Setelah pertemuan tak sengaja di kota. Mereka akhirnya dipertemukan kembali. Alvan Raditya Anderson, seorang putra pemilik perusahaan yang bergerak di bidang pertanian berjumpa lagi dengan Ellysia Prayogi. Seorang gadis manja yang terpaksa tinggal di perkampungan kecil karena papanya berpura-pura mengalami kebangkrutan. "Hah, dia lagi. Di daerah terpencil kayak gini. Aku ketemu dia lagi. Oh God," batin Alvan saat bertemu Ellysia untuk ketiga kalinya. Di dalam kubangan yang penuh lumut hitam. Ellysia memperhatikan tubuhnya yang terjatuh ke dalam sawah. Sudah seperti monster lumpur saja dirinya. "Ahhh, dasar cowok sialan," umpat Ellysia. "Apa, justru kamu itu yang cewek sialan." Alvan lalu membiarkan gadis itu. Ia lebih memilih meninggalkannya tanpa menolongnya. "Hey, kamu mau ke mana? Cepat bantuin aku!" Alvan menyipitkan mata. "Aku nggak mau nolongin kamu!"
View MoreEllysia pulang dengan kondisi mabuk. Kaki sempoyongan berusaha berdiri tegak dan berjalan menuju mobil. Namun belum sampai pintu mobil itu terbuka. Ellysia terjatuh pingsan.
Seorang pria asing berhasil menangkapnya. Karena melihat kondisi Ellysia yang tak memungkinkan, ia pun berpikir untuk mengantarnya pulang.
Berbekal identitas di tas Ellysia. Pria asing itu mengetahui nama dan alamat yang bisa dituju.
Tiba di depan sebuah rumah mewah yang sangat besar. Pagar tinggi menyambut kedatangan Ellysia. Seorang tenaga keamanan mengintip dari bilik kecil yang tersedia khusus untuknya. Agar mampu mengetahui siapa yang datang.
Melihat mobil Ellysia yang sedang menunggu. Ia pun segera membukakan pintu pagar. Membiarkan mobil itu melaju sedikit kencang dan terparkir sempurna di belakang mobil lainnya yang terparkir di halaman.
"Kencang banget bawa mobilnya," ucap penjaga rumah tadi. Ia pun berjalan mendekat dan membukakan pintu mobil seperti yang sering ia lakukan pada majikan mudanya.
Seorang yang asing muncul dari balik pintu. Mengejutkan mata satpam rumah kediaman keluarga Prayogi.
"Anda siapa?" tanya satpam tersebut.
"Saya bawa majikan kalian. Lebih baik tunjukan, di mana pintu masuk rumahnya?" ucap pria asing tersebut.
Setelah penjaga itu menunjukkan pintu masuk kediaman keluarga Prayogi. Sementara penjaga lain melaporkan apa yang sedang terjadi pada Nona Ellysia. Ada seorang yang terlihat sangat dewasa turun dari tangga melingkar di dalam rumah kediaman Ellysia.
Sosok itu mengenakan setelan piama santai. Tapi tidak dengan langkah kakinya yang sangat tidak santai.
"Pak, Nona Ell sudah pulang," ucap seorang asisten rumah tangga yang menyambut kedatangan Pak David ayo bi tak lain merupakan Papa dari Ellysia.
"Mana pria asing yang membawa putriku?" tanya David. Suaranya seketika menggema memenuhi ruang tamu yang sangat luas itu.
"Sedang menuju ke sini Pak!" jawab si asisten rumah tangga yang selalu berucap dengan menundukkan wajah.
David pun segera menuju sofa di ruang tamu. Diperhatikan pintu besar yang sudah terbuka. Ia menunggu kedatangan putrinya yang sudah sejak tadi dinanti sambil menahan emosi.
Emosi yang terpendam dan kembali tersulut karena ulah putri tunggalnya itu.
Pria asing itu mulai masuk ke pintu utama. Berjalan cepat sampai di sofa ruang tamu keluarga Prayogi. Diletakkan perlahan tubuh Ellysia di sofa.
"Tunggu!" ucap David mencegah pria asing tadi yang langsung berhenti melangkah.
David semakin mendekat ke tempat putrinya yang tak sadarkan diri. Diperhatikan tiap inci tubuh Ellysia. Kemudian ia melihat dengan dekat sosok yang membawa putrinya.
Pria asing itu terlihat berpendidikan dan dingin. Ada juga ketenangan yang terpancar dari matanya. Setelan jas dan sebuah jam tangan yang terlihat mahal sangat cocok melekat sempurna. Sepertinya dia bukan pria sembarangan. Meski begitu, David tidak akan melepaskan siapapun yang pernah menyentuh kulit putrinya. Termasuk pria di depannya.
"Sudah kamu apakan anak saya. Bagaimana bisa dia pulang dalam keadaan seperti ini?" tanya David. Ia semakin mendekat ke arah putrinya yang sedang tak sadarkan diri.
"Saya tidak melakukan apapun. Saya tidak sengaja melihatnya akan mengendarai mobil dalam keadaan mabuk. Maka dari itu saya berusaha menolongnya. Ini kunci mobil putri Bapak. Saya, lebih baik pamit. Ini sudah malam," ucap pria asing itu dengan santai.
"Baik. Tapi, tolong sebutkan nama dan anak siapa kamu. Kalau kamu mau pergi dari sini dengan selamat. Sebab, jika nanti terjadi sesuatu sama anak saya. Saya tinggal cari kamu," jelas David tegas.
"Anda tidak perlu khawatir. Putri Bapak dalam keadaan baik-baik saja. Tapi, kalau Bapak berniat ingin tahu nama saya."
"Sudah sebutkan saja, siapa namamu! Aku tidak akan melepas kamu begitu saja."
"Nama saya, Alvan Raditya Anderson. Saya anak dari Tomi Pratama. Pemilik dari perusahaan Anderson yang ada di kota ini."
"Maksud kamu, Anderson Group?"
"Iya Pak. Kalau begitu, saya permisi," ucap pria yang mengaku bernama Alvan itu. Ia lalu pergi menuju pintu utama untuk keluar.
"Jadi, dia anak tunggal Tomi," pikir David mulai mencerna keadaan. "Kalian, cepat bawa Nona Ell ke kamarnya!" perintah David pada asisten rumah tangga yang sedang bersiap menunggu perintah.
**
Pagi cerah mulai menyapa bumi. Dingin embun sudah hilang sejak tadi. Matahari bersinar terang, sinarnya masuk melalui jendela kaca yang tirainya sudah dibuka.
"Aku masih mau tidur!" ucap Ellysia di atas tempat tidurnya. Ia menarik tubuhnya agar merasa rileks. Selimut kembali menutupi dirinya menghalangi cahaya menyilaukan matanya.
"Nona Ell, ayo cepat bangun. Ini sudah siang!" pinta Tita, asisten rumah tangga yang usianya hanya di atas Ellysia dua tahun. Wajahnya cantik, namun tinggi badannya cukup mungil.
"Aku masih mau tidur!" teriak Ellysia dari tempat tidur.
Tiba-tiba pintu kamar dibuka dengan sangat keras. Seorang pengawal yang sekaligus menjadi sopir pribadi David bernama Alan masuk tanpa permisi. Langkahnya diikuti David dari belakang.
"Selamat pagi Tuan David!" sapa Tita pada papa Ellysia. Tampak sekali wajah majikannya itu geram.
"Cepat bangun dan ikut Papa, Ell!" pinta David di tepi tempat tidur Ellysia.
Ellysia tak menjawab, ia bahkan tak peduli kehadiran sang Papa di kamar.
"Cepat bangunkan Ell, suruh dia siap-siap. Aku mau mengajaknya keluar pagi ini. Ada urusan penting yang harus segera dilakukan," terang David lagi.
"Baik Tuan!" jawab Tita sambil menundukkan wajah memberi hormat.
**
Mobil yang dikendarai David dengan sopirnya telah sampai di depan sebuah gedung. Kini mobil tersebut mulai mencari tempat untuk parkir.
"Pa, Papa mau ajak Ell ke mana sih?" tanya Ellysia yang masih belum tahu apa-apa.
"Ke restoran seafood dekat kantor Papa," jawab Pak David datar.
"Hah, ngapain? Aku kan udah sarapan, terus di sana ada apa, sama siapa? Papa jangan aneh-aneh deh!"
"Di sana ada dokter sama psikiater!"
"Ngapain ada dokter sama psikiater? Pa, mereka bukan buat Ell kan?" Ellysia makin cemas. Ia sedang mencerna apa rencana sang papa untuk dirinya.
"Ya buat kamu lah!"
"What, are you sure Pa?"
"I am sure honey."
**
Tiba di sebuah restoran, Ellysia dan Papanya menuju ke sebuah bagian restoran yang berada sedikit jauh dari keramaian.
"Papa!" panggil Ellysia, gadis itu berharap akan mendapatkan sedikit penjelasan.
"Hemb!" sahut Papanya tak peduli.
"Kita ngapain sih Pa, ke sini?"
"Papa cuma pingin tahu, apa pria yang semalam pulang sama kamu. Benar-benar nggak ngapa-ngapain kamu!"
"Maksudnya, ngapa-ngapain gimana?"
"Jangan-jangan kamu sudah ditiduri sama pria itu."
Ellysia mengingatnya. Ia semalam diantar seorang pria yang bahkan wajahnya pun sudah ia lupakan.
"Pa, ya nggak mungkin lha itu terjadi!" Ellysia menyangkal. Padahal tak ada satupun yang diingat selain dirinya hampir pingsan saat akan masuk ke dalam mobil.
"Kamu pulang dalam keadaan pingsan. Mana mungkin kamu tahu! Itu dia, mereka yang akan memastikan apa kamu masih gadis," ucap David sambil mengarahkan pandangannya ke sebuah meja yang sudah dihuni oleh dua orang.
"Papa, udah gila. Mending aku kabur!" batin Ellysia menyusun rencana.
Rasanya sudah seperti perang dingin. Antara Alvan dan Bima. Selama ini tidak hanya hubungan sebagai teman kerja saja di antara, mereka berdua. Tapi, juga sebagai sahabat karib, yang kemanapun bisa dibilang selalu bersama.Ya, tapi meski begitu, Alvan sadar. Ia bukan anak laki-laki yang baru menginjak remaja. Hati pria dewasa memang rumit. Jika ada yang bisa menjelaskan pun belum tentu orang yang mendapat penjelasan itu akan paham. Dicoba oleh Alvan untuk membuang sikap egois yang mungkin muncul dan tanpa sadar juga dirasakan juga oleh Bima."Bima!" panggil Alvan seperti biasa di ruangan kerjanya."Iya!" Bima mendekat. Ia tersenyum ceria seperti biasa. Mungkin karena merasa sudah menang satu kosong pagi ini dalam mencari perhatian dari Ellysia. Makanya ia bisa bersikap
Malam ini rasanya sulit sekali untuk tidur. Ellysia menatap langit-langit kamarnya yang kosong dan terlihat berlubang. Atapnya berwarna hitam karena adabekas air yang menetes dan agak berlumut. Dulu hal itu terlihat seram. Tapi, untuk saat ini, Ellysa seperti sudah terbiasa.“Besok Papa datang. Mungkin nggak sih kalau papa bakal bawa aku balik ke kota,” gumam Ellysia sendiri. Ia bertanya pada hatinya.Rasanya ingin sekali memejamkan sepasang matanya. Berharap ia bisa segera masuk ke alam mimpi dan bertemu dengan sang papa. Namun, saat dirinya memejamkan mata. Yang muncul bukannya sang papa. Tapi, justru malah pria sok yang akhir-akhir ini terlihat baik.“Alvan!” Ellysia membuka matanya dengan
Ellysia bergegas meninggalkan Alvan dan Pak Heru.. Ia sudah tidak berselera lagi untuk berbasa-basi dengan Alvan.Pak Heru menjadi tidak nyaman. Ia menatap pada Alvan karena merasa bersalah. “Maaf ya Nak. Nak Alvan jdi lihat pemandangan kayak tadi,” ucap Pak Heru.“Nggak papa Paman. Ell emang kayak gitu kan!” Alvan seolah mengerti dengan sifat Ellysia. Dari tempatnya berada, ia bisa melihat Ellysia yang akan masuk ke dalam rumah.Sebelum Ellysia benar-benar masuk. Ia berhenti sejenak pada bibi Tari. Diserahkan amplop yang diterimanya tadi dari Alvan. Amplop yang berisi uang dari hasil kerjanya seharian ini.‘Amplop itu diberikan pada Bibi Tari. Yang bener aja.’ A
Ellysia bisa merasakan peluhnya. Panas siang ini, benar-benar terasa menyengat. Beruntung, ia mampu melewati semua itu. Saat ini ia memutuskan untuk beristirahat. Menunggu waktu yang lima menit lagi adalah waktu untuk pulang kerja.Gadis itu memutuskan untuk berada di salah satu sudut. Di mana sudut itu bisa membuat dirinya mampu untuk melihat senja yang ada di ujung persawahan.Dia mengagumi pemandangan itu. Pemandangan matahari terbenam yang berdiri sendiri dan begitu menyilaukan bagi setiap pasang mata yang melihatnya. Hilang begitu saja, tapi kemunculannya sangat ditunggu-tunggu. Apalagi jika bisa melihatnya di tempat yang nyaman dan tenang, seperti pantai mungkin. Tapi itu, hanya imajinasi dari keinginan terdalam seorang Ellysia.Tak lama setelah itu, seorang pria terli
Alvan kembali ke ruangan miliknya. Diletakkan kembali minuman yang diibawanya tadi di atas meja. Lalu duduk bersandar di kursi. Kedua matanya menerawang ke atap kantor. Hanya kosong yang dilihat. "Perasaan apa ini? Gimana bisa aku jadi kesel banget sama Bima gara-gara lihat dia beri minuman ke Ellysia." Bingung merajai perasaan Alvan. Ia tak paham apa yang menimpa hatinya. Tak pernah seperti ini sebelumnya. Sementara itu, Ellysia yang merasa diperhatikan oleh seseorang tiba-tiba mengawasi sekeliling. Ia mencermati yang ada, tapi dilihat lebih detail. Ternyata tidak ada siapa-siapa yang tampak mencurigakan. Namun, rasanya seperti ada sepasang mata yang melihat ke arahnya. "Ell, kamu kenapa? Kok kayak bingung gitu?" tanya Bima. Ia lalu meneguk minumannya.
Di waktu malam yang begitu dingin, semilir angin sejuk mengalir dari sawah yang ada di sekeliling tempat tinggal Ellysia. Ia menikmati dingin itu, meski terasa tajam menyentuh pada kulit halusnya. Tapi, dibiarkan saja.Tersenyum menatap langit yang banyak bintang, Ellysia sedikit demi sedikit bisa merasa bahagia di tengah keterbatasan yang ada. Tinggal di desa yang sebagian besar dipenuhi persawahan. Baginya ini yang pertama dan paling mengesankan.Sulit sebenarnya menerima apa yang telah terjadi. Namun, seiring waktu ada kesadaran dari hati seorang Ellysia. Ia sadar bahwa dirinya harus berjuang. Mungkin sudah hampir terlambat, tapi ia tetap akan berusaha.Apalagi, mengingat sore ini. Saat dirinya baru pulang bekerja dari tempat Alvan. Ia dengan gaji harian
Siapa sangka, matahari ternyata akan mendung. Cuaca yang tadinya cerah, sudah berubah dengan sangat cepat. Hari yang sudah hampir sore. Jam pulang kerja kan segera tiba. Tapi, yang terjadi justru terasa ada gerimis.Ellysia sudah hampir selesai. Ia mendapatkan tugas untuk membereskan segala perlengkapan yang tadi digunakan untuk menyortir ikan kering. Beberapa kotak baskom yang terbuat dari plastik harus segera dikembalikan ke tempat sanitasi. Sudah ada karyawan yang menunggu untuk membersihkan di sana."Aduhhh …., banyak juga yang perlu dibersihkan. Apa jamku cukup ya?" gumam Ellysia.Ia membawa setumpuk kotak baskom di tangannya. Hampir saja karena buru-buru ia kembali akan terjatuh. Tapi, Alvan berhasil menolongnya."Hati-hati, jangan sampai keteledoran s
Pagi ini matahari bersinar cukup cerah tidak seperti hari-hari sebelumnya. Dimana mendung lebih sering menghiasi langit. Kali ini mentari tersenyum. Menunjukkan kekuasaan sinarnya yang begitu luar biasa.Alvan sudah bersiap di tempat pengepulan. Ia sudah bekerja cukup giat pagi ini. Beberapa karyawan yang juga telah datang ikut menunjukkan loyalitasnya termasuk Ellysia.Gadis itu tampak cukup cekatan enteng membantu beberapa pekerjaan yang dulu sempat membuatnya terkesan sulit untuk melakukan. Namun akhir-akhir ini gadis itu tampak begitu bersemangat.Masih ingat dalam bayangan Alvan, kejadian beberapa hari yang lalu. Saat ia mengetahui Ellysia terisak di dalam kamar mandi. Ia sebenarnya ingin mencari tahu mengapa gadis itu melakukannya. Tapi, dia langsung mengur
Senja terlukis di langit yang begitu luas. Hamparan air di persawahan yang bergelombang menari diterpa angin menghasilkan pemandangan yang tidak bisa diucapkan dengan kata-kata. membuat tenang setiap mata memandang. Apalagi ada angin sejuk yang menyentuh kulit memberi kenyamanan tak terhingga. Senang rasanya bisa berada di persawahan seperti ini.“Ell, cepet bereskan ikan-ikan ini. masukkan ke dalam keranjang!” pinta Bima yang sejak tadi menemani Ellysia bekerja di sawah.Ellysia menoleh. Ia yang sejak tadi memandang hamparan air sawah yang hijau bergegas menghampiri Bima. “Ikan yang mana?” tanya Ellysia.“Yang ini!” jawab Bima sambil menunjuk sebuah keranjang besar. “Itu yang loncat-loncat kamu masukkan lagi ke tempatnya sesuai ukur
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments