Saat cinta mematikan logika, aku menganggap Shanti adalah sebaik-baik istri. Tapi, ternyata dia tega berbuat zalim di belakangku. Sepasang penumpang yang memesan taksiku rupanya adalah istriku sendiri bersama dengan selingkuhannya. Aku marah. Marah sekali, merasa terhina dan harga diriku seperti ditelanjangi. Aku merencanakan sesuatu untuk membuat peringatan. Tapi ragu, karena ada hati yang harus dilindungi. Apa yang akan aku katakan pada Fikri, anak semata wayang kami tentang hubungan kami nanti?
View MoreDua di antara empat pembegal itu tanpa aba-aba langsung menyerangnya. Terlihat pria itu sedikit kewalahan. Tetapi akhirnya dia bisa membuat dua orang tadi terkapar. Maka, dua orang yang semula membekapku juga turun tangan. Salah satu di antara mereka mengeluarkan sebilah pisau.Mereka menyerang secara membabi buta. Dua orang ini terlihat nekat dan semakin brutal. Hingga naas, pria itu terkenal sayatan pisau. Tidak hanya mengaduh, dia juga setengah terkapar di jalanan.Saat itu, Udin punya kesempatan untuk mengambil balok di pinggir jalan, kemudian memukulkannya pada salah seorang pembegal yang memegang pisau. Melihat itu, mereka langsung lari. Apalagi apa yang mereka inginkan sudah mereka dapatkan.Aku dan Udin buru-buru membawa pria itu ke rumah sakit terdekat. Dia mendapatkan luka yang cukup serius, dua puluh jahitan sepanjang bahu kiri hingga lengan.Aku hanya menunggu di mobil, karena masih syok dengan kejadian yang baru saja kualami.Udin lah yang mengurus pria itu.Saat Udin mem
“Kamu pasti heran kenapa saya menjadikan kamu orang kepercayaan saya?”Pertanyaan yang tidak perlu kujawab. Dia paham ekspresi wajahku seperti apa saja ini. Dan aku hanya bisa mengangguk saja.“Ya, karena kamu punya kemampuan. Ketika beberapa kali melihatmu membantu Renata, saya yakin kamu bisa. Hanya saja, saya butuh faktor pendukung lainnya untuk memutuskan apakah saya memilihmu atau tidak.”Setiap tuturnya, seperti membawa hawa sejuk di hatiku. Aku merasa disanjung. Tapi, aku yakin pak Baskoro memutuskannya bukan karena hanya melihatku pernah membantu putrinya. Dia pasti punya maksud terselubung. Otak politikus, mudah ditebak.“Maaf, saya masih belum mengerti maksud pak Baskoro,” ujarku.“Oke. Terang-terangan saja saya bicaranya. Jadi begini, Rohan.” Pak Baskoro memindahkan tangannya ke atas meja, menatapku dengan tajam, lalu mulai bertutur kembali.“Saya hentikan kamu dari sopir pribadi. Kamu saya angkat menjadi orang kepercayaan saya. Tugas kamu, memegang data penting perusahaan
POV RohanHidup memang dihadapkan pada banyak pilihan. Kehidupan yang dijalani pada dasarnya merupakan hasil dari pilihan-pilihan.Aku sendiri tidak selalu bisa membuat keputusan yang tepat, kendati sudah melakukan banyak pertimbangan. Apapun keputusan akhirnya, pasti membawa ke dalam jurang penyesalan.Betapapun kusadari, bahwa melalui kesalahan dan kegagalan dalam hidup, maka bertambah kedewasaan itu. Jadi, tidak guna terus menyesali pilihan. Mestinya, belajar dari kegagalan dan menjadi lebih bijaksana ke depannya.Itu harapku.Tetapi lagi-lagi, tinggal bijaksana seperti apa dulu yang sudah menjadi keputusan saat ini. Walaupun mungkin, Shanti masih menganggapku tidak adil karena tidak memberinya pilihan. Tapi, yang jelas, luka batinnya tidak begitu dahsyat jika dibandingkan dengan lukaku..Kuantarkan Shanti ke terminal, sekadar menjalankan tugasku yang terakhir. Mungkin setelah ini, kutemui dirinya sebagai sosok yang lain, yaitu sang mantan.Aku mengamati dari kejauhan. Shanti meno
POV ShantiKupandangi foto di atas meja. Seorang anak yang tersenyum sedang bergandengan dengan empat teman lainnya. Pakaian yang dikenakannya membuat sejuk, mengenakan baju koko putih, memakai sarung dan lengkap dengan pecinya. Tampan, sepert bapaknya.Tidak ada foto lain yang tersisa. Bang Rohan hanya membawa foto Fikri seorang ke kontrakan barunya. Sedangkan foto kami bertiga, foto-foto pernikahan dan foto-foto kebersamaan keluarga kecilnya, tidak tampak lagi saat ini.Mungkin bang Rohan sudah menyembunyikannya, atau bahkan mungkin sudah membakarnya.Maafkan aku, bang . Aku merusak bangunan rumah tangga yang sudah susah payah kita bangun berdua. Batinku merintih.Tak dapat lagi kubendung air mata ini.Menyesal, dan sangat sakit menerima kenyataan pahit ini.Berkali-kali kusentuh handphone. Berharap ada sebuah panggilan atau pesan yang tertinggal di sana, tapi tak ada. Harapanku musnah. Bang Rohan enggan menghubungiku, bahkan ketika aku tinggal di rumah kontrakannya.Bang, tak adaka
“Mencintai tidak harus memiliki. Justru dengan tidak memiliki bisa saling mendoakan. Andai kamu bisa ikhlas menerima keputusan Rohan, andai saja kamu menyadari bahwa pucuk permasalahannya ada sama kamu, kamu nggak akan seegois ini.Biarkan dia pergi, menentukan keputusannya. Dia akan bahagia tanpa kamu, dan kamu pun bisa melanjutkan hidupmu tanpa dia. Simple kan?” Aku berusaha menanggapi dengan tenang.Shanti tertunduk. Menarik tangannya yang sedari tadi kuusap dengan lembut. Mungkin ucapanku tidak akan dia dengar. Aku yakin itu. Kesimpulannya, dia menginginkan Rohan, entah bagaimana caranya. Sedangkan aku hanya bisa menjadi pendengar, tanpa bisa memberikan solusi. Dan itu sangat Menyakitkan bagiku.Apa yang dia pikirkan tentang diriku, tentang perasaanku pada suaminya adalah sebuah kekeliruan.Aku mencintai suaminya, dan dia sadar itu. Dengan begitu,dia berharap aku bisa mengalah, lalu membantunya. Mana bisa begitu. Sedangkan Rohan, tidak bisa tertebak di mana sisi hatinya berdiri.
“Shan,” panggilku yang kemudian membuatnya menatapku. Anehnya hanya sesaat saja, lalu dia tertunduk. Bahkan terdengar isakannya.“Kenapa menangis?” tanyaku.Dia menggigit bawah bibirnya, seperti sedang menahan rasa sakit.“Aku sudah kehilangan dia,” jawabnya.Aku menghela nafas. Merasa prihatin. Sebab, aku pun pernah merasakan perasaan yang sama. Sangat mencintai, berharap memiliki, tetapi dihadapkan pada pilihan harus melepas perasaan itu karena tidak mungkin memilikinya.“Aku ikut prihatin. Sabar, ya.”Aku berusaha menguatkan. Terdengarnya lucu, di balik berita yang seharusnya membuatku gembira. Tapi aku tak setega itu.“Aku pikir, kamu akan bisa membantuku, “ ucapnya.“Membantu? Membuatnya kembali padamu?” Aku menebak dengan mudah.“Iya. Kamu kan temannya.”“Kami nggak seakrab yang ada dalam pikiranmu, Shan. Rohan itu tertutup, termasuk permasalahan kalian.”“Tapi setidaknya kamu bisa membujuknya.”Sebuah keinginan yang sulit.Aku menegakkan punggung sebagai respons ketegangan pad
POV Renata BaskoroAku memandangnya dari samping. Tampan, meskipun terlihat garis-garis di bawah kelopak matanya. Pertanda usia yang matang, ditambah lagi tempaan beban kehidupan yang berat selama ini, semakin membuatnya terlihat jauh lebih dewasa dari pria yang kukenal belasan tahun yang lalu.Dia sopir pribadiku sekarang ini.Tangannya kokoh memegang stir kemudi. Diam-diam, sering kuperhatikan setiap gerak tubuhnya. Dia, lelaki yang pernah kukagumi, sekaligus satu-satunya lelaki yang membuatku patah hati hingga bertahun-tahun. Dan ketika kata-kata move on itu hampir terwujud, dia malah datang kembali. Meskipun sudah menjadi sosok yang berbeda.Rohan Radityawan, seorang bapak dan suami yang baik. Tapi nasibnya tidak seberuntung kebaikannya. Kasihan. Sayang sekali, wanita yang beruntung mendapatkan cinta dan pelukan hangatnya bukanlah aku.“Aku mau ketemuannya di kafe saja, ya?” pintaku padanya. “Biar lebih bebas ngobrolnya.”Aku memang bersemangat kali ini. Bisa mengobrol dengan Sha
Rena memutar bola mata, menimbang permintaanku.“Untuk apa?” tanyanya kemudian.“Nanti juga kamu akan tau. Urusan perempuan pastinya.”“Emm ... oke!”Rena menjawab seperti tidak ada beban. Dia pun berbalik danpergi.Ternyata tidak sesulit perkiraanku mempertemukan mereka.*Rena menikmati perjalanan dengan santai. Kedua telinganya disumpal menggunakan earphone. Entah musik apa yang diperdengarkan melalui benda itu.Yang jelas, dia terlihat begitu asyik, hingga sesekali tangannya ikut bergerak, seperti tanpa sadar.Aku mengamati setiap pergerakannya. Sangat lucu menurutku, hingga membuatku tersenyum.Sudah lama aku tidak merasakan perasaan bebas seperti ini. Bersama dengan Rena, aku seperti dilempar ke masa lalu. Bebas dan tidak perlu terbebani dengan apapun itu. Sungguh, aku rindu dengan masa-masa dulu.“Han!” Rena menepuk pundakku, membuatku berjingkrak kaget. Beruntung stir kemudi tetap kokoh dalam genggaman.“Apaan, sih? Bikin kaget aja!” keluhku menanggapi.“Kenapa senyum-senyum se
“Iya, Mas. Kan saya sudah lama bekerja dengan pak Baskoro.Dulu saya bekerja di villa yang lama, karena villanya sudah tua dan bangunannya padakeropos, saya dipindahkan kemari. Oya, ngomong-ngomong, pak Tito bukan priabaik-baik menurut saya. Maaf lo ya, hanya menurut perasaan saya saja.”Beberapa orang yang kutemui mengatakan hal yang sama tentangTito. Apa benar begitu? Lalu, kenapa pak Baskoro nekat menjodohkan Rena denganTito? Dan sekarang, beliau malah seakan-akan sedang menjauhkan anaknya dari pria itu.“Apa Mas Rohan nggak tau, kalau sebenarnya non Rena terpaksabertunangan dengan pak Tito?”Aku menoleh ke arah pria yang tampak serius dengankata-katanya itu.Aku pun menggeleng.“Non Rena itu nggak pernah pacaran. Beberapa kali dekatdengan anak temannya pak Baskoro, tapi nggak pernah jadi.”“Kok, Mamang tau?”“Ya tau saja, isteri saya dulu bekerja jadi pembantu dirumah pak Baskoro dan sering cerita keadaan di sana. Karena istri saya sakit, terus berhenti.”“Oh.” Aku menanggapi.“Kas
“Cantik, enggak?”“Cantik.”“Cocok ‘kan, Bang?”“Iya.”“Abang, coba lihat. Pas ke badanku 'kan baju yang kubeli online kemarin?”Shanti berlenggok di depanku, kemudian berpindah ke depan cermin yang ada di kamar kami. Dia memutar badannya beberapa kali guna memamerkan baju baru yang memang cocok sekali di badannya.“Memangnya kamu mau ke mana? Abang baru saja pulang kerja, loh?”“Mau keluar sebentar. Ketemu sama teman-teman. Lagian, Abang kerjanya 'kan cuma duduk sambil nyetir mobil. Gak capek-capek amat 'kan?”“Maunya, ya pas abang di rumah, kamunya juga di rumah.”“Halah cuma sebentar. Nanti semalaman aku temanin. Mau berapa ronde? Mau sampai pagi juga boleh. Sudah ah, temenku sudah menunggu.”Shanti memaksa pergi. Ia meraih tanganku, lalu menciumnya."Abang istirahat saja. Pasti ngantuk habis perjalanan jauh. Persiapkan tenaga untuk nanti malam." Setelah berucap, Shanti benar-benar pergi.Aku hanya bisa menatap punggungnya yang mulai menjauh, lalu menghilang di balik pintu. Seperti
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments