Beranda / Romansa / Beauty And The Boss / Blood Diamond Crown

Share

Blood Diamond Crown

Penulis: Ayaya Malila
last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-12 09:54:57

"Hei, berhenti!" teriakan seorang satpam menciutkan nyali pria itu. Ditambah dengan dua tangan kekar yang menarik paksa tubuhnya hingga dia terjerembab ke belakang. Pria itu meringis kala sikunya mendarat di lantai parkir. Dia meraung dan meringkuk sambil memegangi kepalanya dengan kedua tangan.

"Bawa ke kantor saja, Din!" seru satpam tersebut.

"Atau kita bawa ke kantor polisi saja! Orang ini sudah membuat kericuhan," sahut rekannya yang lain.

"Jangan!" pria yang sedari tadi memejamkan matanya rapat-rapat itu berteriak dan terbelalak. "Tolong, jangan bawa saya ke kantor polisi," mohonnya.

"Kalau begitu, bawa ke kantor saja," tukas satpam yang sebelumnya sempat bercakap-cakap dengan pria itu.

Pria itupun bergerak pasrah saat dua orang berseragam satpam menyeretnya menuju kantor mall. Kepalanya tertunduk demi menghindari pandangan dari pengunjung lain.

"Silakan, pak," ucap salah seorang satpam ketika mereka tiba di sebuah ruangan yang cukup luas, namun tampak lengang. Hanya ada beberapa orang berseragam satpam di sana yang sepertinya tak begitu mempedulikan kehadiran mereka.

Pria itu mendudukkan dirinya di sebuah kursi yang berhadapan langsung dengan meja kerja. "Nama bapak siapa?" salah seorang satpam memulai interogasinya.

"Tolong hubungi putri saya," pria itu menunduk dalam-dalam, sama sekali tak menghiraukan pertanyaan yang telah dilontarkan.

"Saya tidak bisa menghubungi putri bapak kalau bapak tidak menyebut nama," tolak satpam itu.

Pria itu tampak berpikir sejenak, mengamati wajah dua orang di depannya secara bergantian. "Sa-saya Abizar, Abizar Ramdhan," jawabnya terbata. Dua pria berseragam itu saling berpandangan, lalu kembali memperhatikan pria bernama Abizar tersebut.

"Tolong, hubungi putri saya. Suruh dia untuk menjemput saya di sini," Abizar menyodorkan secarik kertas bertuliskan angka pada satpam tersebut.

"Baiklah, bapak tunggu sebentar di sini. Jangan kemana-mana atau akan saya laporkan polisi," tegas salah seorang satpam. Dia lalu keluar meninggalkan seorang rekannya yang tetap berjaga di sisi Abizar.

Lagi-lagi Abizar menunduk. Dia menutupi wajahnya dengan kedua tangan, lalu mulai terisak. "Bodohnya aku," gumamnya lirih.

Satpam yang berjaga di sampingnya itu mulai iba. Disentuhnya pundak Abizar pelan. "Sebenarnya ada masalah apa, pak?" tanyanya hati-hati.

Abizar menggeleng. "Pelik," jawabnya singkat.

"Sepelik apapun masalah, pasti ada jalan keluar. Jangan menyerah, pak. Apalagi bunuh diri. Ingatlah pada orang-orang yang menyayangi bapak. Betapa sedihnya mereka jika tahu bapak seperti ini," tutur satpam itu bijak.

Kalimat sederhana tersebut membuat Abizar tercenung. Dia mulai membuka wajahnya dan menatap satpam itu dengan pandangan sendu. "Saya takut mengecewakan putri saya. Hanya dia satu-satunya yang saya punya," ucapnya lirih.

"Kalau memang dia satu-satunya yang bapak punya, harusnya bapak tidak meninggalkan putri bapak. Apalagi sampai ditinggal bunuh diri," sahut pria itu santai dengan nada bicara setengah bercanda.

"Saya cuma lelah," balas Abizar. Matanya mulai berkaca-kaca kala mengingat wajah cantik putrinya.

"Sebenarnya bapak ada masalah apa? Boleh saya tahu?" selidik satpam itu. Dia yang tadinya berdiri di hadapan Abizar, kini memilih duduk di tepian meja. Wajahnya lurus menatap wajah Abizar.

Pria paruh baya itu terdiam memikirkan pertanyaan si satpam. Sekilas ia melirik nama bertulisan 'Fahmi' yang tersemat di bagian dada seragam satpam tersebut. "Mas Fahmi?" eja Abizar ragu-ragu.

"Ya, bapak bisa memanggil saya Fahmi. Itu nama saya," tutur satpam itu.

Abizar mengangguk, lalu kembali berpikir. "Sebenarnya saya mempunyai utang yang sangat banyak," Abizar memutuskan untuk bercerita. "Saya meminjam bank dalam jumlah yang sangat besar dan menjadikan rumah saya sebagai jaminan. Waktu itu saya tidak mengira jika bisnis saya gagal. Akhirnya saya kesulitan membayar pinjaman. Sekarang, pihak bank akan menyita semua aset yang sudah saya jaminkan, apalagi saya sudah menerbitkan surat pernyataan pailit. Saya sudah tidak punya apa-apa lagi," Abizar kembali terisak.

"Oh, jadi begitu," gumam satpam bernama Fahmi itu dengan raut yang sulit diartikan. "Jadi, permasalahannya adalah utang?" Fahmi mengangguk-angguk seraya mengusap dagu.

"Begitulah," sahut Abizar lesu. Untuk beberapa saat mereka terdiam, sampai Fahmi kembali berucap, "Kalau saya menawari bapak sejumlah uang, apa bapak bersedia?"

Abizar yang awalnya bagaikan bunga layu, segera mendongak dan menatap Fahmi dengan mata membulat. "Sebanyak apa?" tanyanya.

"Cukup banyak untuk membayar utang-utang bapak," seringai pria yang bertubuh agak tambun itu.

"Memangnya anda tahu, sebanyak apa utang saya?" Abizar menatap Fahmi penuh curiga.

"Saya tidak tahu jumlah utang bapak secara pastinya, tapi saya yakin tidak akan sebanyak harga yang ditawarkan oleh benda antik ini," Fahmi meraih ponsel yang berada dalam saku celananya. Dia menekan-nekan tombol pada ponsel lalu menyodorkannya kepada Abizar. Tampak gambar mahkota bertahtakan berlian merah yang terpampang jelas, memenuhi layar.

"Blood Diamond Crown, namanya. Mahkota ini adalah salah satu perhiasan paling mahal dan paling bersejarah. Usianya sudah ratusan tahun. Dulunya, mahkota ini adalah milik Ratu Inggris dari era Renaissance dan diwariskan turun temurun pada anggota kerajaan. Pada masa perang dunia pertama, ratu Inggris yang berkuasa kala itu, melelang mahkota ini untuk kemanusiaan bagi para korban perang."

"Seorang pria bernama Alexander Dawson berhasil memenangkan lelang. Mahkota itu akhirnya jatuh ke tangannya dan diberikan turun temurun pada anggota keluarganya. Sampai akhirnya, mahkota itu jatuh ke tangan Jonathan Dawson, cicit dari Alexander. Sayangnya, setelah menerima mahkota itu, Jonathan menghilang dari keluarganya dan tak ditemukan selama bertahun-tahun," Fahmi mengubah posisi duduknya. Dia mengambil kursi di dekatnya lalu duduk menghadap Abizar, kemudian melanjutkan ceritanya kembali.

"Ternyata, Jonathan mengubah identitasnya menjadi Theodore, Theodore Bresslin," sambung Fahmi. "Dia membawa mahkota itu kemanapun, bahkan saat memutuskan untuk tinggal di Indonesia."

"Lalu?" Abizar mulai tertarik mendengar cerita itu.

"Selama di Indonesia, Theodore Bresslin tinggal di rumah pak Baskoro Hirawan," lanjut Fahmi antusias.

"Baskoro Hirawan? Saya seperti pernah mendengar nama itu," Abizar mengernyitkan dahinya.

"Baskoro Hirawan itu adalah seorang kolektor benda-benda seni yang lumayan terkenal di negara kita, Pak. Dia sempat menghilang lima tahun yang lalu. Semua orang mengira dia meninggal, tapi ternyata dia cuma sembunyi di dalam rumah, tidak pernah keluar kemanapun," jelas Fahmi.

"Selama tiga tahun terakhir, Baskoro mulai sakit-sakitan. Saat itulah, Theodore Bresslin datang ke Indonesia dan mulai tinggal di rumahnya, sambil membawa mahkota itu tentunya," sambung Fahmi lagi.

"Dari mana pak Baskoro kenal dengan Theodore?" tanya Abizar.

"Saya sendiri tidak tahu dan tidak mau tahu. Yang jelas, mahkota itu tersimpan rapi di rumah pak Baskoro," bisik Fahmi lirih, sampai-sampai Abizar harus mendekatkan telinganya pada wajah satpam itu.

"Jadi, untuk apa anda bercerita tentang ini semua pada saya?"

"Untuk mengajak bapak ikut serta ke dalam misi," jawab Fahmi seraya menyeringai.

"Misi apa?" Abizar menggelengkan kepala. Dia makin tak mengerti atas kalimat pria di depannya itu.

"Bapak bantu saya mencuri mahkota dari rumah pak Baskoro. Sebagai imbalannya, saya akan membayar berapapun utang bapak di bank," tawar Fahmi.

Bab terkait

  • Beauty And The Boss   Alamat Rahasia

    "Papa," panggil seorang gadis. Suaranya terdengar lembut dan merdu.Abizar menoleh dan melihat putrinya datang bersama satpam yang tadi meninggalkan ruangan lebih dulu."Sarah!" Abizar segera berdiri dan menyambut pelukan sang putri."Tolong jaga ayahnya ya, Dik. Jangan biarkan terjadi hal yang tidak diinginkan seperti yang saya ceritakan tadi," tutur satpam tersebut.Wajah gadis itu berubah murung. Dia mengurai pelukan ayahnya, lalu mengangguk pada sang satpam. "Terima kasih untuk semuanya, Pak. Terima kasih sudah menyelamatkan nyawa ayah saya," ucapnya sebelum berlalu dari ruangan itu."Pak, jangan lupa nasihat saya," ujar Fahmi seraya menyodorkan secarik kertas pada Abizar. Sekilas pria itu melirik deretan angka yang tertulis di atasnya.Abizar tersenyum samar pada Fahmi dan salah seorang satpam yang lain. Begitu putrinya yang bernama Sarah. Setelah itu, senyuman si gadis bernama Sarah, mulai memudar. Sejak dia membantu ayahnya memasuki mobil, menyetir mobil, hingga kendaraan yang

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-12
  • Beauty And The Boss   Bad Luck

    Sarah terpaksa menunggui ayahnya di luar rumah dua lantai di kawasan permukiman yang masih terbilang sepi itu. Was-was, dia melemparkan pandangan ke sekitar. Sejak tadi, tak ada satupun kendaraan yang melewati jalan utama perumahan ini. Sarah benar-benar merasa sendiri saat itu.Hingga ekor matanya menangkap sebuah mobil SUV hitam yang terparkir di hadapannya. Sekilas, Sarah melihat sebuah pergerakan seseorang atau sesuatu di dalam mobil itu. Namun, dia tak dapat memastikan bahwa yang dia lihat adalah benar adanya.Di tengah kegamangannya itu, terdengar ketukan kencang di kaca jendela mobilnya. Sarah terkejut sampai berjingkat. Dia mengelus dada, menetralkan debar jantungnya yang bergemuruh tatkala menyadari bahwa ayahnya lah yang telah mengetuk jendela di sampingnya itu."Buka pintunya, Sarah," pinta Abizar.Dengan segera, Sarah membuka pintu mobil dan membiarkan ayahnya duduk di samping kursi kemudi. "Sudah selesai, Pa?" tanyanya."Sudah, kita pulang," jawab Abizar singkat. Setelahn

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-12
  • Beauty And The Boss   Misi Yang Gagal

    Hening terasa. Mata Abizar terpejam, namun dia dapat mendengar dengan jelas suara detik jarum jam dinding yang entah berada di sebelah mana. Berat rasanya dia membuka kelopak mata. Deru napasnya terdengar cepat dan terengah-engah. Seluruh tubuhnya terasa nyeri, bagaikan ditikam ribuan belati. Parahnya lagi, tubuhnya seolah terikat, tak mampu dia gerakkan. Tiba-tiba kepalanya terasa basah. Seseorang sepertinya dengan sengaja menyiramkan air kepadanya. Air itu bahkan memasuki hidung, membuat Abizar makin kesusahan bernapas. Abizar terbatuk pelan, makin lama makin kencang sampai-sampai dadanya sesak."Bangun, Bodoh!" seru seseorang. Abizar yakin, seruan itu diperuntukkan baginya. Susah payah dia berusaha membuka mata. Pandangan yang awalnya mengabur, perlahan mulai terang dan jelas. Seorang pria asing berdiri di hadapannya dengan raut wajah garang nan mengerikan. Rambut gondrongnya menutupi sebagian wajah yang dipenuhi bulu-bulu halus yang tumbuh di sekitar rahang. Iris mata coklat teran

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-29
  • Beauty And The Boss   Kejutan Pagi

    Sarah terbangun ketika alarm digitalnya berbunyi nyaring. Sambil memicingkan mata, dia mengulurkan tangan dan memencet tombol di bagian atas alarm. Sekilas dia melihat jam menunjukkan pukul lima pagi. Sebenarnya Sarah masih merasa lelah dan mengantuk, tapi dia tetap memaksakan bangun. Semenjak ibunya meninggal, dialah yang bertugas untuk memasak dan menyiapkan sarapan untuk sang ayah. Apalagi Abizar terbiasa bangun pagi-pagi sekali.Sarah menguap dan meregangkan tubuh di tepi tempat tidur sebelum beranjak keluar kamar dan menuju dapur. Dilihatnya kamar sang ayah masih tertutup rapat. Diapun melanjutkan aktivitasnya menyeduh kopi serta membuat sarapan sederhana. Sampai satu jam kemudian, hidangan untuk dirinya dan papanya sudah tertata rapi di meja makan. Begitu pula secangkir kopi panas dan teh.Sarahpun berlalu ke kamar Abizar. Pria paruh baya itu tak terlihat hendak keluar. Sesuatu yang tak biasa, mengingat sang ayah tak pernah bangun siang. Setitik rasa khawatir kembali muncul di d

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-29
  • Beauty And The Boss   Path to Nowhere

    "Bisa saya jelaskan sambil jalan?" Andaru mengarahkan Sarah menuju sebuah mobil mewah yang terparkir di sisi pagar."Sa-saya membawa kendaraan sendiri!" tolak Sarah."Tidak apa-apa. Anda tinggalkan kendaraannya di sini. Nanti saya antar kembali kemari," bujuk Andaru.Setelah berpikir agak lama, akhirnya Sarah menyetujui ajakan pria yang masih asing baginya itu. Dia mengikuti langkah Andaru dan memasuki mobil yang posisinya tepat di depan mobilnya. Sarah duduk di samping kursi kemudi.Setelah menyalakan mesin dan menjalankan kendaraannya, Andaru memulai penuturannya, "Ayah anda tertangkap telah memasuki rumah mendiang Pak Baskoro tanpa ijin. Pak Abizar bahkan telah melukai salah seorang penjaga."Bagaikan tersambar petir, Sarah melotot dengan raut yang sarat akan emosi. "Ayah saya tidak mungkin berbuat seperti itu!" tegasnya."Sayangnya, memang iya. Meskipun mereka berhasil merusak beberapa kamera CCTV, tapi sudah banyak saksi mata yang memergoki ayah anda masuk ke ruang tengah," sangg

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-29
  • Beauty And The Boss   Perseteruan di Depan Sel

    "Menurut saya, itu bukan keputusan yang bijak," ucap Andaru hati-hati. "Secara hukum, pak Abizar berada pada posisi yang lemah. Dia menerobos masuk ke dalam properti pribadi seseorang tanpa izin. Bahkan pak Abizar juga sempat menyakiti salah seorang satpam rumah dengan menggunakan alat kejut listrik," sambungnya."Astaga," Sarah cukup terkejut mendengar penuturan Andaru. Sama sekali dirinya tak menyangka jika sang ayah sanggup berbuat nekat. Matanya berkaca-kaca menatap wajah tampan di depannya. "Kalaupun papa bersalah setidaknya jangan taruh dia di tempat seperti ini. Kesehatannya sudah menurun, apalagi usianya sudah tidak muda lagi," pinta gadis itu."Sudah saya sarankan, sebelumnya. Nona bisa meminta bantuan pengacara. Saya bisa membantu mencarikan pembela. Namun, syaratnya, anda harus diam dan menunggu," ujar Andaru."Menunggu, diam dan tidak melakukan apa-apa?" Sarah tak terima dengan saran yang diajukan oleh Andaru. "Sebagai seorang anak aku tidak mungkin membiarkan ayahku tersi

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-29
  • Beauty And The Boss   Tatapan Pertama

    "Sekarang?" ulang Sarah yang juga tak percaya. Dia menoleh pada sang ayah yang juga keheranan."Bagaimana? Saya tidak punya banyak waktu," tawar Andaru tak sabar.Sarah mengangguk ragu. Dia tak punya pilihan lain selain mengiyakan. Akhirnya, setelah berpamitan pada Abizar, Sarah mengikuti langkah cepat Andaru menuju area parkir. Pria tampan itu mengemudikan kendaraannya entah kemana. Sedikit was-was, Sarah bertanya padanya, "Kita mau kemana? Terus mobil saya bagaimana?""Gampang. Aku akan menyuruh anak buahku memarkirkan mobil kamu ke dalam garasi pak Baskoro," jawab Andaru tenang. Tak ada lagi gaya bahasa formal dari pria itu. Sejak mendapat telepon dari bosnya, raut Andaru berubah tegang."Lalu, kuncinya?" Sarah menyodorkan kunci mobil, lalu mempermainkannya dengan telunjuk."Tanpa kuncipun sebenarnya mobil tetap bisa menyala," jawab Andaru datar."Maksudnya? Kalian menyabotase mobilku, begitu?" Sarah menautkan alisnya sebagai tanda tak setuju.Andaru melirik sekilas, kemudian terse

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-29
  • Beauty And The Boss   Negotiate

    Sarah mengikuti langkah Andaru memasuki teras villa kemudian melintasi ruang tamu dan berjalan lurus ke bagian belakang villa. Sementara Theodore telah berjalan memasuki villanya lebih dulu dan menghilang entah kemana. Andaru membawa Sarah ke sebuah bangku taman yang terletak tepat di samping pintu masuk menuju halaman belakang. Suasana terasa begitu sepi untuk villa sebesar ini, membuat Sarah cukup merinding. "Kenapa tidak ada orang di sini?" tanya Sarah setengah berbisik."Kamu pikir saya dan bos saya bukan orang?" jawab Andaru dengan nada kesal. "Dengar, ya! Nanti kalau Tuan Bresslin bicara tentang apapun, tolong jangan dibantah! Kamu cukup mengangguk dan mengiyakan!" titahnya."Saya di sini ingin bernegosiasi. Kalau tidak boleh membantah, percuma dong, saya ke sini," sanggah Sarah.Andaru mengusap wajahnya kasar sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Nona Sarah, saya mengajak anda kemari, itu dengan usaha saya. Itu artinya, saya sudah bekerja keras hingga a

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-01

Bab terbaru

  • Beauty And The Boss   Together Forever

    Asisten kepercayaan Theo itu menatap sang majikan dan Sarah secara bergantian. "Kalian ... akan menikah?" tanya Andaru."Kurasa tak pantas untuk menjawab pertanyaanmu di tengah keadaan berduka seperti saat ini, Andaru," sahut Theo mengingatkan."Oh, maafkan saya. Saya hanya ...." Andaru tak melanjutkan kata-katanya, lalu memandang Sarah dengan tatapan terluka. "Kalau begitu, saya permisi," ucap Andaru beberapa saat kemudian. "Saya harus mengurus pemakaman seperti yang diinginkan oleh Tuan Bresslin."Andaru mengangguk hormat pada Charlotte dan Austin, sebelum membalikkan badan meninggalkan ruang perawatan Sarah. Sesaat setelah menutup pintunya, Andaru menarik napas panjang dan mengempaskannya perlahan."Mas Andaru, terima kasih sudah memberikan saya tumpangan sementara sebelum pulang ke Indonesia," ucap Pradnya yang tiba-tiba sudah berdiri di luar kamar perawatan Sarah.Andaru sedikit terkejut. Dia mengusap-usap dadanya, kemudian tersenyum ramah pada Pradnya. "Tidak masalah, jangan ter

  • Beauty And The Boss   The New Chapter

    Sarah kini sudah berpakaian yang pantas. Charlotte meminjamkan dress cantik bermotif bunga untuk gadis cantik yang baru saja mengikrarkan hubungannya dengan Theo itu. Sambil menggenggam kertas kecil bertuliskan nomor ruangan, Sarah berlari-lari kecil melintasi koridor rumah sakit.Akan tetapi, sesampainya di kamar yang sesuai dengan catatannya, Sarah tak menemukan siapapun di sana. Ruang perawatan itu kosong. "Sebenarnya mereka berniat untuk merawatku di situ, tapi aku menolak. Aku merasa baik-baik saja," tiba-tiba terdengar sebuah suara yang teramat Sarah kenal dari arah belakang. Sarah langsung menoleh dan berbalik. "Theo! Syukurlah kau baik-baik saja!" ujarnya seraya menghambur ke pelukan Theo yang hangat."Maafkan aku karena telah memberimu catatan yang salah." Kata-kata Theo membuat Sarah mengernyit, lalu mengurai pelukannya. "Apa maksudmu?" tanya Sarah ragu."Aku menyuruhmu ke rumah sakit, bukan untuk mendatangi ruangan ini," jawab Theo dengan sorot mata yang tak dapat diartik

  • Beauty And The Boss   Manusia Bebas

    "Saya tadi diam-diam menyelinap ke ruang bawah tanah saat anak buah Ammar menyeret mas Andaru dan bapak," tutur Pradnya. "Saat itulah saya mendengar bahwa mereka akan mengeksekusi anda semua tepat tengah hari nanti.""Kenapa harus menunggu sampai tengah hari?" celetuk Andaru. "Untuk memastikan bahwa Ammar sudah menerima mahkotanya lebih dulu," jelas Theo."Jadi, anda berniat untuk menjebak Ammar dengan mahkota itu?" Andaru terbelalak tak percaya. "Apakah pihak berwajib sudah merespons?" "Aku yakin mereka akan segera menanggapi laporan Cedric, mengingat kedekatanku dulu dengan Pak Walikota," gumam Theo."Nanti saja bicaranya, Tuan-tuan. Kita harus segera pergi dari sini sebelum mereka datang," sela Pradnya. Theo dan Andaru saling pandang, lalu mengangguk. "Ayo!"Mereka bertiga bergegas keluar dari ruangan sempit yang mirip sel tersebut. Theo memimpin di depan, dibantu oleh Pradnya yang bertugas sebagai penunjuk arah. "Belok kanan, Sir," ujar Pradnya lirih.Theo terus melangkah waspa

  • Beauty And The Boss   Eksekusi

    "Andaru? Kau sudah datang?' Theo memicingkan mata seraya berusaha untuk bangkit. "Yes, Sir. Orang-orang Ammar mencegat kami di bandara, sama seperti yang telah anda rencanakan sebelumnya," jawab Andaru sambil membantu Theo untuk duduk. "Apa mereka sudah bergerak ke kandangku?" tanya Theo lagi. "Berdasarkan pengamatan Cedric, mereka sudah mendapatkan mahkotanya, Tuan," jelas Andaru. "Apakah yang kalian maksud itu adalah mahkota yang hendak dicuri oleh gerombolan Fahmi dulu?" sela seseorang yang tak lain adalah Abizar. "Oh, Abizar. Um, maksudku ... Pak Abizar. Apa kabarmu?" sapa theo dengan bahasa tubuh yang terlihat canggung. "Beginilah, Pak," sahut Abizar sembari tersenyum getir. "Saya hanya ingin cepat-cepat bertemu dengan putri saya," lanjutnya. Theo tertegun sejenak, lalu tersenyum. "Putrimu aman bersama kedua orang tuaku," ujarnya pelan. "Benarkah? Oh, syukurlah," Abizar mengembuskan napas lega. "Lalu ... bagaimana setelah ini, Pak?" tanya Andaru. "Kau tenang saja," Theo

  • Beauty And The Boss   The Exchange

    Ammar tertawa nyaring hingga suaranya menggema ke setiap sudut ruangan. "Sarah Delila bukan barang dagangan. Dia tidak dijual. Kami hanya menjual keperawanannya saja, tapi tidak dengan tubuhnya," tolak Ammar. "Oh, jadi Sarah Delila hanyalah properti?" Theo memicingkan mata seraya menatap tajam ke arah pria berambut hitam dan lurus itu. "Benar sekali. Sarah Delila adalah properti kami. Seumur hidupnya, gadis itu adalah milik organisasi kami," tegas Ammar. "Bagaimana jika kutukar dengan mahkota Blood Diamond?" Theo mengangkat satu alisnya. Senyum menyeringai terukir di wajah tampan itu. Ammar terkesiap untuk sesaat. Tampaknya dia berpikir keras untuk menjawab tawaran Theo. "Aku sudah menyuruh anak buahmu untuk menggeledah kediaman Baskoro dan villamu yang berada di Bali. Mahkota itu tak ada di sana," ujarnya. "Tentu saja tak ada di sana. Aku tak pernah membawa mahkota itu ke Indonesia," Theo tertawa mengejek. "Ta-tapi, anak buahku sudah menyelidiki bahwa mahkota itu selalu kau bawa

  • Beauty And The Boss   Membeli Cinta

    Theo mengendarai motor dalam kecepatan tinggi dan tiba di tempat yang dituju sepuluh menit kemudian. Dia memarkirkan motornya secara asal di depan sebuah gedung tua yang sudah tak terpakai di sisi lain kota London. Theo seolah tak takut jika seseorang membawa motornya pergi.Tak ingin membuang waktu, Theo menendang pintu masuk gedung kosong itu sekuat tenaga, hingga terlepas dari engselnya. Dilayangkannya pandangan ke sekeliling aula yang tampak tak terawat itu. Theo lalu mendekat ke arah lift yang akan membawanya ke bawah tanah. Dia berniat masuk ke sana ketika menyadari bahwa lift itu telah rusak. "Apa-apaan ini?" geramnya tak percaya.Tangan kekar Theo menggebrak pintu lift sekencang mungkin, lalu berbalik mengitari ruangan luas tersebut untuk mencari jalan turun lain. Namun sepertinya, lift tersebut hanyalah satu-satunya cara menuju markas rahasia Ammar. Theo memutar otak, lalu menghubungi anak buahnya. "Aku kesulitan memasuki markas Ammar, Cedric. Apakah kau tidak mempunyai infor

  • Beauty And The Boss   Fight For Sarah

    "Sebenarnya kau tidak benar-benar menghilang, Jonathan. Aku menyuruh Troy untuk selalu melacak keberadaanmu," sela Charlotte sembari menyunggingkan senyum puas."Betul sekali. Itu karena aku yang paling cerdas di keluarga ini," timpal Troy bangga. "Theodore Bresslin menjadi tokoh dunia hitam yang paling disegani, sampai-sampai pak walikota meminta dukungannya untuk mencalonkan ulang," lanjutnya. "Sayang sekali, Theo harus tergelincir kerikil kecil saat jatuh cinta pada istri sepupunya sendiri.""Sejak saat itu, Theo benar-benar menghilang dari jangkauan kami dan sama sekali tak terlihat atau terdengar kabarnya sampai detik ini," sambung Austin."Aku sudah tidak berkecimpung lagi di dunia hitam. Dulu aku membekukan bisnisku dan mengalihkannya ke sektor legal, sebelum aku pindah ke Indonesia," tutur Theo."Patah hati membuat orang berubah," Brendan menggeleng pelan."Akan tetapi, sekarang ... aku terpaksa harus menghidupkan kembali jaringanku untuk menghancurkan orang-orang yang sudah m

  • Beauty And The Boss   Setitik Masa Lalu

    "Kami tidak pernah mengusirmu, Jonathan. Kau sendiri yang memilih untuk menjauh," sanggah Austin. Pria yang masih terlihat gagah di usianya yang tak lagi muda itu melipat kedua tangannya di dada sambil sesekali melirik ke arah Sarah. "Duduk dulu, Nak. Kita cari tempat yang lebih nyaman untuk mengobrol," Charlotte meraih tangan Sarah dan mengajaknya ke teras berukuran luas yang terletak di samping mansion. Sementara anggota keluarga yang lain mengikuti langkah Charlotte. Ibunda Theo itu mendudukkan Sarah di atas kursi rotan berbantal busa yang empuk."Oh, ya. Di sini gerah sekali. Kurasa kau harus melepas dulu mantelmu," saran Charlotte."Um," setitik keringat dingin mengalir di dahi Sarah. Dia menoleh pada Theo seolah hendak meminta pertolongan."Justru itu dia kubawa kemari, Bu. Aku ingin meminjam beberapa helai pakaian untuknya," sahut Theo."Apa maksudmu?" Charlotte mengernyit tak mengerti."Begini ...." Theo kebingungan merangkai kata. Dia sempat menggaruk-garuk pelipisnya yang t

  • Beauty And The Boss   Mantel Hitam

    "Apa?" seru Sarah dan pria paruh baya itu secara bersamaan."Sarah, perkenalkan. Dia ayahku. Dia bernama Austin Dawson," ujar Theo yang tak mempedulikan keterkejutan dua orang tersebut."Siapa namamu, Young Lady?" pria bernama Austin itu terlihat sangat berwibawa. Dia menatap lembut seraya mengulurkan tangan."My name is Sarah Delila Ramdhan," Sarah menelan ludah sebelum membalas uluran tangan Austin."Darimana asalmu?" tanya Austin lagi."Um ...." Sarah yang kebingungan, menoleh pada Theo."Kami bertemu di Bali. Dia yang berhasil mengeluarkanku dari tempurung," kelakar Theo sambil terbahak."Ibumu harus diberitahu," Austin buru-buru berbalik dan meraih gagang telepon antik yang terpajang di atas meja kerja. "Theo ...." Sarah semakin was-was menatap pria rupawan di sampingnya. Berdasarkan pengamatan, jelas sudah bahwa Theo bukanlah pria biasa-biasa. Mansion dan sosok sang ayah cukup menjadi bahan penilaian Sarah bahwa mereka berasal dari keluarga kelas atas. Sementara dirinya hanyalah

DMCA.com Protection Status