Theodore Bresslin yang memiliki segalanya kecuali cinta, memilih untuk mengutuk dan mengurung dirinya sendiri. Kehidupan masa lalu yang kelam serta patah hati mendalam, membuatnya menutup diri dari semua orang. Dia tinggal dalam istananya dan mengusir siapapun yang mencoba mendekat. Hal itu membuatnya tampak begitu berbahaya. Namun, takdir tak membiarkan dia hidup dalam kesepian. Adalah Sarah Delila yang hadir dan mampu mendobrak semua benteng yang susah payah Theodore bangun. Kebaikan dan ketulusan gadis itu berhasil menghidupkan hati yang telah lama mati. Sayang, perjuangan Sarah harus berakhir tatkala Theodore memutuskan untuk menjauh. Keteguhan Sarah diuji saat itu. Bertahan dan berjuang, ataukah merelakan.
View MoreAsisten kepercayaan Theo itu menatap sang majikan dan Sarah secara bergantian. "Kalian ... akan menikah?" tanya Andaru."Kurasa tak pantas untuk menjawab pertanyaanmu di tengah keadaan berduka seperti saat ini, Andaru," sahut Theo mengingatkan."Oh, maafkan saya. Saya hanya ...." Andaru tak melanjutkan kata-katanya, lalu memandang Sarah dengan tatapan terluka. "Kalau begitu, saya permisi," ucap Andaru beberapa saat kemudian. "Saya harus mengurus pemakaman seperti yang diinginkan oleh Tuan Bresslin."Andaru mengangguk hormat pada Charlotte dan Austin, sebelum membalikkan badan meninggalkan ruang perawatan Sarah. Sesaat setelah menutup pintunya, Andaru menarik napas panjang dan mengempaskannya perlahan."Mas Andaru, terima kasih sudah memberikan saya tumpangan sementara sebelum pulang ke Indonesia," ucap Pradnya yang tiba-tiba sudah berdiri di luar kamar perawatan Sarah.Andaru sedikit terkejut. Dia mengusap-usap dadanya, kemudian tersenyum ramah pada Pradnya. "Tidak masalah, jangan ter
Sarah kini sudah berpakaian yang pantas. Charlotte meminjamkan dress cantik bermotif bunga untuk gadis cantik yang baru saja mengikrarkan hubungannya dengan Theo itu. Sambil menggenggam kertas kecil bertuliskan nomor ruangan, Sarah berlari-lari kecil melintasi koridor rumah sakit.Akan tetapi, sesampainya di kamar yang sesuai dengan catatannya, Sarah tak menemukan siapapun di sana. Ruang perawatan itu kosong. "Sebenarnya mereka berniat untuk merawatku di situ, tapi aku menolak. Aku merasa baik-baik saja," tiba-tiba terdengar sebuah suara yang teramat Sarah kenal dari arah belakang. Sarah langsung menoleh dan berbalik. "Theo! Syukurlah kau baik-baik saja!" ujarnya seraya menghambur ke pelukan Theo yang hangat."Maafkan aku karena telah memberimu catatan yang salah." Kata-kata Theo membuat Sarah mengernyit, lalu mengurai pelukannya. "Apa maksudmu?" tanya Sarah ragu."Aku menyuruhmu ke rumah sakit, bukan untuk mendatangi ruangan ini," jawab Theo dengan sorot mata yang tak dapat diartik
"Saya tadi diam-diam menyelinap ke ruang bawah tanah saat anak buah Ammar menyeret mas Andaru dan bapak," tutur Pradnya. "Saat itulah saya mendengar bahwa mereka akan mengeksekusi anda semua tepat tengah hari nanti.""Kenapa harus menunggu sampai tengah hari?" celetuk Andaru. "Untuk memastikan bahwa Ammar sudah menerima mahkotanya lebih dulu," jelas Theo."Jadi, anda berniat untuk menjebak Ammar dengan mahkota itu?" Andaru terbelalak tak percaya. "Apakah pihak berwajib sudah merespons?" "Aku yakin mereka akan segera menanggapi laporan Cedric, mengingat kedekatanku dulu dengan Pak Walikota," gumam Theo."Nanti saja bicaranya, Tuan-tuan. Kita harus segera pergi dari sini sebelum mereka datang," sela Pradnya. Theo dan Andaru saling pandang, lalu mengangguk. "Ayo!"Mereka bertiga bergegas keluar dari ruangan sempit yang mirip sel tersebut. Theo memimpin di depan, dibantu oleh Pradnya yang bertugas sebagai penunjuk arah. "Belok kanan, Sir," ujar Pradnya lirih.Theo terus melangkah waspa
"Andaru? Kau sudah datang?' Theo memicingkan mata seraya berusaha untuk bangkit. "Yes, Sir. Orang-orang Ammar mencegat kami di bandara, sama seperti yang telah anda rencanakan sebelumnya," jawab Andaru sambil membantu Theo untuk duduk. "Apa mereka sudah bergerak ke kandangku?" tanya Theo lagi. "Berdasarkan pengamatan Cedric, mereka sudah mendapatkan mahkotanya, Tuan," jelas Andaru. "Apakah yang kalian maksud itu adalah mahkota yang hendak dicuri oleh gerombolan Fahmi dulu?" sela seseorang yang tak lain adalah Abizar. "Oh, Abizar. Um, maksudku ... Pak Abizar. Apa kabarmu?" sapa theo dengan bahasa tubuh yang terlihat canggung. "Beginilah, Pak," sahut Abizar sembari tersenyum getir. "Saya hanya ingin cepat-cepat bertemu dengan putri saya," lanjutnya. Theo tertegun sejenak, lalu tersenyum. "Putrimu aman bersama kedua orang tuaku," ujarnya pelan. "Benarkah? Oh, syukurlah," Abizar mengembuskan napas lega. "Lalu ... bagaimana setelah ini, Pak?" tanya Andaru. "Kau tenang saja," Theo
Ammar tertawa nyaring hingga suaranya menggema ke setiap sudut ruangan. "Sarah Delila bukan barang dagangan. Dia tidak dijual. Kami hanya menjual keperawanannya saja, tapi tidak dengan tubuhnya," tolak Ammar. "Oh, jadi Sarah Delila hanyalah properti?" Theo memicingkan mata seraya menatap tajam ke arah pria berambut hitam dan lurus itu. "Benar sekali. Sarah Delila adalah properti kami. Seumur hidupnya, gadis itu adalah milik organisasi kami," tegas Ammar. "Bagaimana jika kutukar dengan mahkota Blood Diamond?" Theo mengangkat satu alisnya. Senyum menyeringai terukir di wajah tampan itu. Ammar terkesiap untuk sesaat. Tampaknya dia berpikir keras untuk menjawab tawaran Theo. "Aku sudah menyuruh anak buahmu untuk menggeledah kediaman Baskoro dan villamu yang berada di Bali. Mahkota itu tak ada di sana," ujarnya. "Tentu saja tak ada di sana. Aku tak pernah membawa mahkota itu ke Indonesia," Theo tertawa mengejek. "Ta-tapi, anak buahku sudah menyelidiki bahwa mahkota itu selalu kau bawa
Theo mengendarai motor dalam kecepatan tinggi dan tiba di tempat yang dituju sepuluh menit kemudian. Dia memarkirkan motornya secara asal di depan sebuah gedung tua yang sudah tak terpakai di sisi lain kota London. Theo seolah tak takut jika seseorang membawa motornya pergi.Tak ingin membuang waktu, Theo menendang pintu masuk gedung kosong itu sekuat tenaga, hingga terlepas dari engselnya. Dilayangkannya pandangan ke sekeliling aula yang tampak tak terawat itu. Theo lalu mendekat ke arah lift yang akan membawanya ke bawah tanah. Dia berniat masuk ke sana ketika menyadari bahwa lift itu telah rusak. "Apa-apaan ini?" geramnya tak percaya.Tangan kekar Theo menggebrak pintu lift sekencang mungkin, lalu berbalik mengitari ruangan luas tersebut untuk mencari jalan turun lain. Namun sepertinya, lift tersebut hanyalah satu-satunya cara menuju markas rahasia Ammar. Theo memutar otak, lalu menghubungi anak buahnya. "Aku kesulitan memasuki markas Ammar, Cedric. Apakah kau tidak mempunyai infor
"Sebenarnya kau tidak benar-benar menghilang, Jonathan. Aku menyuruh Troy untuk selalu melacak keberadaanmu," sela Charlotte sembari menyunggingkan senyum puas."Betul sekali. Itu karena aku yang paling cerdas di keluarga ini," timpal Troy bangga. "Theodore Bresslin menjadi tokoh dunia hitam yang paling disegani, sampai-sampai pak walikota meminta dukungannya untuk mencalonkan ulang," lanjutnya. "Sayang sekali, Theo harus tergelincir kerikil kecil saat jatuh cinta pada istri sepupunya sendiri.""Sejak saat itu, Theo benar-benar menghilang dari jangkauan kami dan sama sekali tak terlihat atau terdengar kabarnya sampai detik ini," sambung Austin."Aku sudah tidak berkecimpung lagi di dunia hitam. Dulu aku membekukan bisnisku dan mengalihkannya ke sektor legal, sebelum aku pindah ke Indonesia," tutur Theo."Patah hati membuat orang berubah," Brendan menggeleng pelan."Akan tetapi, sekarang ... aku terpaksa harus menghidupkan kembali jaringanku untuk menghancurkan orang-orang yang sudah m
"Kami tidak pernah mengusirmu, Jonathan. Kau sendiri yang memilih untuk menjauh," sanggah Austin. Pria yang masih terlihat gagah di usianya yang tak lagi muda itu melipat kedua tangannya di dada sambil sesekali melirik ke arah Sarah. "Duduk dulu, Nak. Kita cari tempat yang lebih nyaman untuk mengobrol," Charlotte meraih tangan Sarah dan mengajaknya ke teras berukuran luas yang terletak di samping mansion. Sementara anggota keluarga yang lain mengikuti langkah Charlotte. Ibunda Theo itu mendudukkan Sarah di atas kursi rotan berbantal busa yang empuk."Oh, ya. Di sini gerah sekali. Kurasa kau harus melepas dulu mantelmu," saran Charlotte."Um," setitik keringat dingin mengalir di dahi Sarah. Dia menoleh pada Theo seolah hendak meminta pertolongan."Justru itu dia kubawa kemari, Bu. Aku ingin meminjam beberapa helai pakaian untuknya," sahut Theo."Apa maksudmu?" Charlotte mengernyit tak mengerti."Begini ...." Theo kebingungan merangkai kata. Dia sempat menggaruk-garuk pelipisnya yang t
"Apa?" seru Sarah dan pria paruh baya itu secara bersamaan."Sarah, perkenalkan. Dia ayahku. Dia bernama Austin Dawson," ujar Theo yang tak mempedulikan keterkejutan dua orang tersebut."Siapa namamu, Young Lady?" pria bernama Austin itu terlihat sangat berwibawa. Dia menatap lembut seraya mengulurkan tangan."My name is Sarah Delila Ramdhan," Sarah menelan ludah sebelum membalas uluran tangan Austin."Darimana asalmu?" tanya Austin lagi."Um ...." Sarah yang kebingungan, menoleh pada Theo."Kami bertemu di Bali. Dia yang berhasil mengeluarkanku dari tempurung," kelakar Theo sambil terbahak."Ibumu harus diberitahu," Austin buru-buru berbalik dan meraih gagang telepon antik yang terpajang di atas meja kerja. "Theo ...." Sarah semakin was-was menatap pria rupawan di sampingnya. Berdasarkan pengamatan, jelas sudah bahwa Theo bukanlah pria biasa-biasa. Mansion dan sosok sang ayah cukup menjadi bahan penilaian Sarah bahwa mereka berasal dari keluarga kelas atas. Sementara dirinya hanyalah
Theodore Bresslin menatap rumah megah miliknya dari tepi trotoar di kawasan The Bishop Avenue, London. Orang-orang Inggris menyebut kawasan itu sebagai Billionaire's row, tempat para jutawan tinggal.Theo tersenyum kecut. Rasa-rasanya kekayaan yang dia miliki, tak sanggup untuk menyembuhkan luka hatinya yang menganga. Gadis yang dia cintai sepenuh hati, yang dia jaga meski harus berkorban nyawa, terlepas begitu saja dari genggamannya. Aruni, nama gadis itu, seorang warga negara Indonesia yang menetap di negaranya untuk menempuh pendidikan sarjana, ternyata tidak berjodoh dengan dirinya. Gadis cantik itu memilih untuk menikahi pria lain, di saat dia tengah bergumul dalam bahaya demi melindungi Aruni."Aku tidak akan lagi jatuh cinta," gumamnya pada diri sendiri, bersamaan dengan berhentinya mobil sedan berwarna hitam tepat di belakangnya. Seorang pria kurus berkacamata dan berpakaian rapi, keluar dari dalam kendaraan dengan wajah ceria. "Good morning, Mr. Bresslin," sapanya ramah. "A
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments