ari waktu itu. Daniel bisa merasakan kebencian putranya itu. Dan ia harus siap dengan kebencian dan kemarahan yang akan datang dari Anika, Alesha dan juga Ara. "Untuk apa lagi kau mencari mereka yang tidak ingin bertemu denganmu hah?" Bentak Ian yang mendengar perihal Ari yang hampir saja menghajar Daniel, ditambah lagi Ian begitu ngeri melihat wajah Dany yang sangat babak belur. "Bukan urusan anda" Jawab Daniel dingin. "Apa kau benar-benar ingin di haja
"Saking marahnya aku bahkan bingung, apa aku masih punya perasaan yang lain" Alesha seperti biasa sedang menggambar di buku sketsanya saat Mila masuk dan langsung duduk di hadapannya. Alesha memandang sahabatnya sejenak lalu kembali meneruskan pekerjaannya. Mila yang melihat sang Boss sedang dalam mode serius bekerja semakin bingung bagaimana mengatkannya. Kini sekitar 15 menit sudah berlalu, Alesha merasa ada yang aneh dengan sahabatnya itu, Karena tidak biasanya Mila diam tanpa berkata apa-apa seperti sekarang. "Kenapa?" Tanya Alesha langsung menatap mata sahabat nya dan meninggalkan apa yang sedang di kerjakannya. Mila meneguk ludahnya berat. Lalu tersenyum aneh. Sangat mencurigakan pikir Alesha. "Enggak gue cuman merasa kalau sahabat gue ini kok bisa cantik luar biasa" Alesha mengerutkan dahinya bingun
"Dengarkan ini baik-baik. Bahkan jika anda mati pun, tidak akan membuat saya lebih baik. Karena anda harus hidup, agar benar-benar merasakan apa itu neraka dunia dan saya sendiri yang akan membuat anda merasakan itu!" Selepas melakukan check up di rumah sakit dengan di temani oleh Nayla, mereka pun menuju salah satu pusat pembelanjaan untuk menemui Dany yang hari ini mengajak mereka untuk makan siang bersama. "Ayah denger kan apa kata Dokter Ilham" Kata Nayla pelan seraya menggandeng lengan Ayah tirinya itu. Melihat Daniel yang diam dan terlihat lesu membuat Nayla menghela nafasnya pelan. "Ayah..." Panggil Nayla menyadarkan Daniel dari lamunannya. "Maaf nak Ayah cuman lagi kepikiran sesuatu" Jawab Daniel dengan tersenyum simpul. "Nayla ngerti kok yah... Tapi coba deh Ayah pikir, gimana kalau keadaan Ayah drop, pasti Ayah ga